© pe ne rb it s al em
ba
© pe ne rb it s al em
ba
© pe ne rb it s al em
ba
538-me.1.05
Wahyuni, Iin Aditia, Dita Selvia
Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal untuk Mahasiswa Kebidanan:
Disertai dengan Evidence Based Pelayanan Kebidanan)/Iin Wahyuni, Dita Selvia Aditia
—Jakarta: Salemba Medika, 2022 1 jil., 304 hlm., 15 × 23 cm ISBN 978-602-6450-86-9
1. Kebidanan 2. Kegawatdaruratan
I. Judul II. Iin Wahyuni, Dita Selvia Aditia Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk tidak terbatas pada memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerjemahan dan pengadaptasian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta yang meliputi penerbitan, penggandaan dalam segala bentuknya, dan pendistribusian Ciptaan untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada poin kedua di atas yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pengetahuan medis senantiasa berubah. Oleh karena itu, standar tindakan pencegahan serta perubahan dalam perawatan dan terapi wajib diikuti seiring dengan penelitian dan pengalaman klinis baru yang memperluas pengetahuan. Pembaca disarankan untuk memeriksa informasi terbaru yang disediakan oleh produsen masing-masing obat (yang akan diberikan) untuk memverifikasi dosis, metode, dan interval pemberian yang direkomendasikan serta kontraindikasinya. Merupakan tanggung jawab dari praktisi dengan memperhatikan pengalaman dan pengetahuan pasien untuk menentukan dosis dan perawatan terbaik bagi masing-masing pasien. Penerbit maupun penulis tidak bertanggung jawab atas kecelakaan dan/atau kerugian yang dialami seseorang atau sesuatu yang diakibatkan oleh penerbitan buku ini.
Iin Wahyuni, Dita Selvia Aditia
Manajer Penerbitan dan Produksi: Novietha Indra Sallama Supervisor Editor: Aklia Suslia
Supervisor Setter: Dedy Juni Asmara Copy Editor: Yuli Setyaningsih Tata Letak: Dedy Juni Asmara Desain Sampul: Derra Fadhilla Putri
Hak Cipta © 2022 Penerbit Salemba Medika Jln. Raya Lenteng Agung No. 101 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610 Telp. : (021) 781 8616 Faks. : (021) 781 8486
Website : http://www.penerbitsalemba.com E-mail : [email protected]
© pe ne rb it s al em
ba
Tentang Penulis
Iin Wahyuni, S.ST., M.Tr.Keb., lahir di Kotabumi, 16 Mei 1989. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi Kebidanan Adila Bandar Lampung pada 2010. Selanjutnya merampungkan program D-IV pada 2013 di Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjung Karang, dan S-2 pada tahun 2018 di Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
Penulis pernah bekerja di RB Handayani Kotabumi Lampung Utara pada 2011–2013 dan saat ini aktif mengajar di Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan.
© pe ne rb it s al em
ba
Dita Selvia Aditia, S.ST., M.Tr.Keb., lahir di Purlaksana, 27 September 1990. Penulis menyelesaikan Diploma III di Akademi Kebidanan Ar-Rahmah Bandung. Selanjutnya penulis merampungkan pendidikan D-IV di Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Achmad Yani Cimahi, dan S-2 di Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
Penulis saat ini aktif mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Adila Bandar Lampung.
© pe ne rb it s al em
ba
Prakata
P
ertama-tama, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya akhirnya Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal untuk Mahasiswa Kebidanan ini berhasil disusun. Penulisan Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal untuk Mahasiswa Kebidanan ini didasari oleh tanggung jawab dan semangat untuk ikut berperan serta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan. Penulis berharap buku ini bisa menjadi salah satu pendukung dalam upaya peningkatan pengetahuan dan wawasan tenaga kesehatan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Buku ajar ini diperuntukkan bagi pembaca sebagai sumber informasi juga memberi ilmu yang berkaitan dengan “kegawatdaruratan maternal dan neonatal”. Buku ini setidaknya dapat menjadi pedoman dalam kegiatan yang berkaitan dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal untuk membantu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penulis berharap agar buku ajar ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas kesehatan yang
© pe ne rb it s al em
ba
maksimal sehingga dapat membantu menyukseskan Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Penyusunan buku ini bermula dari hand out yang penulis gunakan untuk mengajar, kemudian berkembang menjadi modul mata kuliah untuk mahasiswa, sehingga isi buku ini telah mencakup semua pokok bahasan yang temuat dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Terima kasih untuk Universitas Aufa Royhan Padangsidimpuan Medan dan Stikes Adila Bandar Lampung serta rekan-rekan dosen, tak lupa untuk kedua orang tua kami dan suami serta keluarga.
Kendala-kendala pembuatan buku ini dilalui atas saran, arahan, dan bantuan para dosen serta teman sejawat. Dalam hal ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dorongan-dorongan untuk membuat buku ajar untuk mahasiswa sesuai bidangnya masing-masing. Namun demikian, tentu saja dalam pembuatan buku ini masih banyak keterbatasan sehingga jika pembaca menemukan kekurangan atau kekeliruan, dengan hati terbuka, penulis menerima saran dan kritiknya.
