• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

219

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Arikunto, Suharsimi. 2009. "Manajemen Penelitian". Jakarta: Rineka Cipta.

Barrientos, A., & Hulme, D. (Eds.). 2016. “Social protection for the poor and poorest:

Concepts, policies and politics”. Springer.

Burhan Bungin. 2011. “Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Kencana Predana Media Group Creswell W. John. 2013. “Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Danim, Sudarman. 2005. "Pengantar Studi Penelitian Kebijakan". Jakarta: Bumi Aksara.

Diding Sakri, ed.. 2008. “Dari Konsep ke Tindakan: Upaya Mewujudkan Kebijakan Publik Yang Pro Rakyat Miskin”. Bandung: Perkumpulan Inisiatif

Edi, Suharto. 2007. “Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik”. Bandung: Alfabeta.

Esping-Andersen, Gosta. 1990. “The Three Worlds of Welfare Capitalism”. New Jersey: Princeton University Press

Gandhi, L. L. M. 2012. “Disiplin Hukum Yang Mewujudkan Kesetaraan Dan Keadilan Gender”. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Graham, D. S. 2018. “Keberagaman Gender di Indonesia”. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Hendriwan. 2003.” Penaggulangan Kemiskinan Dalam Kerangka Kebijakan Desentralisasi”. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

McMillan, J.H. and Schumacher, S. 2001.” Research in Education”. New York:

Longman, Inc

Muhtar, Yanti. 2002. “Pendidikan berspektif keadilan gender”. Jakarta

Moeleong, Lexy. 2007. “Metodologi Penelitin Kualitatif”. Bandung: Remaja Rosda Karya: Bandung

Simatupang, Pantjar dan Saktyanu K. Dermoredjo. 2003. “Produksi Domestik Bruto, Harga, dan Kemiskinan, dalam Media Ekonomi dan Keuangan Indonesi”.

Jakarta

Riyadi, Eko. 2012. “Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme

Sugiyono, 2001. “Metode Penelitian”. Bandung: CV Alfa Beta Perlindungannya”. Yogyakarta: PUSHAM UII

Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. “Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial”. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Sudarman Danim. 2005. “Pengantar Studi Penelitian Kebijakan”. Jakarta: Bumi Aksara

(2)

220

Suharto, Edi. 2004. “Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Konsep, Indikator, dan Strategi”. Jakarta: Bumi Aksara

Suharto, Edi. 2006. “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”. Bandung: PT Refika Aditama

Suharto, Edi. 2011. “Kebijakan Sosial”. Bandung: Alfabeta.

Tilaar, HAR dan Riant Nugroho. 2016. "Kebijakan Pendidikan". Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber Jurnal

Aaron Schneider dkk., 2009. “Pro-Poor Governance and the Policy Process: A Framework”, Oslo Governance Center Framework Paper 2

Akhmad Misbakhul Hasan, Betta Anugrah dan Andi Misbahul Pratiwi.

2019. “Analisis Anggaran Responsif Gender pada Program Perlindungan Sosial di Indonesia: Studi Kasus di Dua Kabupaten dan Kota”. Jurnal Perempuan Vol. 24 No. 1, Februari 2019

Alexander Bagattini. 2019. Children’s well-being and vulnerability, Ethics and Social Welfare. DOI: 10.1080/17496535.2019.1647973

Annissa Valentina. 2018. “Analisis Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Perlindungan Anak di Kabupaten Lampung Tengah”. Universitas Nahdlatul Ulama Lampung. Jurnal Vol. 17, No. 2, 2018

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo. 2006. “Mimpi Negara Kesejahteraan”. LP3ES, Jakarta

Ed Iain McLean and Alistair McMillan. MC . 2009. “Welfare State: The Concise Oxford Dictionary of Politics”. Oxford University Press 2009. Oxford Reference Online. Oxford University Press. University of Washington

Hornby. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (London:

Oxford University Press.

Imam Sukadi. 2013. “Tanggung Jawab Negara terhadap Anak TELANTAR dalam Operasionalisasi Pemerintah di Bidang Perlindungan Hak Anak”. Universitas Brawijaya Malang. Jurnal Vol 5 No. 2, Desember 2013

International Labour Organization. 2012. “Penilaian Landasan Perlindungan Sosial Berdasarkan Dialog”. Jakarta: ILO

Irwan Sandi . 2016. “Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Telantar Pada Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah”. Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 5, Mei

(3)

221

Marilang. 2012. “Nilai Keadilan Sosial Dalam Pertambangan, Disertasi, di dalam Marilang, Ideologi Welfare state Konstitusi: Hak Menguasai Negara Atas Barang Tambang”. Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 2, Juni.

Moch. Nurhasim, dkk. 2014. “Model Kebijakan yang Memihak Kelompok/Orang Miskin Berbasis Good Governance”.LIPI Press

Nancy Rahakbauw. 2016. “Faktor-Faktor Anak Ditelantarkan dan Dampaknya (Studi di Kota Ambon)”. INSANI Vol. 3 No. 1\

Nurliana Cipta Apsari, Meilanny Budiarti Santoso, Sahadi Humaedi, Santoso Tri Raharjo, dan Budhi Wibhawa. 2017.“Entrepreneurship and Child Protection”.

Universitas Padjajaran, Jurnal Adbispreneur Vol. 2 No. 3 Desember 2017 Ni Luh Arjani. “Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dan Tantangan

Global”. Jurnal Ekonomi dan Sosial. Bali: Universitas Udayana

Spicker, Paul. 2002. “Poverty and the Welfare state: Dispelling the Myths”. London:

Catalyst

Sukmana, O. 2016. “Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare state)”. Jurnal Sospol, 2(1), 103-122

Ulfatun, H dan Najahan, M. 2017. “Gender And Politics : Keterlibatan Perempuan Dalam Pembangunan Politik”, SAWWA, 12

Waston, M. 2014. “Pengarusutamaan Gender dalam Program Pembangunan”, Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 6 (2)

W. Riawan Tjandra. 2008. “Hukum Administrasi Negara”. Universitas Atma Jaya: Yogyakarta

Whinda Wikansari. 2010. “Implementasi Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Pacitan dalam Menangani Anak Telantar Setelah Berlakunya UU RI No. 23 Tahun 2002”.Surakarta: UNS

Yessilia Osira. 2019. “Perlindungan Sosial bagi Anak Telantar dan Keluarga Miskin di Kabupaten Bengkulu Tengah”. Universitas Bengkulu

Sumber Tesis

Rizka Azizah Siregar. 2019. “Pemenuhan Hak Pemeliharaan Anak Telantar di Kota Medan (Studi di Dinas Sosial Kota Medan)”. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Irwan Sandi. 2016. “Implementasi Kebijakan Perlindungan Sosial pada Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah”. Magister Administrasi Publik Universitas Tadulako

(4)

222

Khoriunnisa. 2020. “Perlindungan Hukum Anak Telantar atas Hak Anak Mendapatkan Jaminan Kesehatan”. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Sumber Web

https://intelresos.kemensos.go.id/new/?module=Pmks&view=anak

“Penanganan Anak Telantar butuh Komitmen”

https://www.kemenkopmk.go.id/penanganan-anak-TELANTAR-butuh-komitmen

https://gaya.tempo.co/read/1274776/anak-jalanan-rentan-terjerumus-kriminalitas-ini- kata-psikolog

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/03/23/90009/Gila.-Jumlah-Anak- Telantar-17-Juta

https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/6038b264e3df2/ketimpangan- ekonomi-di-jakarta-melebar-akibat-pandemi.

https://jakarta.bps.go.id/indicator/27/615/1/jumlah-penyandang-masalah-

kesejahteraan-sosial-pmks-menurut-jenis-dan-kabupaten-kota-administrasi-.html http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-pidana/653-undang-undang-no-23-tahun- 2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-uu-pkdrt.html

http://kapalperempuan.org/enam-masalah-perempuan-indonesia

Bob Susanto, “Pengertian Penelitian Menurut Para Ahli”, http://www.seputarpengetahuan.com/2014/12/8-pengertian-penelitian-

menurutpara.html

Nehru Meha, “Studi Penelitian Kebijakan,”

http://mehas3paudunj2010.blogspot.co.id/2011/01/studi-penelitian-kebijakan.html.

Sun Un, “Penelitian Kebijakan,”

http://ilmumetodepenelitian.blogspot.com/2009/11/penelitian-kebijakan.html UN Women. 2018. “Facts and Figures: Economic Empowerment”, melalui

http://www.unwomen.org/en/what-we-do/economic-empowerment/facts-andfigures

https://jakarta.go.id/kartu-anak-jakarta https://jakarta.go.id/kjmu

(5)

223 Sumber Resmi

UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945, ALINEA KE-IV

PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA NO. 96 TAHUN 2019

TENTANG PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL UNTUK PEMENUHAN

KEBUTUHAN DASAR BAGI ANAK

PERATURAAN GUBERNUR NO. 107 TAHUN 2021 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI ANAK DAN REMAJA YANG ORANG TUA ATAU WALI MENINGGAL DUNIA KARENA TERKONFIRMASI COVID 19

(6)

224 LAMPIRAN

LAMPIRAN WAWANCARA

TRANSKRIP WAWANCARA YENTI KEMALA, AKS (KEPALA REHABILITASI SOSIAL ANAK DAN LANSIA DINAS SOSIAL

PROVINSI DKI JAKARTA)

*Ket:

A: Pewawancara B: Informan

A: Dimana persebaran anak telantar yang teridentifikasi lembaga saudara di Provinsi DKI Jakarta?

B: Kalau sebaran anak telantar di bawah binaan kita, tersebar di 5 wilayah kota. Ada di Jakarta Timur, Barat, Selatan, dan Utara.

A: Bagaimana keseragaman umur anak telantar di DKI Jakarta?

B: Untuk anak ada semua, dari 0 bulan sampai 18 tahun.

A: Kapan lembaga saudara bertindak dalam mengatasi anak telantar di Provinsi DKI Jakarta?

B: Jadi, kita dapat laporan anak telantar, baik dari RS atau masyarakat itu biasanya di tiap-tiap daerah ada suku dinas. Mereka bisa melapor kesana atau mereka langsung

(7)

225

pengaduan ke kita. Nanti ada petugas dari dinas sosial yang akan didatangi dan diambil.

A: Saat ada pengaduan, apakah anak langsung dibawa ke panti?

B: Mereka biasanya dirujuk dulu ke panti sementara, nanti mereka di assessment disana, kemudian baru kita rujuk ke panti anak

A: Untuk anak telantar sendiri, kebanyakan laki-laki atau perempuan?

B: Biasanya mereka merata antara laki-laki dan perempuan, hanya saja akhir-akhir ini kebanyakan laki-laki.

A: Strategi Dinas Sosial dalam mengatasi anak telantar seperti apa?

B: Kalau di kita, ada dua. Ada di panti, dan dicarikan keluarga pengganti. Untuk telantar ini tidak serta merta di jalan, ada juga orang tua yang menitipkan ke panti, itu tidak bisa dianggap sebagai anak negara. Untuk anak telantar yang ditemukan dan tidak ada keluarga, setelah datang ke panti, akan kita jadikan anak negara. Itu semua ada prosesnya di pengadilan, jika anak tersebut sudah dikatakan sebagai anak negara, maka sudah ada keluarga pengganti dan calon orang tua angkatnya.

A: Ada berapa panti sosial yang menangani anak telantar?

B: Ada 5 panti. Ada satu balita untuk 0 bulan – 6 tahun (Panti Sosial Anak Tunas Bangsa), kalau untuk usia 1 SD – SMA, itu di PSAA Putra Utama 1-4

(8)

226

A: Apakah masyarakat (panti sosial) memiliki peran yang signifikan terhadap pengurangan anak telantar di Provinsi DKI Jakarta?

B: Kalau untuk panti, kita berharap mengurangi. Karena kita memiliki banyak panti dibawah naungan pemerintah, kita juga dibantu masyarakat. Kita tidak bisa menangani masalah ini sendirian, jadi kita sangat perlu bantuan dari masyarakat untuk mengatasi masalah anak telantar.

A: Setelah mereka berusia 18 tahun, apa yang mereka lakukan? Apakah Dinas Sosial melepas anak telantar begitu saja? Atau, mereka sudah dipersiapkan untuk pekerjaan tertentu?

B: Kita persiapkan mereka untuk mandiri, untuk bekerja. Jadi kita sekolahkan mereka sampai SMA / SMK, setelah lulus SMA/SMK itu memang ada beberapa dari mereka yang memiliki kemampuan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, ada sekitar 16 anak. Untuk anak panti yang berstatus mahasiswa ini, mereka juga difasilitasi program dari pemerintah yaitu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul, tetapi untuk mendapat KJMU itu juga mereka harus memilih Universitas yang bekerja sama dengan KJMU.

A: Untuk anak telantar sendiri, identik dengan kemiskinan. Bagaimana dinsos berupaya menanggulangi masalah anak-anak telantar dari keluarga miskin?

B: Kalau dari keluarga miskin, jika dari kondisi rumah tidak memungkinkan, pasti mereka dibawa ke panti. Keluarga kebanyakan menitipkan ke kami, karena pihak

(9)

227

keluarganya bekerja di luar. Daripada tidak ada yang mengurus dan anak sendirian di rumah, maka anak-anak lebih baik di panti.

A: Sikap dari Dinsos sendiri terhadap masalah tersebut seperti apa?

B: Kita ajukan beberapa pertanyaan, kita tidak serta merta menerima anak di rehab di panti, tetapi kita assessment terlebih dahulu. Kemudian kita ada kunjungan rumah, lalu apabila kondisi tidak memungkinkan, baru kita setujui anak itu ditaro di panti.

A: Apakah ada masalah ketidaksetaraan gender di panti? Misalkan yang laki- laki lebih diutamakan untuk bekerja daripada yang perempuan

B: Tidak, kita tidak ada seperti itu. Jadi kalau memang ada permintaan dari dunia kerja, paling kita salurkan mereka ke Alfamart, atau toko cepat saji, yang sudah kerja sama dengan kita. Atau, mereka juga ada yang berusaha cari sendiri. Lalu, untuk anak SMK juga karena mereka di sekolah di bekali magang, mereka kebanyakan langsung ditawarkan kerja. Intinya disini merata, tidak ada ketidakadilan. Laki-laki dan perempuan dinilai sama saja.

A: Apa saja kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi masalah anak telantar?

B: Kalau untuk mengatasi anak telantar, kita ada panti dan keluarga pengganti. Kalau untuk keluarga tidak mampu, kita keluarkan Kartu Anak Jakarta. Fungsinya adalah untuk pemenuhan dasar anak, jadi kita minimalisir anak ke panti dengan memberikan fasilitas KAJ tersebut. Untuk KAJ sendiri pun, ada nominalnya sebulan

(10)

228

kita berikan 300 ribu. Persyaratan KAJ pun, yang terpenting adalah dari keluarga tidak mampu dan sudah terdaftar di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).

A: Bagaimana progress dari kebijakan tersebut dalam mengatasi masalah anak telantar di Provinsi DKI Jakarta?

B: Progressnya sudah bisa dikatakan baik, apalagi dari kebijakan yang kami buat, kami sudah bisa menampung beberapa anak telantar di panti, dan mencarikan anak-anak tersebut orang tua angkat dimana nantinya kita benar-benar memastikan anak tersebut tidak akan ditelantarkan lagi oleh orang tua angkatnya.

A: Dengan adanya kebijakan perlindungan sosial anak-anak telantar, bagaimana sebenarnya pemenuhan hak-hak anak telantar tersebut?

B: Kebutuhan dasar mereka kita penuhi, ya makanan, ya sandang pangan mereka, lalu sekolah, ada bimbingan agama pula, lalu dari segi kesehatan tiap bulan rutin pengecekan oleh psikolog, dan untuk remaja juga biasanya ada kegiatan keterampilan.

A: Untuk alokasi dananya sendiri bagaimana?

B: Itu dari APBD. Itu ada per makanannya, per pakaiannya, pokoknya semua kebutuhan sehari-hari anak. Jadi, mereka diharapkan sata keluar dari panti bisa mandiri.

(11)

229

A: Apakah kebijakan pro poor menjadi pertimbangan DKI Jakarta dalam kebijakan dan implementasi perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Memang itu menjadi pertimbangan. Apalagi untuk keluarga yang miskin, kita tidak selalu memberikan persetujuan anak ditaro di panti, jadi kita perkuat lewat keluarga.

Misalkan, kita adakan program fakir miskin, diberikan wirausaha.

A: Untuk anak-anak yang sudah lulus sekolah, kebanyakan yang bekerja ini laki- laki atau perempuan?

B: Untuk itu, kita tidak ada perbedaan sama sekali. Jika yang perempuan mau bekerja dan tidak mau kuliah, dipersilahkan, begitu juga dengan yang laki-laki.

A: Seperti yang disinggung tadi, bahwasannya panti-panti Dinsos hanya membawahi anak usia 0-18 tahun. Bagaimana nasib anak tersebut setelah 18 tahun? Apakah masih bisa di panti?

B: Kita ada Panti Bina Remaja. Jadi, setelah mereka belum siap bekerja atau kuliah, mereka disalurkan kesana.

A: Untuk pelatihan di PSBR sendiri, ada apa saja?

B: Ada otomotif, ada tata boga, jahit, salon. Kita bekerja sama dengan Disnaker.

Disana, adalah penampungan anak-anak yang belum siap bekerja, atau belum mendapat kuliah. Jadi disediakan pelatihan disana. Dan di PSBR sendiri, sebenarnya khusus untuk anak putus sekolah, dan rentang umurnya hanya sampai 24 tahun.

(12)

230

A: Tapi, apa ada anak telantar yang ditampung hingga umur 24 tahun?

B: Belum ada untuk sejauh ini.

A: Kemudian, untuk pengangkatan anak sendiri, apakah ada kriteria khusus?

Misalkan ada calon orang tua angkat yang ingin request gender?

B: Kalau untuk itu, mereka melihat gendernya apa saja, namun kebanyakan dari mereka mintanya anak yang dibawah 1 tahun kita pun, juga melihat umur orang tuanya.

Kalau sekiranya umur orang tuanya sudah diatas 40-50 tahun, kita sarankan yang diatas 1 tahun, misalkan umur anak SD.

A: Untuk pertanyaan terakhir, apakah Indonesia sudah dikatakan sebagai negara sejahtera?

B: Kalau menurut saya, untuk kesejahteraan anak belum sepenuhnya memadai. Hal ini harus dikuatkan dari pemerintah dan masyarakatnya. Apalagi dari segi anak telantar, kebanyakan menurut saya adalah kesalahan orang tua, dimana mereka seperti melakukan eksploitasi anak. Hal itu yang membuat kita sulit menjangkit anak telantar karena anak-anak ini sendiri masih terikat dengan orang tuanya. Kadang juga, anak telantar yang tesebar di DKI Jakarta sendiri tidak melulu benar-benar dari Jakarta asli, mereka juga banyak yang dari sebaran Bodetabek, bahkan daerah lai.

Jadi, walaupun kita banyak panti, banyak program untuk anak, memang kesejahteraan anak ini belum cukup. Kita pun sudah berupaya untuk

(13)

231

menanggulangi, seperti kita berikan program, kita tampung di panti, kita edukasi, tapi memang karakter dan pola pikir dari masyarakat sendiri yang sulit.

Upaya yang dilakukan pemerintah sebenarnya sudah banyak, tapi mindset miskin orang tua sendiri yang masih belum hilang, padahal kita sudah banyak berikan edukasi kepada mereka, kita berikan pelatihan, kita berikan kegiatan wirausaha.

Hanya saja kebanyakan dari mereka ini tidak mau mendengarkan, jadi tidak heran kalau tingkat kemiskinan di Jakarta masih tinggi.

(14)

232

TRANSKRIP WAWANCARA ARIYONO (STAFF BIDANG KESOS PEMPROV DKI JAKARTA)

A: Bagaimana negara dapat dikatakan sejahtera apabila pada kenyatannya masih banyak terjadi masalah sosial, seperti anak telantar?

B: Prinsip sejahtera itu sebetulnya kan tidak seharusnya ada lagi anak telantar. Artinya, di dalam UU no 23 diamanatkan bahwa anak telantar dijaga oleh Negara selama Negara itu belum memelihara anak telantar, berarti negara tersebut belum sejahtera.

A: Apa urgensi pemerintah dalam membuat kebijakan perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Menurut saya pemerintah harus segera dalam membuat suatu kebijakan. Kebijakan itu harus komprehensif. Sekali pemerintah membuat kebijakan, artinya semua terlampaui.

A: Apakah kesetaraan gender menjadi pertimbangan DKI Jakarta dalam kebijakan dan implementasi perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Semua harus sama. Sepanjang anak itu umurnya cukup untuk bekerja, lakukan saja.

Kita tidak melulu harus laki-laki yang bekerja, itu semua menyeluruh. Kalau melihat gender, semua memiliki hak untuk berkarya.

A: Berarti, kemiskinan dari anak-anak telantar ini juga menjadi pertimbangan ya pak?

B: Justru faktor kemiskinan harus diperbaiki. Kebijakan sudah mumpuni, maka tidak ada lagi anak-anak telantar. Contoh, untuk anak telantar itu kan banyak bantuan- bantuan, jika dananya kuat, pasti cukup dengan dana bantuan, anak-anak tersebut akan terpenuhi kebutuhannya dengan baik, maka tidak aka nada lagi terdengar istilah anak-anak telantar.

(15)

233

A: Menurut Bapak, kebijakan yang dibuat oleh Pemprov sendiri apakah sudah efektif?

B: Kalau menurut saya belum. Memang harus dievaluasi, sebenarnya biro Kesos ini tugasnya menyusun kebijakan, juga memonitoring kebijakan. Jika kebijakan yang dirancang kurang pas, maka biro kesos bertugas untuk memberi rekomendasi agar kebijakan tersebut bisa di revisi, atau di buat baru, sesuai dengan ketentuan dari pusat. Jadi, menurut saya saat itu mungkin bisa efektif, tetapi barangkali sesuai dengan perkembangan zaman, kebijakan itu akan terus berkembang.

A: Bagaimana pemenuhan anak-anak telantar itu sedndiri menurut Bapak?

B: Hak-hak anak telantar untuk DKI sendiri, sudah ada di dalam UU sendiri, dan sebenarnya dengan kebijakan yang telah ada, sudah mumpuni. Artinya, dengan adanya panti-panti yang sudah tertata dengan baik, pegawainya juga alur kerjanya bagus. Mungkin kalau pola anak-anak telantar masih terbelakang, agak sulit karena Jakarta ini adalah kota urban. Terlebih di pandemi covid 19 ini, jumlah anak telantar menjadi meningkat. Banyak yang mengamen di Jalan, banyak yang di eksploitasi juga oleh mafia.

Pemprov sendiri sudah mengoptimalkan yang terbaik sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Kita juga tidak lepas tantangan. Banyak juga pekerja sosial dari Dinas Sosial sendiri yang bertugas untuk itu. Namun memang, faktor anak telantar yang paling banyak ini karena mereka migrasi dari kampungnya, ke Jakarta. Jadi jumlah anak telantar ini sebenarnya bukan hanya jumlah dari anak di Jakarta saja, tapi banyak yang dari luar Jakarta, terpaksa harus ke Jakarta untuk ikut orang tuanya mengadu nasib, tetapi malah berujung ditelantarkan.

A: Tantangannya apa saja pak dalam mengatasi masalah ini?

B: Tantangannya, pasti banyak, apalagi semakin hari semakin bertambah, kemudian ada pengaruh urban juga. Kalau bisa, Dinas-Dinas bahkan Pemprov DKI sendiri, harus punya visi ke depan untuk mengentaskan kemiskinan anak-anak telantar, dan

(16)

234

nantinya dituangkan dalam Rencana Strategis Daerah. Sebenarnya pun memang Renstra ini sudah dilakukan, dan selalu kita evaluasi.

A: Strategi dalam membuat kebijakan sendiri apa saja?

B: Kalau strategi, awal kita melakukan monitoring dulu, kita telaah, lalu kita berikan rekomendasi kepada Dinas Sosial. Dan Dinsos juga memberikan rekomen, lalu kita buat kebijakan. Biro kesos hanya berperan sebagai fasilitasi, Dinas Sosial lah yang menentukan, kemudian diteruskan ke Biro hukum, nanti biro hukum lah yang mendaftarkan ke mendagri, apa saja pergub yang terkait dengan kemiskinan dan anak telantar. Setelah itu baru disusun kebijakan, dan kita turut mengundang SKPD terkait. Intinya biro kesos tidak membuat kebijakan, tetapi mefasilitasi kebijakan

(17)

235

TRANSKRIP WAWANCARA QUARTIANA GRANITA (KASUBAG PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL PEMERINTAH PROVINSI

DKI JAKARTA)

A: Apa saja program-program yang telah diemban oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi anak-anak telantar?

B: Untuk anak, kita sudah adakan program KAJ (Kartu Anak Jakarta). Awalnya kita fokus kepada anak-anak yang telantar. Ke depan, kita akan tambahkan lagi dan kita akan lebih fokus dan utamakan anak yang kurang gizi. Jadi, walaupun mereka ada orang tuanya namun terlihat gizinya kurang, dia tetap terdata dan diusulkan oleh Dinkes untuk ditindaklanjuti. Kemudian, anak yang belum jelas asal-usulnya. Untuk KAJ sendiri, diberikan kepada anak umur 0-5 tahun. Lalu, untuk anak umur 6-17 tahun, itu masuk ke dunia pendidikan. Pembiayaannya mereka bisa mendapat KJP, selain itu mereka juga dapat pangan murah. Dari pendidikan juga, untuk anak umur 18-kuliah itu diberikan KJMU dengan syarat kampus swasta atau negeri dengan akreditasi A.

Sebenarnya kita sudah banyak kebijakan untuk anak. Seperti, belum lama ini Bapak Anies Baswedan mencangkan kebijakan baru dimana banyak orangtua yang meninggal saat pandemi covid 19, jadi terdapat data sekitar 4000 an anak yang orangtuanya meninggal karena covid. Nah itu, kita berikan KAJ anaknya.

Perencanaan berikutnya, kita usulkan agar bisa mendapat KJP dan KJMU. Kita akan pastikan ia sejahtera sampai umur dewasa.

Kemudian, untuk menghindari kemiskinan sendiri, kami dan Dinas Sosial bersama- sama mencanangkan program adopsi anak dengan upaya anak bisa sejahtera dan tercukupi kebutuhannya.

(18)

236

Untuk kegiatan DPPAPP, itu ada kegiatan perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan. Ada anak yang dizhalimi orang tuanya, ada anak yang dijual orang tuanya, itu dilindungi oleh DPPAPP.

Intinya begini, untuk anak kita sudah ada beberapa kebijakan:

5. KAJ (anak umur 0-5 tahun) 6. Bansos YAPI (Yatim Piatu) 7. Disdik (6-22 tahun)

8. KJP Plus dan KJMU DPPAPP :

3. Pemberdayaan dan advokasi hukum (untuk anak yang bermasalah dengan hukum dikarenakan tindakan kekerasan dan trafficking)

4. Dibangunnya RPTRA (Dibentuk sebagai wujud dari Kota Layak Anak) Kesehatan :

2. Pembayaran iuran (biaya iuran) BPJS

Kemudian, ada transjakarta gratis dan bis sekolah untuk anak-anak. Lalu, ada pangan murah.

A: Dengan banyaknya kebijakan untuk anak, menurut Ibu apakah DKI Jakarta sudah bisa dikatakan negara sejahtera?

B: Yang pasti kita sudah bekerja semaksimal mungkin, kita berusaha membuat warga Jakarta betah. Hanya saja, kita ada keterbatasan, yaitu keterbatasan dana. Apalagi, anggaran Jakarta tidak hanya untuk Jakarta. Tapi, kita wajib juga memberikan ke misalnya Depok atau Bogor. Jadi, wajar kalau kita banyak kekurangan, terlebih

(19)

237

pembangunan di Jakarta bergulir terus menerus. Maka dari itu, kita maksimalkan anggaran yang ada.

Untuk saat ini, KAJ kita pengennya lebih besar dari 300.000 per anak per bulan, tapi memang kita hanya mampu segitu. Misalkan ada satu keluarga yang isinya 3 orang anak berumur 0-5 tahun, itu semua boleh mendapat KAJ, tetapi nanti ketika ada salah satu anak yang dapat KJP, tidak boleh mendapat KAJ. Jadi tidak boleh double.

Tujuan pembangunan kita memang tertuju pada anak, apalagi kita tahu bahwa anak adalah investasi masa depan. Sampai mereka lulus, mereka jadi orang, kita akan berusaha penuhi kebutuhan dasar mereka.

Saya rasa Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki program yang bagus, tinggal bagaimana diimplementasikannya oleh Pemerintah. Namun, terkadang suka ada kendala dari masyarakat. Banyak masyarakat yang bersurat ke kami, agar bisa mendapatkan hak anak supaya bisa disalahgunakan. Jadi, banyak yang menggunakan kepentingan anak untuk kepentingan pribadi.

KAJ ini sangat dibutuhkan untuk anak-anak kurang mampu dimana mereka dengan mendapat 300.000 itu bisa mendapat makan yang layak, juga kesehatan yang layak.

Namun, kadang suka ada yang disalahgunakan oleh orangtuanya. Kami jujur agak susah memonevnya, karena tidak mungkin kita pantau satu-satu anak yang dapat KAJ.

A: Apakah ada tantangan lain dalam meramu regulasi perlindungan anak?

B: Tantangannya adalah satu, orang tua atau keluarganya. Keluarga banyak yang memanfaatkan hak anak. Kedua, masyarakat kurang menyadari dan memahami pentingnya program yang dirancang pemerintah. Sebenarnya untuk anaknya sendiri tidak masalah, asal orang tuanya jujur. Ketiga, pendataan belum valid. Banyak data

(20)

238

yang tidak terjangkit oleh kami, meski ada data dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Apalagi, saat tahun 2014 itu data anak-anak yang mendapat KJP hanya didapat dari BPS, padahal BPS/BDT sendiri merupakan data sampel.

Jadi, sekian puluh ribu anak yang mendapat KJP bukan anak dari DKI Jakarta.

Namun, di tahun berikutnya dipilih dari sekolah. Akan tetapi, tetap juga ada masalah, seperti anak yang seharusnya dapat KJP menjadi tidak dapat, dan anak yang tidak seharusnya dapat KJP malah dapat. Akhirnya, sekarang kita pakai data DTKS dengan syarat dimutakhirkan datanya oleh Pemprov itu sendiri.

(21)

239

TRANSKRIP WAWANCARA DESIE CHRISTYANA SARI, SE, M.IKOM (ANGGOTA KOMISI E DPRD DKI JAKARTA)

A: Bagaimana negara dapat dikatakan sejahtera apabila pada kenyatannya masih banyak terjadi masalah sosial, seperti anak telantar?

B: Sejahtera itu sedniri adalah menuju ke keadaan yang lebih baik, kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehar dan damai. Dan, kesejahteraan sosial dapat terwujud bila jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Dalam hal ini, pemprov DKI Jkarta sedang menuju kea rah sana, yang berkaitan dengan anak telantar, pemprov DKI Jakarta berupaya menjangkau dengan menyediakan fasilitas, baik itu panti asuhan yang menjadi binaan di samping pati yang di kelola langsung oleh pemerintah, yang artinya keseahteraan dapat terwujud karena pemerintah hadir menjangkau masyarakat, tentunya hal ini dapat segera teratasi bila masyarakat itu sediri saling bergotong royong.

A: Apa urgensi pemerintah dalam membuat kebijakan perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Perlindungan sosial dalam hal ini bukan sekedar tindakan kemanusiaan, namun lebih ditujukan pada upaya penyelamatan masa depan generasi penerus yang diharapkan kelak menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara. Dan, anak telantar tersebut merupakan isu besar yang harus diatasi.

A: Apa strategi dalam pembuatan kebijakan perlindungan sosial?

B: Pertama, transformasi data menuju registrasi sosial melalui disiplin perbaikan data dan pengembangan sistem pendataan, terintegrasi yang dapat mencakup 100%

penduduk melalui single database yang mutakhir, serta pembaharuan/update data secara menyeluruh dan terus menerus melalui sinergitas pihak terkait. Kedua, perlu digitalisasi data yang terintegrasi. Ketiga, diperlukan peningkatan sinergi,

(22)

240

koordinasi dan diskusi berkala dengan pihak-pihak terkait, dalam menganalisis tingkat efektivitas program perlindungan sosial. Keempat, dalam penganggaran perbaikan data, sesuai dengan prinsip penganggaran (perlunya menganut prinsip money follow program), sehingga harus jelas dulu program yang ingin dilakukan.

Kelima, perlu dikembangkan skema perlindungan sosial yang lebih adaptif dengan berbagai macam skema sosial.

A: Apakah kesetaraan gender menjadi pertimbangan DKI Jakarta dalam kebijakan dan implementasi perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Konsep perlindungan sosial di Indonesia terdapat dalam tiga UU yaitu UU kesejahteraan Sosial (No 11 Tahun 2009), UU Penanganan Fakir Miskin (No 13 Tahun 2011), dan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional/SJSN (No 40/2004).

Perlindungan sosial mencakup berbagai instrumen yang dikendalikan oleh pemerintah untuk mengamankan rumah tangga, menekan kerentanan dan mendukung kelompok atau individu yang layak bantuan. Bukan hanya dan bukan selalu warga miskin, tetapi utamanya perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas, yang dalam atau sedang mengalami kondisi kerentanan.

A: Apakah kesetaraan gender mempengaruhi DKI Jakarta dalam membuat kebijakan perlindungan sosial?

B: Tentu saja. Karena pandangan bahwa semua orang/semua manusia harus menerima perlakuan yang setara dan tidak diskriminasi berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat kodrati.

A: Apakah kebijakan pro poor menjadi pertimbangan DKI Jakarta dalam kebijakan dan implementasi perlindungan sosial untuk anak telantar?

B: Kebijakan pro poor dengan sederhana dapat dilihat sebagai proses yang melibatkan kelompok miskin, maupun kebijakan yang tidak melibatkan kelompok miskin

(23)

241

secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka, dan tentunya DKI Jakarta mempertimbangkan hal tersebut.

A: Bagaimana analisis cross cutting kesetaraan gender dan kebijakan pro poor dalam kebijakan sosial anak telantar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta?

B: Perbedaan karakteristik kemiskinan antara perempuan dan laki-laki, membutuhkan adanya pemahaman menyeluruh mengenai kondisi perempuan miskin, khususnya dalam penghidupan dan akses mereka terhadap pelayanan umum. Upaya perbaikan, penghidupan kelompok perempuan miskin, akan berdampak lintas generasi sehingga akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan anak-anak yang merupakan generasi selanjutnya.

(24)

242

TRANSKRIP WAWANCARA VIVI KJ (KEPALA PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK PUTRA UTAMA 3)

A: Dimana persebaran anak telantar yang teridentifikasi lembaga saudara di Provinsi DKI Jakarta?

B: Jadi, kita menyampaikan informasi melalui media sosial. Kita punya IG, kita punya Facebook, kita menyampaikan info mengenai kegiatan-kegiatan kita. Dan juga, dari teman-teman yang ada di panti yang bekerja untuk turun ke lapangan melihat kondisi sekitaran Jakarta. Kita ini sistemnya bukan mengambil dari jalanan ya, tetapi kita benar-benar mengasuh anak yang memang mereka tidak punya keluarga sejak lahir, atau mereka mempunyai keluarga, namun dengan kondisi yang memprihatinkan atau dengan kata lain miskin.

A: Bagaimana keseragaman umur anak telantar di panti sosial ini?

B: Kita tidak mematok dalam usia. Jadi, anak-anak ini memang tidak hanya kita asuh saat dari usia dini saja, tetapi ada juga bahkan rata-rata anak SMP yang mau ke SMA. Disini, banyak anak yang tidak sesuai umurnya belum bisa sekolah. Misal, ada anak umur 21 tahun tapi belum masuk SMP. Nah ini, kita usahakan sekolahkan dia sampai minimal SMA. Jadi, kami tidak mau melihat anak-anak telantar di DKI Jakarta ini tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Intinya, kita tidak ada patokan umur, walaupun dari Pemerintah ada patokan dari umur SD-SMA saja.

Pemerintah kita sendiri pun, memiliki afirmasi dimana bagi anak-anak panti untuk ber sekolah di negeri dengan syarat anak tersebut tidak telat umur bersekolahnya.

Namun, jika telat, pemerintah menyiapkan sekolah swasta yang hampir mirip homeschooling, dimana sekolah tersebut khusus untuk anak-anak yang umurnya telat ber sekolah, namanya PKBN.

(25)

243

Untuk PSAA 3 sendiri, kita memiliki 2 gedung. Untuk laki-laki dan perempuan terpisah. Namun, pengawasannya tetap sama. Tidak ada diskriminasi disini. Kita semua sama-sama adil memperlakukan anak-anak laki-laki dan perempuan.

A: Bagaimana strategi PSAA 3 sendiri dalam mengatasi masalah anak-anak telantar?

B: Untuk anak-anak kita di panti ini, selain sekolah, kita lakukan pembinaan. Seperti, kegiatan mengaji, memasak, menjahit, Bahasa Inggris, juga komputer. Hal ini dimaksudkan, agar anak-anak bisa memiliki keterampilan selain ber sekolah.

Kemudian, dengan adanya keterampilan ini juga, nantinya saat mereka sudah keluar dari panti, mereka bisa kerja sesuai dengan skill yang mereka miliki.

A: Kapan lembaga saudara bertindak dalam mengatasi anak telantar di Provinsi DKI Jakarta?

B: Kita punya pekerja sosial. Peksos ini, tugasnya untuk mengidentifikasi anak-anak telantar yang ada di sekitaran Jakarta. Ketika ditemukan, nanti peksos ini akan melakukan assessment. Melihat bagaimana kondisi keluarganya, kenapa tidak mampu dll. Setelah melakukan assessment, baru dibawa ke Dinas Sosial, lalu dibawa dan diasuh ke PSAA.

A: Berarti, dengan adanya panti-panti sosial, masalah anak telantar ini dapat cepat tertangani?

B: Peran panti sangat penting ya apalagi di Jakarta, apalagi banyak orang yang tidak mampu, datang ke panti untuk menyerahkan anaknya agar bisa disekolahkan.

Karena begini, ketelantaran itu bukan karena ekonomi saja, tetapi juga faktor kasih sayang yang tidak bisa mereka dapatkan di keluarga mereka. Di panti juga orang tua tidak perlu khawatir. Panti-panti milik pemerintah sudah terjamin, anak makan dengan enak, tidur dengan nyaman, kesehatan ada fasilitasnya, ada psikolognys, juga ada sekolah yang bisa membekali ilmu mereka.

(26)

244

A: Untuk anak-anak panti, kebanyakan lulus SMA kuliah atau bahkan mereka langsung kerja?

B: Kita pasti arahkan untuk berkuliah ya, namun memang harus negeri. Karena dengan sekolah di negeri, mereka nanti bisa dapat fasilitas KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul). Kalau untuk swasta, kita tidak bisa. Nah, jika anak-anak memang ingin langsung bekerja karena misal tidak dapat di Universitas Negeri, kita salurkan ke beberapa perusahaan. Contohnya, kita bekerja sama dengan restoran Hanamasa. Alhamdulillah, anak-anak panti banyak yang keterima kerja di sana, Setidaknya, dengan bekerja di tempat yang kita salurkan, mereka bisa mendapat pengalaman sebelum memang nanti mereka menemukan pekerjaan lain.

Untuk kualifikasi pekerjaannya pun, Alhamdulillah dari pihak perusahaan tidak ada meminta ingin laki-laki, atau ingin perempuan. Jadi, sama saja keduanya, asal mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh. Gender menurut mereka tidak penting. Yang penting, anak tersebut mampu mengerjakan apa yang sudah menjadi job desc mereka.

A: Bagaimana progress kebijakan perlindungan sosial untuk anak-anak telantar sendiri menurut Ibu?

B: Menurut kami ya walaupun anak-anak telantar masih banyak di DKI Jakarta, namun dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah, sudah lumayan cukup bisa menangani masalah ini ya. Dari anak-anak telantar yang sebelum datang ke panti kurus sekali, lalu mereka tidak sekolah, sekarang Alhamdulillah mereka menjadi gemuk dan sehat, juga pendidikan terpenuhi,

Untuk masalah masih belum tepat sasaran memang benar. Karena persebaran anak- anak telantar ini sangat banyak, dan jujur sangat sulit untuk mengidentifikasi satu per satu karena kita harus benar-benar menelusur lebih dalam.

(27)

245

A: Apa tantangan dari mengatasi masalah anak-anak telantar?

B: Tantangannya seperti kita main roller coaster. Misalnya untuk anak-anak laki maupun perempuan yang pubertas, itu moodnya susah sekali ditebak. Jadi, tiap anak itu ada pengasuh yang mengawasi mereka. Peran kita ini kan membina mereka, mengasuh mereka, dan menjadi orang tua mereka. Jadi, jangan sampai mereka trauma atau menjadi anak yang tidak tau aturan. Maka, tantangan terberatnya memang kita semua harus betul-betul menjadi orang tua yang bisa mengayomi dan mengerti mereka.

Tantangan selanjutnya adalah mengajarkan sopan santun kepada mereka. Kita harus sabar-sabar dan mengatur emosi jika sudah berhadapan langsung dengan anak-anak.

Apalagi, banyak dari mereka yang aslinya bukan dari Jakarta, mereka dari daerah.

Jadi, sangat kental sekali culture di daerahnya.

(28)

246

TRANSKRIP WAWANCARA SUWARNO (KETUA PENGURUS HARIAN FORUM KERJASAMA DAERAH MITRA PRAJA UTAMA-PENGAMAT

MASALAH SOSIAL POLITIK)

A: Selamat sore Bapak Warno, saya Saskia dari Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Magister Ilmu Politik. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Sebelumnya, terima kasih ya Pak bersedia untuk diwawancara via telepon, dikarenakan saya sekarang belum bisa izin dari kantor karena banyak deadline yang harus diselesaikan. Disini, saya ingin mewawancarai Bapak mengenai tesis saya yang berjudul Kesetaraan Gender dan Kebijakan Pro Poor dalam Kebijakan Perlindungan Sosial Anak Telantar di Provinsi DKI Jakarta.

B: Selamat sore Saskia, sebelumnya saya informasikan disini ya saya bukan ahli tetapi saya yang biasa mengamati dan melihat kejadian fenomena sosial maupun politik.

Silahkan dimulai wawancaranya…

A: Pertanyaan pertama, apa yang Bapak ketahui tentang anak telantar?

B: Sebagai pengamat, kita sebenarnya harus memahami dan menyamakan dulu apa perspektif dari anak terlantar tersebut. Selama ini, yang diketahui anak terlantar itu kan anak yang ada di jalanan atau anak yang dibuang ke jalanan saja. Padahal, anak terlantar itu tidak hanya anak yang dibuang atau berada di jalanan saja, dirumah pun anak bisa disebut anak telantar. Disini, memang perlu kajian lebih dalam lagi mengenai definisi anak terlantar. Dan juga harus dilihat juga dari ruang lingkupnya. Di UUD sebenarnya sudah jelas ya bahwa fakir miskin dan anak telantar adalah orang-orang yang harus dipelihara Negara. Negaranya disini kan pasti pemerintah. Hanya saja, di Indonesia ini Negara atau Pemerintah juga punya keterbatasan, seperti misalnya keterbatasan anggaran. Maka dari itu, ada campur tangan masyarakat, misalnya LSM juga panti sosial. Tetapi, LSM ini kan kebanyakan tidak berada di bawah Pemerintah, jadi mereka kebanyakan bergantung pada donasi masyarakat lain. Kalau donasinya niatannya bagus ya pasti sudah pasti terpercaya, tetapi kalau ada muatan politis seperti donasi Internasional ya pasti ada terkadang ada tuntutan. Jadi isu-isu Internasional ini menjadi masalah untuk kita juga, misalnya tidak bisa menyamakan Indonesia dengan Singapura, Indonesia dengan Thailand, dan itu tidak bisa karena ranahnya saja sudah berbeda. Maka dari itu, definisi anak terlantar harus dirembuk ulang menurut saya. UU tentang PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) kan banyak, ada 26 PMKS, termasuk salah satunya adalah anak telantar. Nah itu semua menurut saya terlalu luas ruang lingkupnya, tidak mungkin semua diurus

(29)

247

oleh Negara. Yang selalu menjadi fenomena di Jakarta ini ya misalnya saja gepeng. Gepeng ini termasuk dalam ranah apa, dan ini jadi masalah untuk kita.

Namun, masyarakat kebanyakan hanya adu argument saja, tidak mencarikan solusi. Kalau saya, lebih suka melihat langsung fenomenanya apa, dan yang diperlukan apa saja. Untuk masalah anak-anak telantar ini pasti ada hulunya, pasti ada penyebabnya. Pembahasan anak telantar ini tidak bisa dilihat dari satu aspek saja, tetapi harus dari banyak aspek. Kebetulan, saya juga membantu Mabespolri dalam mengatasi masalah ini. Saya melihat ini merupakan isu yang ditunggangi oleh kepentingan, tetapi bukan berarti semuanya karena ulah isu ya, hanya saja ada kepentingan yang sudutnya banyak. Jadi, kalau saya melihat dari sudut pandang sosial, anak telantar itu merupakan anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya, dan tidak dipedulikan karena mereka merasa tidak mampu untuk merawat anak-anak ini sehingga anak ini bisa saja dibuang di jalan atau langsung diberikan kepada masyarakat atau panti-panti anak.

A: Berarti menurut Bapak, masyarakat yang dalam hal ini pekerja di panti social memiliki peran yang signifikan terhadap pengurangan anak telantar di DKI Jakarta?

B: Ya, kalau menurut UU, menurut teori kan sudah jelas anak telantar menjadi tanggung jawab Negara, tetapi kan Negara memiliki keterbatasan jadi timbulah disitu suatu keterlibatan masyarakat. Hanya saja masyarakat ini kan banyak tipe dan motifnya. Ada yang membantu dengan murni, ada yang setengah murni, dan ada yang tidak murni. Seperti yang diketahui juga ya di UU Nomor 34 itu ada 26 PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), dan itu semua tidak mungkin dapat diatasi sendirian oleh Pemerintah. Kemudian, aspek masalah sosial ini sebenarnya penting bagi Negara untuk segera diantisipasi oleh Pemerintah karena merupakan salah satu urusan wajib. Tetapi, dukungan pusat terhadap sektor sosial adalah kurang, seperti kurang dukungan dananya. Dengan begitu dalam masalah ini yang saya lihat Negara kurang bermain dalam rulenya.

A: Menurut Bapak, peran Pemerintah selama ini dalam mengatasi masalah anak- anak telantar di DKI Jakarta bagaimana?

B: Pemerintah sudah melaksanakan ya menurut saya, hanya saja masalah efektif atau tidaknya kan masyarakat yang merasakan. Seperti begini ya apa kita di DKI Jakarta memiliki data anak-anak telantar? Pasti tidak ada, berbeda dengan yang di luar Negeri, ya karena mereka menurut saya belum terlalu peka dalam masalah ini. Anak terlantar ini kan sifatnya klinis dan harus diatasi segera masalahnya. Jadi, yang efektif digunakan sebetulnya penyelesaian berbasis masyarakat, tetapi ya sulit juga kalau tidak diberikan anggaran.

(30)

248

A: Menurut Bapak, pola kerja sama stakeholder dalam pemberantasan anak telantar yang ideal itu seperti apa?

B: Menurut saya, pola kerjasama itu ada yang ideal ada yang tidak, jadi dilihatnya memang tergantung dari kasus yang didapat. Untuk masalah anak telantar ini, menurut saya harus dibatasi ruang lingkupnya, jangan semua dilimpahkan kepada Panti Sosial atau LSM seperti masalah pendidikan, kebutuhan anak, karena mereka ada itu juga harus membantu tugas Pemerintah dalam pengumpulan data. Hanya saja, pola kerja sama yang ideal ini harus berbasis atas dasar rasa sama-sama ingin, jangan salah satu pihak saja. Dan kerja sama yang baik itu harus berbasis jangka panjang, seperti misalnya masalah anak-anak terlantar ini, apalagi ada LSM yang dengan sukarela ingin membantu, jadi hal tersebut harus membuat Pemerintah peka.

A: Menurut Bapak sendiri, bagaimana progress dari kebijakan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan anak telantar di DKI Jakarta?

B: Ya, menurut saya sudah lumayan. Hanya saja definisi anak terlantar ini harus didefinisikan ulang. Jadi, di pemerintahan ini mereka sudah berusaha sebaik mungkin, kalau memang hasilnya dirasa kurang memuaskan ya tolong dimaklumi saja, dikarenakan pemerintah ini kan tidak hanya mengurus masalah anak-anak terlantar, banyak sekali yang menjadi urusan Negara yang juga harus segera diselesaikan. Begini, jadi gambaran besarnya kita memang memiliki masalah di hulu, dan masalah ini diakibatkan belum adanya rasa konsisten terhadap tujuan Negara dan penerjemahannya belum pas. Kalau pun memang mau konsisten ya dari Negara ini juga harus ada rasa peduli terhadap masyarakat sehingga masyarakat pun merasa diberdayakan oleh Negara. Memang penting sekali menjalin kerja sama dengan pihak lain karena Negara pada dasarnya memiliki keterbatasan.

A: Ya Pak, saya juga melihatnya seperti itu. Tetapi yang ditekankan disini adalah bahwa menurut saya masalah anak-anak itu seharusnya bisa dikondisikan apalagi anak terlantar. Anak-anak ini merupakan generasi penerus bangsa.

B: Ya memang, apalagi di DKI Jakarta sendiri, untuk masalah anggaran seharusnya tidak ada masalah. Hanya saja, APBD yang ada itu tidak bisa dikeluarkan sembarangan, karena ada rambu-rambunya. Menurut saya memang masalah ini juga harus diatasi dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat. Tetapi pada dasarnya, urusan ini merupakan urusan Negara yang harus mereka langsung yang turun tangan. Kalau memang pihak Pemerintah memerlukan bantuan masyarakat, setidaknya mereka diberikan dana untuk bisa membantu menjalankan visi misi dari pemerintah.

(31)

249

A: Baik Pak, kalau begitu semuanya sudah jelas. Sejauh ini baru itu yang ingin saya tanyakan kepada Bapak. Terimakasih banyak ya Bapak atas waktunya, maaf menganggu. Assalamualaikum..

B: Oh, tidak apa-apa Saskia, kalau ada yang kurang hubungi saya lagi saja ya..

Waalaikumsalam.

(32)

250

LAMPIRAN FOTO

Foto setelah wawancara dengan Ibu Yenti Kemala, AKS selaku Kepala Rehabilitasi Sosial

Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

Wawancara dengan Ibu Quartiana Granita, selaku Kasubag Perlindungan dan Rehabilitasi

Sosial Pemprov DKI Jakarta

Foto dengan Bapak Ariyono, selaku Staff Bidang Kesejahteraan Sosial Pemprov DKI

Jakarta

Foto dengan Ibu Rika Susilowati, selaku Sub Koordinator Perlindungan dan Rehabilitasi

Sosial Pemprov DKI Jakarta

(33)

251 Foto dengan Ibu Vivi KJ, selaku Kepala Panti

Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Foto Bangunan PSAA 3 Tebet

Foto Bangunan PSAA 3 Tebet Foto Bangunan PSAA 3 Tebet

(34)

252

Foto Kegiatan Panti di PSAA 3 Tebet Banner di PSAA 3 Tebet

(35)

253 Dokumen Pergub No. 96 Tahun 2019 Tentang Pemberian Bantuan Sosial untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak

Dokumen Pergub No. 107 Tahun 2021 Tentang Bantuan Sosial Bagi Anak dan Remaja yang Orang

Tua atau Wali Meninggal Dunia karena Terkonfirmasi Covid 19

(36)

254

LAMPIRAN SURAT IZIN PENELITIAN

(37)

255

(38)

256

(39)

257

Gambar

Foto setelah wawancara dengan Ibu Yenti  Kemala, AKS selaku Kepala Rehabilitasi Sosial
Foto Bangunan PSAA 3 Tebet     Foto Bangunan PSAA 3 Tebet
Foto Kegiatan Panti di PSAA 3 Tebet     Banner di PSAA 3 Tebet

Referensi

Dokumen terkait

Setiap anak yang ditinggalkan oleh ayahnya tentu merasa kehilangan karena ayah lah yang menjadi pelindung keluarga meskipun ayah tidak secara langsung merawat