THE FISIOLOGICAL OF PUERPERIUM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas Dan Neonatus Dosen Pengampu : Sariestya Rismawati,SST,M.Keb
Disusun Oleh :
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI BIDAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2024
Cindy Marcheila P20624522009 Cindy Nurhardianto P206245220010 Dila Siti Nabila P206245220013 Febi Wulansari P206245220018 Ira Rahmawati P206245220024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah yang berjudul “The Fisiological Of Puerperium” ini dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas Dan Neonatus
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan dan akan kami terima demi perbaikan untuk tugas kedepannya.
Makalah ini dapat selesai berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama dosen mata kuliah pengantar ilmu penyakit yaitu, Ibu Sariestya Rismawati,SST,M.Keb yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan makalah ini. Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat untuk pembaca semuanya dan bisa menambah pengetahuan yang lebih baik sebagaimana yang tertera dalam tujuan dibuatnya tugas ini.
Tasikmalaya, 24 Juli 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I... 1
PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan...1
1.4 Manfaat...2
BAB II...3
PEMBAHASAN...3
2.1 Reproductive System...3
2.2 Gastointestinal system...5
2.3 Urine System ... 7
2.4 Muskuloskeletal System...8
2.5 Diastatis Recti...9
2.6 Endokrin System... 11
2.7 Vital sign... 12
2.8 Cardiovaskular System...13
2.9 Hematologi system... 14
BAB III... 16
PENUTUP ... 16
3.1 Kesimpulan...16
3.2 Saran...16
DAFTAR PUSTAKA ... 17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir hingga alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang lebih 40 hari. Postpartum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat-alat reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa postpartum yakni kurang lebih 6 minggu (Puji Wahyuningsih, 2018). Menurut (Varney, 1997) masa nifas adalah akhir dari periode persalinan dengan ditandai lahirnya selaput dan plasenta yang akan berlangsung selama 6 minggu. Dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan masa sesudah persalinan hingga pulihnya alat- alat reproduksi seperti semula yang proses pemulihannya berlangsung sekitar 6 minggu atau kurang lebih 40 hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan fisiologi reproductive system pada ibu nifas ? 2. Bagaimana perubahan fisiologi gastrointestinal system pada ibu nifas ? 3. Bagaimana perubahan fisiologi urine system pada ibu nifas ?
4. Bagaimana perubahan fisiologi muskuloskeletal system pada ibu nifas ? 5. Bagaimana perubahan fisiologi diastatis rekti pada ibu nifas ?
6. Bagaimana perubahan fisiologi vital sign pada ibu nifas ?
7. Bagaimana perubahan fisiologi cardiovaskular system pada ibu nifas ? 8. Bagaimana perubahan fisiologi hematology system pada ibu nifas ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan fisiologi reproductive system pada ibu nifas 2. Untuk mengetahui perubahan fisiologi gastrointestinal system pada ibu nifas 3. Untuk mengetahui perubahan fisiologi urine system pada ibu nifas
4. Untuk mengetahui perubahan fisiologi muskuloskeletal system pada ibu nifas 5. Untuk mengetahui perubahan fisiologi diastatis rekti pada ibu nifas
6. Untuk mengetahui perubahan fisiologi vital sign pada ibu nifas
7. Untuk mengetahui perubahan fisiologi cardiovaskular system pada ibu nifas
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui perubahan fisiologi reproductive system pada ibu nifas 2. Dapat mengetahui perubahan fisiologi gastrointestinal system pada ibu nifas 3. Dapat mengetahui perubahan fisiologi urine system pada ibu nifas
4. Dapat mengetahui perubahan fisiologi muskuloskeletal system pada ibu nifas 5. Dapat mengetahui perubahan fisiologi diastatis rekti pada ibu nifas
6. Dapat mengetahui perubahan fisiologi vital sign pada ibu nifas
7. Dapat mengetahui perubahan fisiologi cardiovaskular system pada ibu nifas 8. Dapat mengetahui perubahan fisiologi hematology system pada ibu nifas
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Reproductive System 1. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Secara rinci proses involusi uterus dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi Lahir Setinggi Pusat 100 Gram
Uri Lahir 2 Jari Di Atas Pusat 750 Gram
1 Minggu Pertengahan Pusat - Symphisis
500 Gram
2 Minggu Tidak Teraba Di Atsd Symphisis
350 Gram
6 Minggu Bertambah Kecil 50 Gram
8 Minggu Sebesar Normal 30 Gram
Pada uterus selain terjadi proses involusi juga terjadi proses autolysis yaitu pencernaan komponen-komponen sel oleh hidrolase endogen yang dilepaskan dari lisosom setelah kematian sel. Hal menyebabkan bekas implantasi plasenta pada dinding endometrium tidak meninggalkan bekas atau jaringan parut.