Akhirnya, penulis mengucapkan selamat membaca. Semoga kita dapat memanfaatkan buku ini bersama-sama, dengan dasar itikad yang baik, untuk mengaplikasikan ilmu ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Medan – Bandar Lampung, Mei 2022
Tim Penulis
© pe ne rb it s al em
ba
Daftar Isi
Tentang Penulis ... iii
Prakata ... v
Daftar Isi ... vii
Bab 1 Prinsip Deteksi Dini Kelainan, Komplikasi, dan Penyakit pada Masa Kehamilan, Persalinan, serta Nifas ... 1
Pengertian Deteksi Dini ... 1
Prinsip atau Tujuan Deteksi Dini ... 2
Manfaat Deteksi Dini ... 2
Hal yang Harus Dilakukan dalam Deteksi Dini ... 3
Kunjungan Antenatal Care (ANC) ... 3
Kunjungan ANC selama Pandemi Covid-19 ... 3
© pe ne rb it s al em
ba
Tanda Bahaya Selama Periode Kehamilan ... 4
Skrining Komplikasi, Kelainan, dan Penyulit ... 5
Penyebab Penyakit Krisis Akut pada Kehamilan ... 6
Gejala yang Menunjukkan Penyakit Krisis ... 7
Macam-Macam Penyakit dan Penyebab serta Tanda Bahaya yang Umum Terjadi pada Masa Kehamilan ... 8
Deteksi Dini Penyulit Persalinan ... 10
Masalah dan Penyulit Persalinan... 11
Distosia (Gangguan Jalannya Persalinan) ... 15
Inersia Uteri ... 15
Robekan Serviks ... 15
Pengisian Partograf ... 16
Faktor Risiko pada Ibu Bersalin yang Tidak Dideteksi Dini ... 19
Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas ... 20
Monitoring Masa Nifas... 20
Bab 2 Penyakit yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan .. 23
Penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) ... 23
Pengertian TBC ... 23
Etiologi ... 24
Tanda dan gejala ... 24
Patofisiologi ... 24
Diagnosis ... 25
Asuhan Kebidanan yang Diberikan ... 25
Penyakit Ginjal ... 27
Efek Kehamilan terhadap Fungsi Ginjal ... 27
Kehamilan pada Pasien Cuci Darah ... 28
Penanganan Obstetri ... 29
Penatalaksanaan Penyakit Ginjal dalam Kehamilan ... 29
Gagal Ginjal dalam Kehamilan ... 29
Penyakit Ginjal Polikistik ... 30
Infeksi Traktus Urinarius (ISK) ... 32
Pengertian ISK ... 32
Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih ... 32
© pe ne rb it s al em
ba
ix Daftar Isi
Etiologi ... 32
Patogenesis ... 33
Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan ... 33
Macam-macam Infeksi Saluran Kemih (Infeksi Traktus Urinarius) ... 34
Pencegahan ... 36
Penatalaksanaan ... 37
Penyakit Jantung ... 37
Pengaruh Kehamilan terhadap Penyakit Jantung ... 38
Klasifikasi Penyakit Jantung dalam Kehamilan ... 38
Diagnosis ... 39
Penanganan dalam Kehamilan ... 39
Penanganan dalam Persalinan... 40
Penanganan dalam Pascapersalinan dan Nifas ... 41
Penanganan secara Umum ... 41
Penanganan Masa Laktasi ... 42
Penyakit Diabetes Melitus ... 42
Pengertian Diabetes Melitus ... 42
Patofisiologi ... 43
Faktor Predisposisi ... 43
Gejala Diabetes ... 43
Pengaruh Kehamilan, Persalinan dan Nifas pada Diabetes .. 44
Pengaruh Diabetes terhadap Kehamilan ... 44
Pengaruh Diabetes terhadap Persalinan ... 44
Pengaruh Diabetes terhadap Nifas ... 45
Pengaruh Diabetes terhadap Janin/Bayi ... 45
Penatalaksanaan ... 45
Kehamilan Disertai Penyakit Sistem Pernapasan ... 47
Penyakit Asma ... 49
Pengertian Penyakit Asma ... 49
Patofisiologi ... 49
Etiologi ... 50
Faktor Predisposisi ... 50
Tanda dan Gejala ... 51
Komplikasi ... 51
© pe ne rb it s al em
ba
Pengaruh Asma dalam Kehamilan terhadap Janin ... 51
Penatalaksanaan Asma ... 51
Kehamilan Disertai Penyakit Sistem Pencernaan ... 53
Kehamilan Disertai Penyakit Sistem Hematologi ... 54
Bab 3 Infeksi yang Menyertai Kehamilan dan Persalinan ... 57
Sifilis ... 57
Pengertian Sifilis ... 57
Faktor Risiko ... 58
Diagnosis ... 58
Patofisiologi Penyakit Sifilis ... 59
Cara Penularan Penyakit Sifilis pada Kehamilan ... 60
Tanda Gejala Sifilis pada Kehamilan ... 61
Pengaruh Sifilis pada Kehamilan ... 61
Manifestasi Klinis ... 62
Cara Penatalaksanaan Sifilis pada Kehamilan ... 64
Cytomegalovirus (CMV) ... 66
Pengertian CMV ... 66
Cara Penularan CMV ... 67
Diagnosis CMV ... 67
Dampak pada Kehamilan ... 68
Pemeriksaan Laboratorium CMV ... 69
Hasil dan Tindak Lanjut CMV ... 69
Pencegahan CMV ... 69
Rubella ... 70
Pengobatan Infeksi Rubella ... 71
Pencegahan Penularan Virus Rubella ... 71
Pemeriksaan Laboratorium... 72
Hasil dan Tindak Lanjut ... 72
Herpes ... 73
Pengertian Herpes ... 73
Gejala Herpes ... 73
Pencegahan ... 74
Pemeriksaan Laboratorium... 74
Hasil dan Tindak Lanjut ... 74
© pe ne rb it s al em
ba
xi Daftar Isi
Varisela ... 75
Pengertian Varisela ... 75
Penyebab Penyakit Varisela dalam Kehamilan ... 75
Tanda dan Gejala Terserang Penyakit Varisela ... 76
Klasifikasi atau Jenis Penyakit Cacar Air ... 76
Pengobatan ... 77
Pencegahan ... 78
Toksoplasmosis ... 80
Pengertian Toksoplasmosis ... 80
Manifestasi Klinis ... 80
Pencegahan ... 81
Komplikasi ... 81
Pemeriksaan Laboratorium... 81
Hasil dan Tindak Lanjut ... 81
Terapi ... 82
Hepatitis B ... 83
Pengertian Hepatitis ... 83
Penyebab Hepatitis ... 84
Gejala Umum Hepatitis ... 84
Faktor Risiko Hepatitis ... 85
Pengobatan Hepatitis ... 85
Komplikasi Hepatitis ... 85
Pencegahan Hepatitis ... 85
Bahaya Hepatitis ... 86
Pengaruh pada Kehamilan ... 86
HIV/AIDS ... 86
Pengertian HIV/AIDS ... 86
Etiologi HIV dalam Kehamilan ... 87
Cara Penularan HIV pada Kehamilan ... 87
Faktor Risiko HIV ... 87
Manifestasi Klinis ... 88
Diagnosis ... 89
Pemeriksaan Penunjang ... 89
Pencegahan ... 89
© pe ne rb it s al em
ba
Tifus Abdominalis ... 90
Pengertian Tifus Abdominalis ... 90
Etiologi ... 90
Patofisiologi ... 91
Manifestasi Klinis ... 91
Penularan ... 92
Gejala dan Tanda ... 92
Diagnosis ... 93
Pencegahan ... 94
Faktor yang Memengaruhi Tifus Abdominalis ... 95
Pengaruh pada Ibu hamil ... 95
Perawatan dan Asuhan yang Diberikan ... 96
Pemberian Antibiotik ... 96
Istirahat dan Perawatan ... 96
Penatalaksanaan pada Anak ... 97
Bab 4 Komplikasi dan Penyulit Kehamilan Trimester I ... 99
Anemia Kehamilan ... 99
Pengertian Anemia ... 99
Faktor Penyebab Anemia ... 100
Gejala Penyebab Anemia ... 100
Patofisiologis Anemia pada Kehamilan ... 100
Faktor-faktor yang Berpengaruh ... 101
Klasifikasi Anemia ... 102
Pengaruh Anemia pada Kehamilan dan Janin ... 103
Diagnosis Anemia pada Kehamilan ... 103
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembentukan Darah .... 104
Kebutuhan Zat Besi pada Wanita Hamil ... 104
Pencegahan dan Terapi Anemia ... 105
Pemberian Tablet Fe untuk Ibu Hamil... 106
Pengaruh Mengonsumsi Kacang Hijau terhadap Anemia .. 107
Mengatasi Anemia dengan Kacang Hijau ... 109
Asuhan Kebidanan ... 109
Hiperemesis Gravidarum (HEG) ... 110
Pengertian Hiperemesis Gravidarum ... 110
Etiologi ... 110
© pe ne rb it s al em
ba
xiii Daftar Isi
