• Tidak ada hasil yang ditemukan

CJR ESDA Pukarda Jordan Siburian B2020

N/A
N/A
Pukarda Jordan Siburian

Academic year: 2023

Membagikan "CJR ESDA Pukarda Jordan Siburian B2020"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Critical Journal Review (CJR)

EVALUASI SUMBER DAYA AIR

(Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Berdasarkan Neraca Air di Sub DAS Cikeruh Jawa Barat & Analisis Ketersediaan, Kebutuhan dan Kualitas Air Pada DAS Batang Merao &

Analisis Neraca Air di Pulau Jawa-Bali sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air)

Dosen Pengampu:

Eni Yuniastuti, S,Pd., M.Sc & Mulhadi Putra, S.Pd, M.Sc

DISUSUN OLEH:

PUKARDA JORDAN SIBURIAN NIM. 3203131034

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023

(2)

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Journal Review (CJR) tepat waktu tanpa kekurangan sesuatu apapun. Critical Journal Review ini disusun untuk memenuhi kebutuhan belajar mahasiswa jurusan Pendidikan Geografi untuk memahami konsep Studi Masyarakat Indonesia.

Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Fitra Delita, S.Pd., M.Pd., selaku dosen mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia yang telah mengajar dan membimbing mahasiswa/i agar dapat memahami pembelajaran Studi Masyarakat Indonesia.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam susunan kalimat maupun dari tata bahasanya. Oleh karena itu saya berlapang dada menerima saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki CJR ini lebih baik lagi.

Akhir kata saya berharap Critical Jurnal Review ini dapat menjadi sumber pembelajaran yang bermanfaat serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca.

Medan, 21 Mei 2023

Pukarda Jordan Siburian

(3)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

IDENTITAS JURNAL ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Rasionalisasi Pentingnya CJR ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 1

BAB II RINGKASAN JURNAL ... 3

BAB III PEMBAHASAN ... 18

BAB IV PENUTUP ... 23

4.1. Kesimpulan ... 23

4.2. Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... iv

(4)

3

IDENTITAS JURNAL

JURNAL 1

Judul jurnal : Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Berdasarkan Neraca Air di Sub DAS Cikeruh Jawa Barat

Jurnal : Jurnal Agritechno

Volume, Halaman : Vol.14, No.102, Hal. 106-115

Penulis : Charina Agnesia, Edy Suryadi, Sophia Dwiratna Nur Perwitasari

ISSN : 2656-2413

Tahun : 2021

Reviewer : Pukarda Jordan Siburian

Tanggal : 21 Mei 2023

JURNAL 2

Judul jurnal : Analisis Ketersediaan, Kebutuhan dan Kualitas Air Pada DAS Batang Merao

Jurnal : Jurnal Ilmu Lingkungan Volume, Halaman :Vol.18, No.3, Hal. 545-555

Penulis : Sri Rahayu Ningsih, Eri Gas Eka Putra, dan Fadjar Goembira

ISSN : 1829-8907

Tahun : 2023

Reviewer : Pukarda Jordan Siburian

Tanggal : 21 Mei 2023

JURNAL 3

Judul jurnal : Analisis Neraca Air di Pulau Jawa-Bali sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air

Jurnal : Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Volume, Halaman :Vol.6, No.2, Hal. 61-80

Penulis : Nurul Chairunnisa, Chusnul Arif, Perdinan, dan Arif Wibowo

ISSN : 2549-1407

Tahun : 21 Mei 2023

Reviewer : Pukarda Jordan Siburian

(5)

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Critical jurnal review bertujuan untuk memberikan informasi yang berkualitas dan objektif mengenai sebuah jurnal ilmiah yang telah diterbitkan, mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu karya tulis ilmiah, serta memberikan interpretasi dan analisis tentang implikasi hasil penelitian tersebut.

Adanya critical journal review ini penting untuk memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat umum mengenai sebuah penelitian ilmiah. Dengan adanya review yang objektif, pembaca dapat memahami secara lebih baik mengenai metodologi, hasil, dan kesimpulan dari suatu penelitian. Selain itu, review juga dapat membantu membuka diskusi dan pertanyaan-pertanyaan yang relevan mengenai suatu penelitian ilmiah.

Selain itu, critical journal review juga dapat menjadi referensi penting bagi peneliti, akademisi, dan praktisi dalam bidang yang terkait dengan penelitian tersebut. Review dapat membantu dalam menyediakan literatur yang berkualitas dan akurat yang dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dalam keseluruhan, critical journal review menjadi sebuah komponen penting dalam upaya peningkatan kualitas dan akurasi informasi yang tersedia kepada masyarakat umum.

Dengan adanya review yang objektif, pembaca dapat memahami lebih baik mengenai penelitian ilmiah, serta dapat membantu dalam pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan critical jurnal review ini adalah:

1. Mengkritik jurnal bertujuan untuk memberikan gambaran kepada pembaca mengenai identitas jurnal, ringakasan jurnal, kelebihan dan kekurangan jurnal baik dari segi sistematika penulisan, EBI, maupun kepaduan keseluruhan isi jurnal serta implikasinya dari berbagai aspek.

2. Mengkritik jurnal dapat menambah wawasan para pengkritik karena di dalam jurnal tersbut disajikan masalah yang akan menambah ilmu pengetahuan kita.

3. Hasil kritik jurnal juga akan memudahkan masyarakat dalam memahami isi jurnal dan mahasiswa khususnya sehingga secara tidak langsung akan mengurangi kebiasaan malas dalam membaca akibat narasi yang terlalu panjang.

(6)

5 4. Critical Journal Review ini bertujuan untuk menyelesaikan salah satu dari tugas wajib mahasiswa yang merupakan point penting dalam penilaian mata kuliah Evaluasi Sumber Daya Air.

(7)

6

BAB II

RINGKASAN JURNAL

2.1. Ringkasan Jurnal 1 (Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Berdasarkan Neraca Air di Sub DAS Cikeruh Jawa Barat)

2.1.1. Latar Belakang Penelitian

Sub DAS Cikeruh secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang. Laju pertumbuhan penduduk wilayah Sub DAS Cikeruh tahun 2010-2018 adalah sebesar 1,85% untuk Kabupaten Bandung, 0,47%

untuk Kota Bandung dan 0,54% untuk Kabupaten Sumedang (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2020). Beberapa Kecamatan di Sub DAS Cikeruh merupakan pusat- pusat perekonomian yang terus mengalami perkembangan yang akan berimplikasi semakin beratnya tekanan terhadap penggunaan lahan di Sub DAS Cikeruh (Amaru et al., 2013)

Terjadi perkembangan yang pesat baik dari segi aktivitas sosial maupun ekonomi di wilayah Sub DAS Cikeruh. Keberadaan pembangunan infrastruktur, kawasan pendidikan tinggi (KPT), serta tingginya aktivitas perekonomian menyebabkan tingginya minat penduduk untuk datang. Perkembangan sosial dan ekonomi di Sub DAS Cikeruh sejalan dengan perubahan penggunaan lahan. Selang waktu 1983 – 2002, terjadi penurunan luas lahan sawah sebesar 20,51%, lahan hutan 9,75%, semak rumput 2,79% dan tegalan 1,21%

(Haryanto et al., 2007). Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Cikeruh dapat mempengaruhi ketersediaan dan kebutuhan air daerah tersebut.

Ketersediaan air di suatu wilayah dapat saja berubah akibat adanya peningkatan jumlah penduduk serta alih fungsi lahan.

2.1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam artikel ini adalah untuk memperoleh data terbaru mengenai ketersediaan dan kebutuhan air serta untuk mengetahui kondisi neraca air di Sub DAS Cikeruh.

2.1.3. Metode Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, handphone, laptop, perangkat lunak microsoft excel, microsoft word, ArcGis 10.3, dan cropwat. Semua alat dalam penelitian digunakan untuk melakukan pengolahan data.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data iklim, data statistik, dan peta digital. Data iklim terdiri dari data curah hujan, data temperatur maksimum dan minimum,

(8)

7 data lama penyinaran matahari, data kecepatan angin, dan data kelembaban tahun 2011- 2020 dari Stasiun SPMK Pedca Universitas Padjadjaran, Stasiun Hujan Rancaekek, dan Stasiun Hujan Tanjungsari. Data statistik kawasan Sub DAS Cikeruh tahun 2020 meliputi data industri, kependudukan, peternakan, dan perikanan dari Kecamatan dan Badan Pusat Statistik. Peta digital yang digunakan pada penelitian ini adalah peta batas Sub DAS Cikeruh skala 1:25.000 dari BPDAS Citarum-Ciliwung, peta jenis tanah skala 1:100.000 dari BBSDLP, peta kemiringan lereng skala 1:19.000 dari DEMNAS, dan peta penggunaan lahan skala 1:25.000 dari Rupa Bumi Indonesia yang diperbaharui dengan Google Earth.

1. Perhitungan Ketersediaan Air Sub DAS Cikeruh Berdasarkan Metode Mock a. Perhitungan evapotranspirasi potensial (Ep)

b. Perhitungan evapotranspirasi aktual (Ea) Evapotranspirasi aktual dihitung menggunakan formulasi berikut:

c. Perhitungan Water Surplus (WS)

d. Perhitungan Base Flow (BF), Direct Runoff (DRO), dan Storm Runoff (SRO) Infiltrasi berdasarkan metode mock dapat dihitung dengan persamaan:

e. Perhitungan Total Runoff (TRO) f. Perhitungan Debit

2. Perhitungan Kebutuhan Air Sub DAS Cikeruh: Kebutuhan Air Domestik, Non Domestik, Pertanian, Industri, Peternakan, Perikanan, dan Air Total.

3. Neraca Air Sub DAS Cikeruh 2.1.4. Hasil dan Pembahasan

Curah hujan rata-rata Sub DAS Cikeruh dihitung berdasarkan metode poligon thiessen, rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 320 mm/bulan dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 18 mm/bulan. Temperatur rata- rata tertinggi dan terendah secara berurutan di Sub DAS Cikeruh terjadi pada bulan September - Oktober yaitu 30°C dan Agustus yaitu 12,9°C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi dan terendah secara berurutan di Sub DAS Cikeruh terjadi pada bulan Mei yaitu 97% dan bulan Oktober yaitu 60%. Kecepatan angin rata-rata tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 2,1m/s dan terendah terjadi pada bulan Februari hingga April yaitu 1,5 m/s. Persentase penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan September yaitu 100% dan terendah terjadi pada bulan Februari yatu 47,52%.

(9)

8 Debit berdasarkan metode mock adalah hasil perkalian antara TRO dengan luas daerah tangkapan atau catchment area. Luas Sub DAS Cikeruh adalah 191.43 km2. Total ketersediaan air di Sub DAS Cikeruh adalah 207.522.347,99 m3/tahun.

1. Kebutuhan Air Domestik

Jumlah penduduk Sub DAS Cikeruh berdasarkan adalah 848.401 jiwa sehingga standar kebutuhan air yang digunakan menurut SNI 6728.1-2015 adalah 150 liter/orang/hari. Kebutuhan domestik air sub-DAS Cikeruh: 46.577.214,90 m3/tahun.

2. Kebutuhan Air Non Domestik

Jumlah mahasiswa yang tercatat berdomisili di Kecamatan Jatinangor pada tahun 2020 adalah 7.173 jiwa. Berikut adalah kebutuhan total air non domestik Sub DAS Cikeruh: 14.277.333,81 m3/tahun.

3. Kebutuhan Air Pertanian

Luas sawah di Sub DAS Cikeruh adalah 46,51 km2. Berikut adalah kebutuhan air pertanian Sub DAS Cikeruh:96.792.779,52 m3/tahun.

4. Kebutuhan Air Industri

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kecamatan yang berada di Wilayah Sub DAS Cikeruh dan dari BPS, terdapat 50 industri besar, 106 industri sedang, dan 16 industri kecil di Sub DAS Cikeruh. Berikut adalah kebutuhan air industri di Sub DAS Cikeruh: 304.110.984,33 m3/tahun.

5. Kebutuhan Air Peternakan

Jumlah ternak yang terdapat di Sub DAS Cikeruh menurut data BPS adalah 2.832 ekor sapi, 364 ekor kerbau, 96 ekor kuda, 1.420 ekor kambing, 24.708 ekor domba, dan 285.264 ekor unggas. Standar kebutuhan air ternak yang digunakan merujuk pada SNI 6728.1-2015. Berikut adalah kebutuhan air peternakan di Sub DAS Cikeruh:158.653,09m3/tahun.

6. Kebutuhan Air Perikanan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan software Arcgis, luas kolam/danau/waduk di Sub DAS Cikeruh adalah 0,15 km2. Berikut adalah hasil perhitungan kebutuhan air sektor perikanan Sub DAS Cikeruh: 389.762,88 m3/tahun.

7. Kebutuhan Air Total Sub DAS Cikeruh

Kebutuhan air total merupakan akumulasi kebutuhan air 6 sektor yaitu:

462.306.728,53m3/tahun.

(10)

9 Neraca Air Sub DAS Cikeruh

Neraca air adalah selisih antara ketersediaan dan kebutuhan air. Selisih ketersediaan dan kebutuhan air yang bernilai positif atau surplus menunjukan ketersediaan air mampu mencukupi semua kebutuhan air di wilayah tersebut. Selisih bernilai negatif atau defisit menunjukan bahwa kebutuhan air di wilayah tersebut belum seluruhnya terpenuhi. Neraca air dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pemenuhan kebutuhan air pada suatu wilayah.

Berdasarkan hasil analisis ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh dan analisis neraca air, dapat diketahui bahwa terjadi defisit air di Sub DAS Cikeruh.

Upaya konservasi air menjadi penting untuk mengatasi defisit air yang terjadi sepanjang tahun di Sub DAS Cikeruh.

Salah satu upaya konservasi air yang dapat dilakukan di Sub DAS Cikeruh adalah melalui pengelolaan sumber daya air terpadu (Integrated Water Resources Management (IWRM). Pengelolaan sumber daya air terpadu (Integrated Water Resources Management (IWRM)) adalah suatu proses yang mengkoordinasikan pengelolaan sumberdaya air dan sumberdaya lahan dalam suatu wilayah sungai, agar tetap memperoleh manfaat ekonomi dan kesejahteraan yang maksimal tanpa menyebabkan kerusakan ekosistem (tetap memperhatikan keberlanjutan) (Sutikno, 2014).

2.2. Ringkasan Jurnal 2 (Analisis Ketersediaan, Kebutuhan dan Kualitas Air Pada DAS Batang Merao)

2.2.1. Latar Belakang Penelitian

Sungai Batang Merao memiliki peranan yang penting bagi masyarakat Kabupaten Kerinci maupun Kota Sungai Penuh, antara lain dimanfaatkan sebagai sumber air baku PDAM dalam menyediakan air bersih bagi masyarakat, sumber energi alternatif Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), sumber air untuk mengaliri irigasi pertanian, sumber mata pencaharian tambahan bagi masyarakat sebagai penangkap ikan dan dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus (MCK).

Pengelolaan Sungai Batang Merao sampai saat ini menghadapi berbagai permasalahan, antara lain banyaknya kegiatan penambangan pasir dan batu di kawasan hulu, terjadinya konversi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun terutama di daerah bantaran dan sempadan sungai serta pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan limbah cair domestik dan peternakan. Masyarakat yang berada di bantaran dan sempadan sungai memanfaatkan Sungai Batang Merao sebagai tempat pembuangan

(11)

10 sampah dan limbah cair domestik yang berasal dari aktivitas rumah tangga. Selain itu, terdapat aktivitas masyarakat yang memanfaatkan daerah sempadan/bantaran sungai untuk kegiatan peternakan (kerbau, sapi, kambing dan itik).

Kegiatan penambangan pasir dapat mengakibatkan perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbuka dan menyebabkan tingginya tingkat erosi (Yudistira, 2008). Selain itu, kegiatan penambangan pasir menyebabkan pencemaran lingkungan perairan (Yunus, 2005). Kegiatan- kegiatan pemanfaatan air di kawasan hulu akan menimbulkan akibat dan dampak terhadap DAS bagian hilir dalam bentuk perubahan daya simpan air serta pengendalian pelepasan air di bagian kawasan hilir, berupa perubahan kuantitas air dan mutu air (Ekaputra, 2007). Adanya aktivitas masyarakat yang membuang limbah ke sungai dan limpasan dari kegiatan persawahan serata adanya penambangan liar yang berada di hulu Sub DAS Siulak dan Batang Merao menyebabkan kualitas air tidak layak untuk dikonsumsi yang terlihat dari hasil uji laboratorium yang menunjukkan bahwa kandungan Cl dan Fe yang melebihi baku mutu air sungai (Wandira, et.al, 2020). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ibisch dkk (2009) yang menyatakan bahwa kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat yang berada di sekitar wilayah sungai.

Keterbatasan ketersediaan air bersih telah dirasakan oleh masyarakat di beberapa wilayah DAS Batang Merao seperti di Desa Koto Dumo Kecamatan Rawang. Masyarakat memanfaatkan air sungai Batang Merao yang telah tercemar untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus. Berdasarkan hasil kajian Dokumen Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Kota Sungai Penuh Tahun 2018, telah terjadi penurunan kualitas air dengan terjadinya peningkatan nilai indeks pencemaran air (IPA) Sungai Batang Merao yaitu sebesar 0.86 (tidak tercemar) pada tahun 2014 menjadi 1.49 (cemar ringan) pada tahun 2017 (DIKPLHD, 2018).

2.2.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam artikel ini adalah untuk mengetahui ketersediaan dan kebutuhan air masyarakat serta analisis kualitas air Sungai pada DAS Batang Merao sehingga Sungai Batang Merao dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya dan kebutuhan air masyarakat dapat terpenuhi serta berkelanjutan.

2.2.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Metode kuantitatif untuk memeproleh data yang terukur dari analisis kualita air Sungai Batang Merao dan metode deskriptif untuk mengevaluasi kondisi ketersediaan dan kebutuhan air

(12)

11 DAS Batang Merao pada periode tertentu. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekuder.

Teknik pengambilan sampel kualitas air yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 11 titik yang mewakili bagian hulu, tengah dan hilir sungai.

Analisis ketersediaan sumber daya air DAS Batang Merao menggunakan pendekatan debit andalan (Q80).

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran dari sumber pencemar terhadap kualitas perairan untuk peruntukan tertentu, baik untuk seluruh badan air atau sebagaian dari suatu perairan (sungai). Perhitungan indeks pencemaran menggunakan persamaan:

Analisis kebutuhan sumber daya air DAS Batang Merao dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan air dari sektor domestik, non domestik, pertanian, peternakan dan perikanan.

Analisis data kualitas air menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran dari sumber pencemar terhadap kualitas perairan untuk peruntukan tertentu, baik untuk seluruh badan air atau sebagaian dari suatu perairan (sungai).

2.2.4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan debit andalan, ketersediaan air Sungai Batang Merao adalah sebesar 22,70 m3/detik. Fluktuasi debit maksimum dan debit minimum dapat digunakan sebagai indikator kualitas tutupan lahan. Terjadinya fluktuasi debit memengaruhi nilai koefisien rezim sungai (KRS) yang merupakan perbandingan antara Qmax dengan Qmin. Berdasarkan Permenhut Nomor P.61/MenhutII/2014, nilai KRS diklasifikasikan menjadi 5 seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Secara hidrologis, kualitas DAS tergolong baik jika rasio antara debit maksimum dengan debit minium kurang dari 50 (KLH, 2003). Makin besar nilai rasio, makin buruk kualitas tutupan lahan suatu DAS. Fluktuasi debit harian Sungai Batang Merao tahun 2014 sampai 2018.

Jumlah penduduk di DAS Batang Merao pada Tahun 2018 adalah 280.933 jiwa yang terdiri dari 89.944 jiwa penduduk Kota Sungai Penuh dan 190.989 jiwa di Kabupaten Kerinci (BPS, 2019). Kebutuhan air domestik DAS Batang Merao dihitung berdasarkan

(13)

12 standar kebutuhan air SNI 19-6728.1-2002 untuk masyarakat perkotaan di Kota Sungai Penuh sebesar 90 liter/orang/hari dan masyarakat perkotaan di Kabupaten Kerinci sebesar 100 liter/orang/hari, sehingga diperoleh kebutuhan air domestk pada DAS Batang Merao sebesar 0.32 m3/detik. Total kebutuhan air domestik DAS Batang Merao disajikan pada Tabel 3.

