• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dharmasisya - UI Scholars Hub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Dharmasisya - UI Scholars Hub"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Dharmasisya Dharmasisya

Volume 1 NOMOR 2 JUNI 2021 Article 12

July 2021

PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/2016

Delima Sianipar

[email protected]

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya

Part of the Administrative Law Commons, Civil Law Commons, Constitutional Law Commons, Criminal Law Commons, and the International Law Commons

Recommended Citation Recommended Citation

Sianipar, Delima (2021) "PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/

2016," Dharmasisya: Vol. 1 , Article 12.

Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss2/12

This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Law at UI Scholars Hub. It has been accepted for inclusion in Dharmasisya by an authorized editor of UI Scholars Hub.

(2)

PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI DAERAH PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/2016

NOMOR 88/PUU-XIV/2016

Cover Page Footnote Cover Page Footnote

Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018), hal. 56. Komnas Perempuan, Atas Nama Otonomi Daerah: Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia, (Jakarta: Komnas

Perempuan dengan dukungan Norwegia Embassy, 2010), hal. 15. Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28I ayat (2). Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (2). Tanti Hermawati, “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”, Jurnal Komunikasi Massa (Vol. 1, Nomor 1, Juli 2007), hal. 29. Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, “Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”

Http://Dikpora.Jogjaprov.Go.Id/Web/Halaman/Detail/Sejarah-Singkat-Provinsi-Daerah-Istimewa- Yogyakarta, diakses 18 November 2019. Muhammad Ishom, “Sultan HB X dan Calon Suksesornya yang Perempuan”, https://www.nu.or.id/post/read/109137/sultan-hb-x-dan-calon-suksesornya-yang-

perempuan diakses 24 November 2019. Penjelasan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/209-penjelasan-uu-keistimewaan-diy, diakses 23 November 2019.

This article is available in Dharmasisya: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss2/12

(3)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

PENERUS TAHTA DALAM PEMERINTAHAN DAERAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BERDASARAKAN PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 88/PUU-XIV/2016 Delima Sianipar

Fakultas Hukum Universitas Indonesia Korespodensi: [email protected]

Abstrak

Hak Asasi Manusia merupakan sebuah hak pemberian Tuhan yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.

Perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama. Hak ini termasuk juga untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang mendapatkan kewenangan istimewa. Raja yang bertahta di Kasultanan Yogyakarta secara otomatis menjadi Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengaturan mengenai keistimewaan Yogyakarta diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dianggap telah mendiskriminasi kedudukan perempuan dan laki-laki. Maka melalui mekanisme judicial review, pasal tersebut telah dibatalkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 dan menjaid pintu gerbang bagi masuknya perempuan dalam pemerintahan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta memberikan kepastian hukum. Hal yang penting dalam artikel ini adalah bagaimana memandang kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik dari segi budaya maupun agama. Perempuan dan laki-laki dilahirkan dengan perbedaan, tidak dengan pembedaan.

Kata kunci: Hak Asasi Manusia, Keraton Yogyakarta, Putusan Mahkamah Konstitusi.

Abstract

Human rights are God-given rights inherent to all human beings. Men and women are entitled to the same rights. It includes obtaining the equal opportunities in government. Special Region of Yogyakarta is oen of the provinces that has particular authorities.

The reigning king in the Yogyakarta Sultanate will automatically be appointed as the Governor of Special Region of Yogyakarta Province. The particularity of Yogyakarta is regulated in Act Number 13 of 2012 on the privileges of Special Region of Yogyakarta. Article 18 section (1) point mof Act Number 13 of 2012 on the Privileges of Special Region of Yogyakarta is considered as a discrimination on the equality of men and women. Thereupon, through the judicial review mechanism, this article has been voided by Constitutional Court Decision Number 88/PUU-XIV/2016 and not only has opened doors for women in the Special Region of Yogyakarta government, but it also has given a legal certainty. The significance of this article is to look the position of men and women on tha basis of either culture or religion. Both men and women are born different, but not to be distinguished.

Keywords: Human Rights, the Special Region of Yogyakarta, Act Number 13 of 2012 on the Privileges of Special Region of Yogyakarta, Constitutional Court Decision Number 88/PUU-XIV/2016

I. PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi pusat dari revolusi demokratis yang telah menyentuh setiap bagian dari belahan dunia dalam tahun-tahun terkahir ini. Meskipun arus demokrasi telah mengalir dengan cepat, demokrasi-demokrasi yang muncul masih menghadapi hambatan-hambatan yang menakutkan dalam menegakkan aturan-aturan hukum dan membentuk jaminan yang kokoh terhadap penegakkan HAM.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) memuat visi, misi dan prinsip-prinsip tata kelola negara-bangsa Indonesia dan karena itu merupakan sumber utama kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk sebagai landasan hukum tertinggi bagi seluruh produk hukum Indonesia.2 Prinsip non-diskriminasi tersirat melalui pernyataan komitmen negara Indonesia untuk melindungi setiap warga negaranya dari

1 Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018), hal. 56.

2 Komnas Perempuan, Atas Nama Otonomi Daerah: Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia, (Jakarta: Komnas Perempuan dengan dukungan Norwegia Embassy, 2010), hal. 15.

(4)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

perlakuan yang bersifat diskriminasi atas dasar apapun3 dan hak warga negara untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama untuk mendapat persamaan dan keadilan.4

Pada hakikatnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki terlahir berbeda.

Ketika kita melihat karakteristik dari masing-masing secara fisik, kita akan dengan mudah menemukan perbedaanya. Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir antara perempuan dan laki-laki.

Patriarki dalam masyarakat di seluruh dunia berkembang, tak terkecuali di Jawa.