Patofisiologi ... 110
Manifestasi Klinis ... 111
Komplikasi ... 111
Diagnosis ... 111
Diagnosis Banding ... 112
Pencegahan ... 112
Penatalaksanaan ... 112
Prognosis ... 112
Terapi ... 113
Pengobatan di RS ... 113
Abortus ... 114
Pengertian Abortus ... 114
Klasifikasi Abortus ... 114
Macam-Macam Abortus ... 116
Penyebab Abortus ... 120
Patogenesis ... 121
Pengeluaran Hasil Konsepsi ... 122
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) ... 123
Pengertian Kehamilan Ektopik ... 123
Etiologi ... 123
Patofisiologi ... 127
Komplikasi ... 128
Manajemen Kehamilan Ektopik Terganggu ... 128
Mola Hidatidosa ... 130
Pengertian Mola Hidatidosa ... 130
Etiologi ... 130
Predisposisi ... 131
Klasifikasi ... 132
Tanda dan Gejala ... 134
Manifestasi Klinik ... 134
Patofisiologi ... 135
Tes Diagnostik ... 136
Penanganan ... 137
Pemeriksaan Tindak Lanjut ... 138
Komplikasi ... 139
© pe ne rb it s al em
ba
Bab 5 Komplikasi dan Penyulit Kehamilan Trimester III ... 141
Hipertensi karena Kehamilan ... 141
Klasifikasi Hipertensi karena Kehamilan ... 141
Superimposed Preeklampsia ... 142
Preeklampsia Ringan, Preeklampsia Berat, dan Eklampsia ... 142
Hipertensi Kronis ... 142
Pengertian Hipertensi Kronis ... 142
Tanda dan Gejala ... 143
Penatalaksanaan ... 143
Preeklampsia ... 144
Preeklampsia Ringan ... 144
Klasifikasi Hipertensi pada Kehamilan ... 145
Preeklampsia Berat ... 145
Penanganan Preeklampsia ... 146
Perawatan Postpartum ... 149
Dosis Pemeliharaan ... 149
Pemberian Diazepam untuk Preeklampsia dan Eklampsia Intravena ... 150
Bab 6 Perdarahan Antepartum dan Perdarahan Postpartum 151
Perdarahan Antepartum ... 151Definisi Perdarahan Antepartum ... 151
Jenis Perdarahan Antepartum ... 152
Perdarahan Postpartum ... 162
Definisi Perdarahan Postpartum ... 162
Jenis Perdarahan Postpartum ... 163
Bab 7 Kelainan dalam Lamanya Kehamilan ... 179
Prematur ... 179
Dampak dari Bayi yang Lahir Preterm ... 181
Penyebab Persalinan Preterm ... 181
Gejala Klinis Persalinan Preterm ... 183
Indikator Persalinan Preterm ... 183
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) ... 184
© pe ne rb it s al em
ba
xv Daftar Isi
Sitokin Inflamasi ... 184
Isoferitin Plasenta ... 184
Feritin ... 185
Diagnosis Persalinan Preterm ... 185
Pengelolaan Persalinan Preterm ... 185
Postmatur ... 186
Pengertian Kehamilan Lewat Bulan ... 186
Penyebab Terjadinya Kehamilan Lewat Bulan ... 187
Diagnosis ... 188
Permasalahan Kehamilan Lewat Bulan ... 189
Pengelolaan Kehamilan Lewat Bulan ... 191
Pertumbuhan Janin Terhambat (IUGR)... 191
Diagnosis ... 192
Pengelolaan ... 193
Simpulan ... 193
Bab 8 Kehamilan Ganda ... 195
Definisi Kehamilan Ganda ... 195
Kembar Dizigotik ... 196
Kembar Monozigotik ... 197
Kematian Satu Janin ... 198
Kelainan Kongenital ... 198
Kematian Perinatal, Morbiditas Perinatal, dan Pertumbuhan Janin dalam Rahim ... 199
Peranan Ultrasonografi dalam Menegakkan Diagnosis Hamil Kembar ... 199
Cara Menentukan Zigositas, Amnionitis, dan Korionitis .. 200
Penilaian Pertumbuhan Janin... 201
Pemantauan Kesejahteraan Janin ... 201
Risiko untuk Janin ... 202
Penatalaksanaan ... 202
Sebelum Hamil ... 202
Saat Hamil ... 202
Waktu Partus/Persalinan ... 203
Kembar Dempet (Kembar Siam) ... 204
© pe ne rb it s al em
ba
Bab 9 Kelainan Air Ketuban ... 205
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) ... 206
Insiden ... 207
Etiologi ... 207
Diagnosis ... 207
Prognosis/Komplikasi ... 208
Penatalaksanaan ... 209
Polihidramnion ... 210
Pengertian ... 210
Diagnosis ... 211
Pemeriksaan Penunjang ... 212
Oligohidramnion ... 213
Pengertian ... 213
Etiologi ... 214
Prognosis ... 214
Gejala Oligohidramnion ... 215
Diagnosis ... 215
Penatalaksanaan ... 215
Pengobatan ... 215
Bab 10 Kelainan Letak Janin dalam Rahim ... 217
Presentasi Bokong ... 217
Definisi ... 217
Penyebab ... 218
Komplikasi ... 218
Klasifikasi ... 218
Diagnosis Presentasi Bokong ... 220
Pengelolaan Presentasi Bokong ... 220
Kontraindikasi ... 221
Penyulit ... 221
Jenis Pimpinan Persalinan Sungsang ... 223
Presentasi Lintang ... 225
Diagnosis ... 226
Penanganan ... 227
Prognosis ... 228
Bentuk Persalinan Lintang ... 228
© pe ne rb it s al em
ba
xvii Daftar Isi
Bab 11 Distosia Bahu ... 229
Predisposisi ... 229
Komplikasi ... 230
Penatalaksanaan ... 230
Buku Pelatihan Bonels ... 236
Bab 12 Kehamilan dengan Gangguan Jiwa ... 237
Definisi Gangguan Jiwa/Kejiwaan ... 238
Penyebab ... 238
Proses Kejiwaan dalam Kehamilan ... 238
Faktor Penyebab Stres pada Kehamilan ... 239
Peluang Terjadinya Gangguan Jiwa pada Ibu Hamil ... 240
Karakteristik Individual yang Berpeluang Menimbulkan Gangguan Kejiwaan ... 241
Efek Kehamilan pada Penyakit Jiwa ... 242
Pengobatan Perubahan Kejiwaan dan Penanganan Umum pada Ibu Hamil dan Postpartum ... 243
Bab 13 Asfiksia ... 245
Definisi Asfiksia Neonatorum ... 245
Patofisiologi ... 245
Gejala Klinis ... 246
Penyebab ... 246
Penatalaksanaan ... 246
Penentuan Tingkat Asfiksia ... 246
Klasifikasi Asfiksia dan Cara Mengatasinya ... 247
Asfiksia Ringan (Nilai APGAR 7–10) ... 247
Asfiksia Sedang (Nilai APGAR 4–6) ... 247
Asfiksia Berat (Nilai APGAR 0–3) ... 248
Faktor Penyebab ... 248
Pelaksanaan Resusitasi Neonatus ... 249
Bab 14 Hiperbilirubinemia (Ikterus) ... 253
Definisi Hiperbilirubinemia ... 253
Tanda Hiperbilirubinemia/Ikterus ... 254
© pe ne rb it s al em
ba
Komplikasi yang Dapat Ditimbulkan ... 255
Penatalaksanaan ... 255
Bab 15 Kegawatdaruratan pada Neonatus ... 259
Hipotermia ... 259
Klasifikasi Hipotermia ... 259
Etiologi ... 260
Mekanisme Kehilangan Panas pada BBL ... 260
Tanda dan Gejala ... 263
Komplikasi ... 263
Tetanus Neonatorum ... 264
Penyebab ... 264
Tanda dan Gejala ... 264
Penanganan ... 265
Penatalaksanaan ... 265
Daftar Pustaka ... D-1 Indeks ... I-1
© pe ne rb it s al em
ba
Prinsip Deteksi Dini Kelainan, Komplikasi, dan Penyakit pada Masa Kehamilan, Persalinan, serta Nifas
BAB 1
Prinsip Deteksi Dini terhadap Kelainan, Komplikasi, dan Penyakit yang Umumnya Terjadi pada Masa Kehamilan, Persalinan, serta Nifas
Pengertian Deteksi Dini
Deteksi dini yaitu melakukan tindakan untuk mengetahui seawal mungkin adanya kelainan, komplikasi, dan penyakit ibu selama kehamilan yang dapat menjadi penyulit atau komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan bayi (Fadlun, 2012). Deteksi dini terhadap kehamilan merupakan upaya penjaringan, yang dilakukan untuk menemukan penyimpangan yang terjadi secara dini dalam pelayanan antenatal yang mengarah pada penemuan ibu hamil yang berisiko, agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian dapat dicegah (Raynor, 2016).
