PENGENALAN
ASPEK KEPENDUDUKAN
SEBAGAI SUBYEK DAN OBYEK
DALAM PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA 2021
Beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain adalah:
• Pertama, kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh
kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek
pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan.
Dasar Pertimbangan :
• Sebagai Obyek adalah pembangunan juga harus
dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan.
Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan
kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan
tersebut.
• Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas
• Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan
sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan
pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah,
menjadikan penduduk tersebut sebagai beban
bagi pembangunan
• Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan akan terasa dalam jangka yang panjang, karena sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan.
• Sebagai contoh,beberapa ahli kesehatan
memperkirakan bahwa krisis pandemi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan penduduk suatu negara selama beberapa tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya manusia pada generasi mendatang.
• Dalam hal mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada di wilayah yang bersangkutan menjadi pelaku pembangunan dan
penikmat hasil pembangunan. Itu berarti
pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibanding dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth).
• Pembangunan berwawasan kependudukan
menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Aspek Kependudukan dalam Perencanaan
1) Penduduk adalah data yang akan diolah oleh perencana
2) Penduduk adalah objek yang akan merasakan hasil dari rencana
3) Penduduk adalah subjek yang akan
mewujudkan rencana itu
4) Pembahasan kependudukan tentang kelahiran, kematian dan migrasi.
5) Pembahasan tentang sumber data penduduk
seperti sensus, survei sampel, maupun registrasi vital.
6) Pembahasan rumus-rumus perhitungan, salah
satunya adalah Crude Birth Rate (CBR). CBR ini
adalah perhitungan kasar yang berkaitan dengan
kelahiran penduduk di suatu tempat.
Ada beberapa ciri kependudukan Indonesia dimasa depan yang harus dicermati dengan benar oleh para perencana
pembangunan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Beberapa ciri tersebut antara lain adalah:
1) Penduduk Dimasa Depan Akan Semakin Tinggi Pendidikannya.
Penduduk yang makin berpendidikan dan sehat akan
membentuk sumber daya manusia yang makin produktif.
Tantangannya adalah menciptakan lapangan kerja yang memadai. Sebab bila tidak, jumlah penganggur yang makin berpendidikan akan bertambah. Keadaan ini dengan sendirinya merupakan pemborosan terhadap investasi nasional. Karena sebagian besar dana tercurah dalam sektor pendidikan, disamping kemungkinan
terjadinya implikasi sosial lainnya yang mungkin timbul.
2) Penduduk Yang Makin Sehat Dan Angka Harapan Hidup Naik.
Usia harapan hidup yang tinggi dan jumlah penduduk lanjut semakin besar akan juga
menuntut kebijaksanaan-kebijaksanaan yang serasi dan sesuai dengan perubahan tersebut.
Suatu tantangan pula untuk dapat
memanfaatkan panduduk usia lanjut yang masih potensial agar dapat dimanfaatkan sesuai
pengetahuan dan pengalamannya.
3) Penduduk Akan Bergeser Ke Usia Yang Lebih Tua.
Pada saat ini di Indonesia telah terjadi proses transisi umur penduduk Indonesia dari penduduk muda ke penduduk tua (ageing process).
Pergeseran struktur umur muda ke umur tua produktif akan membawa konsekuensi peningkatan pelayanan
pendidikan terutama pendidikan tinggi dan kesempatan kerja. Pada akhirnya akan mempunyai dampak terhadap persoalan penyantunan penduduk usia lanjut, terjadi
pergeseran pola penyantunan usia lanjut dari keluarga kepada institusi. Apabila hal ini terjadi, maka tanggung jawab pemerintah akan semakin berat.
4) Penduduk Yang Tinggal di Perkotaan Semakin Banyak.
Seiring dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, presentase penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, tuntutan fasilitas perkotaan akan
bertambah pula.
5) Jumlah Rumahtangga akan Meningkat namun Ukurannya Makin Kecil.
Perubahan pola kelahiran dan kematian akan berpengaruh pada struktur rumahtangga.
Di masa depan ukuran rumahtangga akan
semakin mengecil, namun jumlahnya akan
semakin banyak.
6) Intensitas Mobilitas Penduduk Yang Makin Tinggi.
Mobilitas penduduk yang makin tinggi baik secara internal maupun internasional menuntut jaringan prasarana yang makin baik dan luas.
Selain itu akan membawa kepada pergeseran
norma-norma masyarakat, seperti ikatan keluarga dan kekerabatan. Kesemuanya ini dapat membawa dampak yang berjangka panjang terhadap
perubahan sosial budaya masyarakat.
7) Masih Tingginya Pertumbuhan Angkatan Kerja.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang
tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerjanya pun cukup tinggi.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya
jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut disatu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar. Dipihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu menghasilkan keluaran yang
lebih tinggi sebagai prasyarat untuk memasuki era
globalisasi dan perdagangan bebas.
8) Terjadi Perubahan Lapangan Kerja.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan pada umunmnya, lapangan
pekerjaan penduduk berubah dari yang bersifat primer, seperti pertanian, pertambangan, menuju lapangan pekerjaan sekunder atau bangunan.
Pada saat ini mulai menuju lapangan kerja tersier atau sektor jasa.
Berbagai ciri dan fenomena diatas sudah
sepantasnya diamati secara seksama, dalam rangka
menetapkan alternatif kebijaksanaan selanjutnya.
Aspek Kependudukan dalam
Perencanaan Tata Guna Lahan (PGL)
• Guna lahan diperuntukkan untuk mewadahi
manusia/penduduk dengan segala aktifitasnya. Salah satu ukuran keberhasilan PGL adalah seberapa jauh tata guna tanah dapat mewadahi kehidupan manusia.
• Penduduk selalu mengalami perubahan, dinamika, PGL harus disesuaikan dengan dinamika penduduk.
Pertimbangan kependudukan dalam PGL meliputi tidak saja jumlah, tapi juga aspek komposisi, distribusi
(pesebaran), segregasi (pemisahan karakteristik penduduk), dan ketimpangan spasial (spatial disparity/disparitas spasial)
Dinamika Penduduk dan Kebutuhan Lahan
• Proyeksi jumlah penduduk akan menjadi dasar kebutuhan lahan secara umum;
• Komposisi penduduk akan menentukan jenis-jenis penggunaan lahan: mis penduduk dengan struktur umur muda akan memerlukan fasilitas-fasilitas untuk anak muda: lap olah raga, rekreasi, tnaman-taman dll.;
• Komposisi penduduk akan menentukan distribusi; mis segregasi, campuran, marginalisasi - Jumlah dan
distribusi akan menentukan kepadatan penduduk;
• Faktor ekonomi dan sosial dapat menentukan distribusi/sebaran;
• Faktor kultur akan menentukan pola ruang.
Proyeksi Penduduk
• Semua rencana pembangunan, baik ekonomi maupun sosial, menyangkut pertimbangan
tentang jumlah serta karakteristik penduduk di masa mendatang.
• Proyeksi mengenai jumlah serta struktur penduduk dianggap sebagai persyaratan minimum untuk proses perencanaan
pembangunan.
• Salah satu metode dalam Proyeksi Penduduk adalah metode aritmatik, dengan persamaan sebagai berikut:
Keterangan :
Pt : Jumlah penduduk tahun ke t (jiwa) Po : Jumlah penduduk tahun ke 0 (jiwa)
r : Laju pertumbuhan penduduk (% pertahun) t : Rentang waktu antara P0 dan Pt (tahun)
Karakteristik Guna Lahan di Indonesia dari Aspek Kependudukan
• Kepadatannya “relatif” masih rendah jika dibandingan dengan kota besar lain di dunia;
• Distribusinya tersebar tidak merata, padat di tengah kota dan jarang di pinggiran kota;
• Tidak ada segregasi berdasar etnik/ras yang menonjol, meskipun ada sisa-sisa di beberapa kota (pecinan,
kampung arab, kampung jawa, kampung ambon, kampung bali);
• Ada kecenderungan segregasi berdasar kelas ekonomi/sosial – Isu tentang kampungan dan
gedongan; isu tentang “gated-communities” atau komunitas berpagar;
• Cenderung terjadi proses sub-urbanisasi atau pengkotaan di kawasan pinggiran (hinterland)
Persoalan dalam Aspek Kependudukan
• Data kependudukan yang tidak selalu tersedia (untuk melakukan proyeksi/prediksi), atau tersedia tapi tidak lengkap.
• Fakta adanya penduduk temporer/migrant temporer, commuter atau penglaju – harian mingguan, musiman.
• Fakta penduduk siang dan penduduk malam yang berbeda.
• Fakta adanya penduduk fiktif, misalnya penduduk
Jakarta yang beli tanah dan rumah di Yogyakarta tapi tidak ditinggali.
• Bagaimana perbedaan etnis dan status ekonomi/sosial menjadi masukan bagi PGL.
• Fakta adanya kelompok marginal (pemulung, pengemis anak jalanan, masyarakat miskin, kawasan dll.)
Contoh Ilustrasi
Kependudukan dan Lahan (1)
◈ Ilustrasi Penduduk Yogyakarta
Contoh Ilustrasi
Kependudukan dan Lahan (2)
◈ Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan
Contoh Ilustrasi
Kependudukan dan Lahan (3)
◈ Pesebaran Kepadatan Penduduk di Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan tahun 2010
Contoh Ilustrasi
Kependudukan dan Lahan (4)
◈ Deskripsi Perkembangan Kepadatan Penduduk Perkotaan
Sekitar 60% penduduk kota tinggal
diperumahan/kampung dengan infrastruktur (air bersih, sanitasi) yang kurang memadai. Kondisi air minum di beberapa kota di Indonesia tidak/kurang layak. Sebagian kampung telah mengalami
“overcrowding”. Tidak terdapat ruang-ruang publik yang memadai. Tidak cukup taman dan ruang terbuka hijau kota. Sebagian rumah penduduk tidak dilengkapi dengan KM/MCK. Kapasitas daya dukung kota
menurun, tidak sebanding dengan beban/manfaatnya.
Contoh Ilustrasi
Kependudukan dan Lahan (5)
◈ Deskripsi Perkembangan Penduduk Perkotaan
Tingkat Urbanisasi di Indonesia sekitar 40%; angka
percepatannya per tahun 2,4%; 15 – 2 tahun lagi 60 – 70%
penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan, akan ada 23 kota berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa. Tiap tahun dibutuhkan sekitar 800.000 rumah baru; Konversi lahan pertanian untuk perkotaan mencapai 25.100 Ha per
tahun di Jawa.
Rasio pemilikan mobil per 1000 orang baru 25, Amerika sekitar 700 - di Amerika, 30% lahan perkotaan
diperuntukkan hanya untuk kegiatan transportasi. Tiap kota dgn 1 juta jiwa perlu: 625.000 ton air, 2000 ton makanan, 9500 ton bahan bakar, dan menghasilkan 500.000 ton limbah cair, 2000 limbah padat.
Referensi
Nasucha, Chaizi, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, Jakarta, 1995.
Myers and Hughes, Issues of Housing Economics or American Demographics, 2003
Hal Hill, 1996, Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1996:
Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif, PAU (Studi Ekonomi) UGM & PT. Tiara Wacana, Yogyakarta.
Iskandar,N: 1974, Beberapa Aspek Permasalahan
Kependudukan di Indonesia, special Reprint series No.4, demographic Institute FEUI Jakarta, January 1974,p.19.
Johnson,D.G. and Lee, Ronald. 1987. Population Growth and Economic Development Issues and Evidences. Madison, WI:
University of Winsconsin Press, USA
Krugman, Paul, 1994, “The Myth of Asia Miracle”, Fortune, 18 November 1994 Foreign Affairs.
Krugman, Paul, 1997, “What Happened to Asia Miracle”, Fortune, 18 November 1997
Terima Kasih
Bagian Penilaian CPL
• Buatlah Diagram Keterkaitan Aspek
Kependudukan dengan aspek/sektor yang lain
dalam perencanaan Wilayah dan Kota.