• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPTIF MENGENAI PENGAJUAN GUGATAN SENGKETAHUKUMBIDANG PERDATA DI PENGADILAN

N/A
N/A
Felicia Jocelyn

Academic year: 2023

Membagikan "DESKRIPTIF MENGENAI PENGAJUAN GUGATAN SENGKETAHUKUMBIDANG PERDATA DI PENGADILAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS HUKUM ACARA PERDATA KELAS C

DESKRIPTIF MENGENAI PENGAJUAN GUGATAN SENGKETA HUKUM BIDANG PERDATA DI PENGADILAN

DOSEN PENGAMPU : Marjo, S.H., M.Hum.

DISUSUN OLEH :

Felicia Jocelyn - 11000121130391

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN AJARAN 2023/2024

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...1

DAFTAR ISI... 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3

1.2 Rumusan Masalah... 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Gugatan dalam Hukum Acara Perdata ... 4

2.2 Jenis-Jenis Gugatan dalam Hukum Acara Perdata...5

2.3 Sistem Pengajuan Gugatan dalam Hukum Acara Perdata...7

2.4 Syarat-Syarat Pengajuan Gugatan dalam Hukum Acara Perdata...10

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan...13

3.2 Saran...13

DAFTAR PUSTAKA... 14

(3)

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum yang menerapkan hukum sebagai dasar atas pengaturan masyarakat khususnya Warga Negara Indonesia. Sebagai penganut negara hukum, terdapat hukum positif yang melekat di dalamnya. Pengaturan hukum di Indonesia dibagi dalam dua kelompok yaitu Hukum Publik atau yang sering disebut dengan Hukum Pidana dan Hukum Privat atau yang sering disebut dengan Hukum Perdata. Dalam makalah ini, secara khusus akan membahas mengenai Hukum Acara Perdata dan topik inti pembahasan mengenai gugatan.

Menurut Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata didefinisikan sebagai keseluruhan peraturan yang mempelajari tentang hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, baik dalam hubungan keluarga atau hubungan masyarakat luas. Dalam mempelajari ilmu hukum perdata dapat dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formiil. Pengertian hukum acara perdata adalah bagian dari hukum yang mengatur tentang tata cara penyelesaian sengketa di pengadilan terkait dengan perkara perdata, seperti penyelesaian hak-hak penggugat dan tergugat, persidangan, pembuktian, dan putusan hakim. Hal ini meliputi beberapa hal, seperti kewenangan pengadilan, tata cara proses pengajuan gugatan, tata cara pemeriksaan surat dan bukti, serta tahap-tahap selanjutnya hingga pengajuan banding dan kasasi.

Satu diantara proses dalam tata cara penyelesaian sengketa di pengadilan menurut hukum acara perdata adalah mengajukan gugatan sebagai syarat materiil yang harus dilaksanakan oleh yang berperkara perdata. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa itu gugatan, apa saja syarat dalam mengajukan gugatan, bagaimana cara pengajuan gugatan di pengadilan dan masih banyak lagi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Gugatan dalam Hukum Acara Perdata?

2. Apa Saja Jenis-Jenis Gugatan dalam Hukum Acara Perdata Indonesia?

(4)

3. Bagaimana Sistem Pengajuan Gugatan dalam Hukum Acara Perdata Indonesia?

4. Apa Saja Syarat-Syarat Pengajuan Gugatan dalam Hukum Acara Perdata Indonesia?

5. Bagaimana Pemeriksaan Gugatan di Persidangan?

BAB II Pembahasan

2.1 Definisi gugatan dalam hukum acara perdata

Pengertian gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat melalui pengadilan. Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya pihak tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak penggugat. Terjadinya gugatan umumnya setelah pihak tergugat melakukan pelanggaran hak dan kewajiban yang merugikan pihak penggugat dan pihak tergugat tidak mau secara sukarela memenuhi hak dan kewajiban yang diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa hak dan kewajiban antara penggugat dan tergugat1. Pengertian gugatan menurut Zainal Asikin gugatan adalah suatu tuntutan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang oleh seseorang mengenai suatu hal akibat adanya persengketaan dengan pihak lainya yang kemudian mengharuskan hakim memeriksa tuntutan tersebut menurut tata cara tertentu yang kemudian melahirkan keputusan terhadap gugatan tersebut2. Pengertian gugatan menurut Sudikno Mertokusumo adalah suatu tuntutan hak yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah tindakan “Eigenrichting”. Orang yang mengajukan tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum.