Deteksi dini adalah sebuah proses pengungkapan akan adanya kemungkinan mengidap suatu penyakit. Untuk menghindari terjadinya
© pe ne rb it s al em
ba
sakit, perlu upaya sedini mungkin untuk mengenal kondisi. Dengan demikian, harap diketahui faktor-faktor yang menimbulkan gangguan dan gejala-gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis.
Prinsip atau Tujuan Deteksi Dini
Prinsip deteksi dini yaitu melakukan skrining secara teratur dan ketat terhadap adanya kelainan, komplikasi, dan penyakit selama kehamilan, serta mencegah atau mengurangi risiko terjadinya kelainan, komplikasi, dan penyakit dalam kehamilan (Sulistyawati, 2014). Tujuan deteksi dini yaitu untuk mengetahui penyulit atau komplikasi yang terjadi pada kehamilan ibu secara dini agar dapat ditangani secara memadai, sehingga kesakitan atau kematian dapat dicegah (Astuti, dkk., 2016).
Melakukan deteksi dini adanya penyulit yang terjadi pada masa kehamilan, baik pada trimester I, II, maupun III, dapat memberikan kontribusi pada penurunan AKI dan AKB, seperti perdarahan, infeksi, dan hipertensi kehamilan. Diupayakan pengobatan dini dan atau dilakukan proses tindakan dan ataupun proses rujukan bila diperlukan pada berbagai penyulit yang menyertai kehamilan sehingga tidak menimbulkan komplikasi lanjut selama kehamilan maupun pada masa persalinan dan nifas yang akan datang (Fadlun, 2012: 19).
Manfaat Deteksi Dini
Manfaat dari deteksi dini yaitu diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut atau meminimalkan risiko akibat terjadinya komplikasi.
SEMUA WANITA HAMIL
Tidak ada kelainan Komplikasi dan penyakit (pencegahan)
Pengobatan Pencegahan Metode diagnostik
Gambar 1-1 Bagan Skrining Sumber: Astuti, 2016.
© pe ne rb it s al em
ba
3 Bab 1. Prinsip Deteksi Dini Kelainan, Komplikasi, dan Penyakit pada Masa Kehamilan, Persalinan, serta Nifas
Hal yang Harus Dilakukan dalam Deteksi Dini
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam deteksi dini adalah sebagai berikut (Sulistyawati, 2014).
1. Pemeriksaan kehamilan dini (early antenatal care [ANC] detection).
a. Idealnya, setiap wanita hamil memeriksakan diri ketika terlambat haid sekurangnya 1 bulan sehingga jika ada kelainan yang akan timbul dapat segera teratasi.
b. Pemeriksaan dilakukan secara head to toe dan pemeriksaan ginekologi.
c. Pada primigravida, perlu dilakukan pemeriksaan panggul untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada bentuk dan ukuran panggul.
2. Pemeriksaan ANC (antenatal care) secara rutin.
Pelayanan ANC sangat penting untuk mendeteksi secara dini komplikasi dan penyulit persalinan, serta mendidik wanita dan keluarga tentang kehamilan, persalinan, dan nifas.
a. Trimester I : 4 minggu sekali (< 14 minggu).
b. Trimester II : 2 minggu sekali (< 28 minggu).
c. Trimester III : 1 minggu sekali (≥ 28 minggu).
d. Jika ada keluhan.
3. Pemeriksaan yang difokuskan pada ANC.
Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Kunjungan ANC dilakukan minimal sebagai berikut (Sulistyawati, 2014).
1. Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0–13 minggu).
2. Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14–27 minggu).
3. Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28–40 minggu).
Kunjungan ANC selama Pandemi Covid-19
Kunjungan ANC yang direkomendasikan selama pandemi Covid-19 adalah pada 6 waktu berikut (dr. Meva, 2020).
1. Satu kali pada trimester I (0–13 minggu).
2. Satu kali pada trimester II (14–28 minggu).
3. Satu kali pada usia kehamilan 28 minggu.
4. Satu kali pada kehamilan 32 minggu.
© pe ne rb it s al em
ba
5. Satu kali usia kehamilan 36 minggu.
6. Seminggu sekali sejak usia 37 minggu sampai waktu persalinan.
Pemeriksaan ANC yaitu asuhan pada ibu hamil yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang meliputi fisik dan mental untuk mendapatkan ibu dan bayi yang sehat selama masa kehamilan, masa persalinan, dan masa nifas.
Tabel 1-1 Kunjungan dan Informasi saat Kunjungan
Kunjungan Waktu Informasi atau Tindakan
Trimester I 1 kali kunjungan pada usia kehamilan 0–13 minggu
Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil, mendeteksi masalah dan menanganinya, melakukan pencegahan, serta mendorong perilaku sehat.
Trimester II 1 kali kunjungan pada usia kehamilan 14–28 minggu
Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil, mendeteksi dini masalah dan menanganinya, melakukan pencegahan, serta mendorong perilaku sehat dan kewaspadaan khusus mengenai pre- eklampsia.
Trimester III 2 kali kunjungan pada usia kehamilan 28–36 minggu dan 36–40 minggu
Pada saat taksiran persalinan, jika ibu belum melahirkan maka dianjurkan untuk mendeteksi janin secara dini, melakukan rujukan atau tindakan secara tepat, serta mencegah terjadinya kehamilan serotinus.
Sumber: Astuti, 2016.
Tanda Bahaya selama Periode Kehamilan
Pada setiap kunjungan antenatal, bidan harus mengajarkan kepada ibu bagaimana mengenali tanda-tanda bahaya dan menganjurkan datang ke klinik dengan segera jika mengalami tanda-tanda bahaya tersebut.
Enam tanda bahaya selama periode antenatal adalah sebagai berikut.
