MAKALAH MAHASISWA SEMESTER I
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BLOK ILMU KEDOKTERAN DASAR : SEL MODUL 6. GENETIKA
DISUSUN OLEH :
1. FAZA ALIN RIDHWANAH 20220710096 2. ANGELIKA MIEN CHAI H. 20220710017 3. AMALIA SUFI BUDIONO 20220710032 4. GEMA GEMPA BADAI T.M. 20220710039
5. NOER MASYITTAH 20220710052
6. FARAH DIBA A.P.W.P 20220710074 7. LIAN TEGAR LINTANG P. 20220710101 8. NABILA YASMINE C. 20220710109 9. SYAHNA NAJLA NUR A. 20220710125 10. LAURENSIA PUTRI P.J.L 20220710140 11. RAYMONDO RAJA P. 20220710144
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2022
MODUL 6 GENETIKA
A. TOPIK MODUL 1. Genetika
2. Down Syndrome
3. Penatalaksanaan pada anak
B. PENDAHULUAN
I. Pemicu/Skenario I
Seorang anak perempuan 8 tahun datang ke RSGM diantar ibunya untuk perawatan gigi yang berlubang. Hasil alloanamnesis tentang riwayat kelahiran perinatal diketahui anak lahir saat kandungan berusia 8 bulan 3 minggu melalui kelahiran normal dan tidak langsung menangis saat lahir.
Pasien telah didiagnosis down syndrome sejak lahir. Terdapat anggota keluarga pasien yang menderita kelainan yang sama. Pemeriksaan ekstraoral, didapatkan profil wajah datar, bentuk tangan dan jari pendek dan lebar, terdapat sandal gap pada kaki, leher pendek, sikap leher normal, postur bungkuk, flat nasal bridge, fisur palpebra tebal, sudut mataluar lebih tinggi dibandingkan sudut mata bagian dalam, lipatan epikantus pada sudut mata bagian dalam, dan strabismus. Pemeriksaaan intraoral, didapatkan palatum dalam, makroglosia, fissure tongue, hubungan oklusi molar Angle kelas 1. Skor OHI-S sedang, gangrene radiks gigi 55, 62, 65 dan 75, hipokalsifikasi gigi 73, pulpitis reversible gigi 54, 53, 63, 64 dan 74 serta persistensi gigi 82 mobility grade 2.
II. Terminologi Istilah I NO Terminologi
istilah
Referensi Definisi
1. RSGM Rumah Sakit Gigi dan Mulut
merupakan sarana pelayanan Kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia yang bertanggung jawab dalam menyelanggarakan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat, juga penyedia kesehatan gigi untuk
mengembalikan kesehatan mulut pasien ke tingkat yang lebih baik untuk memenuhi kepuasan pasien.
2. Diagnosis Penentuan jenis penyakit dengan
cara meneliti atau memeriksa gejala-gejalanya.
3. Alloanamnesis (Kapien dan Sadock,2017)
Anamnesis yang dilakukan kepada keluarga, saudara atau teman dekat penderita dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang riwayat pribadi penderita, silsilah keluarga maupun riwayat penyakit dalam keluarga.
4. Down Syndrome
Suatu kondisi dimana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21 atau dikenal dengan istilah trisomi 21 yang
menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik,
ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, tanda awal alzheimer dan leukimia.
5. Perawatan Gigi Upaya yang dilakukan agar gigi tetap sehat dan dapat menjalankan fungsinya.
6. Perinatal Perinatal mengacu pada periode segera sebelum dan setelah kelahiran. Dapat dimulai paling cepat 20 minggu kehamilan dan berakhir paling lambat minggu keempat setelah kelahiran.
7. Sandal Gap Kondisi kaki yang ditandai
dengan penyimpangan medial dari jempol kaki atau kelainan bentuk sendi jempol kaki dimana halluy
menyimpang secara medial jauh dari metatarsal pertama.
