• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAYA DUKUNG LINGKUNGAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Dr. Ir. Iwan Kustiwan, MT

Program Studi PWK SAPPK ITB

Modul 4

DAYA DUKUNG

LINGKUNGAN

(2)

Modul 4:

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

1.

Pengertian dan Konsep Daya Dukung Lingkungan (DDL)

2.

Tragedy of the Commons

3.

Konsep Dan Penerapan Daya Dukung Lingkungan untuk Kehidupan Manusia

4.

Kaitan DDL, SDA, dan Ekosistem

5.

Jejak Ekologis sebagai Indikator DDL

(3)

Pengertian

Daya Dukung Lingkungan (DDL)-1

• DDL: Kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (UU 32/2009)

• DDL: Jumlah individu suatu spesies yang dapat didukung secara tak terbatas dalam suatu ruang atau kawasan tertentu (Miller, 1986)

• DDL: kemampuan untuk mendapatkan hasil dan produk di suatu kawasan dari sumber daya alam yang terbatas, dengan mempertahankan jumlah dan kualitas

sumber dayanya (Khanna, 1999)

This Photois licensed underCC BY-SA-NC

(4)

Pengertian

Daya Dukung Lingkungan (DDL) -2

Pengertian daya dukung (carrying capacity) dalam ekologi dasar adalah ukuran maksimum populasi jenis tertentu yang dapat disangga oleh suatu wilayah tanpa mengurangi kemampuannya dalam menyangga populasi jenis yang sama pada masa yang akan datang (Cohen, 1996)

Suatu ukuran dari jumlah sumberdaya yang dapat diperbaharui

(renewable resources) yang diperlukan untuk mendukung kehidupan sejumlah organisme di suatu lingkungan (Roughgarden, 1979)

Daya dukung merupakan fungsi dari karakteristik area maupun

organisma. Makin besar dan kaya suatu area, ceteris paribus, memiliki daya dukung yang lebih besar. Atau suatu area tertentu akan Lebih

mampu menyangga populasi jenis yang memerlukan energi yang relative lebih rendah (Daily & Ehrlich, 1992).

(5)

Pengertian

Daya Dukung Lingkungan (DDL) -3

This Photois licensed underCC BY

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Kemampuan maksimal suatu

wilayah/kawasan untuk mendukung kehidupan beserta kegiatan yang ada di dalamnya.

Asal mula konsep DDL:

→ dari pengelolaan hewan ternak dan satwa liar (ilustrasi: Tragedy of

commons)

(6)

Daya Dukung Lingkungan (DDL)

Konsep daya dukung menekankan kemampuan suatu wilayah untuk mendukung jumlah maksimum populasi suatu spesies secara berkelanjutan pada suatu tingkat kebutuhan sumberdaya yang diperlukan.

→ Kemampuan ini sangat tergantung pada kekayaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu wilayah dan tingkat kebutuhan sumberdaya oleh suatu organisme.

→ Kemampuan wilayah yang

bersangkutan tidak pernah berkurang, jika secara terus menerus terpelihara.

This Photois licensed underCC BY

(7)

Tragedy of the Commons

PL 2101 Lingkungan dan Sumber Daya Alam

PL 2101_04_DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

(8)

The Tragedy of The Commons

(Hardin, 1968) Kasus peternak

yang menggembalakan ternak di padang rumput

Padang rumput merupakan sumber daya dianggap

sebagai milik umum.

Setiap peternak merasa mempunyai hak.

Ketika jumlah peternak semakin bertambah

sedangkan pertumbuhan rumput tidak setara maka akan menyebabkan bencana.

(9)

The Tragedy of The Commons & Carrying Capacity

Konsep milik umum seringkali dihubungkan dengan pemanfaatan sumber daya oleh banyak individu.

Seringkali rasa kepemilikan dan hak orang dalam

memanfaatkan sumber daya milik umum tidak dibarengi dengan usaha untuk menjaga keseimbangan yang harmonis antara intervensi manusia dengan lingkungannya.

→ Akibatnya kehilangan keseimbangan di antara keduanya dan menyebabkan bencana bagi si pelaku maupun alam.