1. Perdarahan pervaginam.
2. Sakit kepala yang hebat, menetap yang tidak hilang.
3. Perubahan visual secara tiba-tiba (pandangan kabur, rabun senja).
4. Nyeri abdomen yang hebat.
© pe ne rb it s al em
ba
5 Bab 1. Prinsip Deteksi Dini Kelainan, Komplikasi, dan Penyakit pada Masa Kehamilan, Persalinan, serta Nifas
5. Bengkak pada muka atau tangan.
6. Bayi kurang bergerak seperti biasa (Erlangga, 2016: 140).
Jika bidan mengidentifikasi/menemukan suatu tanda bahaya, langkah berikutnya adalah melaksanakan semua investigasi untuk membuat suatu asesmen/diagnosis dan membuat suatu rencana penatalaksanaan yang sesuai.
Skrining Komplikasi, Kelainan, dan Penyulit
Skrining komplikasi, kelainan, dan penyulit dilakukan sebagai berikut.
1. Pemeriksaan USG (pada awal kehamilan dan trimester III).
Jika dicurigai sesuatu yang abnormal, bidan harus merujuk ibu hamil untuk dilakukan USG.
2. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan hemoglobin (HB) secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia.
Jenis daftar berikut adalah tes paling penting yang dapat dipakai untuk menilai adanya masalah pada ibu hamil. Jika dapat tertangani dengan baik maka akan mencegah kematian dan kesakitan pada ibu dan anak.
Tabel 1-2 Tes Penting pada Ibu Hamil
Tes Laboratorium Nilai Normal Nilai Tidak Normal
Diagnosis/
Masalah yang Terkait
Hemoglobin 10, 5–14, 0 <10,5 Anemia
Protein Urine Dipstick Merebus
Terlacak/negatif Bening/negatif
> atau =2+
Keruh/positif
Protein urine mungkin ada infeksi (PIH) HPHT Glukosa dalam urine
Benedict’s
Biru/negatif Hijau +1 Kuning +2 Merah +3 Merah bata +4
Diabetes
© pe ne rb it s al em
ba
Tes Laboratorium Nilai Normal Nilai Tidak Normal
Diagnosis/
Masalah yang Terkait VDRL/RPR
Tes pemeriksaan sifilis pertama
Negatif Positif Sifilis
Faktor Rhesus Rh+ Rh– Rh sensitization
Golongan darah A B O AB – Ketidakcocokan
ABO
HIV Negatif Positif AIDS
Rubella Positif Negatif Anomali pada
janin jika ibu mengalami infeksi Tinja untuk ovum/
telur cacing dan parasit
Negatif Positif Anemia akibat
cacing (cacing tambang)
3. Pemeriksaan khusus, seperti CTG, serum dan urine ibu, fetal tissue sampling, pemeriksaan non-invasif. Tes ini dilakukan jika ada indikasi menggunakan tes ini.
Penyebab Penyakit Krisis Akut pada Kehamilan
Penyebab penyakit akut pada wanita selama kehamilan sangatlah bervariasi.
Untuk sederhananya, dapat dikategorikan sebagai ibu hamil dengan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan ibu hamil yang sebelumnya sudah memiliki penyakit atau komorbiditas.
Tabel 1-3 Penyakit atau Komorbiditas pada Ibu Hamil Ibu Hamil dengan Komplikasi yang
Berhubungan dengan Kehamilan
Ibu Hamil dengan Komorbiditas yang Sudah Ada
• Perdarahan antepartum/postpartum
• Korioamnionitis
• Penyakit perlemakan hati dalam kehamilan
• Plasenta tertinggal
• Diabetes melitus
• Obesitas
• Kardiomiopati
• Penyakit ginjal
• Gangguan hematologis
© pe ne rb it s al em
ba
Perdarahan Antepartum dan Postpartum
BAB 6
Perdarahan Antepartum
Definisi Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari traktus genitalia pada masa kehamilan setelah 20 minggu. Perdarahan antepartum terjadi pada sekitar 5 persen dari seluruh kehamilan dan merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil. Penyebab perdarahan dari antepartum dapat berupa obstetrik ataupun non-obstetrik. Penyebab obstetrik antara lain adalah akibat gangguan atau kelainan plasenta (plasenta previa dan solusio plasenta). Penyebab lain adalah kelainan pada serviks dan bercak perdarahan dari vagina (Prawiraharjo, 2016).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi ketika usia kandungan menginjak ke trimester kedua, yakni sekitar usia 14–27 minggu (Pratiwi dan Fatimah, 2018). Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu, Walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu.
© pe ne rb it s al em
ba
Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu (Rukiyah dan Yulianti, 2015).
Jenis Perdarahan Antepartum
Perdarahan Pervaginam pada Kehamilan Muda (<22 Minggu) Penanganan Umum
Beberapa cara penanganan umum untuk perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah sebagai berikut.
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
2. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolis kurang dari 90 mmHg, denyut nadi lebih dari 112 kali per menit).
3. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap perkirakan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
4. Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.
5. Pasang infus dan berikan larutan garam fisiologi atau RL.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan sebagai berikut.
1. Perkirakan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia, penyakit radang panggul (PID), gejala abortus, atau keluhan nyeri yang tidak biasa.
2. Perkirakan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduksi yang mengalami terlambat menstruasi (terlambat menstruasi dengan jangka waktu lebih dari satu bulan sejak waktu menstruasi terakhirnya) dan mempunyai tanda-tanda perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian hasil konsepsi, serviks yang berdilatasi, atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
© pe ne rb it s al em
ba
153 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
Perdarahan pada Kehamilan Lanjut
Masalah yang mungkin muncul pada kehamilan lanjut adalah sebagai berikut.
1. Perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan.
2. Perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
Penanganan secara umum yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Mintalah bantuan, siapkan fasilitas gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu, termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
3. Jika dicurigai adanya syok, segera lakukan tindakan. Meskipun tanda- tanda syok belum terlihat, ingat bahwa saat melakukan evaluasi lebih lanjut, kondisi ibu dapat memburuk dengan cepat.
4. Pasang infus dan berikan cairan intravena. Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan (Fadlun, 2014).
Plasenta Previa Definisi Plasenta Previa
Kelainan plasenta previa merupakan salah satu penyebab utama terjadinya perdarahan antepartum. Bukan hanya pada trimester kedua, melainkan juga pada trimester ketiga kehamilan. Plasenta previa merupakan sebuah kondisi ketika letak plasenta berada di bawah janin atau lebih tepatnya berada di leher rahim (Pratiwi dan Fatimah, 2018).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (Prawirohardjo, 2014). Plasenta previa adalah plasenta ada di depan jalan lahir (prae = di depan, vias = jalan). Jadi, yang dimaksud adalah plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum (Rukiyah dan Yulianti, 2015).
Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Pratiwi dan Fatimah (2018), plasenta previa dibagi menjadi tiga.
© pe ne rb it s al em
ba
1. Plasenta previa totalis.
Plasenta previa totalis merupakan sebuah kondisi ketika plasenta benar-benar menutupi leher rahim secara keseluruhan.
2. Plasenta previa marginal.
Plasenta previa marginal merupakan kondisi ketika plasenta hanya menutupi bagian tepi rahim.