8. Flat Nasal Bridge
Jembatan hidung lebih rendah atau lebih rata dari biasanya.
9. Pemeriksaan Ekstraoral (Angel)
( Dr. drg.
Maharani Laillyza Apriasari., Sp.BM, 2019)
Pemeriksaan yang dilakukan diluar rongga mulut, meliputi : kepala, muka, leher, mata, bibir, kelenjar liur, TMJ, otot ekstraoral lainnya
10. Fisur Palpebra Ruang elips canthimeial dan lateral dari dua kelompak mata yang terbuka.
11. Postur Bungkuk (Farah)
Adalah suatu kelas pada tulang belakang dengan tulang punggung melengkung ke depan lebih dari 40 derajat
12. Sudut Mata Sudut yang dibentuk oleh
pertemuan tepi kelopak mata
13. Makroglosia suatu kondisi tidak umum yang ditandai dengan pembesaran lidah.
14. Strabismus (Govert
Yovita.dkk, 2021)
Kondisi dimana terdapat ketidaksejajaran antar kedua mata. Salah satu mata dapat terlihat lurus menuju suatu objek, sedangkan mata yang lain dapat terlihat mengarah ke dalam, ke luar, ke atas, ataupun ke bawah.
15. Lipatan Epikantus (yasmin)
Keadaan dimana terdapat lipatan vertical kulit pangkal hidung yang mengakibatkan bagian nasalsklera tidak terlihat dengan jelas. Lapisan kulit yang menutupi kelopak mata bagian atas.
16. Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan yang dilakukan didalam mulut pasien untuk mengetahui kondisi rongga mulut pasien baik jaringan keras maupun jaringan lunak.
17. Palatum (Angel)
Bangun tulang cekung yang membentuk atap mulut di belakang alveolus atau tulang yang terdapat pada langit- langit mulut. Letak palatum berada diantara rongga mulut dan rongga hidung.
18. Fisur Tongue Atau lidau beralur adalah celah atau cekungan pada permukaan lidah yang
tampak pecah atau tidak rata.
19. OHI-S Angka yang menyatakan
keadaan klinis atau
kebersihan gigi dan mulut seseorang yang didapat pada waktu dilakukan
pemeriksaan, dengan cara
mengukur luas plak pada gigi.
20. Gangren Radiks (talita)
(Arsad, Muliana, 2021)
Sisa akar gigi atau
tertinggalnya sebagian akar gigi.
Suatu keadaan dimana gigi sudah tinggal akarnya atau mahkota gigi sudah hilang sampai batas garis servikal.
21. Hipokalsifikasi (Lida Adistiani, 2017)
Suatu kelainan struktur email karena gangguan pada tahap kalsifikasi/mineralisasi.
Hipokalsifikasi berupa bercak putih opak yang tampak pada gigi geligi tetap dan susu.
22. Oklusi Molar Angle kelas 1
Atau neutroclusion, hubungan anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang bawah dimana tonjol mesiobukal gigi molar
permanen pertama atas terletak pada celah bukal gigi molar permanan pertama bawah, sedangkan gigi kaninus atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi kaninus bawah dan tepi mesial gigi premolar pertama bawah.
23. Presistensi Gigi (Putri Widya Kurniasih. Dkk, 2022)
Suatu keadaan dimana gigi sulug belum tanggal
sempurna, tetapi gigi permanen sudah tumbuh 24. Pulpitis
Reversible
Jaringan pulpa yang terinflamasi sehingga menimbulkan peradangan
bersifat ringan dan pulpa gigi masih sehat dan dapat diselamatkan.
25. Mobility Grade Mobilitas gigi lebih besar dari 2 mm tanpa pergerakan vertical gigi.
III. Rumusan Masalah I
1. Mengapa seorang anak perempuan berusia 8 tahun dating ke RSGM diantar ibunya untuk perawatan gigi yang berlubang?
2. Apa artinya hasil alloanamnesis tentang riwayat kelahiran perinatal diketahui anak lahir saat kandungan berusia 8 bulan 3 minggu melalui kelahiran normal dan tidak langsung menangis saat lahir?