Teori dan konsep yang dikemukakan oleh Hardin (1977), secara tidak langsung menjelaskan bahwa timbulnya

kerugian atau bencana disebabkan karena kurang hati-hati atau pengabaian dari pemakai sumber daya lingkungan.

→ Keputusan yang dilakukan individu untuk memanfaatkan sumber daya lingkungan milik umum itu merupakan

keputusan secara mikro, yang hasilnya menyebabkan bencana secara makro.

(10)

The Tragedy of The Commons (2)

→ Perilaku manusia dalam memanfaatkan SDA Manusia bertendensi

menganggap SDA adalah milik umum, sehingga dalam

memanfaatkan serta mengelolanya mereka

berpegangan pada nilai-nilai milik umum tsb.

mengakibatkan terjadinya eksploitasi yang tidak terkendali, sehingga

menimbulkan dampak negatif yang tidak diduga.

This Photo is licensed under CC BY-SA

(11)

Dampak tsb dapat berakibat terhadap

penyusutan bahkan kepunahan SDA yang ada.

Bencana lain berpengaruh terhadap pemakai SDA tsb, yaitu menurunnya kualitas SDA

→ keberlanjutan hidup si pemakai turut terancam.

Terjadinya bencana di antara para

pemakai, karena tidak adanya mekanisme terkendali dalam menggunakan SDA

→ tersisihnya sekelompok pemakai yang tidak kuat dan mampu bersaing dengan si pemakai lain.

→ Fenomena tragedy of the commons

This Photo is licensed under CC BY-NC-ND

(12)

Konsep dan Penerapan Daya Dukung Lingkungan untuk Kehidupan Manusia

PL 2101 Lingkungan dan Sumber Daya Alam

PL 2101_04_DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

(13)

Penerapan Konsep DDL untuk Kehidupan Manusia?

• Konsep daya dukung yang berasal dari kehidupan bukan manusia kurang sesuai diterapkan untuk manusia.

• Dalam hal daya dukung terhadap kehidupan manusia, terjadi kompleksitas penetapan daya dukung yang disebabkan

adanya perbedaan yang sangat besar dalam hal jenis dan jumlah sumberdaya yang digunakan oleh masing-masing

individu dan perubahan budaya (teknologi) yang sangat cepat memengaruhi, sehingga daya dukung sangat bervariasi antara budaya dan tingkat pembangunan ekonomi masyarakat.

• Mobilitas manusia yang sangat tinggi memengaruhi batas wilayah pemenuhan kebutuhan manusia menjadi tidak terbatas.

(14)

Penerapan Konsep DDL

untuk Kehidupan Manusia(2)

• Konsep daya dukung terhadap populasi manusia mulai

diterapkan pada tahun 1960an.

→ Pola konsumsi manusia sangat bervariasi

dibandingkan dengan jenis hewan

• Persamaan IPAT (Commoner, 1972): menjelaskan bahwa daya dukung terhadap manusia

merupakan fungsi tidak hanya dari jumlah populasi, tetapi juga perbedaan tingkat konsumsi

yang dipengaruhi oleh teknologi produksi dan konsumsi.

(15)

Persamaan IPAT

I = P x A x T

I Impact, dampak lingkungan P Population, ukuran populasi manusia

A Affluence, tingkat konsumsi oleh populasi

T Technology, proses yang

digunakan untuk mendapatkan sumberdaya dan mengubahnya

menjadi barang berguna dan limbah.

(16)

Pentingnya DDL bagi Manusia

• Pertambahan jumlah penduduk dengan aktivitasnya menyebabkan kebutuhan akan SDA (al. lahan dan air) bagi

kegiatan sosial ekonominya makin bertambah.

➢ Pertambahan jumlah penduduk juga

dibarengi dengan peningkatan konsumsi SDA yang semakin besar sejalan dengan peningkatan status sosial ekonomi

masyarakat.

➢ Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat akan mempengaruhi DDL

(17)

Konsep DDL untuk kehidupan Manusia (1)

Penerapan konsep daya dukung lingkungan pada populasi manusia

• Untuk kelompok manusia yang hidupnya dari mengumpulkan tumbuhan dan berburu (masih primitif) penerapan konsep itu tidak banyak membawa masalah.

• Daya dukung lingkungan ini pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomass

tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu.