Kebutuhan air non domestik pada DAS Batang Merao sulit untuk dikalkulasikan karena keterbatasan data di wilayah studi. Berdasarkan SNI 19-6728.1-2002, jumlah kebutuhan air non domestik dapat diasumsikan sebesar 15% dari kebutuhan air domestik.

Dari hasil olah data diperoleh kebutuhan air non domestik pada DAS Batang Merao sebesar 0.05 m3/detik.

Kebutuhan air pertanian DAS Batang Merao dihitung dari luas lahan pertanian lahan basah dan lahan kering yang meliputi perkebunan, sawah dan ladang. Kriteria kebutuhan air pertanian disesuaikan dengan jenis lahan yaitu 1.60 liter/ha/detik untuk lahan pertanian basah seperti sawah, sedangkan untuk lahan kering berupa tegalan/kebun, ladang/huma dan perkebunan sebesar 1 liter/ha/detik. Total kebutuhan air pertanian di DAS Batang Merao adalah sebesar 25.61 m3/detik.

Kebutuhan air ternak terdiri dari kebutuhan air untuk ternak besar, ternak kecil dan unggas. Perhitungan kebutuhan air ternak dilakukan berdasarkan data populasi ternak di wilayah adminstrasi DAS Batang Merao dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kebutuhan air peternakan pada DAS Batang Merao adalah sebesar 0.02 (m3/detik) dengan total ternak sebesar 12396 ekor.

Secara umum sektor perikanan teridiri dari kolam air tenang, kolam air deras, keramba drat dan keramba jaring apung. Pada DAS Batang Merao, sektor perikanan yang dikembangkan oleh masyarakat adalah kolam air tenang. Kriteria debit kebutuhan air untuk kolam air tenang berdsarkan SNI adalah 3,9 liter/ha/detik. Total kebutuhan air perikanan di DAS Batang Merao sebesar 0,71 m3/detik.

Kebutuhan air pada DAS Batang Merao tahun 2018 adalah sebesar 26.71 m3/detik.

Neraca air DAS Batang Merao dihitung berdasarkan pendekatan ketersediaan air (water supply) dan kebutuhan air (water demand). Ketersediaan air didapatkan dengan pendekatan ketersediaan air menggunakan debit andalan 80% dari data pengukuran debit Sungai Batang Merao sedangkan kebutuhan air DAS Batang Merao diperoleh dari 5 sektor meliputi kebutuhan air domestik, non domestik, pertanian, perternakan dan perikanan.

(14)

13 Kesetimbangan neraca air terjadi apabila ketersediaan air yang ada mampu memenuhi seluruh kebutuhan air untuk semua sektor, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah konsumsi kebutuhan air total pada tahun 2018 sebesar 26.71 m3/detik, sehingga menunjukkan terjadi kekurangan air (defisit) sebesar 4.01 m3/detik. Total ketersediaan air tidak mampu memenuhi kebutuhan air penduduk pada DAS Batang Merao pada tahun 2018.

Hasil analisis kualitas air Sungai Batang Merao terhadap parameter fisika, kimia dan biologi, terdapat beberapa parameter yang tidak memenuhi standar baku mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 antara lain parameter TSS, BOD, COD, Nitrit, T-Pospat, MBAS, Minyak dan Lemak. Status mutu air Sungai Batang Merao berdasarkan nilai indeks pencemaran (IP) berada dalam kondisi tercemar ringan yang disebabkan oleh pencemaran limbah domestik, limbah peternakan, kegiatan galian c (penambangan pasir dan batuan) serta limpasan (run off) kegiatan pertanian.

2.3. Ringkasan Jurnal 3 (Analisis Neraca Air di Pulau Jawa-Bali sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air)

2.3.1. Latar Belakang Penelitian

Salah satu hal yang pengaruh terhadap keberlangsungan bumi ini yaitu iklim. Iklim yang dapat memberikan dampak memiliki komponen diantaranya curah hujan dan suhu.

Kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air yang dibutuhkan bagi semua kalangan. Pola hujan yang terjadi menyebabkan suplai air yang berada pada tanah berfluktuatif (Haditiya & Projono 2018). Suhu udara yang mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh pemanasan global yaitu perubahan iklim mengakibatkan terjadinya proses penguapan atau evaporasi sehingga menyebabkan air tanah menyusut atau berkurang (Amalia & Sugiri 2014).

Dampak perubahan iklim yang terjadi dapat diketahui dengan adanya peningkatan frekuensi kejadian iklim yang dapat menyebabkan banjir dan kekeringan. Adanya kejadian iklim dikenal dengan ENSO (El-Nino- Southern-Oscillation) yang didasarkan pada kejadian El Nino dan La Nina yang berdampak kepada distribusi curah hujan, khususnya di Indonesia. Peristiwa El Nino ditandai dengan peristiwa kekeringan, sedangkan La Nina ditandai dengan peristiwa banjir (Perdinan 2014).

Peristiwa perubahan iklim yang tidak mudah diperkirakan, dapat mempengaruhi beberapa hal. Berdasarkan hal tersebut, salah satunya wilayah yang terkena dampaknya

(15)

14 yaitu Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan pulau yang jumlah penduduk terpadat, sehingga membutuhkan dukungan sumberdaya air yang setiap waktunya semakin meningkat.

Kurang memadainya fasilitas penyaluran air di Pulau Jawa berdampak pada daya dukungnya yang semakin menurun. Hal tersebut dibuktikan dengan peristiwa banjir, tanah longsor, dan kekeringan dengan frekuensi yang semakin meningkat (Mawardi 2010).

Adapun pulau lain yang memiliki kerentanan terhadap perubahan iklim. Menurut Setiawan (2012), Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat pulau-pulau kecil atau pun besar menjadi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kategori pulau kecil, yaitu dengan luas kurang dari 10,000 km2, adalah Pulau Bali. Pulau Bali dengan kategori pulau kecil, menjadi sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

2.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam artikel ini yaitu melakukan proyeksi kebutuhan dan ketersediaan air berdasarkan skenario perubahan iklim, mengembangkan model analisis dampak perubahan iklim terhadap sektor air berdasarkan neraca air, dan melakukan perhitungan kerugian ekonomi lingkungan yang dihasilkan akibat dari defisit air.

2.3.3. Metode Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu perangkat laptop yang dilengkapi dengan Microsoft Office dan software ArcGIS. Bahan yang digunakan yaitu data sekunder yang didapatkan dari berbagai instansi terkait. Penelitian mengenai Analisis Neraca Air Pulau Jawa-Bali Sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air dilakukan dengan delapan tahapan. Terdapat perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai kebutuhan air secara keseluruhan dari sub model kebutuhan air.