3. Mengapa Pasien telah didiagnosa down syndrome sejak lahir?
4. Apa artinya terdapat anggota keluarga pasien yang menderita kelainan yang sama?
5. Apa artinya Pemeriksaan ekstraoral, didapatkan profil wajah datar, bentuk tangan dan jari pendek dan lebar, terdapat sandal gap pada kaki, leher pendek, sikap leher normal, postur bungkuk, flat nasal bridge, fisur palpebra tebal, sudut mataluar lebih tinggi dibandingkan sudut mata bagian dalam, lipatan epikantus pada sudut mata bagian dalam, dan strabismus?
6. Apa artinya Pemeriksaaan intraoral, didapatkan palatum dalam, makroglosia, fissure tongue, hubungan oklusi molar Angle kelas 1. Skor OHI- S sedang, gangrene radiks gigi 55, 62, 65 dan 75, hipokalsifikasi gigi 73, pulpitis reversible gigi 54, 53, 63, 64 dan 74 serta persistensi gigi 82 mobility grade 2?
IV. Pemicu/Skenario II
Hasil pemeriksaan foto panoramik tidak ada agenesi gigi permanen, taurondonsia pada gigi molar satu permanen atas dan bawah kanan dan kiri, dan tidak ada kelainan periapical. Hasil foto sefalometrik tidak terdapat sinus frontalis. Hasil tes kromosom trisomy 21. Kemudian dokter gigi memberikan edukasi pada ibunya mengenai kelainan genetik tersebut dan
memilih teknik penatalaksanaan yang tepat pada anak berkebutuhan khusus agar dapat meningkatkan respon positif sehingga dicapai perawatan rongga mulut yang berkualitas, aman, dan efisien
V. Terminologi Istilah II
NO Terminologi Istilah
Referensi Definisi
1. Agenesis Gigi (Hiranya putri megananda,2008 )
Pencegahan terjadinya sebuah masalah di rongga mulut.
2. Foto
Panoramik
(Watanabe.dkk, 2017)
Suatu Teknik untuk
menghasilkan gambar tunggal dari struktur gigi mulai lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah serta struktur
pendukungnya .
3. Taurodonsia Kelainan bentuk gigi yang
ditandai dengan adanya pelebaran ruang pulpa, akar pendek, dan bifurlasi akar yang menjauh CEJ (coment enamel junction)
4. Kelainan Periapikal
Suatu kelainan yang terjadi di sekitar akar atau di sekitar jaringan periapical seperti abses periapical, granuloma, dan kista periapikal
5. Sinus Frontalis Sinus yang terletak di atas mata di tulang dahi / frontal yang menyebabkan adanya bagian kasar pada dahi.
6. Foto
Sefalometrik
salah satu teknik radiografi yang dapat digunakan untuk
pengukuran atropometri yaitu menganalisa pertumbuhan dari struktur kraniofasial.
7. Kelainan genetic Suatu kondisi dimana terjadi perubahan sifat dan komponen di dalam gen sehingga
menimbulkan penyakit.
8. Trisomi 21 Kelainan genetic dengan jumlah
kromosom 21 sebanyak 3 buah yang terjadi karena keslaahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non disjunction selama proses meiosis.
9. Gigi molar (Hilman
Fauzai.dkk, 2021)
Gigi dengan permukaan puncak yang paling luas apabila
dibandingkan jenis gigi lainnya.
10. Tes Kromosom Tes kromosom dikenal dengan
karyotyping untuk mengetahui jumlah strujtur dan morfologi kromosom.
11. Anak
Berkebutuhan Khusus
(Depdiknas, 2004)
Anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental- intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anakanak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
VI. Rumusan Masalah II
1. Apa artinya hasil pemeriksaan foto panoramik tidak ada agenesi gigi permanen, taurodonsia pada gigi molar satu permanen atas dan bawah kanan dan kiri, dan tidak ada kelainan periapikal?
2. Apa artinya hasil foto sefalometrik tidak terdapat sinus frontalis?
3. Apa artinya hasil tes kromosom trisomi 21?
4. Mengapa dokter gigi memberikan edukasi pada ibunya mengenai kelainan genetik tersebut?
5. Mengapa dokter gigi memilih teknik penatalaksanaan yang tepat pada anak berkebutuhan khusus agar dapat meningkatkan respon positif sehingga dicapai perawatan rongga mulut yang berkualitas, aman, dan efisien?
II. HIPOTESIS DAN PETA KONSEP I. Hipotesis I
1. Karena pasien merasa tidak nyaman dengan kondisi gigi yang berlubang dan ingin melakukan penanganan atas masalah tersebut, dan pasien merupakan penderita down syndrome yang membutuhkan perawatan gigi khusus.
2. Artinya, dari anamnesis atau wawancara yang dilakukan dokter dengan keluarga pasien mengenai riwayat pasien ternyata pasien adalah bayi yang dikatakan bayi prematur yang lahir diusia 8 bulan 3 minggu (Moderately Paterm). Bayi prematur lebih beresiko mengalami komplikasi kesehatan karena salah satunya adalah perkembangan paru-paru yang belum sempurna. Bila bayi lahir sebelum paru-parunya terbentuk sempurna, maka bisa saja ia terlambat menangis atau tidak menangis saat dilahirkan. Hal ini terjadi karena paru-parunya tidak bisa mengembang dengan baik.
3. Karena pasien yang mengidap kelainan Down Syndrome sudah terlihat ciri-ciri fisik mereka sejak mereka lahir
4. Artinya down syndrome yang dialami oleh pasien disebabkan oleh faktor genetik.
5. Artinya pemeriksaan Ektraoral adalah didapatkan ciri-ciri struktur wajah pasien down syndrome, tujuan pemeriksaan ektraoral adalah untuk membantu dokter menegakkan diagnosis yang berhubungan dengan penyakit kepala dan leher.
6. Artinya pemeriksaan Intraoral yang dilakukan, didapatkan beberapa kelainan pada palatum dalam, lidah dan oklusi. Oral Hygine Index Simplified (OHI-S) atau kebersihan gigi dan muut tidak baik dan tidak buruk atau sedang. Keadaan gigi 55, 62,65, dan 75 hanya tersisa akar atau mahkota gigi sudah hilang sampai batas garis servikal. Gigi 73 mengalami kelainan struktur email yang berdirikan bercak putih opak pada gigi. Gigi 54,53,63,64 dan 74 mengalami peradangan ringan pada pulpa dan gigi 82 keadaannya tidak tanggal meski gigi permanen sudah tumbuh namun kegoyangan gigi mudah dirasakan ( grade 2 )
II. Hipotesis II
1. Artinya hasil pemeriksaan foto panoramik tidak dijumpai gigi permanen dalam rongga mulut akibat ketiadaan benih gigi, terdapat kelainan bentuk gigi pada gigi molar satu permanen atas dan bawah kanan dan kiri yang tidak normal dengan ruang pulpa yang membesar dan perpindahan apikal dinding pulpa, Namun, tidak terdapat kelainan yang terjadi di akar / jaringan periapikal.
2. Artinya pasien mengalami kelainan struktur kraniofasial.
3. Artinya anak tersebut mempunyai kelebihan jumlah kromosom 21 yang berjumlah 3 pada orang normal yang hanya mempunyai 2.