• Sistem dengan daya dukung lingkungan alamiah disebut sistem tak tersubsidi, karena tidak mendapatkan subsidi energi dari luar sistem itu.

(18)

• Dengan makin meningkatnya kebudayaan, penerapan

konsep daya dukung makin sulit, karena:

Orang mulai melakukan intensifikasi pertanian dengan memasukkan energi dari luar (pupuk buatan, air irigasi dan zat racun hama).

Dengan kemajuan

kebudayaan, berkembang pula sistem pasar

This Photo is licensed under CC BY

(19)

• Faktor kebudayaan yang saling terkait secara kritikal dengan daya dukung suatu wilayah

1. Perbedaan-perbedaan individual dalam hal tipe dan kuantitas sumberdaya yang dikonsumsi.

2. Perubahan yang cepat dalam hal pola konsumsi sumberdaya 3. Perubahan teknologi dan budaya lainnya.

(Ranganathan & Daily 2003)

(20)

Konsep DDL untuk kehidupan manusia (2)

Daya dukung lingkungan tidak hanya diukur dari kemampuan lingkungan dan SDA mendukung kehidupan manusia, tetapi juga

dari kemampuan menerima beban pencemaran dan pembangunan.

DDL terbagi menjadi 2 (dua) komponen:

kapasitas penyediaan (supportive capacity)

kapasitas tampung limbah (assimilative capacity)

(Khanna, 1999)

DDL dan DTL dalam UU 32/2009

(21)

Populasi SDA

Tahun Populasi

SDA

Populasi cenderung bertambah menurut deret ukur (geometris)

Produksi pangan (SDA) cenderung bertambah menurut deret hitung (aritimatik)

Level subsistensi

C

Pertumbuhan penduduk, SDA dan subsistensi

Hukum Malthus

Perilaku Model Dunia (Meadow, 1992)

(22)

DDL tidak statis?

1. Sifat penting dari daya dukung yang perlu diketahui adalah daya dukung dapat dinaikkan kemampuannya oleh manusia.

2. Daya dukung lingkungan dapat meningkat bila ditambahkan atau dimasukkan ilmu dan teknologi ke dalam suatu lingkungan.

3. Subsidi energi ke dalam lingkungan juga dapat meningkatkan DDL.

(23)

Penurunan/Kerusakan DDL

Faktor internal

Kerusakan yang berasal dari alam/lingkungan sendiri.

Kerusakan karena faktor internal sulit untuk dicegah karena merupakan proses alami yang terjadi pada alam yang sedang mencari keseimbangan dirinya (misal letusan gunung berapi, gempa bumi, dan badai).

Faktor eksternal

Kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan

hidupnya

misal: kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri: pencemaran darat, air, laut, dan udara.

This Photo is licensed under CC BY-ND This Photo is licensed under CC BY-NC-ND

(24)

DDL vs Peningkatan IPTEK

• Apakah pemasukan Iptek dan subsidi energi dalam usaha meningkatkan daya dukung tidak ada

batasnya?

• Penggunaan Iptek yang tidak bijaksana justru akan menghancurkan daya dukung.

• Beban yang diberikan manusia kepada DDL yang melampaui potensi atau daya lentingnya akan dapat menurunkan DDL tsb misalnya disebabkan oleh:

➢ Jumlah penduduk yang harus didukung telah melampaui kemampuannya.

➢ Cara pemanfaatan SDA dan ekosistem dalam lingkungan yang salah dapat menimbulkan kerusakan.

(25)

• Peningkatan Iptek dalam cara

pemanfaatan suatu SDA akan dapat meningkatkan DDL

• Karena keterbatasan dari potensi SDA, ekosistem, dan Iptek yang dikuasai , maka peningkatan DDL dapat pula bersifat sigmoid, bahkan pada ujung grafik sigmoid dapat menurun.

DDL vs Peningkatan IPTEK

(26)

Kaitan DDL, SDA, dan Ekosistem

PL 2101 Lingkungan dan Sumber Daya Alam

PL 2101_04_DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

(27)

Kaitan DDL, SDA dan Ekosistem (1)

Daya dukung, SDA dan ekosistem memiliki keterkaitan satu sama lain.