3. Plasenta previa parsial.
Plasenta previa parsial merupakan kondisi ketika plasenta menutupi sebagian pintu leher rahim, sementara leher rahim sudah mulai melebar.
Menurut Prawirohardjo (2014), plasenta previa dibagi menjadi empat.
1. Plasenta previa totalis/komplet.
Yaitu, plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsial.
Yaitu, plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis.
Yaitu, plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah.
Yaitu, plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm, dianggap plasenta letak normal.
Gambar 6-1 Klasifikasi Plasenta Previa
Sumber: Sarahisprego, 2015, https://community.babycenter.com/post/a58556161/20_
week_ultrasound-low_lying_placenta.
© pe ne rb it s al em
ba
155 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
Gambaran Klinis
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan, terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir (Prawirohardjo, 2014).
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi di triwulan ketiga, tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis (Rukiyah dan Yulianti, 2014).
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Rukiyah dan Yulianti, 2014).
Diagnosis
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2015), untuk mengetahui diagnosis pasti kejadian plasenta previa maka hal-hal di bawah ini harus dilakukan.
1. Anamnesis: perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
2. Inspeksi: dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam, banyak, sedikit, atau darah beku (stolsel), bila berdarah banyak maka ibu terlihat pucat atau anemis.
3. Pemeriksaan fisik ibu: tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal, tekanan darah, nadi, dan pernapasan meningkat, daerah akral menjadi dingin, tampak anemis.
© pe ne rb it s al em
ba
4. Pemeriksaan khusus kebidanan:
a. Palpasi abdomen didapatkan: janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi karena plasenta berada di segmen bawah rahim, bila cukup pengalaman, bisa dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
b. Pemeriksaan denyut jantung janin: bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
c. Pemeriksaan inspekulo: dengan memakai spekulum secara hati- hati, dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus atau dari kelainan serviks, vagina, atau varises pecah.
d. Pemeriksaan penunjang: sitografi, mula-mula kandung kemih dikosongkan lalu dimasukkan 40 cc larutan 12,5 cm kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul, bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih 1 cm, kemungkinan terdapat plasenta previa.
e. Pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan. Walaupun begitu, harus berhati-hati karena bahaya yang sangat besar, bahaya pemeriksaan dalam dapat menyebabkan perdarahan yang hebat, terjadi infeksi, menimbulkan his, dan kemudian teruji.
f. Partus prematur, indikasi pemeriksaan dalam perdarahan banyak, lebih dari 500 cc, perdarahan berulang-ulang, perdarahan sekali atau banyak kali sehingga HB menjadi berkurang 8 g%, his telah ada, dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.
Penanganan Plasenta Previa
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2015), penanganan plasenta previa dilakukan di rumah sakit dan dikerjakan oleh dokter obgyn. Prinsip dasar penanganan, yaitu pada setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi.
1. Penanganan Pasif
Penanganan pasif ini sangat sederhana, tetapi dalam kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan (Rukiyah Dan Yulianti, 2015).
© pe ne rb it s al em
ba
157 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
2. Cara Persalinan
Faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih tergantung jenis plasenta previa, perdarahan banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang. Setelah melihat faktor penyebab, ada dua jenis persalinan untuk plasenta previa, yaitu persalinan pervaginam dan perabdominal.
Persalinan pervaginam dilakukan sebagai berikut.
a. Amniotomi: dengan indikasi plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah ), bila telah ada pembukaan 4 cm. Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah) dengan pembukaan 4 cm atau lebih. Pada multigravida dengan plasenta marginalis (letak rendah), plasenta previa lateralis atau marginalis.
b. Pembukaan lebih dari 5 cm pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin sudah meninggal.
c. Adapun keuntungan dari dilakukannya amniotomi ini adalah agar bagian bawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan akan berkurang atau berhenti, partus akan berlangsung lebih cepat, bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin, gerakan, dan regangan segmen bawah rahim sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
d. Namun, apabila amniotomi tidak berhasil menghentikan perdarahan, dilakukan Cunam Willet Gausz dan versi Braxton Hicks, yaitu dengan menembus plasenta.
e. Namun cara Cunam Willet Gausz dan versi Braxton Hicks ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan modern, meskipun kedua cara ini masih mempunyai tempat tertentu, seperti dalam keadaan darurat sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan banyak, atau apabila seksio caesarea (SC) tidak mungkin dilakukan di RS.
Persalinan perabdominal dilakukan secara SC. Persalinan dengan SC ini dilakukan dengan indikasi berikut.
a. Semua plasenta totalis, janin hidup atau meninggal.
b. Semua plasenta lateral posterior.
c. Karena perdarahan yang sulit dikontrol dan banyak.
© pe ne rb it s al em
ba
d. Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis, juga dengan perdarahan banyak, berulang, letak lintang.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.
1. Maternal
Beberapa komplikasi dari plasenta previa pada maternal adalah perdarahan, syok, dan kematian.
2. Fetal
Salah satu komplikasi pada fetal adalah prematuritas (60 persen kematian pada masa perinatal). Hal ini terjadi karena asfiksia intrauterine, sedangkan perdarahan janin terjadi akibat manipulasi obstetrik.
Solusio Plasenta Definisi Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya, yakni sebelum anak lahir (Fadlun, 2014).
Klasifikasi Solusio Plasenta
Solusio plasenta diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Solusio plasenta ringan.
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25 persen, atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa, kecuali warna darah yang kehitaman.
2. Solusio plasenta sedang.
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25 persen, tetapi belum mencapai separuhnya (50 persen). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml, tetapi belum mencapai 1.000 ml. Umumnya, pertumpahan darah terjadi ke luar dan bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas, seperti rasa nyeri pada perut yang
© pe ne rb it s al em
ba
159 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
terus-menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi, dan takikardia.
3. Solusio plasenta berat.
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50 persen, dan jumlah darah yang keluar sudah mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada.
Faktor Predisposisi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian, beberapa hal berikut ini diduga merupakan faktor- faktor yang berpengaruh pada kejadiannya.
1. Hipertensi esensial atau preeklampsia.
2. Tali pusat yang pendek.
3. Trauma.
4. Tekanan rahim yang membesar pada vena kava inferior.
5. Uterus yang sangat pendek.
Selain hal tersebut, terdapat juga pengaruh dari hal-hal berikut ini.
1. Umur lanjut.
2. Multiparitas.
3. Ketuban pecah sebelum waktunya.
4. Miometrium uteri.
5. Defisiensi asam folat.
6. Merokok, alkohol, dan kokain (Fadlun, 2014).
Gejala
Beberapa gejala dari solusio plasenta adalah sebagai berikut.
1. Perdarahan yang disertai, juga di luar his.
2. Anemia dan syok, beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3. Rahim keras seperti papan dan terasa nyeri saat dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim meregang (uterus en bois).
© pe ne rb it s al em
ba
4. Palpasi sulit dilakukan karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik.
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada.
7. Pada toucher, teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim bertambah).
8. Sering terjadi proteinuria karena disertai preeklampsia (Fadlun, 2014).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk solusio plasenta adalah sebagai berikut.
1. Tindakan gawat darurat; pemantauan infus dan mempersiapkan transfusi.
2. Persalinan pervaginam; persalinan pervaginam dapat dilakukan jika derajat separasi tidak terlampau luas dan/atau kondisi ibu dan/atau anak baik dan/atau persalinan akan segera berakhir.