a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12 x 15 cm dengan permukaan kasar dimana pembuluh darah besar bermuara.
b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombose di samping pembuluh darah tertutup kontraksi otot rahim.
c. Bekas implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua sebesar 6 - 8 cm, dan akhir puerperium sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan yang telah rusak bersama dengan lochea.
e. Luka bekas implantasi akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f. Kesembuhan sempurna pada saat akhir dari masa nifas.
2. Involusi Tempat Plasenta
Setelah persalinan tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira besarnya Setelapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2cm. Pada pemulihan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Pada luka bekas plasenta, endometrium tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka sehingga bekas luka plasenta tidak meninggalkan luka parut.
3. Lokhea
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang dinamakan lokhea. Lokhea berasal dari luka dalamrahim terutama luka plasenta. Jadi, sifat lokhea berubah seperti secret lukaberubah menurut tingkat penyembuhan luka.
Pada 2 hari pertama lokhea berupa darah dan disebut lokhea rubra. Setelah 2-4 hari merupakan darah encer yang disebut lokhea serosa dan pada hari ke 10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuninganyang disebut lokhea alba. Warna ini disebabkan karena banyak leucocyt terdapat didalamnya bau lokhea khas amis dan yang berbau busuk menandakaninfeksi.
Jenis Jenis Lokhea :
a) Rubra (kruenta) : Pada hari ke 1-3, berwarna merah kehitaman, Terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan sisa meconium. Lokhea rubra yang menetap pada awal priode postpartum menunjukan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tinggalnya sisa atau selaput plasenta.
b) Sanginolenta : Pada hari ke 4-7, berwarna merah kecoklatan dan berlendir, Sisa darah bercampur lendir.
c) Serosa : Pada hari ke 7-14, kuning kecoklatan, Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Lokhea serosa dan albayang berlanjut bisa menandakan adanya endometris, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen
d) Alba : Pada ≥14 hari berlangsung 2-6 postpartum, berwarna putih, Mengandung leukosit, sel desidua, dan sel epitel, selaput lendir serviks serta serabut jaringan yang mati.
e) Lochiastasis (lochea yang tidak normal), sedangkan apabila setelah 2 minggu lochca masih berwarna merah kemungkinan ada sisa plasenta yang tertinggal disebabkan
proses involusi kurang sempurna atau karena adanya reflexio uteri. Lochea yang terjadi infeksi mempunyai karakteristik mengeluarkan cairan seperti nanah dan berbau busuk, disebut dengan lochia purulenta.
4. Serviks dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum eksternum dapat dilalui oleh 2 jari.
Pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Selain itu, disebabkan hiperplasi ini danretraksi serta sobekan serviks menjadi sembuh. Namun, setelah involusi selesai osteum eksternum tidak dapat serupa seperti sebelum hamil.
Vagina yang sangat diregang waktu persalinan lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal pada minggu ke 3 postpartum rugae mulai nampak kembali.
1. Perineum
Perubahan yang terjadi pada perineum adalah :
a. Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
b. Pada masa nifas hari ke 5, tonus otot perineum sudah kembali seperti keadaan sebelum hamil, walaupun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan. Untuk mengembalikan tonus otot perineum, maka pada masa nifas perlu dilakukan senam kegel.
5. Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
a. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
b. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke- 3 setelah persalinan.
c. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi.
d.