Pada dasarnya daya dukung suatu lingkungan ditentukan oleh dua hal pokok, yaitu potensi SDA dan kondisi ekosistem.

Untuk dapat memanfaatkan daya dukung suatu lingkungan haruslah diketahui potensi dan batasan dari SDA dan

ekosistemnya.

Pada saat pemanfaatan SDA yang melampaui potensinya dan menimbulkan tekanan pada ekosistem yang melampaui

kemampuannya akan merusak potensi SDA dan ekosistemnya berarti pemanfaatannya tidak akan dapat berkelanjutan.

(28)

Kaitan DDL, SDA dan Ekosistem (2)

Karakteristik SDA: terbarukan dan tak-terbarukan

Tekanan yang salah pada SDA yang terbarukan dapat

mengakibatkan degradasi pontensinya, bahkan menghancurkan sama sekali sehingga menjadi tidak dapat diperbaharui.

Strategi pemanfaatan SDA tak-terbarukan di masa lalu berprinsip pada penggunaan selama mungkin, dewasa ini berubah ke arah penggunaan untuk menghasilkan nilai atau manfaat setinggi mungkin dan tidak menimbulkan pencemaran.

(29)

Kaitan DDL, SDA dan Ekosistem (3)

• Ekosistem suatu lingkungan mempunyai ketahanan (daya lenting) terhadap tekanan yang berbeda-beda.

• Jika potensi ekosistem dilampaui maka daya lenting

ekosistem akan tidak kuat untuk menahannya dan terjadi kerusakan ekosistem yang akan merusak kelestarian daya dukung.

• Daya dukung lingkungan merupakan fungsi dari SDA dan ekosistem, sehingga jika ingin memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia haruslah diketahui

terlebih dahulu potensi dan batasan SDA dan ekosistemnya secara detail sehingga potensi daya dukung tidak terlampaui,

(30)

Kaitan DDL, SDA dan Ekosistem (4)

• Batasan kenaikan daya dukung sulit diketahui karena sangat ditentukan oleh Iptek yang dikuasai manusia, energi yang dimasukkan dan dan sifat-sifat SDA dan ekosistem dari daya dukung yang digunakan.

• Secara teoretik, apabila potensi SDA dan daya lenting ekosistem dilampaui atau terjadi degradasi maka daya dukung akan terganggu,

→ kecuali kalau sebagian atau seluruhnya dari SDA

dikorbankan dan ekosistemnya diganti bentuk ekosistem yang baru maka daya dukung akan dapat berubah lagi

tetapi lingkungan aslinya akan berubah.

(31)

the law of limiting factors

di alam dikenal adanya minimum limits dan maximum limits, Di luar batas tersebut akan terjadi perusakan SDA dan

ekosistemnya yang berarti perusakan daya dukung

(32)

DINAMIKA SISTEM

AKTIVITAS MANUSIA DAN DDL-DTL

+ +

+

Aktivitas Manusia Konsumsi SDA

Limbah yang dibuang ke lingkungan

Daya Tampung lingkungan

Kualitas lingkungan Daya Dukung lingkungan

SDA Yang Tersedia

Kesehatan dan Kesejahteraan Manusia

Beda besar dampak terhadap berbagai kelompok masyarakat

Di dalam atau di luar kawasan perkotaan

-

+

+

+ +

+

-

L1 (-)

L2 (-)

L3 (-)

(33)

DDL Alamiah dan DDS

• Lingkungan tidak hanya merupakan lingkungan alamiah saja, namun juga lingkungan sosial dan lingkungan binaan.

• Daya dukung lingkungan dapat diperluas menjadi:

• daya dukung alamiah (lingkungan alam)

• daya dukung lingkungan binaan

• daya dukung sosial (yang berupa ketersedian sumber daya manusia dan kemampuan finansial).

• Dengan adanya pengelolaan lingkungan yang baik dan input teknologi, maka daya dukung lingkungan secara

keseluruhan dapat ditingkatkan, sehingga dapat menyokong kualitas hidup manusia pada tingkat yang layak.

