DINAMIKA DAN IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM BIDANG IDEOLOGI Oleh Andini Sekar Ningrum – Politeknik Keuangan Negara STAN
1.1 Dinamika Pancasila dalam Bidang Ideologi
Pancasila sebagai dasar negara dapat lahir dan berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang. Para founding fathers mencapai kesepakatan politik untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara ketika negara Indonesia didirikan. Namun, Pancasila sering kali mengalami berbagai deviasi dalam pengaktualisasian nilai-nilainya. Hal tersebut dapat terlihat dari pengurangan, penambahan, bahkan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila yang seharusnya. Pancasila selain sebagai dasar negara juga merupakan suatu ideologi negara di mana Pancasila merupakan aturan bangsa dan negara, sehingga segala yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, harus berdasarkan pada Pancasila. Ideologi negara merupakan hasil pemikiran yang mengandung nilai-nilai untuk mewujudkan tujuan negara yang ingin dicapai yaitu memperkuat jati diri sebuah negara. Di antara dua ideologi besar yang paling berpengaruh yaitu komunisme dan kapitalisme, Pancasila sering digolongkan ke dalam ideologi tengah atau di antaranya, sehingga sering orang menganggap bukan ini dan bukan itu. Pancasila bukanlah berpaham teokrasi (sistem pemerintahan yang berpedoman serta menjunjung prinsip ilahi) maupun berpaham sekuler (paham yang menyangkut ideologi atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak boleh dimasukkan atau dicampuradukkan ke dalam urusan negara, politik, ataupun institusi publik lainnya). Bahkan Pancasila tidak berpaham individualisme (paham di mana hak perseorangan lebih dipentingkan disamping kepentingan masyarakat atau negara dan menganggap diri sendiri sejatinya lebih penting daripada orang lain) maupun kolektivisme (nilai budaya yang lebih menekankan pada kepentingan kelompok di atas kepentingan individu). Posisi inilah yang menyebabkan Pancasila terus mengalami dinamika dalam aktualisasi nilai-nilai yang selalu bergerak ke kanan dan ke kiri dengan seimbang tanpa pernah berhenti tepat di tengah. Apalagi ketahanan ideologi Pancasila ini akan kembali diuji saat dunia memasuki era globalisasi di mana ada banyak alternative ideology, seperti ekstremisme (tindakan yang menggunakan ancaman dengan cara kekerasan yang ekstrim dengan tujuan mendukung aksi terorisme dan dapat menyebabkan cedera, matinya pihak yang sengaja dituju ataupun tidak sama sekali), konsumerisme (aliran yang mengubah perilaku manusia untuk melakukan kegiatan konsumen atau memakai atau membeli barang-barang secara berlebihan tanpa melihat nilai guna barang tersebut), dan radikalisme (paham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau dengan cara drastis) yang masuk ke dalam sendi-sendi bangsa melalui berbagai media informasi yang sekarang ini dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa di mana hal tersebut membuat intensitas pembelajaran Pancasila mengalami penurunan dalam masyarakat serta juga kurangnya efektivitas dan daya tarik pembelajaran Pancasila.
Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yaitu ideologi yang dapat terus menyerap nilai- nilai baru yang dapat bermanfaat bagi ketahanan dan keberlangsungan hidup bangsa (Reni, 2020).
Semua realitas dalam alam akan mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif, dan baru (Alfred, 1929). Realitas bersifat dinamik dan merupakan suatu proses yang terus menerus terjadi walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan juga tidak boleh diabaikan.
Langkah agar nilai-nilai Pancasila dapat diaktualisasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara serta unsur nilai Pancasila yang harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan sejatinya oleh Moerdiono (1995/1996) memaparkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila.
Tiga tataran nilai itu adalah:
A. Nilai dasar, yaitu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu serta berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khas. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara kilas balik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat. Nilai-nilai dasar dari Pancasila ini meliputi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Nilai Instrumental, yaitu nilai yang bersifat kontekstual. Isinya merupakan penjabaran dari nilai dasar yang merupakan arahan kinerja serta ditentukan untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai ini disesuaikan dengan tuntutan zaman. Penjabaran dapat dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama tetapi tetap tidak menyimpang dari nilai-nilai dasar yang ada. Maka dari itu, nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, maupun program yang
menindaklanjuti nilai dasar. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental adalah MPR, Presiden, dan DPR.
C. Nilai Praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari, diwujudkan dengan cara rakyat mengaktualisasikan nilai Pancasila baik secara tertulis maupun tidak tertulis; baik oleh badan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif; oleh organisasi kekuatan sosial politik; oleh organisasi kemasyarakatan; oleh badan-badan ekonomi; oleh pimpinan kemasyarakatan;
bahkan oleh seluruh warga negara. Nilai praksis sebenarnya ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental yaitu penerapannya dan bagaimana kualitas pelaksanaannya pada saat di lapangan.
Tantangan terbesar bagi suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Akan ada masalah baru jika terdapat inkonsistensi antara ketiga nilai tataran tersebut. Pancasila menjiwai semua tingkah baik dalam bidang kenegaraan, politik, maupun pribadi. Aktualisasi nilai Pancasila akan selalu mengalami pembaharuan baik perbaikan dari dalam melalui sistem yang ada atau dengan kata lain, pembaharuan mengindikasikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila. Tetapi perubahan dan pembaharuan bukanlah hanya bersumber dari dalam saja, melainkan bisa terjadi karena pengaruh dari luar yaitu dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas dalam menerima atau menolak nilai-nilai dari luar (asing). Contoh dari terjadinya perubahan dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah adanya empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sebenarnya, tidak satu pun negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Begitu pula terhadap masalah ideologi, pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspek (Habib, 1992). Kondisi ini menyadarkan bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. Jika diperhatikan dengan saksama, ideologi-ideologi besar di dunia sekarang ini terlihat bergeser secara dinamik. Para penyangga ideologi telah melakukan revisi, pembaharuan, dan pemantapan-pemantapan dalam mengaktualisasikan ideologinya.
Perkembangan zaman menuntut bahwa ideologi harus memiliki nafas baru, semangat baru, serta ajaran dan konsep mengenai kehidupan yang memiliki perspektif baru. Ideologi Pancasila pun dituntut demikian, Pancasila harus mampu menghadapi pengaruh budaya asing, khususnya ilmu dan teknologi dan latar belakang filsafatnya yang berasal dari luar. Prof. Notonagoro telah menemukan cara untuk memanfaatkan pengaruh dari luar tersebut, yaitu dengan mengambil ilmu pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar tersebut, tetapi dengan melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan dan selanjutnya diinkorporasikan dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian, jika berhadapan dengan pengaruh baru dari luar, maka Pancasila bersifat terbuka dengan syarat dilepaskan dari sistem filsafatnya, lalu dijadikanlah unsur yang serangkai dan memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri Soeprapto, 1995). Dinamika Pancasila mungkin apabila ada daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilah nilai-nilai yang tepat dan baik dapat menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestariannya di masa mendatang sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut harus sesuai pada relevansinya.
Sebenarnya, dalam konteks hubungan internasional dan pengembangan ideologi, Pancasila bukan hanya bisa menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa juga berpengaruh, serta menyokong kebudayaan atau ideologi lain. Dinamika yang ada pada aktualisasi Pancasila juga memungkinkan bahwa Pancasila dapat tampil sebagai alternatif untuk memberikan orientasi khususnya bagi negara-negara berkembang maupun mewarnai pola komunikasi antar negara pada umumnya dalam melandasi tata kehidupan internasional (Soerjanto, 1989).
1.2 Implementasi Pancasila dalam Bidang Ideologi
Pancasila sebagai ideologi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memiliki berbagai implemetasi, di antaranya sebagai berikut.
A. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Ketatanegaraan
Bangsa Indonesia sebagai kelompok manusia membentuk ide-ide dasar dalam segala hal dalam aspek kehidupan yang dicita-citakan. Kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar tersebut secara ketatanegaraan disebut ideologi. Dan berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di mana hal ini memberikan stabilitas arah sekaligus memberikan dinamika gerak menuju yang dicita-citakan. Negara memiliki cara pandang yang mana negara tidak akan memiliki kepentingan sendiri terlepas atau bahkan bertentangan dengan kepentingan rakyatnya walaupun tetap di dalam negara semua pihak mempunyai fungsi masing- masing dalam suatu kesatuan yang utuh. Menurut alenia II pembukaan UUD 1945 terjadinya negara Indonesia melalui rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan. Rincian tahap-tahap itu sebagai berikut:
a. Perjuangan kemerdekaan Indonesia
b. Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan
c. Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya adalah merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Pembenaran adanya negara Republik Indonesia dapat kita jumpai dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, bahwa Negara Republik Indonesia perlu ada karena kemerdekaan hak segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan harus dihapuskan.
Demikian pula negara Republik Indonesia dalam hal kepentingan umum bangsa Indonesia secara ketatanegaraan adalah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang menurut alenia keempat pembukaan UUD 1945 adalah:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Secara ketatanegaraan, tata organisasi merupakan hal yang fundamental dari kehidupan ketatanegaraan.
1. Bentuk Negara
Bentuk negara Indonesia adalah Republik, yang merupakan suatu pola yang mengutamakan pencapaian kepentingan umum atau kesejahteraan yang ingin dicapai dalam hidup berkelompok. Dilhat dari segi susunannya, bentuk negara dibedakan menjadi negara kesatuan atau negara serikat. Dan bangsa Indonesia merupakan negara kesatuan dan republik. Kemudian perbedaan lain yaitu antara demokrasi dan diktator. Pola demokrasi yang di inginkan bangsa Indonesia membentuk tata nilai tentang tatanan kenegaraan yang terdapat dalam UUD 1945 yang merupakan demokrasi politik Indonesia atau demokrasi Pancasila.
2. Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan merupakan pola yang menentukan hubungan antara lembaga- lembaga negara dalam menentukan gerak kenegaraan, sistem pemerintahan negara yang dipilih bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum b. Pemerintahan atas sistem konstitusi tidak bersifat absolute
c. Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945
d. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD e. Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden f. Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR
g. DPR mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan 3. Unsur-Unsur Negara
Unsur wilayah negara dirumuskan dengan istilah “seluruh tumpah darah Indonesia”
yaitu cara pandang integralistik tentang rumusan pemerintah negara, yang terbagi dalam:
a. Penyelenggara negara di bidang pembentukan peraturan perundangan (legislatif) b. Penyelenggara negara di bidang penerapan hukum (eksekutif)
c. Penyelenggara negara di bidang penegakan hukum (yudikatif) d. Penyelenggara negara di bidang kepenasehatan dan sebagainya 4. Sendi Pemerintahan
Sendi pemerintahan adalah suatu prinsip untuk dapat menjalankan pemerintahan dengan baik di mana ada anggapan pemerintah yang baik adalah membagi negara di dalam beberapa wilayah. UUD 1945 setelah amandemen yang ke-2 dalam pasal 18 mengatur sebagai berikut:
a. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU.
b. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kebupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
c. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota itu memiliki dewan perwakilan rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
d. Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Tata Jabatan
Masalah tata jabatan muncul karena adanya anggapan bahwa di dalam organisasi negara yang tetap adalah jabatannya, sedang pelakunya dapat berubah. Permasalahan tata jabatan dirinci dalam sub masalah yang semuanya menganalisis negara dalam strukturnya.
Sub masalah tersebut dirinci dalam:
a. Masalah perwakilan (sistem dan kelembagaannya) b. Masalah penggolongan-penggolongan penduduk c. Masalah alat perlengkapan negara
B. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Politik
Suatu organisasi atau biasa dikenal sebagai partai politik bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita dalam memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun, sebagai perwujudan negara hukum, maka partai politik harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang “partai politik”
dilakukan oleh lembaga negara yang berwenang secara fungsional sesuai dengan ketentuan Undang- Undang.
C. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Bermasyarakat
Negara Republik Indonesia akan senantiasa kokoh dan kuat ketika Pancasila telah benar-benar meresap ke dalam jiwa masyarakatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu lekat dengan kebudayaan, hal ini dapat disebabkan oleh manusia yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Terdapat hubungan yang saling memengaruhi antara manusia dan kebudayaannya di satu pihak dan negara dengan sistem ketatanegaraannya di lain pihak. Apabila kebudayaan masyarakat dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh jiwa yang sama, maka masyarakat dan negara dapat hidup dengan aman dan sejahtera. Maka dari itu, diperlukan masyarakat yang selalu bijak dalam bersikap dan bertindak, taat akan peraturan yang berlaku, serta mewujudkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dan Dinamis
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup tetapi bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, dan antisipatif serta senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, IPTEK, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit sehingga memiliki kemampuan yang reformasif untuk memecah masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan IPTEK, dan zaman.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah yaitu bersifat operasional. Oleh karena itu, eksplisitasi perlu dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai contoh keterbukaan ideologi Pancasila antara lain dalam kaitannya dengan kebebasan berserikat dan berkumpul yang sekarang ditunjukkan terdapat 48 partai politik, dalam kaitan dengan ekonomi yaitu misalnya ekonomi kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, IPTEK, hankam dan bidang lainnya.
Selain yang disebutkan di atas Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki peran penting dalam konteks sosial, politik, dan budaya di Indonesia. Berikut adalah beberapa peran utama Pancasila sebagai ideologi terbuka:
a. Menjaga keberagaman dan persatuan
Pancasila sebagai ideologi terbuka mengakui dan menghormati keberagaman masyarakat Indonesia. Pancasila memiliki peran penting dalam persatuan, menghormati perbedaan, dan menciptakan kerukunan antarindividu dan kelompok. Dengan pendekatan terbuka, Pancasila memfasilitasi dialog, pengertian, dan kerjasama antara berbagai kelompok dalam masyarakat.
b. Fleksibilitas dan adaptabilitas
Pancasila sebagai ideologi terbuka memungkinkan nilai-nilainya untuk berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman, tantangan, dan perkembangan sosial. Pancasila akan tetap relevan dan memberikan arahan yang bermanfaat dalam menghadapi perubahan dan transformasi sosial yang terjadi.
c. Sebagai landasan kebijakan publik
Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat digunakan sebagai landasan untuk merumuskan kebijakan publik yang inklusif dan berkeadilan. Nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial, demokrasi, serta kemanusiaan yang adil dan beradab, dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan dan program
pemerintah untuk memastikan pemerataan kesempatan, peningkatan kesejahteraan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia.
d. Pedoman dalam pengambilan keputusan
Pancasila sebagai ideologi terbuka memberikan panduan dan kerangka kerja dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Pancasila dapat membantu mempromosikan keputusan yang berpihak pada kepentingan publik, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, dan memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
e. Sumber inspirasi dan motivasi
Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi individu dan masyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Nilai-nilai Pancasila, seperti persatuan, keadilan, dan kebhinekaan, dapat memotivasi individu untuk bekerja sama, membangun kerjasama, dan mengatasi perbedaan untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama.
f. Pendidikan dan pembelajaran
Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki peran penting dalam pendidikan dan pembelajaran.
Konsep ini memungkinkan siswa dan masyarakat untuk mempelajari dan memahami nilai-nilai Pancasila dengan cara yang terbuka dan inklusif. Melalui pendidikan, Pancasila dapat menjadi landasan moral dan etika dalam membentuk generasi yang bertanggung jawab, demokratis, dan berkeadilan.
Melalui peran-peran ini, Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat menjadi pondasi yang kuat bagi pembangunan sosial, politik, dan budaya yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Asatawa, I. P. A. (2017). PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA. Jurnal Pancasila, 7-12.
Dwi, A. (2023). Pengertian Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Beserta Perannya. Diakses pada 17 Oktober 2023, dari https://fkip.umsu.ac.id/2023/07/15/pengertian-pancasila-sebagai-ideologi-terbuka-beserta- perannya/.
Lembaga Ketahanan Nasional. (2020). Pancasila di Tengah Era Globalisasi. Diakses pada 17 Oktober 2023, dari https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-tengah-era- globalisasi.
Nurhikmah dkk. (2021). DINAMIKA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA. Jurnal Pancasila, 2.
Samaloisa, L. P. (2022). DINAMIKA PANCASILA DAN TANTANGAN TERHADAP PANCASILA. Jurnal Pancasila, 1-5.