MAKALAH
MANAJEMEN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK
“Managemen Dana Perimbangan”
Dosen Pengampuh : Zulhadi Halim,. SE.M. Ak
Disusun Oleh Kelompok 4 :
AUDIA FRESHILA (062240552731) DONNY TIRTANA .A (062240552733) GINNA JUWITA (062240552737) RISKA KHAIRUNNISA (062240552747)
5 ASA
PRODI D4 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2024
Segala puji hanya milik Allah SWT. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dari kelompok 4 dapat menyusun Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Keuangan Sektor Publik” yang diampuh oleh bapk Zulhadi Halim, S.E., M.Ak sebagai dosen mata kuliah terkait.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan makalah tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak sehingga kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Penulis haturkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah. Kami mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi satu referensi baru untuk menampung ilmu dan pengetahuan yang lebih lagi khususnya bagi para pembacanya. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangatlah penulis harapkan sebagai bentuk pembelajaran dan motivasi diri agar dapat lebih baik dari sebelumnya.
Siak Sri Indrapura, 10 Okt 2024
Kelompok Penyaji (4)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...2
1.3 Tujuan Masalah...2
BAB II PEMBAHASAN... 3
2.1 Bagian Daerah penerimaan (DBH)...3
2.2 Dana Alokasi Umum (DAU)...11
2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)...15
BAB III PENUTUP...18
3.1 Kesimpulan...19 DAFTAR PUSTAKA ………..
iii
sumber pendanaan bagi daerah (UU No.32/2014). PAD sendiri merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, pajak daerah, hasil Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hasil kekayaan daerah yang pengelolaanya terpisah, dan PAD lainnya yang sah (Mardiasmo; 2014).
Sementara itu, untuk melihat keadaan finansial suatu Pemda dapat dipantau dari APBD karena anggaran sektor publik semua telah tercantum pada APBD. Jika dilihat dari perspektif penerimaan daerah, daerah yang tidak bergantung pada pusat menjadi harapan setiap daerah. Untuk menghitung tingkat kemandirian daerah dapat menggunakan nilai rasio perbandingan antara PAD dengan total penerimaan daerah. Tingginya nilai PAD mengindikasikan tingginya tingkat kemandirian suatu daerah. Hal tersebut dapat menjadikan pihak pemda memiliki keleluasaan yang lebih untuk merealisasikan alokasi dana yang sudah direncanakan sebelumnya dengan cara melakukan pembelanjaan modal untuk membangun daerahnya. Jika dilihat dari perspektif pengeluaran, pihak pemda dihadapkan pada 2 alternatif pembelanjaan yaitu pembelanjaan yang bersifat meningkatkan perekonomian daerah melalui belanja modal atau pembelanjaan yang bersifat mendanai aktivitas aparatur daerah melalui belanja pegawai (Ferly dkk, 2014)
Manajemen dana perimbangan adalah pengelolaan dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan dan kesenjangan layanan publik antar daerah.
Dana perimbangan berasal dari APBN dan dialokasikan kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Konsep tentang Bagian Daerah dari penerimaan (PBB, BPHTB, SDA, PPh) 2. Konsep tentang DAU (Dana Alokasi Umum)
3. Konsep tentang DAK (Dana Alokasi Khusus)
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui Konsep tentang Bagian Daerah dari penerimaan (PBB, BPHTB, SDA, PPh)
2. Mengetahui Konsep tentang DAU (Dana Alokasi Umum) 3. Mengetahui Konsep tentang DAK (Dana Alokasi Khusus)
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bagian Daerah dari Penerimaan (PBB, BPTHB, SDA, dan PPh)
Bagian daerah dari penerimaan merupakan mekanisme pembagian pendapatan negara kepada pemerintah daerah. Sederhananya, pemerintah pusat membagikan sebagian dari pendapatannya kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik di tingkat lokal.
Bagian Daerah dari penerimaan atau disebut sebagai Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
DBH dialokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. DBH dibagikan kepada daerah penghasil sesuai dengan porsi yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 serta dibagi dengan imbangan daerah penghasil mendapatkan porsi lebih besar dan daerah lain (dalam provinsi yang bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 23, prinsip penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan (based on actual revenue) pada tahun anggaran berjalan.