(34)

Daya Dukung Lingkungan

dalam konteks Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sumber:

Undang-undang No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(35)
(36)

Jejak Ekologis sebagai Indikator DDL

PL 2101 Lingkungan dan Sumber Daya Alam

PL 2101_04_DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

(37)

Aktivitas manusia bergantung pada

biosfir, yang memberikan sejumlah besar pasokan sumberdaya secara terus-

menerus untuk mendukung

pembangunan ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Konsumsi sumberdaya alam dan dampaknya terhadap ekosistem didefinisikan sebagai ecological footprint.

→ Dalam gambaran visual, EF atau JE adalah jejak-kaki (tapak) dari kaki besar yang memuat jumlah penduduk , kota- kota, pabrik-pabrik yang diciptakan

manusia .

Konsep dasar Jejak Ekologis (JE)

(38)

Gagasan analisis JE menempatkan bahwa manusia mengkonsumsi berbagai produk, sumberdaya dan jasa untuk bertahan hidup,

→ jumlah konsumsi setiap sumberdaya dapat ditelusuri ke belakang sebagai luas lahan

produktif secara ekologis yang menyediakan materi dan energi.

JE secara lebih sederhana merupakan ukuran luas lahan yang diperlukan oleh manusia.

Konsep dasar Jejak Ekologis (JE)

(39)

JE sebagai indikator keberlanjutan (1)

• JE sebagai indikator keberlanjutan dibangun oleh W. Rees dan M. Wackernagel (1990-an)

• JE merupakan alat ukur dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan alami, sebagai ukuran konsumsi SDA yang dapat diperbaharui (atau equivalensinya).

• JE didasarkan pada premis bahwa dimungkinkan untuk mengukur ketergantungan manusia dan dampaknya

terhadap lingkungan alami melalui perhitungan sederhana terhadap SDA yang dikonsumsi (lahan di mana SDA yang dikonsumsi berasal).

(40)

JE sebagai indikator keberlanjutan (2)

Rees (1992) menyatakan bahwa jejak ekologis merupakan

metode sederhana untuk membandingkan keberlanjutan SDA pada berbagai tipe masyarakat.

Kebutuhan hidup manusia dikonversikan ke dalam satu indeks tunggal, yaitu luas lahan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan

Luas lahan yang dibutuhkan dibandingkan dengan luas aktual dari lahan produktif

Tingkat keberlanjutan dihitung dari perbandingan antara lahan yang dibutuhkan dan lahan yang tersedia.

Masyarakat yang memiliki kehidupan tidak berkelanjutan (unsustainable) adalah masyarakat yang jejak ekologinya melampaui lahan yang tersedia

(41)

Asumsi umum Perhitungan JE

1. Semua sumber daya yang dikonsumsi dan

limbah/buangan yang dihasilkan dapat ditelusuri asal muasalnya.

2. Sebagian besar aliran sumber daya dan buangan dapat diukur dengan menggunakan luasan bioproduktif untuk menjaga pasokan sumber daya dan absorpsi buangan.

3. Luasan bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran tunggal: global hektar (gha).

4. Luasan yang dibutuhkan dapat lebih besar dari luasan pasokan, jika permintaan pada suatu ekosistem melebihi kemampuan ekosistem untuk menyediakannya.

(42)

EF-demand vs Biocapacity (EF-supply)

EF-demand

JE (EF) didefinisikan sebagai luas lahan dan perairan produktif secara ekologis yang dapat menopang dan mendukung

populasi tertentu dengan gaya hidup yang dapat diterima.

Jenis lahan produktif secara ekologis:

Lahan untuk pembangkit energi fosil

Lahan basah

Padang rumput

Hutan

Kawasan terbangun

Laut

Besarnya jejak ekologis bergantung pada konsumsi terhadap SDA dan limbah yang timbul karena aktivitas manusia dengan gaya hidup tertentu

(43)

JEJAK EKOLOGIS dihitung mulai dari

skala individu, rumah tangga, kominutas,

kota, wilayah, negara, hingga global.

(44)

Biocapacity (EF supply)

• Kapasitas hayati (biocapacity=BC) menggambarkan

kemampuan ekosistem untuk memproduksi biomassa yang dibutuhkan manusia dan menyerap limbah, dengan

pengelolaan dan kondisi eksploitasi tertentu. BC dapat berubah tergantung pada kondisi iklim, pengelolaan, dan nilainya bagi ekonomi.