Tahapan dalam menghitung besarnya kebutuhan air domestik didasarkan pada lokasi dengan menggunakan pendekatan standar baku mutu kebutuhan air individu per hari.

Kebutuhan air lainnya yang digunakan dalam analisis yaitu besarnya kebutuhan air untuk pertanian.

Kebutuhan rata-rata untuk tanaman padi adalah 180-300 mm/bulan, dan palawija adalah 100-200 mm/bulan.

Selain terdapat perhitungan mengenai kebutuhan air domestik dan kebutuhan air pertanian, ada pun perhitungan mengenai kebutuhan air industri.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan penyebab dari perubahan iklim yang dijadikan sebagai acuan utama yang dapat mempengaruhi ketersediaan air yang dapat

(16)

15 digunakan oleh beberapa sektor. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui keadaan air secara kuantitas dalam periode bulanan dalam satu tahun, yang menjelaskan air dalam kondisi surplus atau defisit air. Kedua hal tersebut sangat mempengaruhi untuk ketersediaan air yang berada pada suatu wilayah. Kondisi surplus merupakan keadaan dimana curah hujan yang jatuh pada daerah tersebut lebih besar dari pada nilai kehilangan air yang terjadi di daerah tersebut. Kondisi defisit merupakan keadaan dimana nilai kehilangan air lebih besar daripada curah hujan yang ditangkap oleh daerah tersebut.

Ketersediaan air pada suatu wilayah dapat direpresentasikan dengan mengalikan nilai surplus air atau kelebihan air dengan luasan daerah tersebut.

Nilai evapotranspirasi ditentukan menggunakan model Thornthwaite dengan digunakannya data suhu udara wilayah.

Nilai cadangan lengas tanah diperhitungkan sebagai tahapan dalam mendapatkan besarnya nilai surplus dan defisit air pada wilayah dan waktu tertentu. Nilai cadangan lengas tanah didapatkan dengan mengalikan antara persentase luas penggunaan lahan, air yang tersedia dan kedalaman zona perakaran.

Besarnya nilai surplus atau defisit air ditentukan dengan menggunakan beberapa perhitungan, diantaranya yaitu APWL (akumulasi potensi kehilangan air) dalam satuan mm/bulan yang digunakan untuk mengetahui kehilangan air pada saat bulan kering.

APWL akan bernilai 0 ketika bulan basah.

Nilai neraca air dapat diketahui berdasarkan nilai surplus dan defisit pada suatu wilayah per tahun, yang dilihat berdasarkan kondisi bulan basah dan bulan kering.

Setelah mendapatkan nilai surplus dan defisit, maka dihitung besarnya persentase dari surplus dan defisit tersebut.

Berdasarkan skenario perubahan iklim berupa kenaikan rata-rata suhu udara sebesar 1oC, akan meningkatkan evapotranspirasi potensial yang berindikasi akan menurunkan ketersediaan air dan meningkatkan kebutuhan air. Faktor utama yang berpengaruh terhadap perubahan ketersediaan dan kebutuhan air yaitu jumlah dan pola penyebaran penduduk (Redjekiningrum 2011). Proyeksi pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode aritmatika, metode geometrik, dan metode eksponensial.

Ada pula faktor perbandingan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air disebut sebagai indeks kekritisan air (IKA). Nilai ketersediaan dan kebutuhan air yang dimiliki oleh suatu wilayah dapat digunakan untuk mengkaji terkait dengan air yang tersedia pada suatu wilayah.

(17)

16 2.3.4. Hasil dan Pembahasan

Rata-rata jumlah penduduk di Pulau Jawa pada tahun 1991 sampai dengan 2020 yaitu sebanyak 132.12 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 9.64 miliar m3.

Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki rata-rata jumlah penduduk tertinggi yaitu Provinsi Jawa Barat, sebanyak 42.78 juta jiwa dengan kebutuhan air domestik sebesar 3.12 miliar m3, sedangkan daerah yang memiliki rata-rata jumlah penduduk terendah yaitu Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 3.38 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 0.25 miliar m3. Pulau Bali dalam rentang tahun tersebut memiliki rata-rata jumlah penduduk sebanyak 3.39 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 0.25 miliar m3.

Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk dan kebutuhan air domestik pada setiap wilayah mengalami peningkatan. Tahun 2021 sampai dengan 2050 Pulau Jawa memiliki rata-rata jumlah penduduk sebanyak 193.82 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 14.15 miliar m3. Provinsi Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki rata-rata jumlah penduduk tertinggi pada rentang waktu tersebut, yaitu sebanyak 61.92 juta jiwa dengan kebutuhan air domestik sebesar 4.52 miliar m3, sedangkan rata-rata jumlah penduduk terendah berada di Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 4.39 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 0.32 miliar m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata-rata jumlah penduduk sebanyak 6.02 juta jiwa, dengan kebutuhan air domestik sebesar 0.44 miliar m3.

Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata luas lahan pertanian di Pulau Jawa pada tahun 1991 sampai dengan 2020 sebesar 32.29 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 69.65 miliar m3. Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki rata-rata luas lahan pertanian terbesar yaitu Provinsi Jawa Timur sebesar 11.04 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 24.03 miliar m3, sedangkan daerah yang memiliki rata-rata luas lahan pertanian terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 0.01 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 0.03 miliar m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata-rata luas lahan pertanian sebesar 0.80 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 1.09 miliar m3.

Pada tahun 2021 sampai dengan 2050 Pulau Jawa memiliki rata-rata luas lahan pertanian sebesar 33.75 miliar m2, dengan kebutuhan air sebesar 72.35 miliar m3. Daerah di Pulau Jawa pada rentang waktu tersebut yang memiliki rata-rata luas lahan pertanian terbesar yaitu Provinsi Jawa Tengah sebesar 11.33 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 24.26 miliar m3. Daerah yang memiliki rata-rata luas lahan pertanian terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata luas lahan pertanian sebesar 0.01

(18)

17 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 0.01 miliar m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata-rata luas lahan pertanian sebesar 0.74 miliar m2, dengan kebutuhan air pertanian sebesar 1.76 miliar m3.

Rata-rata jumlah industri pada tahun 1991 sampai dengan 2020 di Pulau Jawa sebanyak 1.9 juta unit, dengan kebutuhan air industri sebesar 115.31 juta m3. Daerah yang memiliki rata-rata jumlah industri tertinggi yaitu Jawa Tengah sebanyak 732.52 ribu unit, dengan kebutuhan air industri sebesar 42.17 juta m3. Sedangkan untuk daerah yang memiliki rata-rata jumlah industri terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta sebanyak 35.47 ribu unit. Namun pada rentang waktu tersebut untuk wilayah Pulau Jawa, yang memiliki kebutuhan air industri terendah yaitu Provinsi Banten sebesar 3.29 juta m3. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah industri pada setiap wilayah berdasarkan jenis industri berbeda-beda, maka besarnya faktor pengali dalam perhitungan kebutuhan air industri pun berbeda. Pulau Bali memiliki rata-rata jumlah industri sebanyak 94.90 ribu unit, dengan kebutuhan air industri sebesar 5.03 juta m3.

