REVISI DAKWAH KE THAIF DAN PERISTIWA ISRA MI'RAJ Disusun Untuk Syarat Memenuhi Tugas UTS Pada Mata KuliahSirah
Nabawiyah
DISUSUN OLEH:
ABD RAHMAN NST 2120100065
PAHRUL REZI PULUNGAN 2220100025
DOSEN PENGAMPU:
BADAI HUSEIN HASIBUAN, M. H. I.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY PADANGSIDIMPUAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Serta shalawat dan salam kita hadiahkan kepada Nabi Allah yaitu Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan hingga ke alam yang terang benderang seperti saat ini. Adapun makalah kami yang berjudul “Dakwah Ke Thaif Dan Peristiwa Isra Mi'raj" ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah ini dan ilmu pengetahuan pada mata kuliah ini agar berkembang dan lebih maju kedepannya.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Badai Husein Hasibuan, M.H.I. selaku dosen pengampu pada mata kuliah ini yang telah membantu serta membimbing kami sehingga selesainya makalah kami ini dan teman-teman yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.Dan kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam penulisan, kami berharap Bapak dan teman-teman memberikan saran dan ktirik yang membangun demi keberhasilan makalah ini.
Padangsidimpuan, 12 Desember 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan Masalah...2
BAB II PEMBAHASAN...3
A. Dakwah ke Thaif...3
B. Peristiwa Isra Mi'raj...8
BAB III PENUTUP... 15
A. Kesimpulan...15
B. Saran... 16
DAFTAR PUSTAKA... 17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW penuh dengan pelajaran berharga yang menjadi teladan bagi umat manusia. Dalam menyampaikan risalah Islam, beliau menghadapi berbagai tantangan, termasuk penolakan, penghinaan, dan ancaman. Salah satu peristiwa yang paling menggambarkan keteguhan hati beliau adalah perjalanan dakwah ke Thaif.
Perjalanan ini dilakukan dalam situasi yang sangat sulit, setelah wafatnya Khadijah RA, istri tercinta, dan Abu Thalib, paman sekaligus pelindung beliau. Dengan semangat dakwah, Nabi Muhammad SAW berusaha mengajak penduduk Thaif untuk menerima Islam. Namun, yang beliau terima justru penolakan keras dan perlakuan yang menyakitkan.
Di sisi lain, peristiwa Isra Mi'raj menjadi mukjizat besar yang menunjukkan kedekatan Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT.
Peristiwa ini terjadi pada tahun yang sama, setelah Nabi mengalami kesedihan mendalam. Dalam perjalanan ini, beliau dibawa oleh Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra), lalu naik ke langit hingga Sidratul Muntaha (Mi'raj). Di sana, Nabi menerima perintah salat lima waktu sebagai kewajiban utama bagi umat Islam. Peristiwa ini mengajarkan umat manusia tentang pentingnya ibadah dan ketergantungan total kepada Allah SWT.
Dakwah ke Thaif dan Isra Mi'raj adalah dua peristiwa yang berbeda dalam bentuk, tetapi memiliki pesan yang sama, yaitu kekuatan iman dan kesabaran dalam menghadapi ujian. Dalam dakwah ke Thaif, Nabi menunjukkan akhlak mulia dengan memaafkan mereka yang menyakitinya, meskipun beliau memiliki alasan untuk membalas.
Sedangkan dalam Isra Mi'raj, Nabi mendapatkan penghiburan dan keutamaan spiritual, yang menjadi sumber kekuatan baru bagi dakwahnya.
Melalui makalah ini, kita akan menggali nilai-nilai mendalam dari kedua peristiwa tersebut. Dakwah ke Thaif mengajarkan kita tentang keteguhan dalam menghadapi cobaan dunia, sementara Isra Mi'raj mengajarkan pentingnya hubungan spiritual yang kuat dengan Allah SWT.
Keduanya relevan dalam kehidupan modern sebagai pengingat untuk tetap teguh dalam iman, sabar dalam ujian, dan bersyukur atas setiap karunia yang diberikan Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dakwah ke Thaif?