PBB
Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah dan 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah
DBH PBB untuk daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
3
64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan;
9% (sembilan persen) untuk biaya biaya pemungutan..
Bagian Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) pada poin nomor 1 dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota.
Alokasi untuk kabupaten dan kota dari Bagian Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota; dan
3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai insentif kepada
kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan
DBH – BPHTB
Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah
DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan,
64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.DBH PBB untuk daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
5
Bagian Pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) pada poin nomor 1
dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan dan kota.
PPh WPOPDN pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, selanjutnya disebut PPh WPOPDN adalah Pajak Penghasilan terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (8)
Pajak Penghasilan Pasal 21, selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan ketentuan Pasal 21 undang-undang tentang Pajak Penghasilan yang berlaku
Penerimaan Negara dari PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen).
DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai berikut: • 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dibagi dengan rincian sebagai berikut: 8,4% (delapan empat persepuluh persen) untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar, dan 3,6%
(tiga enam persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota. dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.
Sumber Daya Alam (SDA)
DBH Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas
Dana Reboisasi, selanjutnya disebut DR, adalah dana yang dipungut dari pernegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dari Hutan Alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi
Provisi Sumber Daya Hutan, selanjutnya disebut PSDH, adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari Hutan
luran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan, selanjutnya disebut IIUPH, adalah pungutan yang dikenakan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut
Pungutan Pengusahaan Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang memperoleh Izin Usaha Perikanan (IUP), Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah perikanan Republik
Pungutan Hasil Perikanan adalah pungutan hasil perikanan yang dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha. penangkapan ikan sesuai dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI) yang
luran Tetap (Land-rent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah
luran Ekplorasi dan Eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan eksplorasi/eksploitasi. atas hasil dari kesempatan
DBH Sumber Daya Alam berasal dari:
7
1. Kehutanan;
2. Pertambangan Umum;
3. Perikanan;
4. Pertambangan Minyak Bumi;
5. Pertambangan Gas Bumi;
6. Pertambangan Panas Bumi.
Dengan Rincian Sebagai Berikut
9
11
2.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yaitu penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Formula dan faktor-faktor penentuan DAU secara nasional:
Secara nasional, penyusunan besaran DAU nasional sebesar 26 persen dari PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN pada hakikatnya mengacu kepada UU Nomor 33/2004 dengan penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Terkait dengan hal tersebut, rumusan formula perhitungan DAU tersebut dalam perkembangannya mengalami penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan, yaitu:
1. Periode 2001-2003, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN didasarkan kepada Pasal 7 UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen dari penerimaan dalam negeri bersih (penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan dana bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana reboisasi).
2. Dalam tahun 2004-2005, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR, yaitu ditetapkan sebesar 25,5% (dua puluh lima koma lima persen) dari penerimaan dalam negeri bersih.
3. Periode 2006–2012, rumusan formula perhitungan DAU dalam APBN didasarkan kepada UU Nomor 33 Tahun 2004, yaitu ditetapkan 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto yang ditetapkan dalam APBN. Berdasarkan Penjelasan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 33 Tahun 2004, PDN Neto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah.
Pada APBN tahun 2007 dan tahun 2008, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal nasional danpengendalian defisit APBN, PDN Neto merupakan hasil pengurangan antara pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil penjumlahan antara penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yaitu DBH, serta belanja yang sifatnya earmarked (penggunaannya diarahkan) dan anggaran yang sifatnya in-out (pencatatan anggaran dengan jumlah yang sama pada penerimaan dan belanja). Selanjutnya, sejak tahun 2009, PDN neto juga memperhitungkan antara lain besaran subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi pangan, subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu sebagai faktor pengurang dalam rangka antisipasi dampak kenaikan harga minyak, penciptaan stabilisasi APBN dan APBD, dengan tetap menjaga peningkatan secara riil alokasi DAU setiap tahun. Selanjutnya, sejak tahun 2009, PDN neto juga memperhitungkan antara lain besara subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi pangan, subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu sebagai faktor pengurang dalam rangka antisipasi dampak kenaikan harga minyak, penciptaan stabilisasi APBN dan APBD, dengan tetap menjaga peningkatan secara riil alokasi DAU setiap tahun.
Rumusan Formulasi DAU
Persentase Pembagian DAU antara Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah 10% dari total DAU Nasional dialokasikan kepada Provinsi dan 90% dari total DAU Nasional dialokasikan kepada Kabupaten/Kota. Perhitungan besaran DAU secara nasional adalah minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto (PDN Netto). PDN Netto adalah Pendapatan Dalam Negeri dikurangi dengan Bagi Hasil yang diberikan Pusat kepada Daerah. Besaran alokasi DAU per daerah dihitung menggunakan rumus/formulasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005.
Rumusan Formula DAU adalah sebagai berikut:
DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)
13
AD = Proyeksi Belanja Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dalam setahun kedepan
CF = Kebutuhan Fiskal (KbF) - Kapasitas Fiskal (KpF)
KbF = Total Belanja Daerah (TBD) x (% Jumlah Penduduk) + (% Luas Wilayah) + (% Invers Indeks Pembangunan Manusia (IPM)) + (% Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)) + (% Pendapatan Domestik Regional Bruto)
KpF = (% Pendapatan Asli Daerah) + (% Dana Bagi Hasil)
Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap Provinsi/Kabupaten/Kota berhak menerima DAU dengan besaran yang tidak sama. Daerah dimungkinkan mendapatkan DAU lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan DAU tahun sebelumnya. Bahkan di beberapa daerah yang memiliki Kapasitas Fiskal sangat besar dimungkinkan untuk tidak mendapat DAU (DAU = 0)
Rumusan DAU untuk Daerah Otonom Baru (DOB)
Perhitungan besaran DAU untuk DOB adalah dengan membagi secara proporsional DAU yang diterima oleh Daerah Induk (sebelum dimekarkan) dengan DOB yang merupakan pecahan atau pemekarannya.
Rumus penghitungannya adalah sebagai berikut: Proporsi Daerah dihitung berdasarkan 3 data pokok yaitu:
1. Jumlah PNSD, 2. Luas Wilayah dan 3. Jumlah Penduduk
Proporsi Daerah Induk + Proporsi DOB = Alokasi DAU Daerah Induk sebelum dimekarkan
DAU untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukan disahkan. Penghitungan DAU untuk daerah otonom baru dilakukan setelah tersedia data celah fiskal dan alokasi dasar untuk daerah baru tersebut.
Dalam hal data dimaksud tidak tersedia, maka penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induk. Dalam hal ini, penghitungan menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.
DAU Tambahan
Kelebihan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan dialokasikan sebagai DAU tambahan. DAU tambahan dialokasikan kepada daerah berdasarkan formula DAU atas dasar celah fiskal.
Penetapan Alokasi
Alokasi DAU per daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Alokasi DAU tambahan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penyaluran
DAU disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari alokasi DAU daerah yang bersangkutan. Tata cara penyaluran DAU dan DAU tambahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Contoh Perhitungan
Jumlah PNSD Kabupaten Gadog (sebelum dimekarkan) = 2.000 PNSD.
setelah dimekarkan Kabupaten Gadog jumlah PNSD = 1.500 PNSD, dan Kota Megamendung (DOB) jumlah PNSD = 500 PNSD
Luas Wilayah Kabupaten Gadog (sebelum dimekarkan) = 1000 km persegi Setelah dimekarkan Kabupaten Gadog luas wilayahnya = 800 km persegi dan Kota Megamendung (DOB) luas wilayahnya = 200 km persegi
15
Jumlah Penduduk Kabupaten Gadog (sebelum dimekarkan) = 200.000 jiwa
Setelah dimekarkan Kabupaten Gadog jumlah penduduknya = 150.000 jiwa dan Kota Megamendung (DOB) jumlah penduduknya = 50.000 jiwa
DAU Kabupaten Gadog sebelum dimekarkan = Rp 600.000.000.000 dengan rincian Alokasi Dasar = Rp200.000.000.000 dan Celah Fiskal = Rp400.000.000.000
Persentase Kabupaten Gadog adalah Alokasi Dasar = (1.500/2.000) = 75% Celah Fiskal ((800/1.000) + (150.000/200.000))/2 = (80% + 75%)/2 = 77.5%
Persentase Kota Megamendung Alokasi Dasar (500/2.000) = 25% Celah Fiskal ((200/1.000) + (50.000/200.000))/2 = (20% + 25%) = 22.5%
DAU Kabupaten Gadog setelah pemekaran = (75% x Rp200.000.000.000) + (77.5% x Rp400.000.000.000) = Rp150.000.000.000 + Rp310.000.000.000 = Rp460.000.000.000 DAU Kota Megamendung (DOB) = (25% x Rp200.000.000.000) + (22.5% x Rp400.000.000.000) = (Rp50.000.000.000 + Rp90.000.000.000) = Rp140.000.000.000
2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah dalam tahun anggaran bersangkutan. Kemudian, Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus kepadaMenteri Keuangan.
Belanja TKD yang diarahkan untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, salah satunya dapat dilakukan melalui DAK.
DAK penggunaannya diarahkan untuk mendukung prioritas nasional yang menjadi urusan daerah. Menurut UU HKPD dan dikaitkan 2 dengan karakteristik penggunaan transfer, DAK merupakan bentuk transfer yang diarahkan untuk pencapaian tujuan tertentu (specific purpose transfer). Berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang dimaksud dengan DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Sementara itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang dimaksud DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Jumlah dana DAK yang diberikan oleh pemerintah kepada daerah dapat ditentukan melalui mekanisme kesenjangan fiskal (deficit grant), jumlah alokasi dana berdasarkan biaya per unit (unit cost grant), jumlah pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan fasilitas publik oleh pemerintah daerah yang bersifat jangka menengah atau jangka panjang (capitalization grant), dan jumlah subsidi, misalnya persentase dari pinjaman yang ditanggung pemerintah pusat dari pembangunan fasilitas publik melalui mekanisme utang yang dilakukan oleh pemerintah daerah (subsidised loan).
Jadi Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
17
Tujuan DAK
Mendukung prioritas nasional: DAK digunakan untuk mendukung program-program pemerintah pusat yang menjadi prioritas nasional, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Mempercepat pembangunan daerah: Dengan adanya DAK, diharapkan pembangunan di daerah-daerah tertentu dapat lebih cepat dan merata.
Meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran: DAK diberikan dengan kriteria dan persyaratan yang jelas, sehingga diharapkan penggunaan anggarannya dapat lebih efektif dan efisien.
Jenis-jenis DAK
Secara umum, DAK dibagi menjadi dua jenis:
1. DAK Fisik: Dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan pembangunan fisik, seperti pembangunan jalan, jembatan, sekolah, puskesmas, dan lainnya.
2. DAK Non-Fisik: Dana yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan non- fisik, seperti peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan sumber daya manusia, dan lainnya.
Penentuan Alokasi DAK
Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah ditentukan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:
Kriteria umum: Berdasarkan kemampuan keuangan daerah.
Kriteria khusus: Berdasarkan kondisi dan kebutuhan daerah.
Kriteria teknis: Berdasarkan kesesuaian program dengan prioritas nasional.
Manfaat DAK bagi Daerah
Meningkatkan pendapatan daerah: DAK dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik: DAK dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah: Dengan adanya DAK, diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah dapat lebih cepat
.
Tantangan dalam Pengelolaan DAK
Meskipun memiliki banyak manfaat, pengelolaan DAK juga memiliki beberapa tantangan, seperti:
Persyaratan yang kompleks: Persyaratan untuk mendapatkan DAK seringkali dianggap kompleks dan sulit dipenuhi oleh pemerintah daerah.
Penyaluran yang tidak tepat waktu: Penyaluran DAK yang tidak tepat waktu dapat menghambat pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Keterbatasan kapasitas daerah: Beberapa daerah memiliki keterbatasan kapasitas dalam mengelola DAK secara efektif dan efisien.
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bagian daerah dari penerimaan merupakan mekanisme pembagian pendapatan negara kepada pemerintah daerah. Sederhananya, pemerintah pusat membagikan sebagian dari pendapatannya kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik di tingkat lokal.
Bagian Daerah dari penerimaan atau disebut sebagai Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yaitu penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Secara nasional, penyusunan besaran DAU nasional sebesar 26 persen dari PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN pada hakikatnya mengacu kepada UU Nomor 33/2004 dengan penyesuaian dan langkah-langkah kebijakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
19
https://anggaran.kemenkeu.go.id/api/Medias/e216fa97-99da-4a54-bdd6- 879311816819