8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sistem Pengendalian Intern
2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa :
Sistem pengendalian intern yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern, disebutkan bahwa :
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Menurut Mulyadi (2013) “pengendalian intern adalah meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntasi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”
Menurut Fitrawati dkk (2017) berpendapat bahwa “sistem pengendalian intern pemerintah merupakan sistem pengendalian yang harus di terapkan dalam lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada penyusunan laporan keuangan, serta peningkatan kualitas laporan keuangan.” Sistem pengendalian intern yang baik dalam suatu organisasi akan mampu menciptakan keseluruhan proses kegiatan yang baik pula.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disintesakan bahwa sistem
pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen untuk mendukung terbentuknya sistem akuntabilitas, memberikan keyakinan dalam pencapaian efektivitas, mendorong efisiensi, ketaatan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dengan adanya sistem pengendalian intern diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi
2.1.1.2 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Intern
Menurut PP RI Nomor 60 tahun 2008, unsur-unsur sistem pengendalian internal antara lain:
1. Lingkungan Pengendalian (control environment)
Kondisi dalam instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Pimpinan instansi wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerjanya.
2. Penilaian Resiko (risk assessment)
Kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Penilaian resiko terdiri dari identifikasi dan analisis risiko. Dalam penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah terlebih dahulu menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkat kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3. Kegiatan Pengendalian (control activities)
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian ditetapkan untuk membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko.
4. Informasi dan Komunikasi (information and communication).
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah dan pihak yang berkepentingan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan instansi pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggungjawabnya.
5. Pemantauan Pengendalian Intern (Internal Control Monitoring) Proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Pemantauan Pengendalian Intern
dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya
Unsur-unsur sistem pengendalian intern pemerintah diatas diterapkan secara menyeluruh dan menjadi bagian dari setiap kegiatan Instansi Pemerintah, sehingga dapat memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan fungsi dari sistem pengendalian intern pemerintah itu sendiri. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Abdullah (2019) berpendapat bahwa “dengan adanya keterlibatan Aparat Pengawasan Internal Pemerintahan dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pada instansi pemerintah.”
2.1.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi Sumber Daya Manusia
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah dituliskan bahwa “Aparatur penyelenggara pemerintahan daerah adalah kelembagaan, sistem dan prosedur dan sumber daya manusia sebagai penyelenggara pemerintahan daerah”. Dengan kata lain, sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pemerintah daerah disebut sebagai aparatur.
Dalam peraturan ini juga dituliskan bahwa :
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Aparatur Pemerintah berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 10 menyatakan kompetensi adalah “kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.” Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No.46A Tahun 2003 “Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki oleh seorang Aparatur Sipil Negara berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Aparatur Sipil Negara tersebut dapat melakukan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien”.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disintesakan bahwa kompetensi sumber daya manusia merupakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu untuk mampu melaksanakan berbagai tugas dan fungsi sesuai tanggungjawab dan standar tertentu. Untuk melaksanakan berbagai tugas dan fungsi sesuai tanggungjawab, Aparatur pemerintah selaku sumber daya manusia yang ada di lingkungan Instansi Pemerintah juga memerlukan kompetensi sesuai bidang pekerjaannya sehingga berbagai kegiatan dan kewajiban instansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat terlaksana, termasuk pelaksanaan akuntabilitas kinerja bagi setiap instansi pemerintah.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Sumber Daya Manusia
Menurut Wibowo (2012) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut:
1. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan terhadap diri maupun terhadap orang lain akan sangat memengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berfikir tentang cara baru, atau berbeda dalam melakukan sesuatu.
2. Keterampilan
Keterampilan memainkan peranan di berbagai kompetensi. Berbicara di depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi, praktik dan umpan balik.
3. Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan tersebut.
4. Karakteristik Kepribadian
Kepribadian bukanlah sesuatu yang tidak dapat dirubah, kepribadian
seseorang akan memengaruhi cara-cara orang tersebut dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan ini, dan hal ini akan membuat orang tersebut lebih kompeten. Seseorang akan berespons serta beradaftasi dengan lingkungan dan kekuatan sekitarnya, yang akan menambah kompetensi seseorang.
5. Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sesuatu. Daya dorong yang lebih bersifat psikologis membuat bertambahnya kekuatan fisik, sehingga akan mempermudah dalam aktivitas kerja, yang menambah tingkat kompetensi seseorang.
Dorongan atau motivasi yang diberikan atasan kepada bawahan juga berpengaruh baik terhadap kinerja staf.
6. Isu emosional
Kondisi emosional seseorang akan berpengaruh dalam setiap penampilannya, termasuk dalam penampilan kerjanya. Rasa percaya diri membuat orang akan dapat melakukan suatu pekerjaan dengan lebih baik, begitu juga sebaliknya, gangguan emosional seperti rasa takut dan malu juga bisa menurunkan performance atau penampilan kerja seseorang, sehingga kompetensinya akan menurun.
7. Kemampuan Intelektual
Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini.
8. Budaya organisasi
Budaya organisasi berpengaruh pada kompetensi seseorang dalam berbagai kegiatan, karena budaya organisasi memengaruhi kinerja, hubungan antar pegawai, motivasi kerja dan kesemuanya itu akan berpengaruh pada kompetensi orang tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai suatu faktor utama dalam hal yang mempengaruhi dari kemampuan pegawai yang diperlukan untuk mendapat hasil kerja yang baik sehingga menimbulkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2.1.2.3 Karakteristik Kompetensi Sumber Daya Manusia
Menurut Moeheriono (2010) beberapa karakteristik kompetensi sumber daya manusia terdiri dari :
a. Watak (traits), yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau bagaimanakah orang tersebut merespon sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (self-confidence)¸ kontrol diri (self-control), ketabahan atau daya tahan (hardiness).
b. Motif (motive), yaitu sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara
konsisten dipikirkan dan diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari dalam yang bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.
c. Bawaan (self-concept), yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang
d. Pengetahuan (knowledge), yaitu informasi yang dimiliki seseorang pada bidang tertentu dan pada area tertentu.
e. Keterampilan atau keahlian (skill), yaitu kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hal hal tersebut merupakan sebagai suatu karakteristik dari kemampuan seseorang yang dibutuhkan untuk mendapat hasil kerja yang baik sehingga menimbulkan kepuasan kerja
2.1.3 Profesionalisme
2.1.3.1 Pengertian Profesionalisme Pegawai
Menurut Sedarmayanti (2010) “profesionalisme adalah pilar yang akan menempatkan birokrasi sebagai mesin efektif bagi pemerintah dan sebagai parameter kecakapan aparatur dalam bekerja secara baik.” Ukuran profesionalisme adalah kompetensi, efektivitas, dan efisiensi serta bertanggung jawab.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dalam Pasal 1 manajemen “Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efektivitas, efisien dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembang kualitas, penempatan, promosi, kesejahteraan dan pemberhentian.”
Menurut Permenpan-RB Nomor 37 Tahun 2020 penataan sumber daya manusia atau aparatur dilaksanakan dengan memperhatikan:
1. Penerapan sistem menit dalam manajemen kepegawaian 2. Sistem diklat yang efektif.
3. Standar dan peningkatan kinerja.
4. Pola karier yang jelas dan terencana 5. Standar kompetensi jabatan
6. Klasifikasi jabatan.
7. Tugas, fungsi dan beban tugas proporsional 8. Rekrutmen sesuai prosedur
9. Penempatan pegawai sesuai keahlian 10. Renumerasi yang memadai
11. Perbaikan sistem informasi manajemen kepegawaian
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disintesakan bahwa Profesionalisme merupakan perilaku yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu untuk mampu melaksanakan berbagai tugas dan fungsi sesuai tanggungjawab dan standar tertentu. Untuk melaksanakan berbagai tugas dan fungsi sesuai tanggungjawab, juga memerlukan sikap profesionalisme dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan sehingga dapat terlaksana, termasuk pelaksanaan akuntabilitas kinerja bagi setiap instansi pemerintah.
2.1.3.2 Indikator dan Tahapan Pengukuran Profesionalisme Pegawai
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2018 Tentang Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara, Indeks Profesionalitas ASN diukur dengan menggunakan 4 (empat) dimensi yaitu :
1. Dimensi Kualifikasi, digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai kualifikasi pendidikan formal aparatur sipil negara dari jenjang paling tinggi sampai jenjang paling rendah diperhitungkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari keseluruhan Pengukuran.
2. Dimensi Kompetensi, digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh PNS dan memiliki kesesuaian dalam pelaksanaan tugas jabatan diperhitungkan sebesar 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan Pengukuran.
3. Dimensi Kinerja, digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai penilaian kinerja yang dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai serta perilaku PNS diperhitungkan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari keseluruhan Pengukuran.
4. Dimensi Disiplin, digunakan untuk mengukur data/informasi kepegawaian lainnya yang memuat hukuman yang pernah diterima PNS diperhitungkan sebesar 5% (lima persen) dari keseluruhan Pengukuran.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Indikator dan Tahapan Pengukuran Profesionalisme Pegawai merupakan sebagai pedoman bagi Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam melaksanakan Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur sipil negara di lingkungan instansi masing-masing dengan tujuan agar terdapat standar dalam melaksanakan Pengukuran Indeks Profesionalitas ASN secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan.
2.1.4 Motivasi Kerja
2.1.4.1 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Siagian (2014) disebutkan bahwa :
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti “dorongan”
atau daya penggerak. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Hasibuan (2013) bahwa “motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.”
Berdasarkan dari uraian tersebut, dapat disintesakan bahwa motivasi kerja merupakan upaya dorongan yang timbul dari diri sendiri untuk melakukan pekerjaan dan menyalurkan semua keahlian yang dimiliki agar tujuan dari instansi dapat tercapai. Apabila seseorang memiliki motivasi yang tinggi maka dia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan maksimal dan juga sebaliknya, apabila seseorang tidak memiliki motivasi dalam bekerja maka tidak akan ada hal-hal baru yang bisa dia lakukan demi tercapainya tujuan pelayanan terhadap masyarakat.
2.1.4.2 Indikator Motivasi Kerja
Menurut Maslow (2017) menyatakan bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis (Physiological-need)
Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki
kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman (Safety-need)
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
c. Kebutuhan sosial (Social-need)
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d. Kebutuhan penghargaan (Esteem-need)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization need)
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Indikator Motivasi Kerja ini digunakan untuk melihat keberhasilan dalam memberikan daya dorongan pada pegawai dengan indikator yang telah disebutkan diatas terhadap kinerja pegawainya.
2.1.4.3 Prinsip-Prinsip Dalam Motivasi Kerja
Motivasi yang diberikan oleh atasan kepada bawahan, tentunya harus menggunakan pedoman atau dengan kata lain prinsip-prinsip yang harus dijadikan pedoman oleh atasan untuk memotivasi bawahannya.
Menurut Mangkunegara (2017) Prinsip-prinsip dalam memotivasi kerja pegawai adalah sebagai berikut :
a. Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
b. Prinsip komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya
c. Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah di motivasi kerjanya.
d. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
e. Prinsip memberikan perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Prinsip dalam Motivasi Kerja ini digunakan sebagai pedoman dalam memberikan daya dorongan pada pegawai terhadap kinerja pegawainya agar dapat menghasilkan kinerja instansi pemerintah yang maksimal.
2.1.5 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2.1.5.1 Pengertian Akuntabilitas
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (selanjutnya disingkat PERMENPANRB) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013, menyatakan bahwa “Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.”
Selanjutnya menurut Bastian (2010), menyatakan bahwa :
Akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak- hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.
Menurut Putri (2015), menyatakan bahwa “akuntabilitas adalah sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.”
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah kewajiban suatu entitas untuk menyajikan informasi, melaporkan, dan mengungkapkan pengelolaan sumber daya yang digunakan serta mengungkapkan capaian kinerja atas sumber daya yang telah digunakan tersebut sebagai wujud pertanggungjawaban.
2.1.5.2 Pengertian Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, menyatakan bahwa:
Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sedangkan Instansi Pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Selanjutnya, berdasarkan PERMENPANRB Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013:
Kinerja Instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja instansi pemerintah merupakan suatu hasil yang diperoleh oleh unsur penyelenggara pemerintahan baik berupa keberhasilan maupun kegagalan atas tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya serta berkaitan dengan anggaran yang digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik.
2.1.5.3 Pengertian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 disebutkan bahwa:
Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan kemampuan pemerintah mengungkapkan informasi atas hasil yang diperoleh oleh instansi pemerintah berkaitan dengan anggaran yang digunakan dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik berupa keberhasilan maupun kegagalan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik yang disampaikan secara periodik serta sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja organisasi diwaktu yang akan datang.
Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/1X/6/8/2003 agar Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dapat terwujud dengan baik, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Beranjak dari sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum penyelenggaraan negara;
b. Komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan;
c. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan;
d. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh;
e. Jujur, obyektif, transparan, dan akurat;
f. Menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hasanudin (2019), terdapat empat dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu sebagai berikut :
a. Akuntabilitas Kebijakan (Policy Accountability)
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
b. Akuntabilitas Program (Program Accoountability)
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan
yang dietapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
c. Akuntabilitas Proses (Process Accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksankan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.
d. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum (Accountability for Probity and Legality)
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya serta berkaitan dengan anggaran yang digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik.
Pertanggungjawaban tersebut dibuat oleh Pemerintah dalam bentuk Laporan Kinerja Akuntabilitas Instansi Pemerintah atau disebut dengan LAKIP, kemudian akan di evaluasi dan dinilai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Reformasi Birokrasi untuk melihat hasil program kegiatan serta kinerja yang dicapai setiap instansi dalam satu periode pelaporan. Hasil kinerja instansi tersebut telah dikatakan layak dan dapat dijadikan sebagai contoh bagi organisasi perangkat daerah yang lain jika nilai laporan kinerja instansi pemerintah disuatu organisasi tersebut yaitu minimal mendapat predikat BB atau sama dengan sangat baik.
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian diatas Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kompetensi Sumber Daya Manusia, Profesionalisme dan Motivasi Kerja secara simultan berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) terdapat penelitian penelitian terdahulu yang menjadi landasan dan referensi dalam menyusun sebuah penelitian ini. Berikut adalah penelitian terdahulu yang diuraikan dalam tabel 2.1 tentang Hasil Penelitian Terdahulu.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama
(Tahun) Judul Variabel Penelitian
Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
1 2 3 4 5 6 7
1. Darlis dkk (2010)
Pengaruh Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah, Penerapan Akuntabilitas Keuangan, Motivasi Kerja, dan Ketaatan Pada Peraturan Perundangan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
X1 : Kompetensi Aparatur Pemerintah X2 : Penerapan Akuntabilitas Keuangan
X3 : Motivasi Kerja X4 : Kejelasan
Sasaran Anggaran X5 : Ketaatan
Pada Peraturan Perundangan Y : Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah
1) Kompetensi Aparatur
Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2) Penerapan
Akuntabilitas Keuangan menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 3) Motivasi Kerja
menghasilkan pengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 4) Ketaatan pada
Peraturan Perundangan memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Meneliti menggunakan variabel X:
kompetensi aparatur pemerintah daerah, dan motivasi kerja variabel Y : akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(1) Variabel X yang berbeda:
Sistem Pengendalian Intern, dan Profesionalism e,
(2) Objek
penelitian oleh peneliti yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
2. Egrinaen Mauliziska Nugraheni Putri (2015)
Pengaruh Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah, Penerapan Akuntabilitas Keuangan, Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Ketaatan Pada
X1 : Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah X2 : Penerapan
Akuntabilitas Keuangan X3 : Pemanfaatan
Teknologi Informasi X4 : Ketaatan
(1) Kompetensi
Aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2) Penerapan
Akuntabilitas Keuangan
berpengaruh positif
Meneliti menggunakan variabel X:
kompetensi aparatur pemerintah daerah dan variabel Y : akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
1) Variabel X yang berbeda:
Sistem Pengendalian Intern, Profesionalism e, dan
Motivasi Kerja 2) Objek
penelitian oleh
1 2 3 4 5 6 7 Peraturan
Perundangan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Akip)
Pada Peraturan Perundangan Y : Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (Akip)
terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (3) Pemanfaatan
Teknologi Informasi tidak berpengaruh terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (4) Ketaatan Peraturan
Perundang- undangan
Perundangan tidak berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
peneliti yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
3. Dina Afrina (2015)
Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah, Pengendalian Intern Dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Persepsian Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Pekanbaru)
X1 :Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah X2 : Pengendalian
Intern X3 : Sistem
pelaporan Y : Akuntabilitas
kinerja Instansi Pemerintah
(1) Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Pekanbaru.
(2) Pengendalian intern berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Pekanbaru.
Sistem pelaporan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Kota Pekanbaru
Meneliti menggunakan variabel X : pengendalian intern, dan variabel Y : akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(1) Variabel X yang berbeda:
Kompetensi Sumber Daya Manusia, Profesionalisme dan Motivasi Kerja
(2) Objek
penelitian oleh peneliti yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian
1 2 3 4 5 6 7 4. Wahid
(2016)
Pengaruh kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi, kompetensi aparatur pemerintah daerah, sistem pelaporan, dan ketaatan pada peraturan perundangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah
X1 : kejelasan sasaran anggaran X2 : pengendalian
akuntansi X3 : kompetensi
aparatur pemerintah daerah X4 : sistem
pelaporan X5 : ketaatan pada
peraturan perundangan Y : Akuntabilitas
Kinerja Instansi pemerintah
(1) Kejelasan sasaran anggaran
berpengaruh secara signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (2) Pengendalian
akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap akuntabilita (3) Kompetensi
Aparatur
Pemerintah daerah berpengaruh secara signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (4) Sistem pelaporan
berpengaruh secara signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (5) ketaatan pada
peraturan perundangan berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
Meneliti menggunakan variabel X yaitu : Kompetensi aparatur pemerintah daerah dan variabel Y yaitu : Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah
(1) Variabel X yang berbeda:
Sistem Pengendalian Intern, Profesionalis me dan Motivasi Kerja.
(2) Objek penelitian oleh peneliti yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu.
5. Abdullah Adri (2017)
Pengaruh Profesionalis me dan Komitmen Organisasi Terdapat Kinerja Pegawai pada Kantor Inspektor Provinsi Sulawesi Selatan
X1 =
Profesionalisme X2 = Komitmen Organisasi Y = Kinerja Pegawai
1. Profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Kantor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Komitmen organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Kantor Inspektorat Provinsi Sulse
Meneliti menggunakan variabel X yaitu : Motivasi Kerja dan variabel Y yaitu : Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah
1) Variabel X yang berbeda:
Sistem Pengendalian Intern, Kompetensi SDM, dan Motivasi Kerja.
2) Objek penelitian oleh peneliti yaitu Badan
1 2 3 4 5 6 7 Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu.
5. Nur Cholis dan Fadli (2018)
Pengendalian Intern Pemerintah dan Akuntansi Publik terhadap Kinerja Instansi Pemerintah di Kota Bengkulu
X1:Pemanfaatan Teknologi Informasi X2: Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah X3:Akuntabilitas
Publik Y : Kinerja Instansi Pemerintah
(1) Pemanfaaatan Teknologi Informasi berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja OPD Kota Bengkulu (2) Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah berpengaruh positif Signifikan terhadap kinerja OPD Kota Bengkulu (3) Akuntabilitas
Publik berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja OPD Kota Bengkulu
Meneliti menggunakan variabel X : sistem pengendalian intern, dan variabel Y : akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(1) Variabel X yang berbeda:
Kompetensi Sumber Daya Manusia, Profesionalism e dan Motivasi Kerja
(2) Objek penelitian oleh peneliti yaitu BPKAD Prov.
Sumsel sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu.
6. Febrianti dkk (2019)
Faktor- faktor yang mempengaru hi
akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah daerah Kabupaten Ogan komering ulu
X1 : kejelasan sasaran anggaran X2 : pengendalian
akuntansi X3 : sistem
pelaporan X4 : pengendalian
intern X5 : motivasi
Y : Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
1) Kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 2) pengendalian
akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 3) sistem pelaporan
tidak berpengaruh signifikan terhadap
Meneliti menggunakan variabel x yaitu : pengendalian intern, motivasi dan variabel Y yaitu : Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
1) Variabel X yang berbeda:
Kompetensi Sumber daya manusia, dan Profesionalis me
2) Objek penelitian oleh peneliti yaitu Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi.
1 2 3 4 5 6 7 akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah 4) pengendalian
intern berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah motivasi berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
Sumatera Selatan sehingga berbeda dengan objek penelitian terdahulu
Sumber : data yang diolah, 2021
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu seperti yang terlampir diatas dimana pada penelitian ini menggunakan sistem pengendalian intern, kompetensi sumber daya manusia, profesionalisme dan motivasi kerja sebagai variabel independen serta akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai variabel dependen.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, maka penulis mencoba menguraikan dalam bentuk kerangka pemikiran sebagai berikut:
Sumber : Data yang diolah,2021
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Pengaruh variabel Independen terhadap variabel dependen secara parsial
: Pengaruh variabel Independen terhadap variabel dependen secara simultan
H1 : Hipotesis 1 H2 : Hipotesis 2 H3 : Hipotesis 3 H4 : Hipotesis 4 H5 : Hipotesis 5 2.4 Hipotesis
Menurut Purwanto (2020), “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan tentatif tentang hubungan antara satu atau lebih variabel dengan variabel lain”. Dalam penelitian ini, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Diduga Sistem Pengendalian Intern berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah secara parsial
H2 : Diduga Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah secara parsial
H3 : Diduga Profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah secara parsial
H4 : Diduga Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah secara parsial
H5 : Diduga Sistem Pengendalian Intern, Kompetensi Sumber Daya Manusia, Profesionalisme, dan Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara simultan.