Ia mempunyai kepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, maka oleh karena itu ia mengajukan tuntutan hak ke pengadilan. Adapun M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 46 – 47) menjelaskan bahwa gugatan mengandung sengketa di antara kedua belah pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan merupakan sengketa atau

1Sarwono, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hlm. 31

2Zainal Asikin, Op. Cit. Hlm. 19.

(5)

perselisihan di antara para pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan ini melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik dan duplik. Dalam perundang- undangan, istilah yang digunakan adalah gugatan perdata atau gugatan saja3. Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.

Dalam gugatan ada istilah penggugat dan tergugat. Penggugat ialah orang yang menuntut hak perdatanya kemuka pengadilan perdata penggugat bias satu orang atau badan hukum atau lebih sehinnga ada istilah penggugat I, penggugat II, penggugat III dan seterusnya. Lawan dari penggugat disebut tergugat. Dalam hal tergugat ini pun bisa ada kemungkinan lebih dari satu orang atau badan, sehingga ada istilah tergugat I, tergugat II, tergugat III, dan seterusnya. Gabungan penggugat atau gabungan tergugat disebut dengan kumulasi subjektif. Dan idealnya dalam perkara di pengadilan ada penggugat dan tergugat. Inilah peradilan yang sesungguhnya (jurisdiction contentiosa) dan produk hukum dari gugatan adalah putusan pengadilan4.

2.2 Jenis-jenis gugatan dalam hukum acara perdata 1. Gugatan Sederhana

Mengingat pasal 8 rv secara prinsip, gugatan wajib memuat hal-hal sebagai berikut.

a. Identitas para pihak yang berperkara

Dalam hal ini menyangkut nama, tempat, tanggal lahir, alamat, pekerjaan, serta kapasitasnya dalam perkara tersebut untuk dan atas nama diri sendiri, atau untuk atas nama lembaga atau subjek hukum lain.

b. Dalil-dalil yang berisi permasalahan atau peristiwa sebagai dasar gugatan

3M. Yahya Harahap.Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika. Jakarta: 2005, hal. 29

4Mardani,Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah,(Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 3

(6)

Bagian ini memuat rumusan-rumusan permasalahan atau peristiwa hukum yang telah terjadi. Pada pokoknya terdiri atas peristiwa nyata yang benar-benar terjadi di antara para pihak. Misalnya mengenai dua badan hukum yang mengadakan perjanjian pembiayaan untuk membeli mesin pabrik. Berdasarkan uraian fakta yang terjadi diungkapkan dalil-dalil sebagai uraian yuridis. Dari peristiwa tersebut dirumuskan adanya pelanggaran hukum. Uruaian semacam ini dikenal dengan sebutan fundamentum petendi atau posita. Menurut pasal 163 hir sebagai mana pasal 285 rbg atau 1865 kuh perdata secara tegas menyatakan, "orang yang mendalilkan bahwa dirin)a mempun)ai hak atau guna meneguhkanhakn)a sendiri atau mem*antah suatu hak orang lain menunjuk pasa suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut.

c. tuntutan atau permintaandalam putusan hakim

Tuntutan adalah segala sesuatu tentang apa yang diminta atau diharapkan penggugat kepada hakim yang berkenaan dengan gugatannya atau yang dikenal dengan petitum. Berdasarkan dalil-dalil yang telahdipaparkan dalam posita menuntut hakim untuk memiriksa perkara agar memberikan keputusan sesuai dengan hak- haknya yang dilindungi undang-undang. Karena sebagai subjek hukum pihak penggugat dalamhal ini menuntut akan hukum ditegakkan untuk melindungi hak dan kepentingannya.

2. Gugatan Rekonpensi

Bertitik tolak kontruksi guagatan sederhana seperti sebelumnya, dalam proses peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonpensi. Pengertian gugatan utamanya disebut sebagai gugatan konpensi, sedangakan pihak tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya oleh karena itu undang-undang memperkenankan untuk melakukan gugatan balik yakni gugatan rekonpensi. Sebagaimana dalam pasal 132 a hir/pasal 157 rbg dipersilahkan terhadap segala hal kecuali hal-hal sebagai berikut.

a.perubahan dari pihak, yakni semula pihak yang bersanggutan bertindak untuk dan atas nama orang lain, kemudian sebagai penggugat rekonpensi bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.

b.perubahan kewenangan pengadilan yang mengadili perkaranya, misalnya dalam perkara konpensinya adalah kewenangan pangadilan negeri a, sedangkan pada perkara rekonpensinya adalah kewenangan pengadilan negeri b.

(7)

c.bertentangan dengan pokok perkara utamanaya, yang menyangkut perselisihan pelaksanaan putusan hakim. Contohnya, dalam gugatan konpensi si a menggugat b dalam perkara perjanjian utang piutang, kemudian b mengajukan gugatan rekonpensi terhadap a tentang perbuatannya yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara lain yang telah memiliki kekuatan eksekusi.

3. Gugatan Provesionil

Tuntutan tindakan sementara yang dimintakan kepada hakim pemeriksa semacam itu disebut dengan gugatan provionil. Syaratnya, materi gugatannya tidak mengenai pokok perkaranya. Sehubungan dengan hal itu, mahkamah agung RI nomor reg. 1070 K/Sip/1975, tanggal 7 mei 1973 menetapkan bahwa tuntutan provisionil yang menyangkut pokok perkaranya tidak dapat diterima. Pengajuan gugatan provisionil bersamaan dengan gugatan pokoknya, namun hakim setelah memerhatikan dalil-dalilnya segera akan memberikan keputusan sela tentang diterima atau tidak diterimanya gugatan provisionil itu. Gugatan semacam itu biasanya diajuakan oleh pihak penggugat sehubungan adanya. Misalnya, tergugat mengusai objek sengketa yang masih belum jelas setatus hukumnya.Untuk itu, melai gugatan provisionil dimohonkan agar hakim pemeriksa memutuskan dalam putusan selanya bahwa objek sengketa dimaksud ditetapkan dalam setatus quo.Atas keputusan sela tersebut pihak tergugat dapat mengajukan banding. Namun memori banding maupun kontra memori bandingnya menjadi suatu berkas dengan berkas banding atas putusan akhir.

4. Gugatan Insidentil

Sesuai dengan istilahnya, gugatan insidentil dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara dalam kerangka untuk mempertahankan haknya, yaitu dengan cara memasukkan pihak ketiga kedalam perkara yang tengah diperiksa. Prosedurnya, pihak tergugat mengajukan permohonan itu kepada hakim pemeriksa, baik secara lisan atau tertulis pada saat menyerahkan jawaban pertamanya.

2.3 Sistem pengajuan gugatan dalam hukum acara perdata indonesia

Suatu tuntutan atau gugatan harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup.

Tetapi tidaklah berarti gugatan yang mempunyai kepentingan hukum pasti dikabulkan oleh pengadilan. Hal tersebut masih tergantung banyak kepada pembuktian.

Gugatan dapat diajakan secara lisan (pasal 120 HIR) dan juga secara tertulis (Pasal 118 HIR). HIR maupun Rbg tidak mengatur persyaratan yang diharuskan mengenai isi dari suatu gugatan (inntroductief rekest) . Selain itu terdapat ketentuan-ketentuan

(8)

yang merupakan kekecualian dari ketentuan HIR/RBG tersebut yang mengatur tentang ke mana mengajukan gugatan. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapat dalam BW,RV dan UU Perkawinan (UU NO.1/1974),yaitu:

1. Apabila dalam hal tergugat tidak cakap untuk menghadap di muka pengadilan, gugatan di ajukan kepada ketua pengadilan negeri orang tuanya, walinya atau pengapunya (Pasal 21 BW)

2. Yang menyangkut pegawai negeri,yang berwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri di mana ia bekerja (Pasal 20 BW).

3. Buruh yang menginap di tempat majikannnya,yang berwenang untuki mengadilinya adalah pengadilan negeri tempat tinggal majikan. (Pasal 22 BW).

4. Tentang hal kepailitan yang berwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri yang menyatakan tergugat pailit (Pasal 99 Ayat (15) RV).

5. Tentang penjaminan (vrijwaring) yang bearwenang untuk mengadilinya adalah pengadilan negeri yang pertama di mana pemeriksaan di lakukan (Pasal 99 Ayat (14) RV). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan HIR/RBG tersebut di mana gugatan di ajukan kepada pihak yang berhutang.

6. Yang menyangkut permohonan pembatalan perkawinan, di ajukan kepadea pengadilan negeri dalam daerah hukum di mana perkawinan di langsungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri (Pasal 25 jis 63 (1)b UU No.1/1974 dan Pasal 38 (1) dan (2) PP No. 9/1975).

7. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri,gugatan di ajukan di tempat kediaman penggugat dan ketua pengadilan negeri menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat. (Pasal 40 jis Pasal 63 (1)b UU Ni.1/1974,Pasal 20 (2) dan (3) PP No. 9/1975).

Dalam perkembangan tentang kemana mengajukan gugatan ini,maka terdapat beberapa hal yang perlu di kemukakan sehubungan dengan berlakunya UU No.

5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU No. 7/1986 tentang Peradilan Agama.

Dalam Pasal 54 UU No. 5/1986 dikatakan:

1. Gugatan sengketa tata usaha negara di ajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.

2. Apabila tergugat lebih dari satu badan atau pejabat tata usaha negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan,gugatan di ajukan kepada

(9)

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu badan atau pejabat tata usaha negara.

3. Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat,maka gugatan dapat di ajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.

4. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan peraturan pemerintah,gugatan dapat di ajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.

5. Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,gugatan diajukankepada pengadilan di Jakarta.

6. Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat diluar negeri,gugatan diajukan kepada pengadilan ditempat kedudukan tergugat.

Bagaimana surat gugatan itu akan disusun, hal ini sangat tergantung dari selera masing-masing pembuatnya dan tergantung pula dari duduknya perkara yang dialami oleh orang yang membuat surat gugat itu. Dalam praktik peradilan dewasa ini, orang (advokat atau pengacara) cenderung menuruti syatar-syarat yang ditentukan dalam pasal 8 ayat (3) RV yaitu surat gugat harus dibuat secara sistematis dengan unsur- unsur identitas para pihak, dalil dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dari gugatan serta petitum atau apa yang diminta/dituntut.

Dalam hukum acara perdata dikenal 2 teori tentang cara menyusun gugatan kepada pengadilan yaitu:

a. Substaniering theorie

Teori ini menyatakan bahwa gugatan sw lain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebut kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut.

b. Individualiserings theorie

Teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian tersebut. Sejarah terjadinya atau sejarah adanya

(10)

pemilikan hak milik atas benda itu tidak perlu dimasukkan dalam gugatan, karena hati itu dapat dikemukakan dalam persidangan dengan disertai bukti-bukti seperlunya (Sudikno Mertokusumo,1979:31-32 dan Ridwansyahrani, SH.,1988: 22).5

Sehubung dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia sekarang adalah sis HIR dan R.Bg, maka penggugat bebas merumuskan surat gugatannya, asalkan saja surat gugatan tersebut mencakup segala hal yang berhubungan drngan kejadian materiil yang menjadi dasar gugatannya. Apabila surat gugat kurang jelas maka berdasarkan pasa l119 HIR dan pasal 143 R.Bg, ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk kepada penggugat untuk memperbaiki gugatamnya. Mahkamah Agung RI dalam sebuah putusan tanggal 15 maret 1972 no.547k/sip/1972 menyatakan bahwa oleh karena HIR dan R.Bg tidak mentukan syarat-syarat tertentu dalam isi surat gugat, maka para pihak bebas menyusun dan merumuskan gugatan tersebut asalkan cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar gugatannya.

2.4 Syarat-syarat pengajuan gugatan dalam hukum acara perdata

Dalam pengajuan gugatan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan hukum acara perdata, antara lain :

1. Syarat Materiil

Syarat materiil gugatan adalah syarat yang berkaitan dengan isi atau materi yang harus dimuat dalam surat gugatan6. Dalam arti lain, syarat materiil merupakan substansi pokok dalam membuat surat gugatan. Mengacu pada pasal 8 ayat 3 RV 1. Syarat materiil gugatan harus berisi :

1. Identitas dari pihak-pihak yang berperkara.

2. Dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan gugatan (middelen van den eis), atau dikenal dengan istilah Fundamentum Perendi atau Posita.

3. Gugatan atau Petitum Yang dimaksud dengan identitas meliputi ciri-ciri dari pihak Penggugat maupun Tergugat. Nama, alamatnya, pekerjaannya dan sebagainya.

5Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.25

6Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso.Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 33

(11)

Mengenai peristiwa menjelaskan mengenai duduk perkara sedangkan tentang hukum diuraikan hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan.

Sedangkan petitum, adalah apa yang dimintaoleh Penggugat atau apa yang diharapkannya agar diputus oleh Hakim harus terdapat dalam Petitum[2]. Karena itu Petitum harus jelas serta tegas. Petitum tidak boleh berisi pernyataan-pernyataanyang saling bertentangan (obscuur libel). Gugatan yang obscuur libel kemungkinan besar akan ditolak oleh Hakim.

Petitum terdiri dari:

1. Petitum Primer 2. Petitum Subsider

Petitum subsider biasa diajukan bersama petitum primer, sebagai gugatan cadangan, seandainya gugat pokok (primer) itu ditolak oleh Hakim. Di dalam praktik petitum subsider itu biasanya terdiri dari kalimat sebagai berikut:

“Agar Hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan yang seadil-adilnya”

Dengan kalimat demikian, masih ada kemungkinan apabila Petitum primair ditolak, Hakim akan mengabulkan gugatan berdasarkan kebebasan Hakim dan keadilan[3].