3. Seksio caesarea; indikasi seksio caesarea dapat dilihat dari sisi ibu dan/
atau anak, tindakan seksio caesarea dipilih bila persalinan diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan dilatasi 3–4 cm kejadian solusio plasenta pada nulipara) (Fadlun, 2014).
Penatalaksanaan Syok Definisi Syok
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ. Syok merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif. Penyebab syok obstetrik biasanya adalah perdarahan (syok hipovolemik), sepsis (syok septik), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), dan alergi (syok anafilaktik). Adapun penanganan syok terdiri atas tiga garis utama, yaitu pengembalian sirkulasi darah dan oksigenasi, eradikasi infeksi, serta koreksi cairan dan elektrolit (Fadlun, 2014).
Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut.
1. Perdarahan pada awal kehamilan (misalnya, abortus, KET, mola).
2. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (misalnya, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri).
3. Infeksi (misalnya, pada abortus yang tidak aman atau abortus septik).
4. Trauma (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama proses abortus, ruptur uteri).
© pe ne rb it s al em
ba
161 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
Prinsip Dasar Penanganan Syok
Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk hal-hal berikut.
1. Menstabilkan kondisi pasien.
2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah.
3. Mengefisienkan sistem sirkulasi darah.
Penanganan awal yang dilakukan pada syok adalah sebagai berikut.
1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan keadaan umum ibu secara cepat dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas.
3. Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh).
4. Jika ibu muntah, baringkan posisi ibu dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya aspirasi dan untuk memastikan jalan napas terbuka.
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas karena akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika memungkinkan, tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).
Beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada syok adalah sebagai berikut.
1. Mulailah infus intravena (2 jalur jika memungkinkan) dan berikan cairan infus (garam fisiologi atau RL) awal dengan kecepatan 1:1 dalam 15–20 menit (40–50 tetes/menit).
2. Berikan paling sedikit 2:1 cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan.
Pemberian infus dipertahankan dalam kecepatan 1:1 per 6–8 jam.
3. Setelah kehilangan cairan, sebaiknya dikoreksi. Pemberian cairan infus dipertahankan dalam kecepatan 1:1 per 6–8 jam (16–20 tetes/menit).
4. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang.
Napas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan cairan.
5. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan jumlah urine yang keluar (Fadlun, 2014).
© pe ne rb it s al em
ba
Penentuan dan Penanganan Penyebab Syok
Penentuan dan penanganan penyebab syok dilakukan sebagai berikut.
1. Tentukan penyebab syok setelah ibu tersebut stabil keadaannya.
2. Syok perdarahan.
3. Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai syok, hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Ambil langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan perdarahan (seperti: oksitosin, masase uterus, kompresi bimanual, kompresi aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan).
b. Transfusi sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah.
c. Tentukan penyebab perdarahan atau tata laksana.
1) Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai abortus, KET, atau mola.
2) Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinan, tetapi sebelum melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta, atau robekan dinding uterus (ruptur uteri).
3) Jika perdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan dinding uterus, atonia uteri, robekan jalan lahir, atau plasenta yang tertinggal.
d. Nilai ulang keadaan ibu 20–30 menit setelah pemberian cairan.
Lakukan penilaian selama 20 menit. Penilaian keadaan umum ibu tersebut untuk melihat adanya tanda-tanda perbaikan.
e. Tanda tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil adalah sebagai berikut.
1) Tekanan darah mulai naik, sistole mencapai 100 mmHg.
2) Denyut nadi stabil.
3) Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang.
4) Produksi urine bertambah. Diharapkan produksi urine paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/jam (Fadlun, 2014).
Perdarahan Postpartum
Definisi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya, dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan
© pe ne rb it s al em
ba
163 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
karena hamil ektopik dan abortus. Bila tidak mendapat penanganan yang semestinya maka akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada umumnya, bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal yang menyebabkan perubahan tanda vital, seperti kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin, sesak napas, serta tekanan darah menurun, dan nadi lebih dari 100 menit, penanganan harus segera dilakukan. Perdarahan postpartum bukanlah suatu diagnosis, tetapi merupakan suatu kejadian yang harus dicari penyebabnya. Misalnya, karena atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir, inversio uteri, perdarahan primer kala IV, atau syok obstetri (Prawiraharjo, 2014).
Jenis Perdarahan Postpartum Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kegagalan otot-otot rahim untuk mempertahankan kontraksi setelah melahirkan bayi sehingga tidak dapat menekan pembuluh darah yang berada di tempat menempelnya plasenta (Prawiraharjo, 2009).
Penanganan Atonia Uteri
Perdarahan pacapersalinan jenis ini terjadi karena his kurang kuat.
Tindakan pengelolaannya adalah sebagai berikut.
1. Masase rahim.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Oksitosin 10 IU dalam 500 cc kristaloid dengan tetesan cepat (guyur).
4. Ergometrine 0,2 mg IV lambat atau IM.
5. Misoprostol 400 mikrogram per oral atau per-rektal.
Bila belum tertangani, upaya lanjutan berikut harus dikerjakan.
1. Masase dilanjutkan.
2. Oksitosin 20 IU dalam 500 cc kristaloid maksimum 40 tetes/menit.
3. Ergometrine tambah 0,2 mg minimal 15 menit dari pemberian pertama.
Bila perdarahan masih berlangsung, harus dipikirkan penyebab lain selain atonia uteri. Pertimbangan juga kemungkinan lain berikut.
© pe ne rb it s al em
ba
1. Robekan serviks.
2. Sisa plasenta atau placenta succenturiata.
3. Ruptur uteri.
4. Kelainan koagulopati.
Bila kemungkinan ini belum dapat disingkirkan, pemeriksaan inspekulo dan eksplorasi kavum uteri sebaiknya dilakukan. Bila perdarahan melampaui 1.000 cc meski sudah dilakukan usaha yang lazim dan kemungkinan robekan serviks atau robekan rahim telah disingkirkan, kemungkinan koagulopati dalam kala IV harus diperhatikan, walau darah yang keluar dari jalan lahir membeku. Dalam hal ini, disuntikkan Trasylol 200.000 unit IV (penghambat proteinase).
Bila masih ada perdarahan, kompresi bimanual hamilton dilakukan dengan cara satu tangan dimasukkan ke vagina dan dijadikan tinju dengan rotasi guna merangsang dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dinding perut di atas fundus agar dapat merangsang dinding belakang rahim. Dengan demikian, uterus ditekan dan dirangsangkan di antara tangan dalam dan tangan luar. Perasat ini dilakukan selama 5 menit.
Selama perasat-perasat ini dilakukan, transfusi darah dapat turut dilakukan bersamaan sehingga jika ternyata kompresi bimanual tidak berhasil, keadaan pasien masih cukup baik untuk menjalani histerektomi. Tentunya, upaya melakukan jahitan B Lynch atau jahitan ligasi arteri uterina (bila kondisi pasien memungkinkan) dapat dilakukan terlebih dahulu. Sebaiknya oksitosin 10 IU segera disuntikkan setelah anak lahir sebagai profilaksis dalam semua persalinan (Prawiraharjo, 2009: 459).
