Disertasi ini saya persembahkan untuk dunia pendidikan dan kepada semua orang yang sedang dan sedang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Segala puji kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang senantiasa memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT dan doa kedua orang tua, serta bantuan semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan semangat, disertasi berjudul Deontologi Immanuel Kant dalam Eutanasia akhirnya dapat diterbitkan dan rampung.
Seluruh dosen Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam telah berbagi ilmunya. Staf TU pada program Aqidah dan Filsafat Islam serta staf akademik FUPI mengucapkan terima kasih atas bantuan dan pelayanan yang baik. Otonomi pasien, kebebasan mengambil sikap, dan penghormatan terhadap kualitas hidup menjadi argumen lebih lanjut atas tindakan euthanasia yang berlandaskan prinsip deontologis.
Maka pada fase berikutnya, deontologi Kant diposisikan lebih bersifat restriktif dalam melakukan tindakan euthanasia, dalam artian menjaga legalisasi euthanasia pada batas terjauh dari pertimbangan moral.
Latar Belakang Masalah
Etika sebagai suatu ilmu telah melalui kajian ribuan tahun, dengan segala kekayaannya, para filosof dan filosof berusaha mensintesis beberapa pendekatan sekaligus untuk pemahaman yang lebih luas dan mendalam. Deontologi sebagai salah satu aliran utama dalam etika mempunyai dampak yang signifikan terhadap etika terapan yang pada hakikatnya diabstraksi dari aliran utama etika lainnya bersama dengan utilitarianisme. Perkembangan kajian etika saat ini mengarah pada kajian terapan4, etika sebagai suatu disiplin ilmu yang berfokus pada nilai-nilai baik dan buruk dari tindakan nyata yang ada dalam kehidupan manusia.
Dahulu beberapa permasalahan pencarian hakikat perbuatan baik dan buruk memenuhi wacana etika, namun saat ini permasalahan yang ada sekarang lebih spesifik pada satu kelompok saja, namun berdampak global. Etika terapan sebagai cabang khusus kajian etika ditujukan untuk orientasi praktis, yaitu penerapan pemikiran etis pada bidang tertentu. Pertama, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi biomedis telah menimbulkan permasalahan etika yang sama sekali baru.
Kedua, “iklim moral” yang semakin menjadi ciri masyarakat Amerika pada tahun 1960an dan 1971an dapat dilihat pada Gerakan Hak-Hak Sipil pada tahun 1960an.5 Ketiga, terdapat beberapa skandal di bidang politik dan bisnis seperti Watergate Affair, Lockheed. Skandal suap perusahaan yang memaksa peninjauan kembali. stabilitas moral 6. Salah satu perdebatan lama dalam etika biomedis adalah studi etika euthanasia, yang dalam beberapa kasus dikonotasikan sebagai bentuk bunuh diri. Dalam hal ini, penulis mencoba melihat bentuk kasus ini dan kasus serupa lainnya – yang dalam bidang biomedis disebut euthanasia – dari sudut pandang argumentasi berdasarkan deontologi Immanuel Kant, sebagai sudut pandang lain. dalam evaluasi euthanasia.
5 ditetapkan, penulis melihat adanya keterkaitan pemahaman antara deontologi dan etika keagamaan, dan harapan penulis selanjutnya adalah deontologi ini dapat diterima dalam tradisi Timur yang juga mengetahui betul cara berpikir tentang etika keagamaan. Deontologi ini sangat umum dan luas, seolah ingin menyentuh seluruh aspek kehidupan moral seseorang dalam konteks yang berbeda-beda. Menarik untuk membahas posisi deontologi ini terhadap euthanasia, sehingga menemukan posisinya sebagai etika terapan, nampaknya pada sisi argumentasi berdasarkan prinsip-prinsip yang dibangunnya dan dikaji secara mendalam hingga euthanasia sebagai kesimpulan obyektif mengenai moralitas manusia. Selain itu, euthanasia merupakan bagian dari perdebatan mengenai etika biomedis, etika biomedis sendiri menggunakan argumentasi dari teori-teori etika yang sudah mapan secara akademis, salah satunya adalah deontologi8.
6 dan memberikan penilaiannya dalam norma-norma deontologis yang dirumuskan oleh Immanuel Kant, yang juga mempunyai tempat kajian yang sama pentingnya untuk mengetahui posisinya terhadap euthanasia.
Rumusan Masalah
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah
Titik tolak perdebatan antara kelebihan dan kekurangan yang diwakili dalam penelitian ini oleh aliran utilitarianisme dan deontologi adalah konsep otonomi, diantara keduanya mempunyai konsep yang berbeda. Dari sudut pandang filosofi moral ini, praktisi medis berusaha menjaga sikap etis dan moral yang tinggi. Kedua, disertasi yang ditulis oleh Ali Mustofa yang berjudul Euthanasia dan Dilema Etis (Kajian Euthanasia dari Perspektif Etika Profesi),10 menemukan dua hal dalam penelitiannya: pertama, teknologi seolah kebal terhadap tuntutan etika, meskipun tidak semua kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat digunakan.
Ketiga, disertasi yang ditulis oleh Aris Widada dengan judul Eutanasia dalam Perspektif Hukum Islam dan Etika Kedokteran (Studi Banding) 11 Penelitian ini lebih menekankan pada bentuk hukum formal dan tinjauan terhadap etika kedokteran dibandingkan dengan etika profesi, dengan pokok kasus adalah Instrumennya adalah perbandingan, baik perspektif maupun sudut pandang. 10 Ali Mustofa, “Eutanasia dan Dilema Etika (Kajian Eutanasia dalam Perspektif Etika Profesi)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005. Keempat, skripsi yang ditulis Sulfiyana Wardani dengan judul Pandangan Hukum Pidana Islam dan Hukum – Hukum Kesehatan tentang Euthanasia.12 Penelitian ini membagi euthanasia menjadi dua jenis yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif, dikaji secara yuridis-normatif (berdasarkan Hukum Pidana Islam dan Hukum Kesehatan), permasalahan yang diteliti terfokus pada bagaimana hukum pidana Islam. dan undang-undang menganggapnya - undang-undang kesehatan tentang diperbolehkannya euthanasia (pasif) dan sanksi hukumnya.
12 Sulfiyana Wardani, “Pandangan Hukum Pidana Islam dan Hukum Kesehatan Tentang Euthanasia.”, Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012. 10 Kejelasan dan Reformasi Hukum di Afrika Selatan. 13 Jurnal ini merupakan contoh penelitiannya terhadap kasus-kasus yang terjadi di Afrika Selatan. Secara etik dan hukum dapat disimpulkan bahwa Afrika Selatan sendiri belum mempunyai peraturan khusus mengenai hukum euthanasia.
Berdasarkan pengamatan penulis, sejauh ini belum ada penelitian yang fokus mengkaji euthanasia dalam deontologi Immanuel Kant. Kajian mengenai euthanasia sendiri mempunyai definisi yang sangat tipis antara bunuh diri atau pembunuhan, yang mana dalam pemahaman penulis sangat menarik untuk menyelidiki apakah euthanasia itu bunuh diri atau pembunuhan. Sedangkan euthanasia saat ini lebih seperti bunuh diri atau bahkan pembunuhan, dengan pengertian dan batasan.
Jelas langkah penelitian euthanasia ini akan memberikan jawaban terkait moralitas.
Metode Penelitian
Sementara itu, perlunya hak untuk melakukan euthanasia ditujukan pada tujuan agar setiap orang mengharapkan kematian yang baik, etis dan bukan suatu kejahatan, argumentasinya disusun dan dibangun atas dasar perspektif utilitarian yang mengukur hak konstitusional untuk melakukan euthanasia, yang mempunyai dasar yang sesuai dengan hak moral untuk meninggal secara damai dan bermartabat. Beberapa penelitian sebelumnya lebih fokus pada keluasan data bahwa euthanasia merupakan fenomena baru yang segera memerlukan refleksi kolektif, baik dari sudut pandang etika, agama, bahkan hukum formal. Dalam hal ini data primernya adalah buku-buku karya Immanuel Kant yang berkaitan dengan topik kajian, antara lain: Critique of Practical Reason (2005) dan Foundations of Moral Metaphysics (2004).
Sedangkan sumber data sekunder merupakan informasi yang tidak langsung berkaitan dengan tema atau objek kajian dalam pembahasan dan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari buku lain karya Immanuel Kant yang tidak membahas secara langsung etika. Selain itu juga terdapat data tertulis lainnya seperti buku, jurnal, tesis, artikel, majalah, artikel atau sumber data tertulis lainnya yang relevan dan mendukung pembahasan penelitian.
Dalam pengumpulan data, penelitian kepustakaan ini menggunakan metode dokumentasi terhadap karya-karya yang masih berkaitan dengan topik. 13 Deskripsi, yaitu uraian sistematis mengenai konsepsi tokoh. 16 Penulis menguraikan secara sistematis, faktual, dan akurat faktor-faktor, serta ciri-ciri dan hubungan antar fenomena yang diteliti. Metode deskripsi merupakan salah satu metode yang digunakan peneliti untuk mendeskripsikan segala sesuatu yang berkaitan dengan topik pembahasan juga menjelaskan pemikiran deontologis Immanuel Kant.
Interpretasi adalah tingkat pemahaman cara berpikir pahlawan melalui karya.17 Interpretasi difokuskan pada pemahaman gaya berpikir Immanuel Kant. Metodologi penelitian filsafat ini dilakukan dengan menggunakan seluruh unsur metode umum yang berlaku pada pemikiran filsafat.
Sistematika Pembahasan
14 struktur gagasan dasar dan pemikiran pokok (fundamental ideas) yang dibentuk oleh si pemikir.18. Bagian ini mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan penerapan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Tujuan pembahasan pada bab ini adalah untuk mendeskripsikan biografi Immanuel Kant dan menghubungkannya dengan teori deontologis yang dibangunnya.
Pada bab ini penulis akan menjelaskan secara teoritis apa yang dimaksud dengan euthanasia, dengan menelusuri sumber data yang ada, sehingga dari segi fungsi dan tujuannya dapat dipahami bahwa euthanasia kini diposisikan sebagai obat atau yang lainnya. 15 Bab keempat lebih merupakan analisis prinsip-prinsip deontologis mengenai euthanasia, berdasarkan hasil penelitian pada dua bab sebelumnya. Bagaimana cara kerja sistem deontologis ini untuk Eutanasia dan kasus serupa berdasarkan prasyarat yang dibangun dalam Eutanasia dan deontologi.
Sisi kemanusiaan kita yang penuh empati dapat diungkapkan dengan berbagai cara, yaitu tidak selalu dengan memberikan euthanasia pada pasien secara langsung, namun orientasi tindakan kita adalah bagaimana agar pasien dapat meninggal secara bermartabat, yaitu dengan mendampingi pasien. sesuatu yang indah dan bermakna. hari, saat-saat terakhirnya. Jadi dalam kasus euthanasia ini, yang dilakukan adalah perawatan prima facie terhadap pasien dengan segala cara, dan bukan konseling di rumah sakit. Bagaimana menjamin kehidupan yang lebih bermakna, sehingga pembunuhan dengan cara euthanasia menjadi suatu kewajiban hanya jika ada konteks yang mengharuskannya, seperti kehabisan perbekalan kesehatan atau berbagai akibat tindakan yang tidak dapat lagi diatasi oleh seseorang.
PENUTUP
SIMPULAN
81 Jadi, pada fase berikutnya, deontologi Kant lebih diposisikan sebagai batasan dalam melakukan tindakan euthanasia, dalam arti menjaga legalisasi euthanasia pada batas terjauh dari pertimbangan moral.
SARAN
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, dengan segala keterbatasannya, penulis berharap kepada seluruh akademisi dan pihak-pihak yang meneliti baik euthanasia maupun deontologi pada khususnya dapat dikembangkan dan diperdalam sehingga dapat terbuka nilai-nilai etika yang lebih baik, yaitu gilirannya juga mengarah pada kehidupan yang lebih baik. Dalam kajian euthanasia dari perspektif etika terapan, sudah sepatutnya jika memfokuskan kajiannya pada sisi bantuan yang paling mungkin menyelesaikan masalah penyakit terminal dan meminimalisir definisi yang sama mengenai pembunuhan atau bunuh diri yang dibantu, yang sejak awal adalah yang membedakan euthanasia, pembunuhan dan bunuh diri secara umum.