Berdasarkan hasil proyeksi, rata- rata jumlah industri dan kebutuhan air industri semakin bertambah. Pada tahun 2021 sampai dengan 2050, rata-rata jumlah industri di Pulau Jawa sebanyak 2.6 juta unit dengan kebutuhan air industri sebesar 153.31 juta m3.

Daerah di Pulau Jawa yang memiliki rata-rata jumlah industri tertinggi yaitu Provinsi yaitu Jawa Tengah sebanyak 946.72 ribu unit. Namun pada rentang waktu tersebut, daerah yang memiliki kebutuhan air industri tertinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebesar 52.71 juta m3. Daerah yang memiliki rata-rata jumlah industri terendah yaitu Provinsi DKI Jakarta sebanyak 46 ribu unit, dengan kebutuhan air industri sebesar 4.30 juta m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata-rata jumlah industri sebanyak 126.92 ribu unit, dengan kebutuhan air industri sebesar 6.22 juta m3.

Rata-rata kebutuhan air total di Pulau Jawa pada tahun 1991 sampai dengan 2020 yaitu sebesar 79.41 miliar m3, dengan Provinsi Jawa Timur sebagai daerah yang memiliki kebutuhan air tertinggi yaitu sebesar 26.82 miliar m3 dan DKI Jakarta sebagai provinsi yang memiliki kebutuhan air terendah yaitu sebesar 0.67 miliar m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata- rata kebutuhan air total sebesar 2.15 miliar m3.

Rata-rata kebutuhan air hasil proyeksi mengalami peningkatan dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Wilayah Pulau Jawa dalam renang tahun 2021 sampai dengan 2050 memiliki rata-rata kebutuhan air total sebesar 86.65 miliar m3, dengan rata-rata kebutuhan air total tertinggi berada di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 27.87 miliar m3, dan rata-rata kebutuhan air terendah yaitu pada Provinsi DKI Jakarta sebesar 1.01 miliar

(19)

18 m3. Pulau Bali dalam rentang waktu tersebut memiliki rata- rata kebutuhan air total sebesar 2.21 miliar m3.

Neraca air dengan model CSIRO pada Pulau Jawa dalam rentang tahun 1991 sampai dengan 2020 dan tahun 2021 sampai dengan tahun 2050 mengalami perubahan penurunan nilai surplus dan kenaikan defisit sebesar 6.04%, sedangkan untuk Pulau Bali mengalami penurunan nilai surplus dan kenaikan defisit sebesar 12.88%. Model MIROC dalam rentang waktu tersebut untuk Pulau Jawa mengalami penurunan surplus dan kenaikan defisit sebesar 2.54%, sedangkan untuk Pulau Bali mengalami kenaikan surplus dan penurunan defisit sebesar 3.38%. Besarnya nilai kerugian air pada tahun 1991 sampai dengan 2020 ke tahun 2021 sampai dengan 2050 dengan model CSIRO untuk wilayah Pulau Jawa mengalami kenaikan sebesar 3.85 triliun rupiah, sedangkan Pulau Bali mengalami penurunan sebesar 0.02 triliun rupiah. Model MIROC untuk wilayah Pulau Jawa mengalami penurunan sebesar 0.28 triliun rupiah, dan Pulau Bali pun mengalami penurunan nilai kerugian defisit air sebesar 0.09 triliun rupiah.

(20)

19

BAB III

PEMBAHASAN ISI JURNAL

3.1. Pembahasan Isi Jurnal 1

"Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Berdasarkan Neraca Air di Sub DAS Cikeruh Jawa Barat"

Jurnal ini membahas tentang pengaruh peningkatan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan terhadap ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh, serta tingkat pemenuhan air di sektor-sektor penting.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data terbaru mengenai ketersediaan dan kebutuhan air, serta mengetahui kondisi neraca air di Sub DAS Cikeruh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Ketersediaan air dianalisis menggunakan metode mock, sedangkan kebutuhan air dianalisis menggunakan standar SNI 6728.1-2015, Surat Edaran Menteri PUPR (SE PUPR) Nomor 07 Tahun 2018, dan penelitian terkait sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total ketersediaan air di Sub DAS Cikeruh adalah 207.552.347,99 m3/tahun, dengan ketersediaan air bulanan rata-rata sebesar 17.293.529,00 m3/bulan. Total kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh adalah 462.306.728,53 m3/tahun, dengan kebutuhan air bulanan rata-rata sebesar 38.525.560,71 m3/bulan. Selama tahun tersebut, Sub DAS Cikeruh mengalami kekurangan air (defisit) secara keseluruhan.

Defisit air tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar -31.494.255,51 m3/bulan, sedangkan defisit terendah terjadi pada bulan Februari sebesar -3.210.084,37 m3/bulan.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan air di Sub DAS Cikeruh hanya mampu memenuhi kebutuhan air sektor domestik, non-domestik, peternakan, dan perikanan. Namun, ketersediaan air masih belum mencukupi kebutuhan sektor pertanian dan industri.

Penelitian ini memberikan pemahaman yang penting mengenai kondisi ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh, serta menyoroti perlunya pengelolaan air yang efisien dan strategi penggunaan air yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan sektor- sektor yang kritis dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem Sub DAS Cikeruh di Jawa Barat.

(21)

20 Kelebihan:

1. Topik penelitian yang relevan: Jurnal ini mengkaji ketersediaan dan kebutuhan air berdasarkan neraca air di Sub DAS Cikeruh di Jawa Barat. Topik ini penting dalam konteks keberlanjutan sumber daya air dan pengelolaan air yang efektif.

2. Metodologi yang jelas: Jurnal ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk menganalisis ketersediaan air dan kebutuhan air. Selain itu, berbagai metode dan referensi yang digunakan dalam analisis juga disebutkan dengan jelas.

3. Data yang terperinci: Jurnal ini memberikan data yang terperinci tentang ketersediaan air, kebutuhan air, dan defisit air di Sub DAS Cikeruh. Hal ini memungkinkan pembaca untuk memahami situasi dengan baik dan mengambil informasi yang relevan.

4. Hasil penelitian yang signifikan: Jurnal ini menunjukkan bahwa Sub DAS Cikeruh mengalami defisit air sepanjang tahun, dengan kekurangan air tertinggi terjadi pada bulan Mei. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti bahwa ketersediaan air di sub-DAS ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sektor pertanian dan industri.