4. Dokter gigi akan menjelaskan kepada ibu pasien menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sebagai orang awam mengenai kelainan genetik yang diderita anaknya, dokter gigi juga menjelaskan bahwa peranan orang tua sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan dan membersihkan rongga mulut mengingat adanya keterbatasan dari segi kognitif maupun psikomotorik pada anak down syndrome
5. Orang tua pasien diberikan informasi mengenai rencana perawatan yang akan dilakukan. Tatalaksana pada pasien terdiri dari dental preventif dan dental non-farmakologis. Dental preventif pada kasus meliputi behavioral management dan dengan pendekatan metode visual melalui foto-foto, model gigi, dan video youtube yang berhubungan dengan perawatan dental anak. penatalaksanaan dental nonfarmakologis pada kasus seperti pendekatan dokter gigi melalui bahasa, sentuhan dan senyuman. Tetapi pada beberapa kali kunjungan lebih ditekankan dental preventif.
III. Peta Konsep
Pasien datang ke RSGM
Perawatan gigi berlubang
Alloanamnesis :
riwayat kelahiran perinatal, lahir prematur, lahir normal, tidak langsung menangis saat lahir.
Pemeriksaan Intraoral
OHI-S
Tes
Kromosom Pemeriksaan Ekstraoral
Foto Sefalometrik Palatum
dalam, Makroglosia, Fissure Tongue, Oklusi Molar
Foto Panoramik
tidak terdapat sinus frontalis tidak ada
agenesi gigi,
taurodonsia , tidak ada kelainan periapikal profil wajah
datar, bentuk tangan dan jari pendek, sandal gap pada kaki, postur bungkuk, flat nasal
bridge, strabismus 1. Palatum
dalam
2. Makroglosia 3. Fissure Tongue
4. Oklusi Molar
Trisomi 21
Mutasi Gen
Penambahan Jumlah Kromosom
Diagnosis : Down Syndrome
Perawatan Khusus DHE
III. LEARNING ISSUES
1. Mutasi Genetik a. Definisi b. Etiologi c. Jenis
2. Down Syndrome a. Definisi
b. Patogenesis : Faza c. Klasifikasi : Imel d. Karakteristik : Yasmine e. Gambaran Klinis f. Edukasi : Lian g. Penatalaksanaan 3. Kesimpulan
IV. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES
1. Mutasi genetik / kelainan genetik
a. Definisi
Mutasi genetika atau Kelainan genetika adalah perubahan yang terjadi pada materi genetik (DNA ataupun RNA), yang dapat terjadi pada tahap gen (mutasi gen) maupun pada tahap kromosom (mutasi kromosom). Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru.
Pada umumnya, mutasi merugikan bagi suatu individu, karena individu yang mengalami mutasi memiliki gen yang bersifat letal dan homozigot resesif. (Warmadewi, 2017).
b. Etiologi
Penyebab mutasi disebut dengan mutagen (agen mutasi).
Kebanyakan mutagen adalah bahan fisika, kimia atau biologi yang memiliki daya tembus yang kuat sehingga dapat mencapai bahan genetis dalam inti sel, contohnya : zat radioaktif, zat kimia yang keras, dan virus.
(Warmadewi, 2017).
Adanya kelainan genetika juga dapat disebabkan oleh faktor herediter.
Hereditas sebagai transmisi genetik dari orang tua pada keturunannya merupakan penyederhanaan yang berlebih karena sesungguhnya yang diwariskan oleh anak dari orangtuanya adalah satu set alel dari masing- masing orang tua serta mitokondria yang terletak di luar nukleus (inti sel), kode genetik inilah yang memproduksi protein kemudian berinteraksi dengan lingkungan untuk membentuk karakter fenotip. (Meilinda, 2017)
Adapun contoh beberapa penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetika, diantaranya penyakit lupus, kanker, thalasemia, down syndrome (juga syndrome lainnya) serta autisme. (Novianti, 2017).
c. Jenis
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Spontan ( Spontaneous mutation )
Mutasi (perubahan mutase genetik) yang terjadi akibat adanya suatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari lingkungan maupun dari internal organisme itu sendiri.