2. Bagaimana Peristiwa Isra Mi'raj?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Dakwah ke Thaif.
2. Untuk Mengetahui Peristiwa Isra Mi'raj.
BAB II PEMBAHASAN A. Dakwah ke Thaif
1. Latar Belakang Perjalanan ke Thaif
Perjalanan Nabi Muhammad SAW ke Thaif terjadi dalam masa yang dikenal sebagai Tahun Kesedihan (‘Amul Huzn), yakni tahun ke- 10 kenabian. Pada tahun tersebut, Nabi mengalami ujian berat dengan wafatnya dua orang terdekat yang menjadi pendukung utama dakwahnya. Pertama, Khadijah RA, istri tercinta yang selalu menjadi penghibur, pendukung, dan penguat Nabi dalam setiap tantangan dakwah. Kedua, Abu Thalib, paman beliau yang sekaligus menjadi pelindung utama dari ancaman fisik dan tekanan kaum Quraisy.
Kehilangan kedua sosok ini membuat posisi Nabi semakin sulit di Makkah, karena beliau tidak lagi memiliki perlindungan sosial maupun emosional.1
Dalam situasi yang penuh tekanan ini, Nabi Muhammad SAW melihat Thaif sebagai tempat potensial untuk melanjutkan dakwah.
Thaif, yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Makkah, adalah kota penting dengan penduduk yang cukup berpengaruh di wilayah Hijaz.
Nabi berharap, dengan menyampaikan risalah Islam kepada para pemimpin dan masyarakat Thaif, beliau dapat mendapatkan dukungan baru yang akan memperkuat misi dakwahnya. Selain itu, dukungan dari Thaif juga diharapkan dapat mengurangi tekanan dari kaum Quraisy di Makkah.
Namun, latar belakang perjalanan ini tidak hanya didasarkan pada strategi dakwah, tetapi juga pada rasa kasih sayang Nabi terhadap umat manusia. Beliau memiliki misi mulia untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengajak mereka menuju tauhid kepada
1 Ahmad Choirul Rofiq, Historiografi Sirah Nabawiyyah di Indonesia, (Yogyakarta: CV.
Bintang Semesta Media, 2022), hlm. 199.
Allah SWT. Dengan niat yang tulus, Nabi berangkat ke Thaif, ditemani oleh Zaid bin Haritsah, salah satu sahabat yang setia, untuk menyeru penduduk Thaif kepada Islam. Perjalanan ini menjadi bukti nyata akan keteguhan hati dan komitmen Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan Islam meskipun risiko besar sudah di depan mata.2 Selain sebagai upaya strategis dalam memperluas wilayah dakwah, perjalanan ke Thaif juga menunjukkan sifat mulia Nabi Muhammad SAW yang senantiasa mencari solusi damai untuk menyebarkan ajaran Islam. Nabi tidak pernah menggunakan kekerasan atau paksaan dalam dakwahnya, meskipun beliau menghadapi perlakuan yang sangat keras dari kaum Quraisy di Makkah. Thaif menjadi pilihan karena kota ini memiliki kedudukan penting dalam jalur perdagangan dan budaya di Hijaz, yang berarti keberhasilan dakwah di sana dapat memberikan dampak luas bagi penyebaran Islam.
Keputusan Nabi untuk berdakwah ke Thaif juga mencerminkan keteguhan beliau dalam menghadapi tantangan besar. Pada masa itu, tekanan dari kaum Quraisy telah mencapai puncaknya, dengan berbagai upaya mereka untuk menghentikan dakwah Islam. Nabi tidak menyerah meskipun kehilangan dua pendukung utama. Sebaliknya, beliau menunjukkan tekad yang luar biasa untuk tetap melanjutkan misi dakwah, meskipun harus menempuh perjalanan yang berat ke Thaif dengan harapan membawa kebaikan bagi masyarakat di sana.
Namun, perjalanan ini tidak semata-mata didasarkan pada strategi atau keadaan darurat. Ia juga mencerminkan keinginan tulus Nabi untuk menyelamatkan umat manusia dari kesesatan. Nabi Muhammad SAW tidak memandang perlawanan terhadapnya sebagai alasan untuk membenci atau memusuhi masyarakat. Sebaliknya, beliau melihat setiap individu sebagai sosok yang memiliki potensi untuk
2 Imam Subchi, Pendidikan Agama Islam : Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah Kelas X, (Semarang: Toha Putra, 2014), hlm. 22.
menerima hidayah. Dengan penuh kesabaran dan doa, Nabi menempuh jalan yang sulit ke Thaif, membawa pesan tauhid, kasih sayang, dan pembebasan dari penyembahan berhala.
Perjalanan ini menunjukkan sisi kemanusiaan dan spiritualitas Nabi Muhammad SAW yang mendalam, dimana beliau memprioritaskan misi dakwah meskipun menghadapi risiko besar bagi dirinya sendiri. Thaif menjadi simbol dari perjuangan tanpa pamrih yang dilakukan Nabi untuk membawa perubahan positif kepada umat manusia.3
2. Reaksi Penduduk Thaif terhadap Dakwah Nabi Muhammad SAW Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Thaif bersama Zaid bin Haritsah, beliau langsung memulai dakwahnya dengan menemui para pemimpin kota tersebut. Nabi berharap dapat mengajak mereka kepada Islam, mengingat pengaruh besar yang dimiliki para pemimpin Thaif terhadap masyarakatnya. Namun, reaksi mereka sangat mengecewakan. Para pemimpin Thaif tidak hanya menolak dakwah Nabi, tetapi juga merendahkan, mengejek, dan mengolok-olok ajaran yang beliau bawa. Mereka menganggap dakwah Nabi sebagai ancaman terhadap tradisi dan keyakinan yang telah lama dianut masyarakat Thaif.
Penolakan tidak hanya datang dari para pemimpin, tetapi juga meluas ke masyarakat Thaif. Setelah mendengar penolakan pemimpin mereka, masyarakat turut merespons dakwah Nabi dengan cara yang lebih kasar. Mereka mengusir Nabi dari kota Thaif dengan tindakan kekerasan. Nabi dan Zaid bin Haritsah dilempari batu oleh penduduk hingga tubuh mereka terluka. Zaid, yang berusaha melindungi Nabi, turut terkena lemparan batu sehingga keduanya terluka parah. Nabi
3 Suhada, Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), (Jakarta: Yapin An-Namiyah, 2017), hlm. 42.
Muhammad SAW akhirnya harus mencari perlindungan di sebuah kebun di pinggiran Thaif.4
Meskipun diperlakukan dengan sangat kejam, Nabi Muhammad SAW tidak membalas perbuatan mereka. Dalam doa yang sangat menyentuh, Nabi memohon kepada Allah SWT untuk memberikan hidayah kepada penduduk Thaif. Beliau bahkan tidak meminta azab untuk mereka, meskipun memiliki kesempatan untuk melakukannya ketika malaikat penjaga gunung menawarkan untuk menghancurkan penduduk Thaif. Nabi menolak tawaran itu dengan penuh kasih sayang, seraya berharap bahwa suatu hari nanti, keturunan mereka akan menerima Islam.
Reaksi penduduk Thaif ini menggambarkan tantangan berat yang dihadapi Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan risalah Islam. Penolakan ini menunjukkan betapa keras hati sebagian masyarakat saat itu terhadap perubahan, terutama perubahan yang menyentuh kepercayaan dan tradisi mereka. Namun, sikap sabar dan pemaaf Nabi memberikan pelajaran berharga bagi umat Islam tentang pentingnya tetap berakhlak mulia, bahkan dalam menghadapi perlakuan yang buruk. Peristiwa ini menjadi bukti bahwa keberhasilan dakwah tidak selalu diukur dari hasil langsung, tetapi dari keteguhan hati dan ketulusan dalam menyampaikan ajaran Islam.5
3. Hikmah dan Pelajaran dari Dakwah ke Thaif
Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW ke Thaif memberikan banyak hikmah yang relevan bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan kehidupan. Salah satu pelajaran terpenting adalah kesabaran dan keteguhan hati dalam menjalankan tugas atau misi, meskipun menghadapi rintangan yang besar. Nabi menunjukkan bahwa dakwah bukanlah tentang hasil instan, tetapi tentang usaha yang
4 Ida Rosyida, Materi Desain Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, (Banyumas:
Wawasan Ilmu, 2023), hlm. 166.