2.2 Gastointestinal system
No. Masa Kehamilan Masa Nifas
1. Kadar progesteron tinggi. Kadar progesteron menurun
Mengganggu keseimbangan cairan Menurunnya kadar progesteron akan
tubuh. Progesteron yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk memelihara janin yang sedang tumbuh pasti akan membutuhkan banyak sekali cairan
Meningkatkan kolestrol darah.
Melambatkan kontraksi otot polos pada organ-organ pencernaan sehingga menyebabkan turunnya gerakan peristaltik yang akan mengarah pada mual dan konstipasi atau sembelit.
Konstipasi disebabkan oleh banyaknya jumlah dalam feses usus yang tidak sebanding dengan jumlah cairan yang ada, karena cairan telah banyak diserap untuk keperluan ibu
dan bayi sehingga
feses menjadi keras.
memulihan sistem pencernaan yang semula mengalami beberapa perubahan ketika masa kehamilan.
Tonus dan motilitas otot traktus akan kembali ke keadaan normal sehingga
akan memperlancar
sistem pencernaan
Asuhan yang dilakukan:
a. Memperbanyak minum, minimal 3 liter perhari.
b. Meningkatkan makanan yang berserat,buah buahan.
c. Biasakan BAB tepat waktu, saat pertama kali ada dorongan untuk BAB.
d. Kalau perlu pemberian laksatif untuk melunakkan feses.
2. Sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak.
Sekresi saliva normal
Pada keadaaan ini, gigi berlubang menjadi lebih mudah terjadi, sehingga pada masa kehamilan membutuhkan perawatan gigi yang lebih baik untuk mencegah karies. Selain itu, mual dan muntah juga sering terjadi akibat produksi saliva yang banyak pada kehamilan Trimester I.
Berlangsung kurang lebih 10 minggu juga terjadi pada ibu nifas.
3. Asam lambung menurun Asam Lambung normal
Menurunnya asam lambung akan melambatkan pengosongan lambung,
sehingga menyebabkan kembung.
4. Perbesaran uterus akan menekan diafragma, lambung, dan intestin.
Uterus kembali ke ukuran semula.
a. Tekanan uterus pada usus bagian bawah pada awal masa kehamilan dan kembali pada akhir masa kehamilan akan menyebabkan terjadinya konstipasi atau sembelit.
b. Pada bulan terakhir, nyeri ulu hati dan pencernaan asam (regurgitasi)
akan menjadi sebuah
ketidaknyamanan akibat tekanan ke atas dari perbesaran uterus.
5. Pelebaran pembuluh darah rektum (hemoroid).
Pembuluh darah kembali ke ukuran semula
Hal tersebut dapat terjadi pada persalinan rektum dan otot- otot yang menyokongnya akan sangat teregang
Ibu postpartum menduga akan merasakan nyeri saat defekasi (BAB) akibat episotomi, laserasi ataupun akibat hemoroid pada perineum. Oleh karena itu, kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus otot kembali normal.
Setelah proses persalinan, usus membutuhkan waktu 3- 4 hari untuk mengembalikan fungsinya menjadi normal. Pada umumnya sering terjadi konstipasi pada ibu nifas karena makanan yang kurang serat selama persalinan. Disamping itu ibu sering merasa tidak berani untuk BAB karena khawatir akan jahitan perineumnya terlepas.
Namun ibu harus tetap BAB setidaknya 3 atau 4 hari pasca kelahiran.
2.3 Urine System
Pelvis, ginjal, dan ureter yang meregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Pemeriksaan siskotopik
segera setelah melahirkan menunjukkan tidak saja edema dan hyperemia dinding kandung kemih, tetapi sering kali terdapat ekstravasasi darah pada sub- mukosa.
Kurang lebih 40 % wanita nifas mengalami proteinurin yang nonpatologis sejak pasca melahirkan sampai dua hari postpartum.
Contoh spesimen dapat diambil melalui kateter agar tidak terkontaminasi dengan lokhea yang nonpatologis. Hal ini dapat diwujudkan hanya bila tidak ada tanda dan gejala infeksi saluran kemih atau pre-eklampsi.
Diuresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai hari kelima setelah persalinan. Jumlah urine yang keluar dapat melebihi 3000 ml perharinya. Tindakan inidiperkirakan meru pakan bagian normal dari kehamilan. Selain itu, di dapati adanya keringat yang banyak beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Di samping itu, kandung kemih pada puerperium mempunyai kapasitas yang meningkat secara relatif. Oleh karena itu, distensi yang berlebihan, urine residual yang berlebihan, dan pengosongan yang tidak sempurna, harus diwaspadai dengan seksama.
Urine dan pelvis yang mengalami distensi akan kembali normal pada dua sampai delapan minggu setelah persalinan (Varney, 2003).
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama hal ini dikarenakan kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 - 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hor- mon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Pada kasus dengan riwayat persalinan yang menimbulkan trauma pada ureter, misalnya pada persalinan macet atau bayi besar maka trauma tersebut akan berakibat timbulnya retensio urine pada masa nifas.
2.4 Muskuloskeletal System
Setelah beberapa hari melahırkan ibu akan mengalami kelelahan atau sakit pada otot. Hal ini diakibatkan peregangan bertahap pada otot abdomen termasuk otot rectus abdominis selama kehamilan sehingga kekenyalan otot mengalami penurunan. Dinding perut akan kendor dan akan kembali sekitar 6 minggu postpartum dengan latihan khusus seperti melakukan nifas dan senam kegel untuk membantu mengembalikan otot
pubococcygeal (otot yang membantu control usus dan kandung kemih) kembali dalam keadaan normal.
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih dalam 6 minggu. Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi. Alasannya, ligamen rotundum menjadi kendor: Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihannya dibantu dengan latihan.
Kadar relaksin dan progesteron berkurang hingga mencapai kadar normal dalam waktu tujuh hari, namun akibat yang ditimbulkan pada jaringan fibrosa, otot dan ligamen memerlukan waktu 4 sampai 5 bulan untuk berfungsi seperti sebelum hamil. Pada masa nifas awal, ligamen masih dalam masa kondisi terpanjang dan sendi-sendi berada dalam kondisi kurang stabil. Hal ini berarti wanita berada dalam kondisi paling rentan mengalami masalah muskoloskeletal. Ambulasi bisa dimulai 4 - 8 jam nifas, derngan bulasi dini akan membantu mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
2.5 Diastatis Recti
Diastasis rectus abdominis adalah suatu kondisi dimana kedua otot rectus abdominis hancur melebar ke samping dan disertai dengan perluasan jaringan linea alba yang menggembung dari dinding perut (Michalska et al, 2018).
Diastasis rectus abdominis berpeluang besar terjadi pada wanita dengan obesitas, kehamilan multipara, makrosomia janin, dan polihidramnion, panggul sempit karena selama kehamilan bayi akan ditemukan lebih ke posisi anterior (Demartini et al., 2016). Ukuran normal linea alba secara umum mempunyai lebar 15 mm pada proses xifoid, 22 mm pada 3 cm di atas umbilikus, dan 16 mm pada 2 cm di bawah umbilikus
Salah satu upaya untuk mengembalikan keadaan normal dan meningkatkan kekuatan otot perut ibu serta mencegah terjadinya DRA setelah melahirkan adalah dengan berolahraga. Jenis olahraga yang sesuai dengan kondisi ibu setelah melahirkan adalah senam nifas (Aisyah, 2018). Senam nifas merupakan suatu latihan yang dapat dilakukan 24 jam setelah melahirkan dengan gerakan yang telah disesuaikan dengan kondisi ibu-ibu setelah melahirkan yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan sirkulasi ibu pada masa nifas, serta membantu meningkatkan kekuatan otot perut setelah melahirkan (Brayshaw, 2015).
Menurut WHO DRA (diastasis rectus abdominis) paling sering terjadi selama kehamilan dan menurun secara spontan setelah melahirkan pada sebagian besar wanita. Namun, pada 12 bulan pascapersalinan, 33% wanita masih mengalami DRA. DRA telah ditemukan pada 39% wanita lanjut usia dan parous yang menjalani histerektomi abdominal, dan pada 52% pasien menopause uroginekologi [8], menunjukkan bahwa DRA bahkan dapat bertahan hingga masa subur. Data dari wanita yang tidak melahirkan jarang ditemukan. Diastasis juga sering terjadi pada pria, namundata mengenai kasus ini masih langka (Sperstad, dkk 2019).
Perubahan yang terjadi pada kehamilan dan post partum adalah terjadinya diastasis rectus abdominis pada ibu post partum. Diastasis rektus abdominis (DRA) memiliki potensi mengganggu mekanisme aktivitas, kebanyakan wanita tidak mengeluh sakit ketika diastasis recti terjadi. Namun, mereka mungkin mengamati saat otot perut yang menggembung, misalnya ketika duduk di tempat tidur, batuk, tertawa dan atau keluar dari kamar mandi, fenomena ini merupakan hal yang biasa pada kejadian post partum (Emanuelsson, 2015).
Dampak Diastasis rectus abdominis pada ibu post partum yang mengalami diastasis rectus abdominis adalah melemahnya dinding abdomen, mengurangi kontraksi kekuatan otot abdomen dan kestabilan pelvis (Michalska et al, 2018). Diastasis Recti Abdominis juga akan menimbulkan berbagai permasalahan lain seperti nyeri punggung bawah, inkontinensia urin dan inkontensia feces, dan herniasi diskus (Gruszczyńska dan Truszczyńska-baszak, 2018). DRA dapat mengakibatkan kelemahan otot perut dan disfungsi dasar panggul. Penurunan kualitas hidup juga dapat disebabkan karena adanya DRA ini (Thabet dkk, 2019)
2.6 Endokrin System
Setelah proses pengeluaran plasenta, kadar hormone estrogen dan progesterone mengalarmi penurunan. Menurunnya hormone secara ekstrem dalam sistem kelenjar endokrin tersebut menyebabkan terjadi dua peristiwa yang signifikan yaitu laktasi (sekresi susu) dimulai dengan hisapan bayi dan fungsi siklus menstruasi kembali normal.
Pemulihan kedua kadar hormone tersebut terjadi lebih lambat dari sebelum hamil pada ibu yang memberi ASI. Jika pemberian ASI dilakukan secara rutin maka hormone prolactin akan mengalami peningkatan secara drastis. Pada umumnya ibu yang meneteki bayinya kembali mengalami datang bulan/ haid sekitar minggu ke 36 setelah melahirkan, sedangkan jika tidak meneteki akan kembali haid minggu ke 12. Pada early postpartum perubahan hormone tersebut menyebabkan terjadinya pembengkakan payudara (mastitis) akibat dari produksi ASl yang dimulai pada hari ke 3. Beberapa perubahan pada sistem endokrin diantaranya :
1. Hormon Plasenta
Selama periode postpartum terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Penurunan hormon Human Placental Lactogen (HPL), estrogen, dan progesteron serta plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada nifas. Ibu diabetes biasanya membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari. Alasannya, perubahan hormon normal ini membuat masa nifas menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke -7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke- 3 postpartum
2. Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3. Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengrangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal serta pengeluaran air susu.
4. Hipotalamik Pituitari Ovarium
Bagi wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu, sedangkan wanita yanh tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu 655 setelah 12 minggu dan 905 setelah 24 minggu. Umumunya wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi
2.7 Vital sign 1. Suhu
Dalam 24 jam postpartum suhu akan naik sekitar 375 °C-38 °C yang merupakan pengaruh dari proses persalinan dimana ibu kehilangan banyak cairan dan kelelahan.
Hari proses payudara menjadi bengkak, berwarna merah. Peningkatan suhu bias juga disebabkan karena infeksi pada endometriuah mastitis, infeksi tractus urogenitalis. Kita harus mewaspadal bila suhu lebih dari 38 ºC dalam 2 hari berturut-turut pada 10 hari pertama post partum dan suhu harus terus diobservasi minimal 4 kali sehari.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa berkisar 60-80 kali permenit. Setelah persalinan denyut nadi menjadi lebih cepat. Denyut nadi yang cepat (>100x/menit) biasa disebabkan karena infeksi atau perdarahan post partum yang tertunda.
3. Pernapasan
Pernapasan selalu terkait dengan kondisi suhu dan denyut nadi. Apabila nadi dan suhu tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali pada kondisi gangguan saluran pernapasan. Umumnya, respirasi cenderung lambat atau normal karena ibu dalam kondisi pemulihan. Bila respirasi cepat >30 per menit mungkin diikuti oleh tanda- tanda shock.
4. Tekanan Darah
Tekanan darah relatif rendah karena ada proses kehi- langan darah karena persalinan. Tekanan darah yang tinggi mengindikasikan adanya pre eklamsi post partum. Biasanya, tekanan darah normal yaitu <140/90 mmHg. Namun, dapat mengalami peningkatandari pra persalinan pada 1-3 hari pos partum. Setelah persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah sementara waktu.
Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan postpartum. Sebaliknya, bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas, tetapi hal seperti itu jarang terjadi.
Masa nifas setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukkan urin untuk mengurangi hemodilusi darah. Terjadi penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah vena. Akibatnya, terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5°C yang bukan merupakan keadaan patologis atau menyimpang pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas.
2.8 Cardiovaskular System 1. Tekanan Darah
Beberapa saat setelah melahirkan atau pada saat pertama kali melakukan mobilisasi, tekanan sistolik menurun 20 mmHg bahkan lebih, sehingga terjadi hipotensi ortostatik yang disebabkan adanya kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena. Hal tersebut terjadi karena perubahan posisi dari posisi terlentang ke posisi duduk.
2. Komponen darah
Selama 72 jam setelah melahirkan volume plasma darah menurun lebih besar daripada jumlah sel darah. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kadar hematocrit dan hemoglobin pada hari ke 17 setelah melahirkan. Sel darah merah (RBC) kembali dalam batas normal ketika diukur pada 8 minggu masa nifas. Selain itu sel darah putih akan mengalami peningkatan pada masa early postpartum mencapai 30.000/mm3 namun tidak menimbulkan infeksi. Berbeda jika pada 6 jam pertama leukosit mengalami peningkatan lebih dari 30% maka dapat terindikasi adanya infeksi.
3. Volume darah
Segera setelah bayi lahir, kerja jantung mengalami peningkatan 80% lebih tinggi daripada sebelum persalinan karena autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh perifer meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal setelah 3 minggu.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran melalui sectio sesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan haemokonsentrasi. Apabila pada persalinan pervaginam haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Setelah melahirkan akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah.
Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung dan dapat menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitium cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 hari postpartum.
2.9 Hematologi system
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka normalnya sekitar 11 - 12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa terjadi anemia atau kekurangan darah. Oleh karena itu selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi darah dau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada dan pertama masa nifas, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit me nurun, tetapi darah lebih mengental dengan meningkatnya visit me sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematrokit dan hemoglobin pada hari ke 3 - 7 masa nifas dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu masa nifas.
Jumlah kehilangan darah yang normal dalam persalinan:
1. Persalinan pervaginam: 300-400 ml 2. Persalinan section secaria: 1000 ml 3. Histerektomi secaria: 1500 ml
Total volume darah kembali normal dalam waktu 3 minggu postpartum. Jumlah sel darah putih akan meningkat terutama pada kondisi persalinan lama berkisar 25000-
30000. Semua ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari ibu. Selama minggu- minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen, dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen, dan plasma akan sedikit menurun. Namun, darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat di mana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi. Apalagi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitr 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa nifas ialah masa pemulihan pasca persalinan hingga seluruh organ reproduksi wanita pulih kembali seperti sebelum hamil. Dalam masa nifas terdapat beberapa perubahan fisiologi diantaranya pada reproductive system, gastrointestinal system, urine system, muskuloskeletal system, diastatis rekti, endokrin system, vital sign, cardiovaskular system, and hematologi system.
3.2 Saran
Makalah ini telah disusun berdasarkan dengan ruang lingkup pembelajaran yang ada, tetapi kami menyadari bahwasannya masih banyak kesalahan maupun kekurangan baik didalam penulisan ataupun isinya. Oleh karena itu, kami memohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga materi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi kita semua yang mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, R. Y. (2020).Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dan Menyusui.Jakarta Timur:
Trans Info Media.
Nandia, J. R. (2020).Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Nifas.Yogyakarta: Nuha Medika.
Susanto, A. V. (2020). Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.