Perlahan dikembangkan dari peran dalam kebudayaan pra-modern – ketika ukuran fisik dan seluruh sistem otot para lelaki yang lebih unggul, bersama dengan peran biologis wanita yang melahirkan anak – mengasilkan pembagian kerja yang didasarkan pada jenis kelamin, yang masih berlaku sampai saat ini. Kaum lelaki menjadi penyedia kebutuhan hidup dan pelindung dalam menghadapi dunia di luar keluarga itu. Tanggung jawab yang mendalam sedemikian dapat memberikan otonomi dan kesempatan yang cukup besar. Pembagian kerja ini menjadi penyebab berkembangnya peran-peran sosial yang terbatas bagi kedua jenis kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan dalam beberapa hal lebih menguntungkan laki-laki.5

Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam Daerah- daerah yang bersifat Istimewa”.6 Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950, sesuai dengan maksud Pasal 18 UUD 1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.7

Secara historis, Keraton Yogyakarta merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam yang memiliki hubungan dengan Kesultanan Turki Utsmani sebagai pusat Khilafah Islamiyah hingga tahun 1922. Hubungan ini terlihat dari gelar Khalifatullah yang diberikan dan berlaku untuk raja-raja Mataram hingga Sultan HB X yang bertahta saat ini. Implikasi dari gelar itu adalah sang raja harus memperhatikan hukum islam atau yang dikenal dengan fiqih dalam sistem pemerintahannya.8

Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan agar terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka- tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa.9 Pengaturan tersebut didasarkan pada asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan

3 Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28I ayat (2).

4 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (2).

5 Tanti Hermawati, “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”, Jurnal Komunikasi Massa (Vol. 1, Nomor 1, Juli 2007), hal. 29.

6 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18.

7Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, “Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” Http://Dikpora.Jogjaprov.Go.Id/Web/Halaman/Detail/Sejarah- Singkat-Provinsi-Daerah-Istimewa-Yogyakarta, diakses 18 November 2019.

8 Muhammad Ishom, Sultan HB X dan Calon Suksesornya yang Perempuan”, https://www.nu.or.id/post/read/109137/sultan-hb-x-dan-calon-suksesornya-yang-perempuan diakses 24 November 2019.

9 Penjelasan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/209-penjelasan-uu-keistimewaan-diy, diakses 23 November 2019.

(5)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

pendayagunaan kearifan lokal. Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.10

Sebagaimana diketahui, Sultan Hamengku Buwana X (HB X) tidak memiliki keturunan seorang putra. Pernikahan dengan Gusti Kanjeng Ratu Hemas melahirkan lima orang anak yang berjenis kelamin perempuan. Siapa penerus Sultan HB X kedepan masih misteri. Gelar Raja yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY) menegaskan Sultan Keraton adalah iman yang dalam Islam merujuk pada laki-laki sesuai sejarah Mataram Islam, bukan perempuan.11

Namun pada tahun 2015, Sultan mengeluarkan Sabda Raja yang mengubah nama gelarnya dan Dawuh Raja yang memberikan gelar baru kepada anak perempuan tertuanya. Hal ini dipertanyakan oleh banyak orang, apakah Dawuh Raja ini sebagai bentuk pengangkatan Putri Mahkota?. Belum selesai perdebatan mengenai Sabda Raja, dimohonkanlah uji materi terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf m kepada Mahkamah Konstitusi.

UU KDIY memuat aturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DIY, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, oekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Salah satu syarat ini dimuat dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m.

Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat diartikan bahwa yang dapat menjadi Gubernur adalah laki-laki yang telah menikah. Berbagai pertanyaan muncul terkait pasal ini. Apakah negara tidak berkenan menetapkan apabila calon Gubernur dan/atau Wakil Gubernur belum menikah, calon adalah anak tunggal atau calon adalah belum dikaruniai anak, atau bahkan calon Gubernur dan/atau Wakil Gubernur berjenis kelmin perempuan?. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon, sehingga frasa “yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak” dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana mekanisme pengisian jabatan kepala daerah setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan mekanisme pengisian jabatan kepala daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016.

II. PEMBAHASAN

Sebelum kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri, sebelum kemerdekaan disebut Zelfbesturende Landschappen. Di jaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.12

Perubahan besar berikutnya terjadi setelah lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX segera memberikan ucapan selamat atas berdirinya republik baru kepada para proklamator kemerdekaan. Dukungan terhadap republik semakin bulat manakala Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka

10 Indonesia, Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU No. 13 Tahun 2012, LN No.

170 Tahun 2012, TLN No. 5339, Pasal 6.

11 Prabowo, “Meski Ada Putusan MK, Perempuan Tetap Tak Bisa Jadi Gubernur Yogyakarta”, Okezone, (05 September 2017), www.google.com/amp/news.okezone/amp/2017/09/05/510/1769869/meski- ada-putusan-mk-perempuan-tetap-tak-bisa-jadi-gubernur-yogyakarta diakses 24 November 2019.

12 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, “Sejarah Singkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.

(6)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Paku Alam VIII mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945 yang menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.13

Kewenangan istimewa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.14 Dengan demikian, Pemerintahan Daerah provinsi DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan kewenangan berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.15

Sistem penetapan dalam pemilihan kepala daerah di Yogyakarta tidaklah bertentangan dengan demokrasi, karena substansi pada sistem penetapan sultan sebagai Gubernur sesuai dengan aspirasi atau musyawarah masyarakatnya. Rakyat mempercayai raja untuk memimpin pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ini merupakan bentuk implementasi dari mekanisme demokrasi dan imamah dalam Islam.16

Berdasarkan polling Keistimewaan Yogyakarta hasil penelitian Laboratorium Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat disimpulkan, pada Kabupaten Bantul. Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul serta Kota Yogyakarta di DI Yogyakarta, sebanyak 96,6 % penduduk mendukung keistimewaan. Selain itu 93,2% penduduk DIY mendukung penetapan Sultan sebagai Gubernur.17

Pihak yang pro terhadap penetapan antara lain paguyuban-paguyuban desa, perkumpulan kepala desa se-DIY, serta masyarakat yang tinggal di atas tanah Keraton. Alasan mendukung penetapan ini karena tradisi sudah berlaku turun temurun sejak dahulu. Sedangkan kelompok masyarakat yang mendukung pemilihan, seperti massa yang tergabung dalam Paguyuban Rakyat Jogja Semesta beranggapan bahwa penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY mengingkari hak asasi manusia. Akademisi dan kalangan kampus di Yogyakarta juga mendung pemilihan dengan alasan ingin mengganti status aristokrasi dan monarki agar menjadi lebih demokratis.18

Raja sebagai gubernur DIY adalah konsekuensi logis dari daerah istimewa yang bersifat kerajaan. Sepanjang sultan yang bertahta sesuai paugeran adat, maka jabatan Gubernur DIY adalah hak sultan. Hingga pada 30 April 2015 Sultan HB X mengeluarkan Sabda Raja yang menjadi perdebatan terutama di kalangan internal Keraton. Terlebih pasca Sri Sultan HB X pada 5 Mei 2015 mengeluarkan Dawuh Raja berisi penggantian gelar putri tertua Sri Sultan HB

13 “Cikal Bakal Keraton Kasultanan Yogyakarta”, diakses dari http://www.kratonjogja.id/cikal- bakal/detail# pada 21 November 2019.

14 Indonesia, Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU No. 13 Tahun 2012, LN No.

170 Tahun 2012, TLN No. 5339, Pasal 7 ayat (2)

15 Indonesia, Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU No. 13 Tahun 2012, LN No.

170 Tahun 2012, TLN No. 5339, Penjelasan.

16 Shella Macelina, “Penetapan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Pandangan Partai Demokrat,” (Skripsi Sarjana., Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014), hlm.

88.

17 BHP UMY, “96% Penduduk DIY Mendukung Keistimewaan, Pasir Besi Kulon Progo termasuk Keistimewaan DIY”, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, “http://www.umy.ac.id/96-penduduk-diy- mendukung-keistimewaan-pasir-besi-kulon-progo-termasuk-keistimewaan-diy.html diakses 20 November 2019.

18 Aulia Ardiyanti dan Ikhsan Darmawan, “Pertentangan Antara Kelompok Pro-Pemilihan dan Pro-Penetapan Gubernur dalam Proses Formulasi RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2011-2012”, Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, hlm. 11.

(7)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

X, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun berganti menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawano Langgeng Ing Mataram.19

Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto Paringono siro kabeh adiningsun, saderek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nempo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusi Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram, Senopati ing Kalogo Langgening Bawono Langgeng Langgenging Toto Panotogomo.

Sabdo Rojo iki dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun20 Dawuh Raja, 5 Mei 2015

Siro adi ingsun, seksenono ingsun Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram, Senopati ing Kalogo Langgening Bawono Langgeng Langgenging Toto Panotogomo.

Kadawuhan netepake Putri Ingsun Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tak tetepake Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mangertenono yo mengkono dawuh ingsun21

Saat itu publik maupun kerabat keraton bertanya-tanya, apakah Dawuh Raja ini bagian dari pengangkatan putri tertua diangkat sebagai putri mahkota penerus tahta. Benarkah kesultanan Yogyakata yang sangat patriarki akan dipimpin oleh seorang ratu?22 Ini menjadi polemik berkepanjangan. Adik-adik Sultan HB X atau para pangeran menentangnya. Mereka kompak beranggapan, Sabda Raja dan Dawuh Raja Sri Sultan HB X tidak sesuai dengan Paugeran Keraton yang sudah lestari selama ratusan tahun. Karena dalam Paugeran Keraton Yogyakarta, Sultan yang bertahta haruslah seorang laki-laki. Sultan itu maskulin.23

Pengakuan keistimewaan dalam bidang pemerintahan tersebut didasarkan pada sejarah asal usul kepemimpinan Yogyakarta yang berasal dari lingkungan Kasultanan yang telah mendapatkan pengakuan dari masyarakat baik secara hukum maupun sosial.24 Berdasarkan

19 Ridwan Anshori, “Keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur”, Tagar News (07 Maret 2019) http://www.google.com/amp/s/www.tagar.id/keraton-jogja-kenapa-raja-yang-bertahta-otomatis- gubernur/amp/ diakses 21 November 2019

20 Hendar Krisdianto, “Apa Isi Sabdaraja dan Dawuh Raja Sri Sultan Hamengkubuwono X?”, 9 Mei 2015 http://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/regional/2015/05/09/apa-isi-sabdaraja-dan- dawuh-raja-sri-sultan-hamengkubuwono-x diakses 21 November 2019. Terjemahan Sabda Raja dalam bahasa Indonesia: “Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya”

21 Hendar Krisdianto, “Apa Isi Sabdaraja dan Dawuh Raja Sri Sultan Hamengkubuwono X?”.

Terjemahan Dawuh Raja dalam bahasa Indonesia “Saudara semua, saksikanlah saya Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo mendapat perintah untuk menetapkan Putri saya Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mengertilah, begitulah perintah saya”

22 H, “Sabda Raja dan ‘Putri Mahkota’ Keraton Yogya”,

https://www.liputan6.com/news/read/2227267/sabda-raja-dan-putri-mahkota-keraton-yogya diakses 21 November 2019.

23 Pribadi Wicaksono, “Adik Sultan HB X: Kami Sudah Tak Peduli Siapa Calon Raja Yogya”,

Tempo.co, (10 Februari 2018), diakses dari

http://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.com/amp/1059326/adik-sultan-hb-x-kami-sudah-tak-peduli- siapa-calon-raja-yogya pada 21 November 2019.

24 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hlm. 38.

(8)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Pasal 18 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satu syarat calon Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono. Walaupun tidak secara spesifik dituliskan bahwa Sultan Hamengku Buwono harus seorang laki-laki, salah satu syarat calon Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.25 Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa Sultan Hamengku Buwono harus seorang laki-laki yang telah menikah.

Menurut Heru Wahyukismoyo, Kasultanan Yogyakarta itu nas-nya adalah laki-laki.

Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945, Sri Sultan HB X menguatkan melalui Dawuh Dalem 01/dd-hbx/1998, bahwa Kasultanan Yogyakarta sebagai pancering budaya Jawa berdasarkan Quran Hadist, tertulis nama Ngarso Dalem dan negeri dalem secara lengkap sebagai landasan yuridis antara lembaga Kasultanan dengan lembaga negara.26

Menurutnya, di internal Keraton Yogyakarta sendiri sudah ada landasan baku, yaitu paugeran adat, musyawarah adat dan ahli waris penerus Kasultanan Yogyakarta. Dengan kata lain, sejak Sabda Raja 30 April 2015, sebenarnya secara de jure terjadi kekosongan tahta karena Sultan HB X berganti nama dan gelar.27 Ditambahkan lagi, jika sultan/adipati keluar dari pakem paugeran adat, maka rakyat melalui DPRD DIY dan Pusat (DPR dan Presiden) dapat mencabut UU Keistimewaan Yogyakarta. Sehingga, siapa saja biasa menjadi Gubernur/Wagub Provinsi DIY seperti provinsi lain pada umumnya di Indonesia. Yogyakarta istimewa karena paugeran adatnya, kalau paugeran adat dilanggar maka Yogyakarta telah kehilangan sifat kerajaannya.28

Banyak pihak menilai, jika raja yang bertahta otomatis Gubernur DIY terus berlanjut, maka perlu dilakukan peninjauan kembali UU Keistimewaan Yogyakarta. Sebab dalam UU Keistimewaan Yogyakarta tersebut sudah “mengunci” Gubernur DIY adalah raja yang bertahta dengan nama dan gelar seperti paugeran adat sejak ratusan tahun lalu. Bukan nama dan gelar seperti yang telah diubah oleh Sultan HB X dalam Sabda Raja pada 30 April 2015.29

Aturan mengenai Sultan Hamengku Buwono yang harus seorang laki-laki ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari budaya hukum Paugeran Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai hukum yang hidup dan berlaku di internal Kasultanan Yogyakarta. Dengan demikian tentunya penting untuk mengetahui bagaimana sistem nilai Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai rujukan penyusunan paugeran sebelum mencari tahu mengenai kedudukan laki-laki dalam budaya hukum Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta dan tanggapan Paugeran terhadap perkembangan zaman.30

Sistem nilai dalam Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta sangat erat kaitannya dengan Islam.31 Gelar resmi pemimpin Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta, Ngarsa Dalem

25 Indonesia, Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU No. 13 Tahun 2012, LN No.

170 Tahun 2012, TLN No. 5339, Pasal 18 ayat (1) huruf m.

26 Siti Afifiyah, “keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur?”, https://www.tagar.id/keraton-jogja-kenapa-raja-yang-bertahta-otomatis-gubernur diakses 21 November 2019.

27 Lihat juga Arif Wibowo, “Adik Tiri Sultan HB X Dikukuhkan Menjadi Sultan HB XI”, Tempo, https://nasional.tempo.co/read/683366/adik-tiri-sultan-hb-x-dikukuhkan-menjadi-sultan-hb-xi/full&view=ok diakses 21 November 2019.

28 Ridwan Anshori, “Keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur”.

29 Siti Afifiyah, “keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur?”.

30 Sartika Intaning Pradhani dan Alam Surya Anggara, “Kedudukan Laki-Laki dalam Budaya Hukum Kasiltanan Daerah Istimewa Yogykarta (Studi Kasus Pengisian Jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta)”, Jurnal Penelitian Hukum (Vol 2, No.3, November 2015), hal. 149.

31 Ryadi Goenawan dan Darto harnoko, Sejarah Soial Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta: Mobilitas Soial DI. Yogykarta Periode Awal Abad Duapuluhan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), hlm. 45.

(9)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Kalifatullah Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Ing Negari Yogyakarta Hadiningrat,32 merupakan salah satu representasi nilai-nilai Islam yang hidup dan berkembang dalam Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sultan adalah seorang raja atau pemimpin masyarakat dan pemerintahan. Senapati ing Ngalaga berarti bahwa secara lahiriah sultan adalah seorang panglima perang dan secara batiniah adalah panglima bagi setiap diri manusia untuk mengalahkan musuh yang ada dalam dirinya. Abdurrahman berarti setiap raja atau manusia adalah citra batiniah abdi Allah yang mendapat kasih-Nya.33 Sayidin Panatagama berarti setiap raja atau manusia yang diharapkan menjadi pengelola agama serta memiliki orientasi surgawi dan khalifatullah merupakan cerminan penguasa yang mendapat cahaya ilahi yang memerintah sebagai waliullah atau wakil Tuhan di dunia.34

Islam yang hidup di Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak seperti Islam yang ada di Arab, karena Islam yang berkembang dalam Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Islam yang telah beradaptasi dengan budaya lokal dan agama-agama yang telah sebelumnya hidup dan diyakini dalam masyarakat Jawa. Islam yang masuk ke Jawa menghadapi suasana, kondisi dan kekuatan budaya yang telah berkembang secara kompleks dan halus yang merupakan hasil penyerapan unsur-unsur Hinduisme dan Budhisme.35

Kedudukannya laki-laki yang hidup dalam Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta, tidaklah dapat dilepaskan dari budaya hukum Kasultanan itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman, budaya hukum merupakan salah satu unsur pembentuk sistem hukum.36 Salah satu unsur yang menjadi pembentuk sistem hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah budaya hukum Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai manifestasi dari budaya hukum Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam sistem hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu pengaturan sistem pemerintahan

Agama islam sendiri telah lebih awal dipeluk oleh masyarakat Jawa. Proses persebaran agama Islam yang dimulai semenjak abad ke-16 secara intensif oleh para ulama menjadikan berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa mempergunakan gelar yang berkaitan dengan agama Islam, seperti sultan, yang pada prinsipnya bagaimana dinasti Mataram Islam memanipulasi pengumpulan gelar-gelar itu.

32 Bgs/gah, “Keluarkan Sabda Raja: Sultan HB X Lepas Gelar Khalifatullah”, Detik, diakses dari https://news.detik.com/berita/d-2903963/keluarkan-sabda-raja--sultan-hb-x-lepas-gelar-khalifatullah diakses 23 November 2019.

33 Lailatuzz Zuhriyah, “Kosmologi Islam Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat”, Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol. 3 No. 1 ( Juni 2013), hal. 92.

34 Gloria, “Meneladani Nilai-Nilai Kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana V”, https://ugm.ac.id/id/berita/11127-meneladani-nilai-nilai-kepemimpinan-sultan-hamengkubuwana-v diakses 24 November 2019.

35 Lihat juga Rangga Pradipta Ansori, Akulturasi Budaya Religi Islam dan Kejawen Situs Gunung Srandil di Desa Glempang Pasir Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, (Skripsi Sarjana., Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, 2017), hlm. 4-5. Agama Islam di Jawa memiliki karakter dan ekspresi keagamaan yang unik. Hal ini karena penyebaran Islam di Jawa, lebih dominan dengan bentuk Akultrasi. Pola akulturasi Islam dan budaya Jawa bisa dilihat pada ekspresi masyarakat Jawa, juga didukung dengan kekuasaan politik kerajaan Islam Jawa. Pada hal ini seperti yang pernah terjadi pada Kerajaan Mataram yang berhasil mempertemukan Islam Jawa dengan kosmologi Hinduisme dan Budhisme. Pada era abad ke 19 terdapat relasi yang fluktuatif Islam dengan budaya Jawa, namun wajah Islam Jawa yang akulturatif terlihat dominan dalam hampir setiap ekspresi keberagamaan masyarakat muslim di wilayah ini. Sehingga sinkretisme dan toleransi agama menjadi satu watak budaya yang khas bagi Islam Jawa.

36 Rocky Marbun, “Grand Design Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945”, Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1, No. 3, hlm. 561. Menurut Friedmann, sistem hukum terdiri atas struktur hukum (legal structure), substansi/materi hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture).

(10)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memberikan kepastian hukum terhadap jaminan eksistensi aset-aset sosial, ekonomi, dan budaya yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengaturan sistem pemerintahan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memberikan kepastian hukum terhadap jaminan eksistensi aset-aset sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.37

Budaya hukum Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak serta merta secara tegas menolak perempuan menjadi raja, namun enggan untuk menerima perempuan sebagai raja.

Keengganan budaya hukum Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menerima perempuan sebagai raja, cenderung lebih didasari pada semangat penerapan fiqih daripada tradisi jawa itu sendiri, karena raja diwajibkan untuk memimpin shalat jumat sebagai imam dan sekaligus menyampaikan khutbah jumat. Jika sultan adalah seorang perempuan, maka menurut ajaran fiqih, ia tidak dapat menjadi imam dan khatib; sehingga keperluan pisowanan atau pertemuan tidak akan dapat dipenuhi oleh seorang raja, sebab bagi raja perempuan hanya dapat ditampakkan hanyalah muka dan telapak tangannya saja.38

Dengan dihapusnya gelar Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah, maka ada perubahan yang mendasar terhadap kedudukan Raja. Raja tidak memiliki peran untuk menjadi pengatur agama dalam wilayahnya kekuasaanya. Padahal, nama gelar tersebut merupakan simbol yang menyatakan manifestasi dari nilai-nilai Islam yang menjadi dasar dari sistem nilai Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta dan menjadi sumber dalam penyusunan paugeran. Wahyu yang diterima oleh Sultan Hamengku Buwono X dan disampaikan melalui Sabda Raja dan Dhawuh Raja adalah realita yang tidak dapat disanggah lagi kebenarannya karena memang bersifat transedental. Namun, di sisi lain, wahyu yang diterima oleh Sultan seharusnya mampu menciptakan harmonisasi, ketertiban, keteraturan, dan kebahagiaan bagi umat manusia dan alam semesta karena sebagaimana dalam tembang Pangkur Serat Tajussalatin, bahwa tugas seorang raja adalah untuk menciptakan harmoni.39

Raja sebagai Wakil Tuhan merupakan sumber hukum dengan kekuasaan yang tanpa batas. Hukum yang dibuat oleh Sultan tidak terbatas dan tidak dapat ditentang karena Sultan adalah Wakil Tuhan; sehinggadapat diartikan bahwa hukum yang dibuat dari Sultan juga merupakan hukum Tuhan.40 Hukum adalah norma yang diturunkan dari prinsip. Prinsip- prinsip hukum diturunkan dari nilai. Dengan demikian maka hukum, prinsip, dan nilai harus sesuai karena merupakan satu kesatuan linear yang menjadi gambaran budaya hukum masyarakat setempat.41

Hukum yang dibuat oleh Sultan tidak terbatas dan tidak dapat ditentang sebab berasal dari prinsip dan nilai dasar Kasultanan itu sendiri, yaitu nilai-nilai Islam. Sultan adalah pemimpin di muka bumi yang menjadi Wakil Tuhan untuk membawa umat manusia ke arah yang lebih baik. Sebagai Wakil Tuhan di muka bumi, maka Sultan memiliki keleluasaan wewenangan untuk membuat hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam itu sendiri

37 Cornelis Lay, et.al., “Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta”, Monograph, on Politics and Government, Vol. 2, No. 1, hlm. 21.

38 Yulian Purnama, “Wahai Saudariku, Lengan Adalah Aurat!” https://muslimah.or.id/10685-wahai- saudariku-lengan-adalah-aurat-2.html diakses 22 November 2019.

39 Wachid E. Purwanto, “Tajussalatin: Literasi yang menjadi Dasar Pemerintahan Raja Islam di Melayu dan Jawa”, Konferensi Bahasa Dan Sastra II, hlm. 1015. Menurut Hadi W.M. salah satu sumbangan signifikan Tajussalatin adalah mewujudkan hubungan yang harmoni antara raja dan rakyat dalam sebuah pemerintahan, serta hubungan manusia dengan Allah.

40 Wahyu hukumah ialah menempatkan raja sebagai sumber hukum yang memiliki kekuasaan tidak terbatas dan segala keputusannya tidak boleh ditentang karena dianggap sebagai kehendak Tuhan.

41 Sartika Intaning Pradhani dan Alam Surya Anggara, “Kedudukan Laki-Laki dalam Budaya Hukum Kasiltanan Daerah Istimewa Yogykarta (Studi Kasus Pengisian Jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta)”.

(11)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

sehingga hukum yang dibuat memiliki legitimasi dan tidak dapat ditentang karena ia bukan saja seorang raja, melainkan juga seorang Wakil Tuhan. Itulah mengapa sebagaimana telah disebutkan bahwa Sultan bukan hanya sekadar representasi dari rakyat, melainkan juga karena adanya wahyu dari Tuhan.42

Sabda Raja yang dikeluarkan pada tahun 2015 oleh Sultan HB X tersebut tidak sebatas pada permasalahan apakah ke depan memungkinkan ada pemimpin perempuan di Kasultanan Yogyakarta, namun lebih pada hilangnya peran dan fungsi Sultan sebagai pengatur agama yang menjadi dasar dari dipilihnya Sultan untuk memimpin Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.43 Hal tersebut juga menghilangkan sistem nilai Islam dan kebiasaan-kebiasaan yang erat kaitannya dengan budaya Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta secara keseluruhan.

Kedudukan perempuan Jawa memang kerap ditenggelamkan dalam narasi sejarah karena begitu dominannya patriarki dalam feodalisme Jawa. Namun, sifat tersebut seharusnya cukup menjadi relik masa lalu dan tidak menjadi dasar bagi penolakan terhadap kemungkinan munculnya seorang sultan perempuan dalam puncak kekuasaan Jawa modern. Bahkan, keputusan Sultan Hamengkubuwono X terhadap urusan suksesi tersebut mungkin adalah langkah modernisasi yang brilian dan selaras dengan nilai-nilai masa kini setelah sebelumnya ia memutuskan untuk menghentikan tradisi poligami dan memiliki selir.44

Setiap pribadi berhak menikmati Hak Asasi Manusia tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender.45 Setiap pribadi berhak atas kesetaraan di depan hukum dan pelindungan hukum tanpa adanya diskriminasi yang mempengaruhi atau yang tidak mempengaruhi penikmatan Hak Asasi Manusia orang lain. Hukum harus dengan tegas melarang diskriminasi seperti itu terjadi dan menjamin setiap orang mendapatkan perlindungan yang setara dan efektif dari diskriminasi.46

Tak ada yang memperdebatkan adanya keperluan membatasi HAM. Namun, justru karena itu, retorika “kebebasan bukan tanpa batas” yang kerap diulang-ulang menjadi isyarat adanya upaya melakukan pembatasan secara terlalu luas. Karenanya, seperti disampaikan Bielefeldt47 juga, perlu diingat bahwa pembatasan pun ada batas-batasnya.48 Dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara Pasal 28H ayat (2) secara terminologi memiliki pertentangan dengan ketentuan Pasal 28I ayat (2).49 Ketentuan ini

42 Khalifatul fil Ardhi Sayidin Panotogomo (Wakil Tuhan di muka bumi)

43 yang menghapus gelar Ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah

44 Rahadian Rundjan, “Sultan Perempuan Pertama dan Reformasi Yogyakarta, Akankah Menjadi Nyata?” DW, diakses dari https://www.dw.com/id/sultan-perempuan-pertama-dan-reformasi-yogyakarta- akankah-menjadi-nyata/a-44140645 pada 21 November 2019.

45 Convention on the elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) memberikan definisi diskriminasi terhadap perempuan sebagai berikut “setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”

46 KOMNAS HAM, Prinsip-Prinsip Yogyakarta: Prinsip-Prinsip Pemberlakuan Hukum HAM Internasional dalam Kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Jender, (Jakarta: KOMNAS HAM, 2015), hal. 6.

47 Heiner Bielefeldt, seorang mantan pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan.

48 Zainal Abidin Bagir, et.al., Pembatasan Hak untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia, (Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin, Universitas Gadjah Mada), hlm. 2.

49 Tim Penyusun, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Sekretariat Jenderal MPR RI 2014) 175-183.

(12)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

memperlihatkan bahwa diskriminasi tidak boleh dilakukan. Padahal dalam Pasal 28H ayat (2) mengatur tentang diskriminasi positif.50

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pelaksanaan Hak Asasi Manusia tidak serta merta tanpa batasan. Penegakkannya justru harusnya tidak tak terbatas. Namun dalam Putusan Nomor 88/PUU-XIV/2016, menurut Mahkamah Konstitusi, pembatasan perempuan untuk menjadi pemimpin bukanlah salah satu penegakkan HAM yang perlu dibatasi. Mahkamah tidak menemukan argumentasi yang dapat diterima secara kontitusional untuk membenarkan pembatasan demikian, sebab:

1) Pembatasan terhadap pihak-pihak yang disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk perempuan, sebagai calon Gubernur atau calon Wakil Gubernur DIY dalam Pasal 18 ayat (1) huruf, UU KDIY tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan maksud atau tujuan untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain. Dengna kata lain, tidak ada seorang pun yang hak atau kebebasannya terganggu atau terlanggar jika pihak-pihak yang disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY tersebut menjadi calon Gubernur atau calon Wakil Gubernur;

2) Pembatasan terhadap pihak-pihak yang disbeutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY, termasuk perempuan, sebagai calon Gubernur atau calon Wakil Gubernur tersbeut juga bukan didasari oleh maksud untuk memenuhi tuntutan yang adil yang didasarkan atas pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, maupun ketertiban umum dalam masyarakat demokratis. Sebaliknya, justru memenuhi tuntutan yang adil dalam masyarakat Indonesia yang demokratis pembatasan demikian tidak boleh terjadi. Degan kata lain, dalam masyarakat Indonesia yang demokratis, tidak ada gagasan moral, nilai-nilai agama, keamanan, ataupun ketertiban umum yang terganggu atau terlanggar jika pihak-pihak yang disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU KDIY, termasuk perempuan, menjadi calon Gubernur atau calon Wakil Gubernur di DIY sebagaimana secara empiric juga terbukti di pembatasan demikian tidak terdapat dalam pengisian jabatan kepala daerah di daerah-daerah lain, baik untuk jabatan kepala daerah di tingkat provinsi maupun kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, juga untuk jabatan-jabatan public pada umumnya. Lebih- lebih jika mempertimbangkan DIY sebagai daerah istimewa yang pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur digantungkan pada persyaratan siapa yang bertakhta sebagai Sultan berdasarkan hukum yang berlaku di internal Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan siapa yang bertakhta sebagai Adipati berdasarkan hukum yang berlaku di internal keraton Kadipaten Pakualaman.

III. KESIMPULAN

Setiap pribadi tanpa terkecuali berhak menikmati HAM tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender. Setiap orang berhak atas kesetaraan di depan hukum dan pelindungan hukum tanpa adanya diskriminasi yang mempengaruhi atau yang tidak mempengaruhi penikmatan HAM orang lain. Laki-laki dan perempuan dilahirkan dengan perbedaan, namun tidak menjadi alasan terjadinya pembedaan. Namun dengan dihapuskannya Pasal 18 ayat (1) huruf m melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 menjadi pintu masuk bagi hadirnya penerus tahta berjenis kelamin perempuan di Kasultanan Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski perdebatan masih hadir baik di internal maupun eksternal keraton.

50 Sri Wiyanti Eddyono, Hak Asasi Perempuan dan Konvensi CEDAW sebagaimana dikutip oleh Dhia Al Uyun, “Sic Et Non: Kebebasan dan Pembatasan Hak Kemudahan dan Perlakuan Khusus”, Yuridika, (Vol. 31, No. 1, Januari-April 2016), hlm. 5.

(13)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Daftar Pustaka Artikel

Al Uyun, Dhia. “Sic Et Non: Kebebasan dan Pembatasan Hak Kemudahan dan Perlakuan Khusus. Yuridika: Vol. 31. No. 1. (Januari-April 2016)

Ardiyanti, Aulia dan Ikhsan Darmawan. “Pertentangan Antara Kelompok Pro-Pemilihan dan Pro-Penetapan Gubernur dalam Proses Formulasi RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tahun 2011-2012”. Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Hermawati, Tanti. “Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender”. Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1.

Nomor 1 (2007).

Lay, Cornelis., et.al. “Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta”. Monograph, on Politics and Government. Vol. 2. No. 1.

Marbun, Rocky. “Grand Design Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945”. Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1, No. 3.

Pradhani, Sartika Intaning dan Alam Surya Anggara. “Kedudukan Laki-Laki dalam Budaya Hukum Kasiltanan Daerah Istimewa Yogykarta (Studi Kasus Pengisian Jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Penelitian Hukum Vol. 2, Nomor 3, (November 2015).

Purwanto, Wachid E. “Tajussalatin: Literasi yang menjadi Dasar Pemerintahan Raja Islam di Melayu dan Jawa”. Konferensi Bahasa Dan Sastra II.

Zuhriyah, Lailatuzz. “Kosmologi Islam Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat”. Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam. Vol. 3 No. 1 (Juni 2013).

Buku

Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Cetakan Ke-5. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Asshiddiqqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Amandemen Keempat. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia, 2002.

Atmadja, Dewa Gede. Hukum Konstitusi. Malang: Setara Press, 2010.

Bagir, Zainal Abidin. et.al. Pembatasan Hak untuk Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia. Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin, Universitas Gadjah Mada.

El-Muhtaj, Majda. Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jakarta:

Rajawali Pers, 2013.

El-Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana, 2007.

Goenawan, Ryadi dan Darto Harnoko. Sejarah Soial Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta:

Mobilitas Soial DI. Yogykarta Periode Awal Abad Duapuluhan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.

(14)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

KOMNAS HAM. Prinsip-Prinsip Yogyakarta: Prinsip-Prinsip Pemberlakuan Hukum HAM Internasional dalam Kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Jender. Jakarta:

KOMNAS HAM, 2015.

Komnas Perempuan. Atas Nama Otonomi Daerah: Pelembagaan Diskriminasi dalam Tatanan Negara-Bangsa Indonesia. Jakarta: Komnas Perempuan dengan dukungan Norwegia Embassy, 2010.

Saraswati, LG. et.al. Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus. Depok: Filsafat UI Press.

Departemen Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006.

Internet

---, http://www.kratonjogja.id/cikal-bakal/detail#

---, https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/209-penjelasan-uu-keistimewaan-diy Afifiyah, Siti. “keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur?”

https://www.tagar.id/keraton-jogja-kenapa-raja-yang-bertahta-otomatis-gubernur.

Diakses 21 November 2019.

Anshori, Ridwan. “Keraton Jogja: Kenapa Raja yang Bertahta Otomatis Gubernur”. Tagar News, (07 Maret 2019) http://www.google.com/amp/s/www.tagar.id/keraton- jogja-kenapa-raja-yang-bertahta-otomatis-gubernur/amp/

Bgs/gah. “Keluarkan Sabda Raja: Sultan HB X Lepas Gelar Khalifatullah”. Detik, https://news.detik.com/berita/d-2903963/keluarkan-sabda-raja--sultan-hb-x- lepas-gelar-khalifatullah. Diakses 23 November 2019.

H, Yanuar. “Sabda Raja dan ‘Putri Mahkota’ Keraton Yogya”.

https://www.liputan6.com/news/read/2227267/sabda-raja-dan-putri-mahkota- keraton-yogya. Diakses 21 November 2019.

Ishom, Muhammad. “Sultan HB X dan Calon Suksesornya yang Perempuan”

https://www.nu.or.id/post/read/109137/sultan-hb-x-dan-calon-suksesornya- yang-perempuan. Diakses 24 November 2019.

Krisdianto, Hendar. “Apa Isi Sabdaraja dan Dawuh Raja Sri Sultan Hamengkubuwono X?”

http://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/regional/2015/05/09/

apa-isi-sabdaraja-dan-dawuh-raja-sri-sultan-hamengkubuwono-x. Diakses 24 November 2019.

Prabowo. “Meski Ada Putusan MK, Perempuan Tetap Tak Bisa Jadi Gubernur Yogyakarta”.

Okezone. 05 September 2017. diakses dari

www.google.com/amp/news.okezone/amp/2017/09/05/510/1769869/meski- ada-putusan-mk-perempuan-tetap-tak-bisa-jadi-gubernur-yogyakarta. Diakses 24 November 2019.

Purnama, Yulian. “Wahai Saudariku, Lengan Adalah Aurat!” https://muslimah.or.id/10685- wahai-saudariku-lengan-adalah-aurat-2.html. Diakses 22 November 2019.

Rundjan, Rahadian. “Sultan Perempuan Pertama dan Reformasi Yogyakarta, Akankah Menjadi Nyata?” https://www.dw.com/id/sultan-perempuan-pertama-dan-reformasi- yogyakarta-akankah-menjadi-nyata/a-44140645. Diakses 21 November 2019.

UMY, BHP. “96% Penduduk DIY Mendukung Keistimewaan, Pasir Besi Kulon Progo termasuk Keistimewaan DIY”. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

http://www.umy.ac.id/96-penduduk-diy-mendukung-keistimewaan-pasir-besi- kulon-progo-termasuk-keistimewaan-diy.html. Diakses 20 Novermber 2019.

(15)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Wibowo, Arif. “Adik Tiri Sultan HB X Dikukuhkan Menjadi Sultan HB XI”. Tempo. diaskes dari https://nasional.tempo.co/read/683366/adik-tiri-sultan-hb-x-dikukuhkan- menjadi-sultan-hb-xi/full&view=ok. Diakses 22 November 2019.

Wicaksono, Pribadi. “Adik Sultan HB X: Kami Sudah Tak Peduli Siapa Calon Raja Yogya”.

Tempo.co. (10 Februari 2018).

http://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.com/amp/1059326/adik-sultan- hb-x-kami-sudah-tak-peduli-siapa-calon-raja-yogya

Peraturan

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, LN Tahun 2012 Nomor 170. TLN Nomor 5339.

Putusan Pengadilan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 88/PUU-XIV/2016.

Skripsi dan Tesis

Ansori, Rangga Pradipta. “Akulturasi Budaya Religi Islam dan Kejawen Situs Gunung Srandil di Desa Glempang Pasir Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap.” Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2017.

Azizah, Naili. “Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 tentang Uji Materi Terhadap Pasal 18 ayat (1) Huruf M Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (Kajian Terhadap Polemik Kepemimpinan Perempuan Di Yogyakarta).” Tesis Magister Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018.

Macelina, Shella. Skripsi. Penetapan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Pandangan Partai Demokrat. Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 2014.

(16)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2021) 729-742

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Referensi

Dokumen terkait

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 1 Maret 2020 310-319 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx Dapat disimpulkan bahwa

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 September 2021 1131-1142 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx HUKUM PERSAINGAN

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 1 Maret 2020 213-225 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx diambil dengan

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 Juni 2021 743-764 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx 3 ayat 1 Undang-undang

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 Juni 2021 817-830 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx gedung yang tidak dibangun

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 1 Maret 2020 320-331 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx PERAN HUKUM DALAM

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 September 2021 1245-1258 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx UPAYA PERLINDUNGAN

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 Juni 2021 945-956 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx pelaksanaan hukum yang