5 M Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad : Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih (Edisi Baru), (Jakarta: Lentera Hati Group, 2018), hlm. 435.
tulus dan ikhlas dalam menyampaikan kebenaran. Meskipun ditolak secara kasar, Nabi tetap menjalankan tugasnya tanpa menyerah dan terus berserah diri kepada Allah SWT.
Hikmah lain dari peristiwa ini adalah keutamaan memaafkan dan menahan diri. Nabi Muhammad SAW memiliki kesempatan untuk meminta balasan atas perlakuan buruk penduduk Thaif, namun beliau memilih untuk memaafkan mereka. Sikap ini menunjukkan keluhuran akhlak Nabi yang menjadikan kasih sayang sebagai prinsip utama dalam dakwah. Beliau tidak melihat penolakan sebagai alasan untuk membenci, tetapi sebagai peluang untuk tetap berdoa agar mereka dan keturunannya mendapatkan hidayah.6
Selain itu, peristiwa ini juga mengajarkan pentingnya berprasangka baik kepada Allah SWT dalam setiap ujian. Meskipun perjalanan ke Thaif tampak seperti kegagalan, Nabi tidak mengeluh atau putus asa. Beliau yakin bahwa setiap ujian yang Allah berikan mengandung hikmah besar. Doa Nabi yang penuh harap di tengah penderitaan menjadi teladan bagi umat Islam untuk selalu bergantung kepada Allah dalam keadaan apa pun.
Dakwah ke Thaif juga memberikan pelajaran tentang strategi dakwah yang fleksibel dan inklusif. Nabi menunjukkan bahwa dalam menyampaikan pesan Islam, seorang dai harus berani mencari peluang baru, bahkan ketika menghadapi penolakan di tempat lain. Hal ini relevan dalam kehidupan modern, di mana tantangan dakwah bisa berupa penolakan budaya, sosial, atau teknologi. Pendekatan yang bijaksana, sabar, dan penuh kasih sayang tetap menjadi kunci keberhasilan.
Terakhir, peristiwa ini mengajarkan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari perjuangan. Meskipun Nabi Muhammad SAW tidak berhasil mengajak penduduk Thaif pada saat itu, beliau tetap melanjutkan dakwahnya dengan penuh semangat. Beberapa tahun kemudian, Islam
6 Samsul Munir Amin, Sejarah Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2022), hlm. 32.
justru berkembang pesat di berbagai wilayah, termasuk di Thaif. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan kadang datang di waktu yang tak terduga, selama usaha dilakukan dengan penuh keikhlasan dan keteguhan iman.7
B. Peristiwa Isra Mi'raj
1. Latar Belakang dan Kronologi Peristiwa
Peristiwa Isra' Mi'raj terjadi pada tahun ke-10 kenabian, pada masa yang sama dengan Tahun Kesedihan (‘Amul Huzn), setelah Nabi Muhammad SAW kehilangan dua sosok yang sangat penting dalam hidupnya, yakni Khadijah RA dan Abu Thalib. Tahun ini merupakan masa penuh ujian bagi Nabi, baik secara pribadi maupun dalam menjalankan dakwahnya. Di tengah tekanan dari kaum Quraisy yang semakin keras, serta penolakan yang datang dari masyarakat Makkah, Allah SWT memberikan mukjizat yang sangat luar biasa, yaitu peristiwa Isra' Mi'raj.
Isra' Mi'raj adalah perjalanan malam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang melibatkan dua fase besar: Isra', yaitu perjalanan dari Makkah ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, dan Mi'raj, yaitu perjalanan naik ke langit hingga ke Sidratul Muntaha untuk bertemu langsung dengan Allah SWT. Peristiwa ini bukan hanya merupakan mukjizat, tetapi juga menjadi bagian penting dalam memperkuat posisi Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat Islam, serta memberikan pembelajaran mendalam tentang hubungan antara hamba dan Allah, khususnya melalui perintah salat.
Peristiwa Isra' Mi'raj dimulai dengan perjalanan Isra'. Pada suatu malam yang penuh berkah, Nabi Muhammad SAW berada di rumah Ummul Hani (saudara perempuan Ali bin Abi Thalib). Malaikat Jibril datang menjemput beliau dengan membawa Buraq, yaitu hewan yang
7 Muhammad Ghifari Pasha, Dakwah is My Way, (Sukabumi: CV Jejak (Jejak Publisher) 2023), hlm. 24.
lebih cepat dari unta dan digunakan dalam perjalanan tersebut. Dengan Buraq, Nabi dibawa dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW singgah di beberapa tempat, termasuk beberapa makam para nabi, dan dalam setiap tempat tersebut beliau mengucapkan salam.8
Setibanya di Masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad SAW memimpin salat berjamaah bersama para nabi terdahulu, yang hadir sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW. Setelah selesai, fase kedua peristiwa dimulai, yaitu Mi'raj, perjalanan Nabi ke langit.
Dalam perjalanan Mi'raj, Nabi Muhammad SAW dibawa oleh Malaikat Jibril melalui tujuh langit. Di setiap lapisan langit, beliau bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, seperti Nabi Adam, Nabi Yahya, Nabi Isa, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim. Di langit yang paling tinggi, Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT dalam sebuah pertemuan yang sangat mulia, di mana beliau menerima wahyu perintah salat lima waktu. Sebelumnya, umat Islam hanya diwajibkan salat dua kali sehari, namun setelah peristiwa Mi'raj, salat menjadi lima waktu dalam sehari.
Setelah pertemuan tersebut, Nabi Muhammad SAW kembali ke Makkah dalam keadaan yang sama seperti ketika beliau berangkat, meskipun perjalanan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Peristiwa Isra' Mi'raj ini menjadi titik penting dalam sejarah Islam, yang tidak hanya mengokohkan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, tetapi juga memperkenalkan salat sebagai kewajiban yang sangat fundamental bagi umat Islam. Perjalanan tersebut juga menegaskan betapa dekatnya hubungan antara hamba dan Tuhan, serta pentingnya mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah.9
8 Abdillah F. Hasan, Betapa Rasulullah Merindukanmu [Edisi Revisi], (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2016), hlm. 244.
9 Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Deepublish, 2024), hlm.
39.
2. Keajaiban dalam Peristiwa Isra Mi'raj
Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan salah satu mukjizat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Perjalanan yang melibatkan dua fase ini, yakni Isra' (perjalanan malam dari Makkah ke Masjid Al-Aqsa) dan Mi'raj (perjalanan naik ke langit untuk bertemu dengan Allah), menyimpan banyak keajaiban yang menunjukkan kebesaran Allah dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.10 Berikut adalah beberapa keajaiban yang terjadi dalam peristiwa tersebut:
a. Perjalanan Buraq dari Makkah ke Masjid Al-Aqsa
Keajaiban pertama yang sangat mencolok dalam peristiwa Isra' adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW menggunakan Buraq, sebuah kendaraan yang lebih cepat dari unta, yang bisa membawa Nabi dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dalam waktu yang sangat singkat. Buraq yang digunakan Nabi tidak seperti kendaraan biasa, melainkan sebuah makhluk yang dapat bergerak sangat cepat dan memiliki kekuatan luar biasa. Perjalanan ini mematahkan batasan waktu dan ruang yang biasa bagi umat manusia, serta menunjukkan kekuasaan Allah yang memungkinkan perjalanan tersebut terjadi dalam semalam.
b. Perjumpaan dengan Nabi-Nabi sebelumnya
Setibanya di Masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad SAW memimpin salat berjamaah bersama para nabi terdahulu.
Keajaiban ini tidak hanya terletak pada kenyataan bahwa para nabi yang telah meninggal, seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan nabi-nabi lainnya, hadir di Masjid Al-Aqsa untuk menjadi makmum dalam salat yang dipimpin oleh Nabi
10 Muhammad, Pembelajaran SKI di Madrasah: Kiat Praktis Desain Instruksional, (Mataram: Sanabil, 2020), hlm. 94.
Muhammad SAW, tetapi juga pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW yang hidup di zaman yang jauh setelah mereka, mampu berjumpa dan salat bersama mereka. Hal ini menunjukkan kedudukan istimewa Nabi Muhammad SAW sebagai penutup segala nabi dan rasul.
c. Perjalanan Mi'raj ke Langit
Fase kedua dari peristiwa Isra' adalah Mi'raj, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW yang naik ke langit untuk bertemu dengan Allah SWT. Keajaiban Mi'raj ini melibatkan perjalanan yang mengatasi hukum-hukum fisika yang berlaku di dunia ini. Nabi Muhammad SAW dibawa oleh Malaikat Jibril melewati tujuh lapisan langit, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu di setiap lapisan langit, dan akhirnya sampai pada Sidratul Muntaha, tempat yang sangat tinggi yang berada di batas langit ketujuh. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW melihat berbagai pemandangan yang luar biasa, seperti surga dan neraka, serta kejadian-kejadian yang menunjukkan kekuasaan Allah yang Maha Tinggi.
d. Pertemuan dengan Allah dan Pemberian Perintah Salat
Salah satu keajaiban terbesar dalam Mi'raj adalah pertemuan langsung Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT di Sidratul Muntaha. Di tempat yang paling tinggi dan paling dekat dengan Allah ini, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu berupa perintah salat lima waktu yang menjadi kewajiban bagi umat Islam. Awalnya Allah SWT memerintahkan nabi Muhammad SAW dan umat-Nya untuk mengerjakan salat sebanyak 50 kali dalam sehari semalam, namun ketika nabi Muhammad SAW turun ke tangga yang ke 6 yakni berjumpa dengan nabi musa as, maka nabi Musa as memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW untuk meminta keringanan kepada Allah
SWT agar jumlah salat dikurangi sehingga sekarang jumlah salat yang wajib dikerjakan yaitu sebanyak 5 kali sehari semalam.
e. Kembali ke Makkah dalam Waktu yang Singkat
Setelah mengalami pertemuan yang luar biasa ini, Nabi Muhammad SAW kembali ke Makkah dalam keadaan yang sama seperti ketika beliau berangkat. Meskipun perjalanan ini berlangsung dalam semalam, Nabi kembali ke Makkah tanpa kehilangan waktu dan dengan keadaan fisik yang tidak berubah.
Keajaiban ini menunjukkan bahwa peristiwa Isra' Mi'raj bukanlah perjalanan biasa, melainkan perjalanan yang dilaksanakan dengan kuasa Allah yang Maha Besar, yang mengatur segala sesuatu dengan sempurna.
f. Pembuktian Keajaiban melalui Peristiwa Isra' Mi'raj
Meskipun peristiwa Isra' Mi'raj adalah sebuah mukjizat yang hanya bisa dipahami dengan iman, bagi umat Islam, hal ini menegaskan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang melampaui pemahaman manusia. Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa ini kepada kaumnya, banyak orang yang tidak percaya dan menganggapnya sebagai hal yang mustahil.
Namun, keajaiban ini menjadi bukti yang tak terbantahkan bahwa Allah mampu melakukan segala sesuatu, meskipun di luar batas kemampuan manusia.11
g. Pemberian gelar As-siddiq kepada Abu Bakar
Pada peristiwa Isrra’ Mi’raj yang mustahil untuk dijelaskan dengan akal manusia secara normal ada salah satu dari sahabat nabi yang langsung membenarkan kejadian tersebut yakni Abu Bakar ra. Beliau merupakan orang yang pertama kali membenarkan akan kejadian tersebut pasca pulangnya Rasulullah dari langit yang dimana orang-orang penduduk Makkah tidak
11 Khasan Bisri, Strategi Guru SKI dalam Merekonstruksi Materi Tentang Peperangan dalam Peradaban Islam di MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, (Yogyakarta: Nusamedia, 2021), hlm. 38.
mempercayai kejadian tersebut sehingga nabi Muhammad memberikan gelar kepada Abu Bakar as-Siddiq yang artinya membenarkan.
Peristiwa Isra' Mi'raj ini memberikan banyak pelajaran dan hikmah, khususnya dalam meneguhkan iman umat Islam terhadap kekuasaan Allah SWT dan pentingnya salat dalam kehidupan seorang Muslim. Keajaiban-keajaiban yang terjadi dalam peristiwa ini tidak hanya menunjukkan kedudukan tinggi Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi umat Islam untuk terus beribadah dengan penuh ketakwaan.
3. Makna dan Hikmah Isra Mi'raj
Peristiwa Isra' Mi'raj memiliki makna mendalam yang menguatkan keyakinan umat Islam terhadap kekuasaan Allah SWT dan peran penting Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir.
Perjalanan luar biasa ini menggambarkan kedekatan Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT sekaligus menegaskan kedudukan beliau sebagai pemimpin umat dan nabi dari seluruh nabi terdahulu. Makna utama dari Isra' Mi'raj terletak pada pesan universal tentang keesaan Allah dan pentingnya ibadah salat sebagai tiang agama yang menghubungkan hamba dengan Sang Pencipta.
Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW menerima perintah langsung dari Allah SWT berupa kewajiban salat lima waktu.
Hal ini menegaskan pentingnya salat sebagai bentuk ibadah yang paling utama dalam Islam, mengajarkan umat Islam untuk menjaga hubungan yang konsisten dan tulus dengan Allah. Perintah salat yang diterima Nabi tanpa perantara menunjukkan keistimewaan ibadah ini
sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya. Salat mengajarkan kesucian hati, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap waktu.12
Dari sisi hikmah, Isra' Mi'raj menjadi pengingat penting bahwa dalam setiap ujian dan kesulitan, selalu ada rahmat dan pertolongan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa ini di tengah tahun penuh kesedihan, setelah kehilangan Khadijah RA dan Abu Thalib, serta menghadapi penolakan dakwah di Thaif. Isra' Mi'raj datang sebagai bentuk hiburan ilahi dan penguat bagi beliau untuk terus melanjutkan dakwah Islam. Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam untuk tetap sabar, ikhlas, dan tawakal dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Selain itu, peristiwa ini juga mengajarkan pentingnya keimanan kepada hal-hal ghaib. Meskipun sulit dipahami oleh akal manusia, peristiwa ini mengingatkan umat Islam bahwa kekuasaan Allah melampaui segala batas logika. Keyakinan terhadap Isra' Mi'raj menjadi dasar iman kepada janji-janji Allah seperti surga, neraka, dan kehidupan setelah mati. Dengan iman yang kuat, umat Islam diharapkan mampu menjalani hidup dengan penuh kepercayaan kepada ketetapan-Nya.
Peristiwa Isra' Mi'raj juga membawa pesan universal tentang persatuan umat manusia. Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan nabi-nabi terdahulu di Masjid Al-Aqsa menunjukkan kesinambungan risalah para nabi yang semuanya menyeru kepada tauhid, yaitu keesaan Allah. Hal ini mengajarkan umat Islam untuk menghargai nilai-nilai universal ajaran Islam dan menjaga persatuan di tengah keberagaman.
Melalui salat berjamaah yang dilakukan oleh Nabi bersama para nabi lainnya, umat Islam diajak untuk memperkuat ukhuwah dan mengutamakan persatuan.13
12 Suhada, Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), (Jakarta: Yapin An-Namiyah, 2017), hlm. 73.
13 Apdoludin, Desain Pembelajaran Agama Islam, (Pasaman Barat: CV. Azka Pustaka, 2024), hlm. 374.
Dengan memahami makna dan hikmah dari Isra' Mi'raj, umat Islam diharapkan dapat meningkatkan kualitas ibadah, memperkokoh iman, dan menjadikan salat sebagai prioritas utama dalam kehidupan.
Isra' Mi'raj bukan hanya peristiwa sejarah, melainkan juga sumber inspirasi spiritual yang terus relevan untuk setiap generasi.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW ke Thaif dan peristiwa Isra Mi'raj adalah dua momen penting yang menunjukkan keteguhan dan keagungan akhlak beliau. Dakwah ke Thaif menjadi contoh nyata perjuangan seorang Rasul yang tidak pernah menyerah dalam menyampaikan kebenaran, meskipun dihadapkan pada penolakan, penghinaan, bahkan kekerasan. Dalam peristiwa tersebut, Nabi tetap menunjukkan sikap sabar dan memaafkan mereka yang menyakitinya, sebuah teladan yang relevan bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Sementara itu, peristiwa Isra Mi'raj menggambarkan mukjizat besar yang menegaskan kedudukan spiritual Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Dalam perjalanan ini, beliau menerima perintah salat lima waktu yang menjadi tiang agama dan sarana utama umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Isra Mi'raj juga mengajarkan bahwa di balik setiap ujian selalu ada hikmah besar yang dapat menguatkan iman dan memperteguh keyakinan kepada Allah SWT.
Kedua peristiwa ini saling melengkapi dalam mengajarkan umat Islam tentang pentingnya sabar, tawakal, dan menjaga hubungan dengan Allah SWT. Dakwah ke Thaif mengajarkan keteguhan menghadapi cobaan dunia, sedangkan Isra Mi'raj mengingatkan bahwa kekuatan spiritual adalah kunci untuk menghadapi segala ujian. Pelajaran ini relevan bagi umat Islam di semua zaman, khususnya dalam menjaga keteguhan iman di tengah berbagai tantangan kehidupan modern.
Dengan memahami dan mengambil hikmah dari dakwah ke Thaif serta peristiwa Isra Mi'raj, umat Islam diharapkan dapat meneladani Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi setiap ujian dengan kesabaran, pengampunan, dan keimanan yang kokoh. Kedua peristiwa ini tidak hanya
menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga menjadi sumber inspirasi yang abadi bagi umat manusia.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun dengan sebaik-baiknya, dengan harapan menjadi bahan penambah wawasan bagi kita semua. Kami menyadari bahwa tulisan kami ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar tulisan kami selanjutnya menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2020. Sejarah Dakwah. Jakarta: Amzah.
Apdoludin. 2024. Desain Pembelajaran Agama Islam. Pasaman Barat: CV. Azka Pustaka.
Bisri, Khasan. 2021. Strategi Guru SKI dalam Merekonstruksi Materi Tentang Peperangan dalam Peradaban Islam di MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Yogyakarta: Nusamedia.
Hasan, Abdillah F. 2016. Betapa Rasulullah Merindukanmu [Edisi Revisi]
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Muhammad. 2020. Pembelajaran SKI di Madrasah: Kiat Praktis Desain Instruksional. Mataram: Sanabil.
Nasution, Syamruddin. 2024. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Pasha, Muhammad Ghifari. 2023. Dakwah is My Way. Sukabumi: CV Jejak (Jejak Publisher).
Rofiq, Ahmad Choirul. 2022. Historiografi Sirah Nabawiyyah di Indonesia.
Yogyakarta: CV. Bintang Semesta Media.
Rosyida, Ida. 2023. Materi Desain Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Banyumas: Wawasan Ilmu.
Shihab, M Quraish. 2018. Membaca Sirah Nabi Muhammad : Dalam Sorotan Al- Quran dan Hadis-Hadis Shahih (Edisi Baru). Jakarta: Lentera Hati Group.
Subchi, Imam. 2014. Pendidikan Agama Islam : Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah Kelas X. Semarang: Toha Putra.
Suhada. 2017. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Jakarta: Yapin An-Namiyah.