MENGHAFAL CEPAT PERASAT ATONIA UTERI Plasenta lahir masase 15 detik.
Uterus tidak kontraksi, ingat atonia uteri.
Pasang sarung segera, kandung kemih dikosongkan.
Bersihkan selaput bekuan lalu kompresi.
Lakukan KBI 5 menit 2 menit.
Bila gagal, inform consent KBE keluarga.
Injeksi IM methergine.
Infus cepat RL OXY.
Ulangi lagi KBI, pastikan darah berhenti.
Bila tak kunjung kontraksi, rujuklah dengan BAKSOKU.
© pe ne rb it s al em
ba
165 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
Gambar 6-2 Prosedur KBI dan KBE
Sumber: Ilmu Bidanku, 2020, https://www.youtube.com/watch?v=dwD2XXFlfc0.
Berdasarkan penelitian Awatiful Azza dengan menggunakan metode Sayeba, metode ini dapat dilakukan untuk menghentikan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri. Teknik yang digunakan pada metode ini adalah dengan pemasangan kondom yang diikat pada kateter dan dimasukkan ke dalam kavum uteri. Kondom ini diisi dengan cairan garam fisiologi sebanyak 250–500 ml sesuai kebutuhan, yang kemudian dilepas setelah 24–48 jam. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan terhadap metode ini, angka keberhasilan mencapai 100 persen.
Gambar 6-3 Pemasangan Metode Sayeba
Sumber: Aprillia Rahmasanti, 2019, https://www.youtube.com/watch?v=nklSsZzaGXk.
© pe ne rb it s al em
ba
Gambar 6-4 Kondom Kateter
Sumber: Liana Kurnia, 2019, https://slideplayer.info/slide/13773707/.
Retensio Plasenta
Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Retensio plasenta merupakan penyebab perdarahan sebesar 6–10 persen dari seluruh kasus. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, retensio plasenta berisiko 4,1 kali terjadi perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum meningkat dengan angka sebesar 2,6 persen (Wiknjosastro, 2016).
Retensio plasenta adalah apabila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir, plasenta yang sukar dilepaskan pada fase aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta apabila implantasi menembus desidua basalis, disebut plasenta inkreta apabila plasenta sampai menembus miometrium, dan disebut plasenta perkreta bila plasenta sampai menembus perimetrium.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus, disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau lebih sering sekunder. Adapun penanganan retensio plasenta harus
© pe ne rb it s al em
ba
167 Bab 6. Perdarahan Antepartum dan Postpartum
diantisipasi segera dengan melakukan manual plasenta meskipun kala uri belum lewat setengah jam, atau setelah melakukan manual plasenta dan menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum. Pada saat kontraksi rahim sudah baik, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Perdarahan pervaginam disebabkan oleh pelepasan plasenta secara Duncan, yaitu pelepasan/separasi plasenta, atau secara Schultze, yaitu plasenta sudah sebagian lepas, tetapi tidak keluar pervaginam. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam (Wiknjosastro, 2016).
Jenis-Jenis Retensio Plasenta
Jenis-jenis perlekatan plasenta yang abnormal, antara lain sebagai berikut.
1. Plasenta adhesiva.
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta.
Suatu plasenta yang tidak dapat dipisahkan dari dinding uterus, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal ini dikarenakan implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
Keadaan ini disebabkan karena tidak adanya desidua basalis, baik sebagian maupun seluruhnya, terutama lapisan yang berbusa. Estimasi insiden plasenta akreta sebesar 1,7 per 10.000 persalinan. Penelitian lain menyatakan insiden plasenta akreta selama dekade ini sebesar 3 per 1000 persalinan (Callaghan, 1994–2006).
3. Plasenta inkreta.
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
4. Plasenta perkreta.
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Penetrasi abnormal elemen- elemen korionik ke dalam lapisan serosa uterus.
© pe ne rb it s al em
ba
5. Plasenta inkarserata.
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri (Wiknjosastro, 2016).
Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi retensio plasenta dapat dilihat pada tabel berikut yang mengklasifikasikan faktor etiologi untuk tahap ketiga yang berkepanjangan dengan pengobatan optimal yang disarankan.
Tabel 6-1 Tabel Model Klasifikasi Faktor Etiologi Prolonged Third Stage Jenis Retensio
Plasenta Akreta Sebagian Placenta Adherens Trapped Placenta Patofisiologi Gangguan
antarmuka miometrium plasenta
Penghambatan plasenta yang persisten dari kontraksi miometrium
Kehilangan gravitasi untuk penutupan serviks cesor
Faktor etiologi Preelampsia Placenta kecil Aborsi Cedera rahim Kelainan rahim
Bertambahnya prematuritas Persalinan terganggu Induksi persalinan
Persalinan di tempat tidur
Mengunakan profilasis ergometrin iv
Perawatan yang optimal
Pemindahan manual
Injeksi oksitosin intrauterine
Nitrogliserin atau kontraksi tali pusat terkontrol yang persisten Sumber: Kusumastuti, dkk., 2018.
Kegagalan plasenta untuk lahir dapat terjadi karena ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium, atau karena plasenta telah berhasil terlepas, namun tetap berada dalam uterus karena sebagian serviks tertutup.
Kegagalan pelepasan plasenta jauh lebih mengkhawatirkan daripada terperangkapnya plasenta di dalam uterus (Nikolajsen, dkk., 2013).
Sudah lama diketahui bahwa istilah retensio plasenta mencakup sejumlah patologi. Beberapa plasenta hanya terjebak di belakang serviks yang tertutup, ada pula yang melekat pada dinding rahim namun mudah dipisahkan secara manual (placenta adherens), sedangkan yang lainnya secara patologis menyerang miometrium (placenta accreta).
© pe ne rb it s al em
ba
Asfiksia
BAB 13
Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi ketika bayi tidak dapat bernapas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir yang disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnia, sampai dengan asidosis pada bayi. Hal ini dapat terjadi akibat adanya organ bayi yang tidak mampu menjalankan fungsinya, terutama pada saat paru-parunya mengembang.
Patofisiologi
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan yang menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin merupakan faktor penting akan kejadian asfiksia pada bayi (Dwienda R, Octa, dkk. 2014).
© pe ne rb it s al em
ba
Gejala Klinis
Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 kali/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respons terhadap refleks rangsangan (Dwienda R., dkk., 2014).
Penyebab
Adapun faktor penyebab dari asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut.
1. Penyakit yang menyertai ibu saat hamil (hipertensi, paru-paru, gangguan kontraksi uterus).
2. Ibu dengan kehamilan yang berisiko.
3. Faktor plasenta (solusio plasenta).
4. Faktor janin itu sendiri (kelainan tali pusat, tali pusat menumbung, lilitan tali pusat pada leher, dan adanya kompresi tali pusat antara janin dengan jalan lahir).
5. Faktor persalinan (partus lama, dan partus dengan tindakan).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia neonatorum dilakukan sebagai berikut.
1. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan paru dengan resusitasi, pemberian oksigen yang cukup, dan memantau perfusi jaringan tiap 2–4 jam.
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik sehingga proses oksigenasi dapat cukup dan sirkulasi darah tetap baik.
Penentuan Tingkat Asfiksia