• Untuk mencerminkan karakteristik ini digunakan faktor panen yang mencerminkan produktivitas lahan (rasio produktivitas jenis lahan tertentu terhadap rata-rata produktivitas global untuk jenis lahan yang sama).

(45)

Biocapacity Global

Dalam menyediakan daya dukung pada kehidupan, hanya ekosistem produktif tertentu yang dianggap dapat memberikan dukungan.

→ ekosistem yang produktif lahan dan perairan yang ada mampu menyokong keberlanjutan populasi (manusia, flora dan fauna).

GFN menggunakan satuan global hektar (gha)

→ sebagai produktivitas rata-rata dari areal produktif (bioproductive) dunia.

Total areal produktif dunia (2001) adalah 11,2 milyar ha → hanya merupakan seperempat permukaan bumi atau hanya memberi jatah paling tinggi 1,8 gha per orang.

(46)

Penghitungan JE dan Biocapacity (BC)

Global Footprint Network (GFN) mengembangkan perhitungan DDL dalam perhitungan National Footprint and Biocapacity Accounts (Wackernagel et al., 2005).

Status keberlanjutan

Jika EF demand lebih kecil dari BC (EF supply), berarti pola pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan

Jika EF demand lebih besar dari BC (EF supply), pola pembangunan tidak berkelanjutan.

(47)

Faktor konversi

dalam penghitungan EF dan Biocapacity

Faktor penyama (equivalent factor)

Faktor yang mengkonversi satuan lokal lahan tertentu menjadi satuan yang universal, yaitu hektar global (gha). Global Footprint Network menentukan untuk 6 kategori lahan:

lahan pertanian (2,64), lahan perikanan (0,40), lahan peternakan (0,50), lahan kehutanan

(1,33), lahan terbangun (2,64) dan lahan penyerapan karbon (1,33).

Faktor panen (yield factors)

menggambarkan perbandingan antara luasan lahan bioproduktif di suatu wilayah dengan luasan lahan bioproduktif yang sama di

wilayah lain untuk tiap komoditas yang sama.

(48)
(49)
(50)

Perbandingan JE antar Negara

WWF (2005) telah menghitung bahwa jejak ekologis perkapita di bumi adalah 2,2 gha.

➔ selama ini secara rata-rata penduduk bumi mengalami defisit 0,4 gha (karena bumi hanya mempunyai biokapasitas 1,8 gha perkapita).

(51)

Perbandingan JE antar Negara

Rata-rata jejak ekologis tertinggi per kapita:

Amerika Serikat: 9,5 gha)

Inggris (5,45 gha), (Swiss 4 gha)

Indonesia diperkirakan 1,2 gha.

Bangladesh: 0,5 gha.

Pendekatan EF menunjukkan bahwa semakin kaya suatu negara dan

bangsa, semakin besar jejak ekologi mereka dalam menguras sumber

daya di bumi.

(52)

JEJAK EKOLOGIS ANTAR NEGARA

(53)
(54)
(55)

JE dan Biokapasitas Indonesia

Dari hasil perhitungan menunjukkan penduduk di Jawa dan Bali telah

menggunakan SDA melebihi kapasitas alam dalam penyediannya dengan

nilai defisit ekologis (ED): 0,81 gha/orang dan 1,52 gha/orang.

(56)

JE dan Biokapasitas Indonesia

Daya dukung wilayah yang belum terlampaui (surplus) yang berada di Papua (ED=6,64) dan Kalimantan

(ED=2,79)

Jika melihat nilai JE dan biokapasitas untuk tiap pulau di Indonesia, nilai JE tertinggi terdapat di P Bali dengan (1,76 gha/orang), terendah di Nusa Tenggara (0,45 gha/orang).

Nilai biokapasitas tertinggi terdapat di Papua (7,43 gha/orang), terendah di P Jawa (0,20 gha/orang).

Secara keseluruhan nilai biokapasitas Indonesia (1,12 gha/orang) masih lebih tinggi (surplus) dibandingkan dengan

nilai JE-nya (1,07 gha/orang), meskipun nilainya tidak terlalu berbeda jauh

(signifikan).