Mutasi in iterjadi di alam secara almi ( spontan ) dan secara kebetulan.
b. Induksi (Induced mutation)
Mutasi yang terjadi akibat paparan dari sesuatu yang jelas, misalnya paparan sinar UV.
2. Berdasarkan jenis sel yang bermutasi a. Mutasi Somatik
Mutasi yang terjadi pada sel somatic, dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan. Dapat dialami oleh embrio/janin maupun orang dewasa. Pada embrio/janin : cacat bawaan; orang tua : kanker.
b. Mutasi genetik Germinal
Berada pada sel gamet, akan diwariskan pada keturunannya.
Bila sifat dominan, akan bereskpresi pada keturunannya;
Bila resesif, ekspresinya tersembunyi.
3. Berdasarkan perubahan genetik
a. Mutasi Salah Arti (missense mutation)
Perubahan suatu kode genetik (umumnya pada posisi 1 dan 2 pada kodon) sehingga menyebabkan asam amino yang terkait pada rantai polipeptida berubah.
b. Mutasi Diam (silent mutation)
Perubahan suatu pasangan basa dalam gen ( pada posisi 3 kodon ) yang menimbulkan perubahan suatu kode gentik tetapi tidak mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang dikode.
c. Mutasi Tanpa Arti (non sense mutation)
Perubahan kodon asam amino tertentu jadi kodon stop, yang mengakhiri rantai, mengakibatkan berakhirnya pembentukan protein sebelum waktunya selama translasi.
d. Mutasi Pergeseran Kerangka
Akibat penambahan atau kehilangan satu atau lebih nukleotida di dalam suatu gen.
2. Down Syndrome a. Definisi
Kelainan kongenital yang ditandai dengan jumlah kromosom yang abnormal yaitu kromosom 21 berjumlah 3 bah sehingga jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah, yang berdampak pada retardasi mental.
b. Etiologi
Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab syndrome down. Namun, diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel inti yang terjadi pada saat pembuahan dapat menjadi salah satu penyebab yang sering dikemukakan dan penyebab ini tidak berkaitan denga napa yang dilakukan ibu selama kehamilan. Penyebab lain dari syndrome down adalah anphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk bergabung ke salah satu nucleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan selama anafase.
Kromosom yang tidak masuk ke nukleus sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis.
c. Patogenesis
Syndrome down pada umunya (95%) disebabkan karena gagalnya pembelahan sel gamet ( sel telur dan sperma ) pada proses meiosis I maupun meiosis II sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan I kromosom 21, sedangkan pada orang normal tidak ada kelainan kromosom 21.
d. Klasifikasi
Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, sindrom down terbagi menjadi 3 jenis,
1. Trisomi 21 Klasik, adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada penderita sindrom down, dimana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21 (94%).
Disebabkan kromosom 21 yang tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga menghasilkan individu dengan 47 kromosom.
2. Translokasi, suatu keadaan dimana tambahan kromosom 21 melepaskan diri pada saat pembelahan sel
dan menempel pada kromosom yang lain (3-4%). Terjadi sebelum fertilisasi dimana kromosom 21 tambahan berpindah tempat atau melekat pada kromosom lain dalam sel telur dan sperma.
3. Mozaik, bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, suatu kesalahan dalam pembelahan sel yang terjadi setelah fertilisasi.
Berdasarkan tingkat keparahan retardasi mental,
i. Skor rendah pada tes intelegensi normal ( skor IQ kira- kira 70 atau dibawahnya )
ii. Adanya bukti bedanya dalam melakukan tugas sehari- hari dibandingkan dengan orang lain yang seusia dalam lingkup budaya tertentu.
iii. Perkembangan gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun.
e. Karakteristik
● Bentuk kepala
Memiliki ciri khas yaitu berukuran relative kecil (microchepaly) dengan kepala bagian depan (anteroposterior) yang mendatar.
● Bentuk muka
Bentuk wajah bulat seiring bertambahnya usia, bentuk wajah akan berubah menjadi lebih Panjang serta bagian wajah depan cenderung terlihat rata, sehingga ukuran hidungnya pada down syndrome menjadi lebih datar.
Telinga berukuran kecil, terletak sedikit rendah dibandingkan posisi telingan pada umumnya. Telinga berbentuk kotak dan terdapat lipatan yang abnormal.
● Tangan
Ukuran tangan pada anak down syndrome cenderung lebih pendek, dan telapak tangan terlihat sedikit lebih lebar dengan ukuran jari-jari tangan yang pendek disbanding ukuran jari normal.
f. Gambaran Klinis 1. Maloklusi
Mayoritas mengalami maloklusi, yaitu maloklusi kelas III sekitar 50% yang menyebabkan deviasi artikulasi berat, sedangkan maloklusi kelas II terjadi sebesar 30% dan maloklusi kelas I, 2,7%
2. Penyakit periodontal
Perbandingan antar anak non-down syndrome dengan anak down syndrome menunjukkan bahwa insiden penyakit periodontal yang lebih tinggi dan itu jauh lebih parah. Penyakit periodontal pada anak down syndrome biasanya terjadi di daerah insisivus rahang bawah.
3. Bentuk Palatum
Palatum berkurang dalam ukuran Panjang, lebar, dan tinggi, sehingga tampak berbentuk anak tangga atau V 4. Lidah
Membesar atau makroglosia dan berfisura pada permukaan dorsal 2/3 anterior dengan Panjang dan kedalaman yang bervariasi. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue.
5. Gigi geligi
Dapat berupa makrodonsia, partial anodonsia, dan taurodonsia.
g. Edukasi
● Home dental care (pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah/ tempat institusi ).
● Penjelasan kepada kedua orang tua dan pengasuh bahwa pemeliharaan Kesehatan gigi dan mulut yang baik harus dilakukan sejak anak lahir/ bayi.
● Menghindari makanan kariogenik.
h. Penatalaksanaan
Pendekatan perawatan dental pada anak berkebutuhan khusus meliputi perawatan dengan pendekatan farmakologis dan non farmakologi. Pendekatan farmakologis diberikan bila anak memerlukan perawatan dental invasif, tetapi anak tidak kooperatif dan individu berkebutuhan khusus. Perawatan dental pendekataan non farmakologis bertujuan untuk membentuk tingkah laku agar tercapai keberhasilan perawatan.
3. Kesimpulan
Penderita syndrome down memiliki keterbelakangan dalam perkembangan dan pertumbuhan. Kondisi seperti ini mejadikan penderita syndrome down sulit untuk menjaga Kesehatan dan kebersihan diri mereka sendiri. syndrome down itu sendiri merupakan kondisi keterbelakangan mental yang diakibatkan adanya abnormalitas pada kromoson yaitu berupa trisomy pada kromosom 21. Dokter gigi memberikan edukasi dan penatalaksanaan berupa DHE kepada orang tua untuk harus dan senantiasa menanmkan kedisiplinan kepada anak dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut sedari dini, sehingga anak akan terbiasa untuk membersihkan gigi dan mulut dan juga tidak memberontak jika suatu saat harus dibawa ke pelayanan Kesehatan gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Irwanto, I. 2019. A-Z SINDROM DOWN, Surabaya “ Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga ( AUP )
Soewando, Willyanti. 2021. PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI UNTUK PENYANDANG SINDROM DOWN. Vol. 10 No.1
Yordian RD, Pertiwi AS. Penatalaksanaan Dental Preventif dan Perawatan Dental non Farmakologis pada pasien Down Syndrome. Journal of Indonesian Dental Association. Maret 2018; 1(1) 70-79
Warmadewi, Dewi Ayu, 2017. Buku Ajar Mutasi Genetik