Dharmasisya Dharmasisya
Volume 1 NOMOR 3 SEPTEMBER 2021 Article 31
November 2021
ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI HOTEL X
DI HOTEL X
Thomas Istriarto
Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya
Part of the Administrative Law Commons, Civil Law Commons, Constitutional Law Commons, Criminal Law Commons, and the International Law Commons
Recommended Citation Recommended Citation
Istriarto, Thomas (2021) "ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI HOTEL X,"
Dharmasisya: Vol. 1 , Article 31.
Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss3/31
This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Law at UI Scholars Hub. It has been
ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI HOTEL X ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI HOTEL X
Cover Page Footnote Cover Page Footnote
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. (Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2004), 83. Lampiran I Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019. (Jakarta: Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2015). Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Rencana Strategis Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Tahun 2015-2019. (Jakarta: Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, 2015) Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota. (Jakarta: Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, 2016) Komsary, Kasih Cakaputra.
“4 Pilar Pembangunan Kepariwisataan Indonesia.” BINUS Tourism, April 20, 2017.
https://tourism.binus.ac.id/2017/04/20/4-pilar-pembangunan-kepariwisataan-indonesia/. Diakses pada 22 desember 2019 Tim Analisa Kebijakan, Strategi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Sebagai Pusat Pertumbuhan. (Jakarta: Bappenas, 2015), 34. Lampiran IV Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Tahun 2010-2025. (Jakarta: Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2011).
Komsary, Kasih Cakaputra, “4 Pilar Pembangunan Kepariwisataan Indonesia,” loc.cit. Ibid. H., Brahmanto Hermawan, E., & Hamzah, F, Pengantar Manajemen Hospitality. (Pekalongan: PT Nasya Expanding Management, 2018), 5-7 Sindo, Koran. “Indonesia Destinasi Wisata Terbaik Dunia 2017.”
SINDOnews.com. SINDOnews.com, November 3, 2017. https://lifestyle.sindonews.com/read/1254106/
156/indonesia-destinasi-wisata-terbaik-dunia-2017-1509679929, diakses pada 31 September 2019 H.
Alwi Wahyudi, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2014) 79. Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed. Rev., Cet. Ke-11. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 12-13. Violetta Simatupang, Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya, (Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2015), 28. Ibid., 54-55. The United Nations for World Tourism Organization (UNWTO) Report, 2013. Pasal 13 Universal Declaration of Human Right, 1949. Tourism Bill of Rights and Tourist Code, 1985. “Glossary of Tourism Terms.” UNWTO. Accessed February 20, 2020. https://www.unwto.org/
glossary-tourism-terms. diakses 22 Desember 2019. Violetta Simatupang, Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya, .., op.cit, 59-60. nited Nation, International Recommendation for Tourism Statistic 2008. (New York: United Nation, 2010),1 Naipinit, Aree, and Thirachaya Maneenetr. “Community Participation In Tourism Management In Busai Village Homestay, Wangnamkheo District, Nakhon Ratchasima Province, Thailand.” International Business & Economics Research Journal (IBER) 9, no. 1 (2010): 104. Ibrahim, “Begini Laju Dunia Pariwisata Indonesia menurut Ahli,” diunduh melalui
https://m.merdeka.com/jateng/wisata/begini-laju-dunia-pariwisata-indonesia-menurut-ahli-170513v.html, diakses 22 September 2019. Kabar Indonesia, “Peran Perhotelan dalam Kepariwisataan,” diunduh melalui http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=15&dn=20081128063914, diakses pada 31 Maret 2019 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002), 163. D. Koeshartono & M.F. Shellyana Junaedi, Hubungan Industrial Kajian Konsep dan Pembahasan. (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2005), 120. Op. cit. Mangkunegara, 165 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 171-172. H. W. Heinrich, Industrial accident prevention:
a scientific approach (4th ed.). (New York: McGraw-Hill, 1959), 14-15. Park, Cheol, and Thae Min Lee.
“Antecedents of Online Reviews Usage and Purchase Influence: An Empirical Comparison of U.S. and Korean Consumers.” Journal of Interactive Marketing 23, no. 4 (2009): 332–40.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
ANALISA PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI HOTEL X
Thomas Istriarto
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Korespondensi: [email protected]
Abstrak
Dalam kemajuan industri pariwisata, hotel memegang peranan penting dalam melayani wisatawan yang berkunjung ke tujuan wisata. Penentuan pemesanan hotel yang bergantung pada review membuat banyak managemen di hotel terus berupaya untuk menerapkan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja. Akibat seringnya terjadi kecelakaan kerja minor membuat managemen serta pekerja tidak menyadari itu merupakan bagian dari kecelaakaan kerja sehingga tidak terbentuk konsep budaya disiplin pada pekerja, jika tidak melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dikarenakan belum adanya pengawasan yang ketat untuk melakukan proses penelusuran secara mendalam apabila terjadi kecelakaan kerja di tempat kerja untuk pekerja / buruh yang terkena kecelakaan kerja melalui standard yang telah ditetapkan oleh managemen maupun serikat pekerja sebelum, setelah dan ketika bekerja.
Kata kunci: Sumber Daya Manusia, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Hotel.