(57)

Wilayah Jabodetabekjur

mengalami defisit ekologis

(58)

Implikasi Kebijakan

Kebijakan makro

• Pelaksanaan pembangunan perlu diarahkan untuk

mendistribusikan beban secara lebih merata sehingga tidak terdapat wilayah yang mengalami defisit terlalu dalam (P.

Jawa dan Bali)

• Meskipun relatif sulit dilaksanakan , namun beban terhadap lingkungan tetap dapat dikurangi dengan mendorong

pengembangan wilayah di luar P. Jawa dan Bali

• diharapkan dapat menarik penduduk

• mewujudkan pola koleksi-distribusi barang yang lebih efisien, serta penggunaan teknologi.

(59)

Kebijakan mikro

Perlu diterapkan kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan biokapasitas wilayah dan efisiensi pemanfaatan SDA.

→ Peningkatan biokapasitas dimaksudkan agar lingkungan dapat

menyediakan sumber daya dalam jumlah yang memadai, termasuk dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan.

→ efisiensi pemanfaatan sumber daya untuk mengurangi “tekanan” kepada lingkungan.

Kebijakan di satu wilayah dapat difokuskan pada komponen yang menjadi dasar perhitungan biokapasitas dan telapak ekologis (pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan, lahan penyerap karbon dan lahan terbangun).

→ peningkatan produktivitas (yield factor) dari tiap komponen.

Perlu dilakukan upaya untuk mengubah pola konsumsi masyarakat agar tidak boros sumber daya, termasuk dalam menggunakan energi dan

membuang emisi dalam berbagai bentuk.

(60)

Kebijakan berbasis Jejak Ekologis

1. Penataan ruang berbasis jejak ekologis

2. Peningkatan produktivitas lahan, mengurangi pembukaan hutan untuk kegiatan budidaya

3. Peningkatan pengetahuan dan penguasaan teknologi produksi

4. Peningkatan kesejahteraan tanpa menaikkan tingkat/pola konsumsi 5. Pengendalian kegiatan ekspor.

(61)

Bahan bacaan (1)

Enger, E.D., B.F. Smith. 2004. Environmental Science: A Study of Interrelationships. Mc. Graw Hill, Boston

Hadi, S. P., 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kupchella, C.C., Hyland, M.C. 1993. Environmental Science: Living within the System of Nature.

London: Prentice-Hall

Marten, G.G. 2001. Human Ecology: Basic Concept for Sustainable Development. Earthscan, London.

Miller, Jr. 1986. Environmental Science: An Introduction. Wodsworth Publishing Company. Belmont, California.

Wackernagel, M., W.E. Rees. 1995. Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth.

New Society Publishers, Gabriola Island.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2010. Konsep Awal Naskah Akademik RPP tentang Tata cara Penetapan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup.

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Kajian Telapak Ekologis di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

pengelolaan Situ Cigayonggong sesuai dengan daya dukung, untuk kegiatan usaha. perikanan yang optimal

1. Dari hasil analisis kajian daya dukung lingkungan sumberdaya air Kabupaten Cianjur dapat disimpulkan sebagai berikut. Sumberdaya iklim untuk pertanian yang dapat di

a) Status daya dukung lingkungan tahunan dalam kategori aman dengan rasio ketersediaan dan kebutuhan air sebesar 2.79. Daya dukung lingkungan pada bulan Oktober-Mei

Daya dukung maksimum wilayah pesisir Kabupaten Serang untuk pengembangan areal tambak berdasarkan laju biodegradasi limbah organik tambak di perairan pesisir (14.76 ppm/ hari

Dengan memperhatikan faktor kendala yang didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan, seperti kendala produksi, tenaga kerja dan daya dukung lingkungan, model optimasi

Berdasarkan hasi studi, analisis daya dukung lahan di Pulau Bunaken terbagi menjadi dua kawasan yang mendukung kebutuhan pengunaan lahan seluas 187.19 ha atau 23.21

Metode kedua penentuan daya dukung lingkungan merupakan metode yang dilandasi neraca produksi bioproduk berbasis lahan wilayah.. Sedangkan metode ketiga merupakan metode

Sasarannya diantaranya yaitu; 1 Analisa daya dukung lingkungan permukiman berdasarkan luas ketersediaan ruang permukiman dan populasi penduduk, dan 2 Analisa daya tampung sarana hunian