Kekurangan:

1. Tidak ada informasi tentang tingkat keakuratan dan validitas data: Jurnal ini tidak memberikan informasi yang cukup mengenai tingkat keakuratan dan validitas data yang digunakan dalam analisis. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan pembaca terhadap hasil penelitian.

2. Terbatasnya cakupan penelitian: Jurnal ini hanya membahas ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh di Jawa Barat. Sebagai hasilnya, temuan dan kesimpulan dalam jurnal ini mungkin tidak dapat digeneralisasi ke daerah lain atau konteks yang berbeda.

3. Tidak adanya rekomendasi tindakan: Meskipun jurnal ini memberikan gambaran yang jelas tentang ketersediaan air dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh, tidak ada rekomendasi tindakan yang spesifik yang disampaikan. Rekomendasi tindakan yang lebih konkret dapat memberikan panduan bagi pembaca yang tertarik untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah tersebut.

4. Terbatasnya sumber referensi: Jurnal ini tidak mengutip banyak sumber referensi yang relevan. Penggunaan referensi yang lebih luas dapat memberikan dasar yang lebih kuat untuk penelitian ini dan memperkaya diskusi mengenai isu ketersediaan dan kebutuhan air di wilayah tersebut.

(22)

21 3.2. Pembahasan Isi Jurnal 2

" Analisis Ketersediaan, Kebutuhan dan Kualitas Air Pada DAS Batang Merao"

Judul jurnal ini dengan jelas menggambarkan fokus penelitian yaitu menganalisis ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air di DAS Batang Merao. Penelitian ini penting karena Sungai Batang Merao merupakan sumber air utama untuk PDAM, energi alternatif PLTMH, irigasi, dan kebutuhan sehari-hari masyarakat di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.

Penulis menjelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang mengganggu kawasan hulu DAS dan berdampak pada pasokan dan kualitas air di daerah tengah dan hilir. Beberapa faktor tersebut meliputi penambangan pasir dan batu di kawasan hulu, konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun terutama di bantaran sungai, serta pembuangan limbah cair domestik dan peternakan ke sungai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

Ketersediaan air dianalisis menggunakan metode debit andalan (Q80), sedangkan kebutuhan air dihitung berdasarkan kebutuhan sektor-sektor seperti domestik, non- domestik, pertanian, peternakan, dan perikanan. Untuk menganalisis status mutu air, digunakan metode indeks pencemaran (IP) dengan mengacu pada peraturan KepmenLH Nomor 115 Tahun 2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan air di DAS Batang Merao sebesar 22,70 m3/detik, sedangkan total kebutuhan air sebesar 26,71 m3/detik. Kualitas air Sungai Batang Merao, berdasarkan nilai IP, diklasifikasikan sebagai tercemar ringan dengan kisaran nilai indeks antara 2,41 hingga 6,43. Beberapa parameter seperti TSS, BOD, COD, T-Pospat, Nitirit, Minyak dan Lemak, serta MBAS melebihi nilai baku mutu air kelas II PP No. 82 Tahun 2001.

Berdasarkan temuan tersebut, disimpulkan bahwa kualitas air Sungai Batang Merao tidak memenuhi standar untuk dikonsumsi dan tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai sumber air baku yang bersih. Selain itu, ketersediaan air di DAS Batang Merao tidak dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat dengan neraca air dalam kondisi defisit sebesar 4,01 m3/detik.

Secara keseluruhan, jurnal ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air di DAS Batang Merao. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penting dalam merumuskan kebijakan pengelolaan air yang lebih baik untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air di daerah tersebut.

(23)

22 Kelebihan:

1. Relevansi topik: Jurnal ini membahas isu ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air yang penting dalam konteks penggunaan air di DAS Batang Merao. Hal ini relevan dan dapat memberikan wawasan tentang masalah lingkungan dan keberlanjutan di wilayah tersebut.Jurnal ini mmbahas isu penting tentang ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air di DAS Batang Merao, yang merupakan sumber air penting untuk PDAM, PLTMH, irigasi, dan kebutuhan sehari-hari masyarakat di daerah tersebut.

2. Metode penelitian: Metode deskriptif kuantitatif digunakan dalam penelitian ini.

Pendekatan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang ketersediaan air, kebutuhan air, dan kualitas air di wilayah tersebut. Metode deskriptif kuantitatif yang memungkinkan analisis yang sistematis dan objektif tentang ketersediaan air, kebutuhan air, dan kualitas air di DAS Batang Merao.

3. Analisis ketersediaan air: Penggunaan metode debit andalan (Q80) untuk menganalisis ketersediaan air memberikan informasi tentang jumlah air yang tersedia di DAS Batang Merao. Ini dapat membantu dalam pengelolaan sumber daya air dan pengambilan keputusan terkait alokasi air.

4. Analisis kebutuhan air: Penelitian ini menghitung kebutuhan air untuk sektor-sektor seperti domestik, non-domestik, pertanian, peternakan, dan perikanan. Hal ini penting untuk memahami distribusi dan alokasi penggunaan air yang berbeda di wilayah tersebut.

5. Analisis kualitas air: Dalam menganalisis kualitas air, jurnal ini menggunakan metode indeks pencemaran (IP) yang mengacu pada peraturan lingkungan yang berlaku. Hal ini membantu dalam memahami tingkat pencemaran air Sungai Batang Merao dan memberikan pemahaman lebih baik tentang kondisi kualitas air.

Kekurangan:

1. Kurangnya informasi tentang solusi: Jika jurnal ini hanya membahas masalah ketersediaan dan kualitas air, tanpa memberikan informasi tentang solusi atau rekomendasi untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi, hal tersebut dapat menjadi keterbatasan dalam memberikan panduan tindakan lanjutan. Jurnal ini menyimpulkan bahwa kualitas air Sungai Batang Merao tidak layak untuk dikonsumsi dan tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai sumber air baku air bersih. Namun, tidak disebutkan dampak jangka panjang dari kondisi ini atau solusi yang disarankan untuk mengatasi masalah kualitas air.

(24)

23 3.3. Pembahasan Isi Jurnal 3

" Analisis Neraca Air di Pulau Jawa-Bali sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air"

Secara keseluruhan, artikel penelitian berjudul "Proyeksi Permintaan dan Ketersediaan Air di Jawa dan Bali: Dampak Skenario Perubahan Iklim" memberikan wawasan berharga mengenai potensi krisis air di wilayah Jawa dan Bali, terutama pada musim kemarau. Studi ini bertujuan untuk memproyeksikan permintaan dan ketersediaan air berdasarkan skenario perubahan iklim, mengembangkan model analisis untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim pada sektor air menggunakan keseimbangan air, dan memperkirakan kerugian ekonomi lingkungan akibat defisit air.