Abstract
In the progress of the tourism industry, hotels play an important role in serving tourists visiting tourist destinations. Determination of hotel bookings that depend on reviews makes many management in hotels continue to strive to apply the principles of occupational health and safety. Due to the frequent occurrence of minor work accidents, management and workers do not realize that this is part of the work accident so that the concept of culture of discipline is not formed on the workers, if they do not carry out work health and safety. This is due to the absence of strict supervision to carry out in-depth search processes in the event of workplace accidents in the workplace for workers / laborers affected by work accidents through standards set by management and trade unions before, after and when working.
Keywords: Human Resources, occupational Health and Safety, Hotel.
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan berbagai daerah yang memiliki potensi wisata. Hal ini dapat dilihat dari kekayaan alam, keberagaman seni dan budaya yang dimiliki. Sehingga, hal ini seharusnya dapat menciptakan berbagai produk wisata unggulan agar dapat membuat Indonesia menjadi salah satu destinasi wisata yang paling diminati di dunia. Di sisi lain, pemerintah juga memprioritaskan industri pariwisata dan hospitality industry guna meningkatkan pendapatan negara.
Di sisi lain, Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa semua masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan itu, dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan, perubahan yang teratur dapat dibantu oleh peraturan perundang-undangan.1 Sejalan dengan pendapat tersebut, Indonesia terus melakukan pembangunan yang didasari oleh politik hukum negara sebagaimana termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945. Politik hukum negara ini melahirkan beberapa kebijakan hukum (legal policy), termasuk bidang kepariwisataan. Selain didasarkan pada Konstitusi, pembangunan kepariwisataan dilaksanakan dengan berdasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999, UU Kepariwisataan, UU Pemda, RIPKN 2010-2025, RPJMN 2015-2019, Perpres No.64 Tahun 2014
1 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan. (Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2004), 83.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 40 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2014 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan. Berdasarkan beberapa dasar hukum tersebut, pemerintah melaksanakan pembangunan kepariwisataan. Pariwisata merupakan salah satu dari tiga dimensi pembangunan, yaitu dimensi pembangunan sektor unggulan bersama dengan kedaulatan pangan, energi dan ketenagalistrikan, serta kemaritiman dan kelautan.2
Pembangunan dalam sektor kepariwisata merupakan Agenda Prioritas “Nawa Cita”.
Dimana pariwisata nasional diarahkan untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional.
Sektor pariwisata bersama diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan potensi yang belum dikelola dengan baik namun masih memilki peluang besar guna mengakselerasi pertumbanhan ekonomi nasional.3 Pembangunan kepariwisataan dilakukan melalui pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Hal ini berarti, pembangunan kepariwisataan berorientasi pada pengembangan masing – masing wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan memiliki sifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti SDM (sumber daya manusia), pemasaran, daerah tujuan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu, hubungan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.4 Pembangunan kepariwisataan di Indonesia mencakup 4 pilar pembangunan kepariwisataan yakni: (1) destinasi; (2) pemasaran; (3) industri, dan (4) kelembagaan. Keempat pilar tersebut merupakan upaya perwujudan azas pembangunan dengan memerhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.5 Adapun aktor utama dalam pembangunan pariwisata meliputi pengambil keputusan (pemerintah dan pemerintah daerah), industri pengembang, operator pariwisata, dan konsumen.6 Adapun indikasi program pembangunan kepariwisataan nasional meliputi:7
1. Pembangunan Destinasi Pariwisata berupa:
a. perwilayahan pembangunan destinasi pariwisata nasional;
b. pembangunan daya tarik wisata;
c. pembangunan aksesibilitas pariwisata;
2 Lampiran I Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019. (Jakarta: Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2015).
3 Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Rencana Strategis Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Tahun 2015-2019. (Jakarta: Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, 2015)
4 Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota. (Jakarta: Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, 2016)
5 Komsary, Kasih Cakaputra. “4 Pilar Pembangunan Kepariwisataan Indonesia.” BINUS Tourism, April 20, 2017. https://tourism.binus.ac.id/2017/04/20/4-pilar-pembangunan-kepariwisataan-indonesia/. Diakses pada 22 desember 2019
6 Tim Analisa Kebijakan, Strategi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Sebagai Pusat Pertumbuhan. (Jakarta: Bappenas, 2015), 34.
7 Lampiran IV Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2010-2025. (Jakarta: Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2011).
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
d. pembangunan prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas pariwisata;
e. pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan; dan f. pengembangan investasi di bidang pariwisata.
2. Pembangunan Pemasaran Pariwisata berupa:
a. pengembangan pasar wisatawan;
b. pengembangan citra pariwisata;
c. pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata; dan d. pengembangan promosi pariwisata.
3. Pembangunan Industri Pariwisa berupa:
a. penguatan struktur industri pariwisata;
b. peningkatan daya saing produk pariwisata;
c. pengembangan kemitraan usaha pariwisata;
d. penciptaan kredibilitas bisnis; dan
e. pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan.
4. Pembangunan Kelembagaan Pariwisata berupa:
a. penguatan organisasi kepariwisataan;
b. pengembangan sumber daya manusia pariwisata; dan c. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
Keempat pilar pembangunan kepariwisataan mempunyai keterkaitan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri karena saling mempengaruhi. Aspek kelembagaan dapat memengaruhi semua aspek lain, sedangkan pengembangan destinasi dan industri tentu akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pemasaran.8 Dalam hal ini pembangunan pariwisata Indonesia diharapkan dapat:9
1. menjadikannya sebagai destinasi wisata nasional/internasional yang berkelanjutan;
2. meningkatkan posisi Indonesia di pasar internasional maupun nasional sehingga jumlah kunjungan akan meningkat;
3. memberikan kesempatan bagi industri kepariwisataan sebagai penopang aktivitas wisata untuk berkembang menjadi industri yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi pengusaha/pemilik usaha, tetapi juga bagi pekerja dan masyarakat luas; dan dari ketiga hal tersebut; dan
4. menumbuhkembangkan suatu sistem kelembagaan yang ditopang oleh sumber daya manusia yang kompeten melalui regulasi yang ditegakkan secara efektif.
Menurut Brahmanto Hermawan, Hospitality industry sendiri tidak dapat diartikan secara sempit melalui Bahasa (hospitable). Namun hospitality adalah merupakan pengetahuan dan seni yang kompleks dalam menjual jasa, yaitu jasa dengan pelayanan yang penuh rasa hormat dan penuh rasa kemanusiaan sesuai kebutuhan jiwa manusia. Hospitality secara umum juga sering dikenal sebagai sebuah nama atau bentuk usaha jasa pariwisata yang spesifik (sebagai kata benda).
Pandangan umum mengatakan bahwa usaha hospitality adalah usaha pariwisata, meliputi bentuk
8 Komsary, Kasih Cakaputra, “4 Pilar Pembangunan Kepariwisataan Indonesia,” loc.cit.
9 Ibid.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
usaha akomodasi (accomodation), usaha makanan dan minuman (food and beverage), resort, usaha atraksi dan rekreasi (atraction and recreation), dan sebagainya. 10
Dengan demikian, pemerintah berusaha menjelaskan jenis – jenis usaha pariwisata melalui pasal 14 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang meliputi:
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan m. spa.
Di sisi lain, Kementerian Pariwisata beberapa waktu lalu melaporkan, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) selama Januari hingga Agustus 2017 bertumbuh hingga di angka 25,68%. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada apa yang diperoleh oleh Singapura serta Thailand yang hanya mencatat pertumbuhan 3,83% dan 5,05%. Berdasarkan angka tersebut, devisa Indonesia berpotensi turut naik hingga 25,68% dari posisi USD 13,57 miliar pada tahun lalu ke angka USD17,05 miliar sampai akhir 2017.11
II. Pariwisata
Setiap negara sebagai organisasi kekuasaan mempunyai tujuan negara yang ingin dicapai.
Ada tiga tujuan negara menurut H. Alwi Wahyudi, yaitu:12
1. Tujuan mengutamakan adanya sasaran yang hendak dicapai, yang terlebih dahulu sudah ditetapkan;
2. Tujuan menunjukkan dunia cita, karena itu, tujuan mengandung sifat abstrak; dan
3. Tujuan juga menunjukkan apa yang secara ideal yang hendak dicapai oleh negara atau visi negara.
Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu:13
1. Protection function, negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Welfare function, negara wajib mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat;
10 H., Brahmanto Hermawan, E., & Hamzah, F, Pengantar Manajemen Hospitality. (Pekalongan: PT Nasya Expanding Management, 2018), 5-7
11 Sindo, Koran. “Indonesia Destinasi Wisata Terbaik Dunia 2017.” SINDOnews.com. SINDOnews.com, November 3, 2017. https://lifestyle.sindonews.com/read/1254106/156/indonesia-destinasi-wisata-terbaik-dunia- 2017-1509679929, diakses pada 31 September 2019
12 H. Alwi Wahyudi, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2014) 79.
13 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed. Rev., Cet. Ke-11. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 12-13.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
3. Educational function, negara memiliki kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. Peacefulness function, negara wajib menciptakan perdamaian dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar.
Berdasarkan tujuan negara tersebut, negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan warga negaranya serta menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan pada konstitusi, sistem hukum kepariwisataan Indonesia dibangun sebagai fondasi penopang seluruh aktivitas kepariwisataan yang dirancang, disusun, dan didasari oleh Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.14 Hal ini tergambar dalam Konsideran Menimbang Huruf a UU Kepariwisataan yang menyatakan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Konsideran menimbang tersebut menjelaskan bahwa kerangka hukum kepariwisataan berdasarkan pada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Pilar hukum tersebut merupakan fondasi dari pengembangan pariwisata sebagai industri huku yang nilai ekonominya mempuyai potensi besar dan berdampak pada industri hilir secara multiplier effect demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.15 Selain itu, hukum kepariwisataan juga harus memperhatikan prinsip dasar ekonomi negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
Secara internasional, Persatuan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, UNWTO telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terutama menyangkut kegiatan sosial ekonomi.16 Pariwisata diakui sebagai hak asasi manusia sebagaimana ditentukan dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) tahun 1949 yang menyebutkan bahwa:17
1. setiap orang berhak untuk bebas bergerak dan tinggal di perbatasan masing- masing negara (everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each state); dan
2. setiap orang berhak untuk meninggalkan negara manapun, termasuk negaranya sendiri dan kembali ke negaranya (everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country).
Pengakuan ini juga diberikan oleh The General Assembly of the World Tourism Organization dalam sidang ke-6 pada 17-26 September 1985 menghasilkan Tourism Bill of Rights and Tourist Code yang di dalam mukadimahnya menyebutkan:18
“menyadari bahwa pentingnya pariwisata bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat suatu negara di bidang sosial, ekonomi, dan Pendidikan serta berkonstribusi untuk meningkatkan saling pengertian, mendekatkan hubungan antarmanusi, dan memperkuat kerja sama internasional (Aware of the importance of tourism in the life of peoples because of its direct and
14 Violetta Simatupang, Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya, (Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2015), 28.
15 Ibid., 54-55.
16 The United Nations for World Tourism Organization (UNWTO) Report, 2013.
17 Pasal 13 Universal Declaration of Human Right, 1949.
18 Tourism Bill of Rights and Tourist Code, 1985.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
positive effects on the social, economic, cultural and educational sectors of national society and contribution it can make to improving mutual understanding bringing peoples closer together, consequently, and strengthening international cooperation).”
The World Tourism Organization (UNWTO) memberikan batasan pariwisata sebagai:19
“fenomena sosial, budaya, dan ekonomi yang melibatkan pergerakan orang ke negara atau tempat di luar lingkungannya untuk tujuan pribadi atau bisnis/professional (tourism is a social, cultural and economic phenomenon which entails the movement of people to countries or places outside their usual environment for personal or business/professional purposes).”
Sejalan dengan batasan dari UNWTO tersebut, pariwisata dapat diartikan sebagai keseluruhan proses yang ditimbulkan oleh arus perjalanan lalu lintas orang-orang dari luar ke suatu negara atau daerah dan segala sesuatu yang terkait dengan proses tersebut.20 Pariwisata mempunyai dampak pada ekonomi, alam, lingkungan, penduduk lokal di tempat-tempat yang dikunjungi dan para pengunjung itu sendiri.21
Pariwisata telah mengalami penyempitan makna seiring dengan adanya pengaruh dari pemahaman kebutuhan akan pariwisata menurut negara, birokrat, akademisi, dan masyarakat.
Sehubungan dengan hal ini, Weaver and Lawton memberikan pengertian pariwisata lebih menekankan pada pengelolaan pemangku kepentingan, yaitu:22
“Pariwisata adalah sejumlah fenomena dan hubungan yang timbul dari interaksi di antara wisatawan, industri pariwisata, pemerintah negara/tempat yang dikunjungi, komunitas negara/tempat yang dikunjungi, pemerintah negara/tempat asal, universitas, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat, dalam proses menarik, membawa, menjadi tuan rumah, dan mengelola turis dan pengunjung lainnya (Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from interaction among tourists, the tourism industry, host governments, host communities, origin governments, universities, community colleges and non-governmental organizations, in the process of attracting, transporting, hosting, and managing these tourists and other visitors).”
UU Kepariwisataan memberikan batasan yang lebih spesifik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Kepariwisataan yang menentukan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan pada beberapa batasan mengenai pariwisata tersebut, ada tiga aspek dalam pariwisata yang saling terhubung sebagaimana tergambar dalam Bagan 2.
19 “Glossary of Tourism Terms.” UNWTO. Accessed February 20, 2020.
https://www.unwto.org/glossary-tourism-terms. diakses 22 Desember 2019.
20 Violetta Simatupang, Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya, .., op.cit, 59-60.
21 nited Nation, International Recommendation for Tourism Statistic 2008. (New York: United Nation, 2010),1
22 Naipinit, Aree, and Thirachaya Maneenetr. “Community Participation In Tourism Management In Busai Village Homestay, Wangnamkheo District, Nakhon Ratchasima Province, Thailand.” International Business
& Economics Research Journal (IBER) 9, no. 1 (2010): 104.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
Bagan 1. Hubungan Tiga Aspek dalam Pariwisata
Bagan tersebut menunjukkan bahwa:
a. pariwisata adalah hak setiap orang untuk bergerak atau meninggalkan negara/tempat asalnya dan kembali lagi ke negara/tempat asalnya, untuk tujuan pribadi atau bisnis/profesional;
b. pariwisata melibatkan banyak aktor pemangku kementingan, yaitu negara, pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi dan akademisi, pengusaha/industri pariwisata, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat, dan individu; dan
c. pariwisata memberikan dampak sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, relasi antarmanusia, dan kerja sama internasional.
Selain ketiga hal tersebut, dalam sebuah industri pariwisata terdapat syarat yang disebut 4A sehingga destinasi dapat dikatakan siap untuk dikunjungi, yaitu attraction (daya tarik), accessability (aksebilitas), amenities (fasilitas penunjang), dan ancillary (kelembagaan/pengelola).23 III. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
A. Pengertian
Dari seluruh usaha pariwisata tersebut, penyediaan akomodasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam seluruh kegiatan pariwisata, hal ini dikarenakan wisatawan membutuhkan tempat tinggal sementara ketika mengunjungi objek wisata. Di sisi lain, menurut Dr. Rochajat Harun Med., sector akomodasi terutama perhotelan tidak dapat dipisahkan dengan industry pariwisata. Tanpa kegiatan kepariwisataan maka industry perhotelan akan lumpuh. Demikian pula sebaliknya, pariwisata tanpa hotel merupakan suatu hal yang tidak mungkin, Hotel termasuk sarana pokok kepariwisataan (main tourism superstructures). Ini berarti keberlangsungannya banyak
23 Ibrahim, “Begini Laju Dunia Pariwisata Indonesia menurut Ahli,” diunduh melalui https://m.merdeka.com/jateng/wisata/begini-laju-dunia-pariwisata-indonesia-menurut-ahli-170513v.html, diakses 22 September 2019.
Pariwisata sebagai HAM pemangku
kepentingan
dampak
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
tergantung pada banyak atau sedikitnya wisatawan yang datang. Bila kita umpamakan industri pariwisata itu sebagai suatu bangunan, maka sektor perhotelan merupakan tiangnya24.
Dengan meningkatnya jumlah wisatawan dari tahun ke tahun serta sesuai dengan Pasal 86 (1) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
“Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. kesehatan dan keselamatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.”
Sehingga, industri perhotelan harus memiliki tanggung jawab mengenai kondisi kesehatan dan keselamatan kerja kepada seluruh karyawannya demi menjaga kelancaran operasional hotel agar dapat menjamin kenyamanan, keamanan untuk para tamu wisatawan serta pekerja itu sendiri.
Kesehatan serta keselamatan kerja adalah pemikiran dan upaya guna menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik secara jasmaniah maupun rohaniah pekerja/buruh pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.25
Dalam hukum perburuhan, keselamatan kerja merupakan aspek yang penting demi terwujudnya keamanan bagi para pekerja dan pengusaha, serta orang ketiga yang berada ditempat kerja tersebut. Keselamatan kerja ditujukan demi peningkatan prouktivitas tenaga kerja yang tentunya berpengaruh pada prouktivitas negara. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Sarana tersebut ianggap penting karena merupakan satu segi penting bagi perlindungan tenaga kerja26. B. Tujuan dari Kesehatan dan keselamatan kerja
Sedangkan tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai berikut27: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
24 Kabar Indonesia, “Peran Perhotelan dalam Kepariwisataan,” diunduh melalui http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=15&dn=20081128063914, diakses pada 31 Maret 2019
25 Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002), 163.
26 D. Koeshartono & M.F. Shellyana Junaedi, Hubungan Industrial Kajian Konsep dan Pembahasan.
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2005), 120.
27 Op. cit. Mangkunegara, 165
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
Dalam penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja ini, terdapat 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
1. Keseriusan pengimplementasian kesehatan dan keselamatan kerja dalam perusahaan;
2. Pembentukan konsep budaya malu pada pekerja, jika tidak melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja dan keterlibatan serikat pekerja / buruh dalam program kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja;
3. Kualitas program pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja sebagai sarana sosialisasi. Selain itu untuk pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja memerlukan komite kesehatan dan keselamatan kerja yang akan bertindak sebagai peneliti efektivitas dan efisiensi program, guna melaksanakan penelusuran secara mendalam apabila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja / buruh yang terkena kecelakaan kerja.28
C. Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut H.W. Heinrich, terdapat lima penyebab kecelakaan yang saling berhubungan, di antaranya29:
1. Social Environment and Ancestry (Kondisi kerja);
2. Fault of Person (Kelalaian manusia);
3. Unsafe Act and/or Unsafe Condition (Tindakan/Kondisi tidak aman);
4. Accident (Kecelakaan);
5. Injury (Cedera).
Menurut Heinrich, melalui teori domino adalah apabila satu domino terjatuh, maka secara otomatis akan menjatuhkan domino yang lainnya sehingga kecelakaan tidak dapat terhindarkan. Guna mencegah timbulnya kecelakaan kerja, diperlukan pengelolaan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja sehingga dapat memutus rangkaian sebab-akibat domino tersebut. Heinrich menyimpulkan bahwa kunci dari domino berkaitan dengan unsafe act (Tindakan tidak aman). Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapat Heinrich yang mengungkapkan bahwa 88% penyebab kecelakaan industry adalah tindakan tidak aman, 10%
disebabkan oleh unsafe condition, dan 2% adalah unpreventable.
IV. IMPLEMENTASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah konsep pencegahan kecelakaan, kebakaran, ledakan dan penyakit akibat kerja. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kesehatan dan keselamatan kerja. Yang dimaksudkan untuk menyelamatkan para karyawan serta orang lain di tempat kerja peralatan dan lingkungan kerja.
Di samping itu, dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja, para pekerja akan merasa nyaman bekerja karena resiko kerja terkelola dengan lebih baik serta tempat kerja tertata dengan baik, bersih dan nyaman. Dengan kenyamanan kerja yang dirasakan oleh para
28 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 171-172.
29 H. W. Heinrich, Industrial accident prevention: a scientific approach (4th ed.). (New York: McGraw- Hill, 1959), 14-15.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
pekerja akan meningkatkan semangat kerja yang dapat memberikan produktivitas kerja yang tinggi. Dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga akan mencegah penyakit akibat kerja bagi para karyawan. Sehingga, kesehatan para pekerja juga akan terjamin.
Dalam ruang lingkup industri perhotelan, terdapat berbagai jenis kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Namun di sisi lain, kecelakaan kerjadi industri perhotelan dianggap sebagai hal yang tabu karena dapat menurunkan secara drastis keputusan tamu untuk menginap di hotel dengan review yang buruk, terlebih apabila terlibat kecelakaan kerja.
Menurut Park and Lee “Usefulness of reviews is the degree to which consumers believe that reviews would facilitate their purchase decision-making process.” One of the main reasons for traveler to search hotels information is to plan their trip, and it would be reasonable to argue that usefulness of hotel reviews will no doubt influence consumer expectations”30
Menurut Lee, review adalah suatu proses penggambaran sebelum mengambil keputusan untuk membeli barang/jasa yang akan dibeli. Lebih lanjut, terlebih bagi wisatawan yang hendak berpergian ke daerah yang belum pernah disinggahi sebelumnya, merupakan hal yang mustahil untuk mengetahui gambaran sebelum melakukan pemesanan tanpa melalui review. Hal ini menjadi penentu dalam membentuk ekspektasi dari wisatawan. Berkaca dari hal tersebut, masalah kecelakaan kerja di industri perhotelan merupakan sesuatu hal yang sulit untuk ditemukan baik di media massa maupun di media daring serta managemen perhotelan sendiri selalu menginstruksikan untuk tidak membahas perihal kecelakaan kerja yang terjadi di ruang lingkup hotel. Hal ini mendorong mendorong penulis untuk melakukan wawancara dengan narasumber yang telah bekerja di industri perhotelan secara langsung.
V. KEBAKARAN DI HOTEL X, MANGGA DUA, JAKARTA
Kebakaran merupakan salah satu bentuk kejadian yang dapat dikategorikan sebagai bencana yang berasal dari alam atau manusia, yang pada umumnya terjadi karena 3 faktor:
1. Faktor manusia:
a. Pekerja : human error, kurangnya disiplin, dan sebagainya
b. Pengelola : Minimnya pengawasan, rendahnya perhatian terhadap keselamatan kerja 2. Faktor teknis:
a. Fisik/mekanis (peningkatan suhu/panas atau adanya api terbuka)
b. Kimia (penanganan, pengangkutan, penyimpanan tidak sesuai petunjuk yang ada) c. Listrik (hubungan arus pendek/korsleting listrik)
3. Faktor alam dan bencana alam : Petir , Gunung meletus, Gempa bumi.
Di hotel X, Mangga Dua, Jakarta sendiri, pernah terjadi kebakaran yang tidak pernah dipublikasikan ke media massa maupun secara daring, hal ini dapat terlihat apabila kita melakukan pencarian di mesin pencari google dengan keyword “Kebakaran X hotel manga dua”, tidak ada satupun berita yang disiarkan melalui daring yang memberi keterangan lebih lanjut tentang kejadian tersebut.
30 Park, Cheol, and Thae Min Lee. “Antecedents of Online Reviews Usage and Purchase Influence:
An Empirical Comparison of U.S. and Korean Consumers.” Journal of Interactive Marketing 23, no. 4 (2009): 332–
40.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
Namun, ketika melakukan wawancara dengan Deni Bachtiar (mantan pegawai X Hotel) yang dilakukan penulis pada tanggal 4 April 2019, deni melakukan afirmasi terhadap kejadian kebakaran tersebut memang ada di pertengahan bulan oktober 2015. Namun dapat diatasi oleh pihak managemen karena telah mempersiapkan diri dari kemungkinan kebakaran dengan membentuk dan melakukan pelatihan melalui fire response team. Tim ini terdiri dari:
1. Divisi security (kepala tim)
2. On Duty Manager dari masing – masing divisi (coordinator tim) 3. On Duty Employee (karyawan yang bertugas) sebagai anggota tim.
Aksi fire response team:
1. Ketika titik api diketahui, saksi mata melaporkan kepada divisi security 2. Kepala tim mengidentifikasi apakah api dapat dipadamkan dengan peralatan
fire extinguisher yang tersedia, selain itu kepala tim juga menghubungi pihak pemadam kebakaran.
3. Sebagai kepala tim juga bertanggung jawab untuk menginformasikan kepada masing – masing coordinator tim untuk membantu tamu evakuasi dengan mendata seluruh jumlah dan nama tamu serta menginformasikan melalui pengeras suara yang terdapat di public area (restaurant, bar, kolam renang, dan sebagainya) dan lorong kamar tiap lantai.
4. Kepala tim juga menginstruksikan kepada anggota tim yang ditemani oleh coordinator tim untuk menjemput tamu langsung ke tiap – tiap lantai.
5. Tiap tamu yang telah dijemput, kamar tersebut diberi tanda “X” dengan menggunakan kapur tulis yang menandakan bahwa kamar telah kosong.
6. Tamu beserta fire response team berkumpul di area evakuasi (assembly point) yang telah ditentukan dan menunggu pemadam kebakaran
Sehingga, seluruh karyawan dapat tergabung sebagai fire response team dan mendapatkan pelatihan dalam menghadapi kebakaran
Fire Drill Training Hotel X, Mangga dua Sumber : Dokumentasi Hotel X
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
Dari penjabaran di atas, selain dari aksi fire response team yang cepat tanggap berkat pelatihan yang sering dilaksanakan, pihak managemen telah melengkapi hotel dengan peralatan pemadam kebakaran, seperti:
1. Peralatan Pemadam Kebakaran Darurat Alat Pemadam Api Ringan (APAR) 2. Fire Hydrant
3. Hydrant Valve & Siamese Connection 4. Box Alat Pemadam api
5. Sprinkler system.
6. Fire detector Alarm
7. Pengeras suara (untuk semua kejadian bencana/kecelakaan yang mengharuskan mengevakuasi tamu dan karyawan)
8. Assembly point (untuk semua kejadian bencana/kecelakaan yang mengharuskan mengevakuasi tamu dan karyawan)
Penyebab dari terjadinya kebakaran di hotel X ini sendiri disinyalir akibat kelalaian (Fault of Person) dan kondisi gedung serta peralatan yang sudah berusia lebih dari 20 tahun (Unsafe Act and/or Unsafe Condition) mengurangi factor keselamatan kerja yang pada akhirnya menimbulkan kecelakaan (accident) yang dilakukan oleh pihak engineering (teknisi) saat melakukan perbaikan travo di hotel. Namun karena tidak ada informasi resmi dari managemen, dan pihak managemen menyampaikan hal ini terjadi karena korsleting listrik biasa, maka deni enggan untuk membahas lebih lanjut.
VI. Human Error in delivering service
Menurut hasil wawancara dengan Nasohi (Hotelier dengan pengalaman lebih dari 15 tahun) yang penulis temui di tanggal 6 April 2019, hal yang paling sering terjadi adalah kecelakaan minor seperti jatuhnya alat – alat makan seperti piring, sendok, gelas yang dapat melukai pekerja maupun tamu. Hal yang paling diingat adalah ketika nasohi bekerja sebagai supervisor bellboy di Grand Hyatt Jakarta pada tahun 1994, di Han Restaurant. Saat tersebut, seorang waiter (Pramusaji) yang tergelincir saat membawa makanan dan minum yang dipesan oleh tamu dan membuat pecahan kaca dari gelas dan piring mengenai bagian telapak kaki tamu lain yang sedang lewat dan tangan pramusaji tersebut ketika panik dan berusaha membersihkan pecahan kaca.
Dengan arahan dari Manager On Duty (MOD) yang bertugas saat kejadian tersebut, nasohi yang sedang on duty segera membawa pekerja in house clinic dan tamu yang terluka ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan medis.
Dari penjabaran di atas, ada beberapa factor yang mempengaruhi kecelakaan tersebut terjadi, seperti:
1. Unsafe Act and/or Unsafe Condition factor: Penggunaan sepatu yang tidak sesuai dengan standard. Hotel pada umumnya memiliki standard yang ketat dalam appearance (penampilan) dan performance (kinerja) dari karyawannya. Dari penggunaan hairnet dan tata rambut, hingga jenis dan bahan sepatu telah ditentukan terlebih dahulu. Selain itu seorang karyawan hotel juga dilatih untuk menunjukan postur tubuh dan body language (Bahasa tubuh) hingga ke courtesy (manners/perilaku) dan micro expression (ekspresi terkecil) dari tamu. Hal ini dilakukan untuk memberi pelayanan yang maksimal serta menghindari segala bentuk kecelakaan kerja.
Dalam hal penampilan, pihak hotel pada umumnya telah menyediakan penggunaan uniform
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
(seragam) kepada karyawan karyawan untuk menjaga penampilan agar terlihat elegant dalam bekerja. Untuk divisi F&B (Food and Beverage) sendiri, khususnya pada penggunaan sepatu, hotel menetapkan penggunaan sepatu yang beralaskan karet untuk menghindari tergelincir karena bersentuhan dengan bahan yang berbahan licin seperti tumpahan air, minyak, dan sebagainya.
2. Fault of Person & Social Environment and Ancestry factor: Pramusaji kurang terampil (skill) / tidak fokus dalam membawa tray(baki/nampan). Setiap staff pramusaji telah diberikan pelatihan yang cukup dalam tata cara mengatur dan membawa tray yang berisi makanan serta minuman dari dapur ke meja tamu. Dan hanya pramusaji tertentu yang diperkenankan membawa tray dengan bentuk yang berbeda seperti oval tray. Hal ini menandakan bahwa terdapat teknik yang perlu dipelajari terlebih dahulu sebelum pramusaji mendapatkan ijin dari supervisor sebagai tanda kesiapannya. Teknik tersebut meliputi posisi lengan, telapak tangan, posisi dan postur tubuh, ketepatan dalam melangkah, respon ketika menghadapi jalan yang tidak lurus atau landai, teknik meletakan barang di atas tray, dan sebagainya. Gagal dalam mengeksekusi teknik tersebut akan mengakibatkan accident (kecelakaan). Selain itu, kondisi psikologis pramusaji yang panik ketika pasca kecelakaan terjadi mengakibatkan mencelakai diri sendiri
VII. KESIMPULAN
Dari penjabaran di atas, faktor utama kecelakaan kerja di industri perhotelan adalah karena faktor sumber daya manusia (yang menurut teori heinrich dikategorikan sebagai Fault of Person & Social Environment and Ancestry factor). Hal ini dikarenakan sebagai seorang hotelier diharuskan untuk selalu tersenyum dan siap dalam memberikan pelayanan prima kepada tamu kapanpun dibutuhkan (bukan kapanpun diminta). Padahal bagi pekerja di bidang pelayanan, stress sangatlah wajar untuk ditemui yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja dari pekerja itu sendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut peranan managemen serta serikat buruh sangat diperlukan untuk tetap menjaga standard kesehatan dan keselamatan yang telah diberikan oleh hotel.
Sayangnya, belum semua hotel menunjukan keseriusan dalam pengimplementasian kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan.
Dalam kasus yang disampaikan oleh Nasohi, sudah menjadi hal yang lumrah bagi hotelier untuk terjadi kecelakaan kerja minor seperti yang digambarkan sehingga mereka tidak menyadari itu merupakan bagian dari kecelaakaan kerja sehingga tidak terbentuk konsep budaya disiplin pada pekerja, jika tidak melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dikarenakan belum adanya pengawasan yang ketat untuk melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja / buruh yang terkena kecelakaan kerja standard yang telah ditetapkan oleh managemen maupun serikat pekerja sebelum dan ketika bekerja.
Selain itu, seperti yang penulis sampaikan di awal, managemen selalu bekerja dengan sangat cepat dalam melindungi citra dari hotel. Hal ini membuat pekerja berada dalam kondisi psikologis yang bingung antara mendahulukan kepentingan customer atau mengikuti SOP (standard operation procedure) yang ada ketika terjadi kecelakaan kerjaHotel merupakan tulang punggung dari industri pariwisata. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata di Indonesia, sudah sewajarnya untuk pengusaha dan managemen hotel lebih memperhatikan kembali faktor kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dikarenakan sebagai salah satu industri pelayanan,
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
gangguan dalam kesehatan maupun keselamatan kerja dapat memberi dampak signifikan bagi kenyamanan serta keselamatan tamu atau wisatawan. Meski beberapa hotel telah memiliki in house clinic, namun bagi hotel yang tidak memiliki cukup ruang atau cost yang cukup. Hotel dapat bekerja sama dengan tenaga medis demi pengecekan kesehatan secara berkala. Selain itu, penanganan stress kepada karyawan hotel dapat dilakukan dengan mengadakan kelas khusus seperti yoga, atau memberi ijin sudden break (berhenti bekerja sejenak) apabila sedang atau tengah menghadapi komplain dari tamu untuk mengeluarkan stress dan menstabilkan emosi dari pekerja. Selain itu, pengawasan dan evaluasi sangatlah perlu untuk dihadirkan agar dapat menjamin bahwa pekerja telah mengikuti standard yang berlaku sehingga dapat memberi pelayanan yang maksimal sehingga dapat menimbulkan kepercayaan tamu atau wisatawan untuk menjadikan hotel tersebut pilihan menginap di destinasi wisatanya.
Daftar Pustaka Artikel
Naipinit, Aree and Thirachaya Maneenetr. “Community Participation in Tourism Managemen in Busai Village Homestay, Wangnamkheo District, Nakhon Ratchasima Province, Thailand.” International Business & Economic Research Journal., January 2010, Volume 9, Number 1.
Park, C. and Lee, T.M. Antecedents of online reviews’ usage and purchase influence:an empirical comparison of US and Korean Consumers. Journal of Interactive Marketing, Vol. 23 No. 4, 2009.
Ruyter K, Wetzels M, Feinberg R. Role. Stress in call centers: Its effects on employee performance and satisfaction. Journal of Interactive Marketing, 2001.
Buku
Afriantoni, Edy Karno, dan E. Hamzah Suaidi. Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Tinggi: Sebuah Tinjauan Aktual terhadap Praktik Pendidikan Tinggi di Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish, 2016.
Heinrich, H. W. Industrial accident prevention: a scientific approach (4th ed.). New york: McGraw-Hill, 1959.
Hermawan, H. Brahmanto, E., & Hamzah, F. Pengantar Manajemen Hospitality. Pekalongan: PT Nasya Expanding Managemen, 2018.
Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Ed. Rev., Cet. Ke-11, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Kebijakan, Tim Analisa. Strategi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Sebagai Pusat Pertumbuhan. Jakarta: Bappenas, 2015.
Koeshartono, D. & M.F. Shellyana Junaedi., Hubungan Industrial Kajian Konsep dan Pembahasan.
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2005.
Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2004.
Mangkunegara, Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx
Simatupang, Violetta. Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya. Bandung: Penerbit P.T.
Alumni, 2015.
Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Wahyudi, H. Alwi. Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2010-2025.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Internet
Kabar Indonesia, “Peran Perhotelan dalam Kepariwisataan,” diunduh melalui
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=15&dn=20081128063914, diakses pada 31 Maret 2019
Sindonews, “Indonesia Destinasi Wisata Terbaik Dunia 2017,” diunduh melalui
https://lifestyle.sindonews.com/read/1254106/156/indonesia-destinasi-wisata-terbaik-dunia- 2017-1509679929, Diakses pada 31 September 2019
Ibrahim, “Begini Laju Dunia Pariwisata Indonesia menurut Ahli,” diunduh melalui https://m.merdeka.com/jateng/wisata/begini-laju-dunia-pariwisata-indonesia- menurut-ahli-170513v.html, diakses 22 September 2019
Komsary, Kasih Cakaputra, “4 Pilar Pembangunan Kepariwisataan Indonesia,” diunduh melalui https://tourism.binus.ac.id/2017/04/20/4-pilar-pembangunan-kepariwisataan- indonesia/, diakses 22 Desember 2019
Organization, The World Tourism. “Glosarry of Tourism Term.” diunduh melalui http://statistics.unwto.org/sites/all/files/docpdf/glossaryterms.pdf, diakses 22 Desember 2019.
Kovensi Internasional
Universal Declaration of Human Right, 1949.
The United Nations for World Tourism Organization (UNWTO) Report, 2013.
Tourism Bill of Rights and Tourist Code, 1985.
Nation, United. International Recommendation for Tourism Statistic 2008. New York: United Nation, 2010.
DHARMASISYA
Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 (September 2021) 1519-1534
e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx