PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Prevalensi balita sangat pendek dan stunting usia 0-59 bulan sebesar 9,8% dan 19,8% di Indonesia pada tahun 2017. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blora pada tahun 2018 di Puskesmas Kedungtuban terdapat 622 kasus stunting pada balita atau sebesar 26,1%. Pada tahun 2019, jumlah kasus meningkat menjadi 624 kasus, yang terdiri dari 418 kasus pada usia 24 hingga 59 bulan dan 206 kasus pada usia 0 hingga 23 bulan. Kasus stunting yang terjadi tersebar merata di seluruh wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban.
RUMUSAN MASALAH
- Rumusan Masalah Umum
 - Rumusan Masalah Khusus
 
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti berencana melakukan survei mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita umur 24 sampai 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora. Adakah hubungan antara status gizi ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 24 hingga 59 bulan? Adakah hubungan antara riwayat anemia ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 24–59 bulan?
TUJUAN PENELITIAN
- Tujuan Penelitian Umum
 - Tujuan Penelitian Khusus
 
Untuk mengetahui hubungan gizi ibu selama hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 24–59 bulan. Untuk mengetahui hubungan riwayat anemia ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 24–59 bulan.
MANFAAT
- Manfaat bagi Peneliti
 - Manfaat bagi Institusi Pendidikan
 - Manfaat bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
 - Manfaat bagi Pemerintah
 - Manfaat bagi Masyarakat
 
KEASLIAN PENELITIAN
Panjang badan lahir, berat badan lahir, ASI eksklusif, ASI s/d 2 tahun, status imunisasi, jarak kelahiran, jumlah anak, status ekonomi keluarga Variabel terikat: prevalensi stunting. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun di wilayah pesisir Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan. Khususnya status imunisasi, berat badan lahir, panjang badan lahir, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan per kapita, pekerjaan.
Variabel yang menjadi faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun adalah asupan. Faktor yang berhubungan dengan stunting pada balita usia 25–60 bulan di Kelurahan Kalibaru, Depok. Khususnya status imunisasi, umur balita, jenis kelamin, berat badan lahir, pendidikan orang tua, pekerjaan ayah, status ekonomi keluarga.
Berat badan lahir balita, riwayat diare akut, riwayat ISPA, riwayat penyakit kehamilan ibu, tinggi badan orang tua, pendapatan. Faktor yang berhubungan dengan status stunting pada anak umur 24 sampai dengan 59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan Hulu. Variabel bebas : umur balita, jenis kelamin, pendidikan orang tua, jumlah anggota keluarga, kebersihan lingkungan, riwayat kunjungan ANC ibu, umur ibu menikah, riwayat.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
- Ruang Lingkup Tempat
 - Ruang Lingkup Waktu
 - Ruang Lingkup Keilmuan
 
Tempat dan waktu berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian dengan judul atau topik ini belum pernah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungtuban Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora.
TINJAUAN PUSTAKA
LANDASAN TEORI
- Stunting
 - Asi Eksklusif
 - Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
 - Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
 - Anemia pada Ibu Hamil
 - Usia Kehamilan Ibu
 - Usia Ibu Saat Hamil
 - Tinggi Badan Ibu
 - Tinggi Badan Ayah
 - Status Gizi Ibu saat Hamil
 - Jarak Kelahiran
 - Paritas
 - Penyakit Infeksi Balita
 - Status Pekerjaan Ibu
 - Status Pendidikan Ibu
 - Pendapatan Keluarga
 - Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
 
Pola asuh orang tua yang buruk, antara lain kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan selama kehamilan, 60% anak usia 0-6 bulan tidak mendapat ASI eksklusif, 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak mendapat MP-ASI. Faktor ibu antara lain gizi buruk pada masa prakonsepsi, hamil dan menyusui, tinggi badan ibu pendek. Faktor lingkungan rumah antara lain kurangnya stimulasi dan aktivitas anak, pengasuhan yang tidak memadai, sanitasi dan pasokan air yang tidak memadai, akses dan ketersediaan pangan yang tidak memadai, distribusi makanan yang tidak memadai dalam rumah tangga, dan rendahnya pendidikan pengasuh.
Faktor kedua yang menyebabkan pertumbuhan terhambat adalah kurangnya makanan pendamping ASI yang dapat dibagi menjadi tiga kategori: kualitas makanan yang rendah, cara pemberian yang tidak memadai, dan keamanan makanan dan minuman. Rendahnya mutu pangan dapat berupa rendahnya mutu mikronutrien, keragaman jenis pangan yang dikonsumsi dan sedikit sumber pangan hewani, pangan yang kurang gizi, dan makanan pendamping ASI yang rendah energi. Cara pemberian pakan yang tidak memadai antara lain frekuensi pemberian pakan yang rendah, pemberian pakan yang tidak memadai pada saat sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, dan jumlah pemberian pakan yang sedikit.
Keamanan makanan dan minuman dapat mencakup makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang buruk, penyimpanan dan penyiapan makanan yang tidak aman. Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya defisiensi energi kronik (KEK). Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil harus sesuai dengan 6 kelompok yang terdiri atas: pangan yang mengandung protein, protein hewani dan nabati, susu dan hasil olahannya.
Balita yang ibunya tidak bekerja lebih besar kemungkinannya untuk mengalami stunting karena ibu yang tidak bekerja akan lebih memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang akan dikonsumsi anak serta mempunyai waktu lebih banyak untuk menjaga dan mengasuh anak. Menurut penelitian Anisa (2012), kecenderungan balita stunting lebih banyak terjadi pada ibu yang berpendidikan rendah. Pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor risiko tertinggi terjadinya stunting dibandingkan faktor risiko lainnya (Yusdarif, 2017).
KERANGKA TEORI
METODE PENELITIAN
KERANGKA KONSEP
VARIABEL PENELITIAN
Variabel independen dalam penelitian ini adalah riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat inisiasi menyusui dini (IMD), riwayat pemberian MP-ASI, usia ibu saat hamil, usia kehamilan ibu, jarak kelahiran, paritas, status gizi ibu selama hamil, tinggi badan ibu, tinggi badan ayah, riwayat anemia saat hamil, riwayat diare pada balita, riwayat ISPA pada balita, status pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga dan riwayat BBLR.
HIPOTESIS PENELITIAN
Terdapat hubungan antara status gizi ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada bayi usia 24-59 bulan. Terdapat hubungan antara riwayat anemia ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada bayi usia 24–59 bulan.
JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN
Terdapat hubungan antara riwayat BBLR dengan prevalensi stunting pada anak usia muda 24–59 bulan. tanpa menambahkan cairan lain baik susu formula, air putih, jus jeruk, madu atau makanan pendamping ASI lainnya sampai anak mencapai usia 6 bulan. Inisiasi menyusu dini adalah dengan meletakkan bayi tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi menempel pada kulit ibu dalam waktu 1 jam. Tinggi badan ayah merupakan faktor internal atau faktor genetik yang berkontribusi atau mempengaruhi tinggi badan anak (Kementerian Kesehatan, 2016).
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Diare adalah suatu kondisi tinja dengan konsistensi lunak hingga cair dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit pada saluran pernafasan atas atau bawah yang biasanya menular dan dapat menimbulkan spektrum penyakit yang luas.
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
- Populasi
 - Sampel
 
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-random sampling dengan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua yaitu sampel kasus dan sampel kontrol yang masing-masing mempunyai kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah balita usia 24-59 bulan yang mengalami stunting dengan Z-score balita TB/U < -2 SD dan datanya dicatat di Puskesmas Kedungtuban.
Sampel kontrol pada penelitian ini adalah anak umur 24-59 bulan yang datanya tercatat di Puskesmas Kedungtuban dan tidak mengalami retardasi pertumbuhan atau dalam kondisi normal (Z score TB/U bayi > -2 SD). Balita tersebut tidak pernah mempunyai riwayat stunting, dibuktikan dengan melihat catatan pengukuran tinggi badan bayi di Puskesmas Kedungtuban. Responden tidak hadir pada saat penelitian setelah tiga kali kunjungan berturut-turut dan mengalami anomali.
Untuk mencegah dropout sampel penelitian, maka ditambahkan 10% sehingga menjadi 58 sampel per kelompok kontrol dan kelompok kasus sehingga total sampel yang dibutuhkan adalah 116 anak prasekolah.
SUMBER DATA
- Data Primer
 - Data Sekunder
 
Nilai tersebut diambil dari nilai z kurva normal (1,64) OR = ganjil rasio dari penelitian sebelumnya (4,643) oleh Khoirun Ni'mah. Sumber data utama adalah data hasil wawancara terhadap responden melalui lembar angket dan melihat riwayat pemeriksaan ibu anak kecil melalui Buku KIA kemudian menuliskannya pada lembar observasi yang tersedia. Sumber data sekunder yang digunakan adalah data kasus stunting dalam pertumbuhan dari Profil Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2017, data kasus stunting dari Hasil Riskesdas tahun 2018, data kasus stunting di 25 Puskesmas. dalam 3 tahun terakhir (2016-2018) yang diambil. dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blore dan data kasus stagnasi tahun 2019 dari Puskesmas Kedungtuban.
INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN
- Instrumen Penelitian
 - Teknik Pengambilan Data
 
Metode observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat secara langsung tempat tinggal untuk memperoleh data yang mendukung variabel-variabel yang akan diteliti.
PROSEDUR PENELITIAN
- Pra Penelitian
 - Penelitian
 - Pasca Penelitian
 
TEKNIK ANALISIS DATA
- Pengolahan Data
 - Analisis Data
 
Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 25-60 bulan di Kelurahan Kalibaru Depok. Faktor Risiko Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan (Studi Kasus Di Wilayah Puskesmas Gabus II Kabupaten Pati, 2017). Hubungan riwayat penyakit diare dan praktik higiene dengan kejadian obstruksi pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simolawang Surabaya.
Hubungan tinggi badan ibu dan riwayat pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada bayi usia 24–59 bulan. Hubungan kehamilan remaja dengan riwayat kejadian pemberian ASI dan stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Malang. Faktor risiko stunting pada anak usia 0-23 bulan di provinsi Bali, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun di wilayah pesisir Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan. DETERMINAN KEJADIAN STUNNING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH OPERASI PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6 Sampai 36 Bulan Di Pedalaman Kecamatan Silat Hulu Kapuas Hulu Kalimantan Barat .
Riwayat KEK dan anemia pada ibu hamil tidak berhubungan dengan prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta.
HASIL PENELITIAN
GAMBARAN UMUM
- Gambaran Puskesmas Kedungtuban
 
HASIL PENELITIAN
- Analisis Univariat
 - Analisis Bivariat
 
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-
 - Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
 - Hubungan Riwayat IMD dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59
 - Hubungan Riwayat Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada
 - Hubungan Usia Ibu Saat Hamil dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
 - Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
 - Hubungan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
 - Hubungan Tinggi Badan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
 - Hubungan Status Gizi Ibu Saat Hamil dengan Kejadian Stunting pada
 - Hubungan Riwayat Anemia Ibu Saat Hamil dengan Kejadian Stunting
 - Hubungan Paritas dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59
 - Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-
 - Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia
 - Hubungan Status Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita
 - Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita
 - Hubungan Riwayat Diare dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-
 - Hubungan Riwayat ISPA dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-
 
HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN
- Hambatan Penelitian
 - Kelemahan Penelitian
 
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada balita usia 24-59 bulan yang menderita stunting (58 responden) dan balita yang tidak menderita stunting (58 responden) di wilayah kerja Puskesmas Kedungtuban Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora , maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
SARAN
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berisiko menyebabkan stunting pada balita. Faktor Resiko Anak Stunting di Taman Kanak-Kanak Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi. Faktor yang berhubungan dengan stunting pada anak usia 0 sampai 59 bulan dari Wilayah Tengah Mozambik.
Hubungan berat badan lahir rendah dan penyakit menular dengan kejadian retardasi pertumbuhan bayi di Desa Maron Kidul Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo. Faktor yang berhubungan dengan keterlambatan tumbuh kembang anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan Hulu. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENDAPATAN DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO KABUPATEN MADIUN.
Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018.