Penulis dengan efektif menyoroti pentingnya air sebagai sumber daya dasar bagi semua organisme hidup di Bumi dan menekankan perlunya penanganan segera terhadap krisis air yang semakin meningkat akibat pertumbuhan populasi dan perubahan iklim.

Penelitian ini berfokus pada dua skenario perubahan iklim: RCP 4.5 dan dua model yang berbeda (CSIRO dan MIROC) untuk menganalisis kondisi air dan memprediksi potensi defisit air di masa depan.

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali adalah provinsi-provinsi yang paling rentan mengalami kondisi air kritis selama periode 2021-2050. Dengan menggunakan model CSIRO, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali memiliki indeks kritisitas air masing-masing sebesar 296,25%, 113,88%, dan 123,64%, dengan kerugian defisit air yang sesuai sebesar IDR 1,2 miliar, IDR 7,93 miliar, dan IDR 0,87 miliar. Di sisi lain, dengan menggunakan model MIROC, Provinsi DKI Jakarta menunjukkan indeks kritisitas air sebesar 220,36% dan kerugian defisit air sebesar IDR 0,42 miliar.

Artikel tersebut dengan efektif menyajikan metodologi penelitian dan memberikan informasi yang jelas tentang model, skenario, dan parameter yang digunakan dalam analisis.

Namun, akan lebih bermanfaat jika artikel tersebut memberikan lebih banyak rincian tentang metodologi spesifik yang digunakan untuk memproyeksikan permintaan dan ketersediaan air, serta bagaimana indeks kritisitas air dihitung.

Selain itu, kerugian ekonomi akibat defisit air disebutkan secara singkat tetapi tidak dibahas secara mendalam. Akan sangat berharga untuk melakukan analisis dan diskusi yang lebih dalam mengenai kerugian ekonomi lingkungan, termasuk dampak potensialnya pada sektor-sektor yang berbeda, seperti pertanian, industri, dan mata pencaharian manusia.

(25)

24 Secara keseluruhan, artikel penelitian ini memberikan kontribusi berharga dalam memahami potensi krisis air di wilayah Jawa dan Bali dalam skenario perubahan iklim.

Temuan penelitian menekankan perlunya tindakan proaktif dan strategi pengelolaan air yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif dan memastikan ketersediaan air untuk masa depan. Artikel ini dapat dihasilkan lebih lanjut di beberapa area, seperti yang disebutkan di atas, untuk memberikan analisis yang lebih komprehensif tentang krisis air dan implikasi ekonominya.

(26)

25

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Jurnal pertama membahas tentang ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat defisit air di Sub DAS Cikeruh, dengan ketersediaan air hanya mencukupi untuk sektor-sektor tertentu seperti domestik, non-domestik, peternakan, dan perikanan. Namun, sektor pertanian dan industri masih mengalami kekurangan air.

Jurnal kedua menganalisis ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air di DAS Batang Merao. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan air di DAS Batang Merao tidak dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat, dan kualitas airnya tercemar ringan. Hal ini menunjukkan perlunya pengelolaan air yang lebih baik untuk menjaga keberlanjutan sumber daya air di daerah tersebut.

Jurnal ketiga membahas proyeksi permintaan dan ketersediaan air di Jawa dan Bali dalam skenario perubahan iklim. Penelitian ini menyoroti potensi krisis air di wilayah tersebut, terutama pada musim kemarau. Temuan penelitian menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Jawa dan Bali rentan mengalami kondisi air kritis. Artikel ini menekankan pentingnya tindakan proaktif dan strategi pengelolaan air yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis air dan mengurangi dampak negatifnya.

Ketiga jurnal tersebut memiliki kesamaan dalam fokusnya pada ketersediaan air dan kebutuhan air di wilayah yang diteliti. Mereka juga mencerminkan perlunya pengelolaan air yang efisien, strategi penggunaan air yang berkelanjutan, dan tindakan proaktif untuk mengatasi krisis air. Namun, setiap jurnal memiliki pendekatan dan lokasi penelitian yang berbeda.

Jurnal pertama lebih terfokus pada ketersediaan dan kebutuhan air di Sub DAS Cikeruh. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan menggambarkan defisit air di wilayah tersebut, dengan sektor pertanian dan industri sebagai sektor yang paling membutuhkan peningkatan ketersediaan air.

Jurnal kedua fokus pada ketersediaan, kebutuhan, dan kualitas air di DAS Batang Merao. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mengganggu pasokan air dan kualitas air di daerah tersebut. Temuan penelitian menunjukkan adanya defisit air dan tingkat pencemaran air yang perlu ditangani.

(27)

26 Jurnal ketiga lebih menekankan proyeksi permintaan dan ketersediaan air di Jawa dan Bali dalam skenario perubahan iklim. Studi ini menggunakan model analisis untuk memprediksi kondisi air di masa depan dan menyoroti provinsi-provinsi yang rentan mengalami kondisi air kritis. Artikel ini juga menggarisbawahi perlunya strategi pengelolaan air yang berkelanjutan dalam menghadapi perubahan iklim.

Secara keseluruhan, ketiga jurnal ini memberikan kontribusi penting dalam memahami masalah ketersediaan air, kebutuhan air, dan dampak perubahan iklim di wilayah-wilayah yang diteliti. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan dan tindakan pengelolaan air yang lebih baik guna menjaga keseimbangan ekosistem dan memenuhi kebutuhan sektor-sektor yang kritis..

4.2. Saran

Dalam pembuatan suatu hasil penelitian tentunya tak selamanya sempurna, ada kalanya terdapat beberapa kelebihan dan juga kelemahan didalamnya. Saya sebagai pengkritisi jurnal mengharapkan kelebihan yang ada pada jurnal dapat dipertahankan atau dapat juga ditingkatkan dan beberapa kelemahan yang telah saya tulis pada bagian pembahasan jika diterima maka saya harapkan dapat diperbaiki dalam pembuatan jurnal kedepannya.

(28)

iv

DAFTAR PUSTAKA

Agnesia, C., Suryadi, E., & Perwitasari, S. D. N. (2021). Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Berdasarkan Neraca Air di Sub DAS Cikeruh Jawa Barat. Jurnal Agritechno, 14(102), 106-115.

Ningsih, S. R., Putra, E. G. E., & Goembira, F. (2023). Analisis Ketersediaan, Kebutuhan dan Kualitas Air Pada DAS Batang Merao. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(3), 545-555.

Chairunnisa, N., Arif, C., Perdinan, & Wibowo, A. (2023). Analisis Neraca Air di Pulau Jawa- Bali sebagai Upaya Antisipasi Krisis Air. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 6(2), 61- 80.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air dan status mutu air Kali Kendal serta perbedaan variabel yang diuji pada musim penghujan dan musim peralihan

SARAN Penulis memberikan saran sebagai uraian terahir dari penelitian ini yaitu BMT L-Risma diharapkan dapat mempertahankan system oprasional yang lebih baik, dimana senantiasa