Dalam cara mengajukan gugatan, yang tidak kalah pentingnya yang harus diperhatikan adalah ke mana gugatan diajukan. Secara garis besar pasal 118 HIR/ 142 RGB mengatur hal tersebut yang mengatakan:

1. Gugatan perdata yang tingkat pertama masuk wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat gugatan, yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh orang yang dikuasakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal tergugat.

2. Jika tidak diketahui tempat tinggalnya, gugatan diajukan pada pengadilan negeri tempat kediaman. Hal ini dapat dilihat dari rumah tempat kediaman tergugat. Hal ini dapat dilihat dari rumah tempat kediamanna.

3. Apabila tergugat terdiri dari dua orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah seorang dari para tergugat, terserah pilihan dari pengguagat, jadi penggugat yang menentukan di mana akan mengajukan gugatanna.

4. Apabiala pihak tergugat ada dua orang, yaitu yang seseorang misalnya adalah yang berhutang dan yang lain peminjamnya, maka gugatan harus diajuakan kepada pengadilan negeri pihak yang berhutang. Sehubungan dengan hal ini perlu

(12)

dikemukakan, bahwa secara analogis dengan ketentuan tersebut, apabila tempat tinggal tergugat dan turut berbeda, gugatan harus di ajukan di tempa tinggal tergugat.

5. Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak di kenal,gugatan di ajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal penggugat.

6. Atau kalau gugatan itu tentang benda tidak bergerak,dapat juga di ajukan kepada ketua pengadilan negeri di mana barang tetap itu terletak. Jika benda tidak bergerak itu terletak dalam beberapa daerah hukum pengadilan negeri,maka gugatan di ajukan kepada ketua salah satu pengadilan negeri,menurut pilihan penggugat.

2. Syarat Formil

Adapun syarat formil yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan ialah7:

1. Tidak melanggar kompetensi/kewenangan mengadili, baik kompetensi absolut maupun relatif.

2. Gugatan tidak mengandung error in persona.

3. Gugatan harus jelas dan tegas. Jika gugatan tidak jelas dan tidak tegas (obscuur libel) dapat mengakibatkan gugatan dinyatakan tidak diterima.

Misalnya posita bertentangan dengan petitum.

4. Tidak melanggar asas ne bis in idem. Artinya gugatan tidak boleh diajukan kedua kalinya apabila subjek, objek dan pokok perkaranya sama, di mana perkara pertama sudah ada putusan inkracht yang bersifat positif yaitu menolak atau mengabulkan perkara.

5. Gugatan tidak prematur atau belum saatnya menggugat sudah menggugat.

6. Tidak menggugat hal-hal yang telah dikesampingkan, misalnya gugatan kedaluwarsa.

7. Apa yang digugat sekarang masih dalam proses peradilan (aanhanging geding/rei judicata deductae). Misalnya ketika perkara yang digugat sudah pernah diajukan dan sedang proses banding atau kasasi.

7Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso.Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 34-36

(13)

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, makakami dapat menyimpulkan bahwa sesuai dengan makalah “Gugatan” kami menyimpulkan bahwa ada beberapa macam gugatan dan dalam membuat suatu gugatan terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi di dalamnya.

3.2 Saran

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya.karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika. Jakarta: 2005, hal. 29

Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 3

Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media, 2007, hal. 34-36

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdatadi Lingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.25

Sarwono, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hlm. 31

Zainal Asikin, Op. Cit. Hlm. 19.

Dwipayani, Desak Made, and Nurul Fazriyah. "Perkara Penolakan Pembatalan Merek Terdaftar Dalam Gugatan Perdata Analisis Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 02/Merek/2002/Pn. Niaga. Jkt. Pst."Ganesha Law Review3.2 (2021): 97-110.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan Hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan

Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut

Adapun alasan-alasan dan keadaan hukum yang menjadi DASAR GUGATAN ini adalah sebagai berikut: Bahwa Para Penggugat adalah ahli waris dari Nyonya Oewij Wijen berdasarkan Surat

Sebagaimana pada persidangan gugatan perdata lainnya, dalam pembacaan putusan Gugatan Sederhana dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum dan hakim menyampaikan upaya

gugatan Class Actions adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan.. gugatan ke pengadilan

Dalam hal gugatan perdata, penggugat harus memasukkan surat permohonan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya ke pengadilan negeri yang sesuai dengan patokan kompeten

Hal ini ditegaskan dalam pasal 118 ayat 1 HIR yang menyatakan bahwa: “Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat