BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Krekers
1. Definisi Krekers
Krekers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah. Krekers merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah (Sidabutar, 2018).
Gambar 1. Krekers Sumber: (Detikfood, 2022)
Krekers merupakan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia. Kandungan karbohidrat dan gula sederhana yang cukup tinggi menjadikan biskuit (krekers) biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau saat sarapan. Meskipun demikian, kandungan protein dari beberapa jenis produk krekers yang beredar di pasaran sangat rendah, yaitu hanya dapat memenuhi 5% - 8% AKG protein per takaran saji. Hal ini dapat dipahami karena bahan utama biskuit (krekers) adalah tepung terigu yang berasal dari gandum yang rendah protein dan kalsium (Ernisti et al., 2019).
10 Perbedaan pada biskuit dan krekers dari jenis adonannya, jika produk biskuit adonannya tidak mengembang (tidak ada fermentasi) akibat efek shortening dari lemak dan pelunakan dari gula. Dengan kadar gula 25-40%, lemak 15%. Sedangkan krekers, jenis adonan yang digunakan adalah adonan fermentasi. Dilakukan fermentasi karena glutennya atau protein pada tepungnya mengembang penuh tetapi akan menyusut setelah pencetakan dan pemanggangan. Dengan kadar gula sangat rendah dan lemaknya 25-30% (Sidabutar, 2018).
Tujuan dilakukan fermentasi pada adoanan adalah agar proses pematangan adonan, sehingga adonan mudah ditangani dan dapat menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu, fermentasi berperan dalam pembentukan cita rasa krekers. Pada proses pembuatan krekers memerlukan proses fermentasi, serta melalui proses laminasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan penampangnya tampak berlapis-lapis. Hal yang terpenting dalam melakukan fermentasi adalah membuat kondisi lingkungan suhu dan kelembapan ideal untuk berkembangnya ragi dalam adonan krekers. Adonan biasanya difermentasi pada suhu 27-30oC dengan kelembapan 75-80%. Fermentasi dapat dilakukan diatas meja dan ditutup dengan plastik yang terlebih dahulu diolesi margarin dan dimasukkan ruang terkontrol (Sidabutar, 2018).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan krekers dibedakan menjadi dua bagian yaitu bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan pelembut tekstur. Bahan pengikat atau pembentuk adonan yang kuat adalah tepung terigu, air, dan garam, sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut tekstur adalah gula, mentega, dan backing powder sebagai bahan pengembang.
11 2. Syarat Mutu Krekers
Syarat mutu krekers menurut Standar Nasional Indonesia (SNI.01-2973- 2011) sebagai berikut:
Tabel 2. Syarat Mutu Krekers
No Kriteria Uji Satuan Satuan Persyaratan
1 Keadaan
a. Bau - Normal
b. Rasa - Normal
c. Warna - Normal
2 Kadar Air (b/b) % Maks.5
3 Protein (b/b) % Min. 5
4 Asam lemak bebas (b/b) % Min.7
5 Cemaran Logam
a. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5
b. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
c. Timah (Sn) mg/kg Maks.40
d. Merkuri (Hg) mg/kg Maks.0,05
6 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
7 Cemaran Mikroba
a. Angka lempeng total Koloni/g Maks.1 x 104
b. Coliform APM/g 20
c. E.Coli APM/g <3
d. Salmonella sp. - Negative/25 g
e. Bacillus cereus Koloni/g Maks.1 x 102 f. Kapang dan khamir Koloni/g Maks 1 x 102 Sumber: SNI (2011)
3. Resep Krekers
Menurut (Sidabutar, 2018), Resep pembuatan krekers adalah sebagai berikut:
a) Bahan
Tabel 3. Resep Krekers
Bahan Berat (gr)
Tepung Terigu 250
Mentega 100
Garam 5
Baking Powder 2,5
Ragi 5
Susu Bubuk 25
Gula Halus 70
Air (ml) 75 (ml)
Sumber: Lily Meilani Sidabutar (2018)
12 b) Cara Membuat
1) Siapkan wadah lalu masukan susu bubuk, gula, tepung terigu, baking powder, aduk hingga tercampur rata.
2) Kemudian, setelah adonan tercampur rata, masukan mentega dan campur hingga merata
3) Larutkan ragi dan garam ke dalam wadah.
4) Masukan larutan ragi ke dalam wadah yang berisikan adonan sedikit demi sedikit, kemudian campur dan uleni hingga kalis. Selanjutnya, ditutup dengan kain dan difermentasi selama 60 menit.
5) Kemudian setelah fermentasi adonan dipipihkan membentuk lembaran, lembaran adonan dilipat 4 bagian, kemudian dipipihkan kembali, hal ini dilakukan berulang-ulang sampai 3 kali.
6) Kemudian setelah dipipihkan adonan dipotong-potong segi empat, ditempatkan di loyang ada wadah yang diolesi margarin dan diberi lubang-lubang dengan garpu.
7) Selanjutnya dioven/microwave selama ± 30 menit dan kue matang.
B. Daun Kelor (Moringa Oleifera )
Daun Kelor (Moringa Oleifera) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tanaman kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 meter dan tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai 6 bulan (Tilong, 2012).
13
Gambar 2. Daun Kelor Sumber: (Molan, 2019)
Morfologi daun kelor adalah berupa daun majemuk menyirip ganda 2-3 posisinya tersebar, tanpa daun penumpu, atau daun penumpu telah mengalami metamorfosis sebagai kelenjar-kelenjar pada pangkal tangkai daun. Bunga banci, zigomorf, tersusun dalam malai yang terdapat dalam ketiak daun, dasar bangun mangkuk, kelopak terdiri atas lima daun kelopak, mahkotapun terdiri atas lima daun mahkota, lima benang sari, bakal buah, bakal biji banyak, buahnya buah kendaga yang membuka dengan tiga katup dengan panjang sekitar 30 cm, biji besar, bersayap, tanpa endosperm, lembaga lurus.
Dari segi anatomi mempunyai sifat yang khas yaitu terdapat sel - sel mirosin dan buluh- buluh gom dalam kulit batang dan cabang (Citra, 2019).
Tanaman kelor adalah salah satu tanaman yang kaya akan vitamin C. Vitamin C tersimpan pada beberapa bagian tanaman kelor. Daun kelor mengandung lebih dari 200 mg vitamin C setiap 100 gram, sedangkan 100 gram jus jeruk hanya mengandung 40 mg vitamin C (Dwi Gita & Danuji, 2018).
Penelitian lain menyatakan bahwa hasil perbandingan daun kelor dengan bahan pangan lain dalam jumlah yang sama (gr) menunjukan bahwa daun kelor mengandung vitamin C setara vitamin C dalam 7 jeruk, vitamin A setara vitamin A pada 4 wortel, kalsium setara dengan kalsium 4 gelas susu, potassium setara dengan yang terkandung
14 dalam 3 pisang dan zat besi 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayam (Anggrayani, 2019).
Tabel 4. Kandungan gizi dalam Per 100 gram Daun Kelor
Kandungan Gizi Nilai Gizi
Kalori (Kkal) 92,00
Protein (g) 6,70
Lemak (g) 1,70
Karbohidrat (g) 13,40
Serat (g) 0,90
Ca (mg) 440,00
Mg (mg) 24,00
P (mg) 70,00
K (mg) 529,00
Cu (mg) 1,10
Fe (mg) 7,00
S (mg) 137,00
Vitamin A-B carotene (mg) 6,80
Vitamin B-choline (mg) 423,00
Vitamin B1-thamin (mg) 0,21
Vitamin B2-riboflavin (mg) 0,05
Vitamin B3-nicotinic acid (mg) 0,80
Vitamin C-ascorbic acid (mg) 220,00
Sumber: (Citra, 2019)
Hasil analisis kandungan Fe dalam daun kelor di Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat pada tahun 2014 menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu dari 1 Kg simplisia dapat menghasilkan kandungan besi sebanyak 54,92 mg (Balittro, 2014 dalam Hamzah & Yusuf, 2019).
15 C. Tepung Daun Kelor
Tepung daun kelor merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari daun kelor yang diproses dengan cara dikeringkan dan dibuat serbuk dengan dihancurkan dan diayak (Tanico, 2011 dalam Sidabutar, 2018).
Gambar 3. Tepung Daun Kelor Sumber: (Nurlaela, 2022)
Daun kelor dapat dimanfaatkan dalam bentuk tepung agar lebih awet dan mudah disimpan. Tepung daun kelor merupakan suplemen makanan yang bergizi dan dapat ditambahkan sebagai campuran dalam makanan. Daun kelor yang akan dijadikan tepung harus dicuci untuk menghilangkan kotoran dan kuman. Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengeringkan daun kelor yaitu pengeringan di dalam ruangan, pengeringan dengan cahaya matahari, dan menggunakan mesin pengering (Sidabutar, 2018).
Daun yang sudah kering dan dapat dijadikan tepung dicirikan dengan daunnya rapuh dan mudah dihancurkan. Daun yang sudah kering dibubukkan menggunakan mortar ataupun penggilingan. Tepung daun kelor sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara dan terhindar dari panas, kelembaban, dan cahaya untuk menghindari pertumbuhan mikroogranisme dan masalah lain yang berbahaya. Tepung yang disimpan
16 dalam keadaan bersih, kering, kedap udara, terlindung dari cahaya dan kelembaban serta suhu di bahwa 240C dapat bertahan hingga 6 bulan (Sidabutar, 2018).
Tabel 5. Kandungan gizi dalam Per 100 gram Tepung Daun Kelor
Kandungan Gizi Nilai Gizi
Kalori (Kkal) 205,00
Protein (g) 27,10
Lemak (g) 2,30
Karbohidrat (g) 38,20
Serat (g) 19,20
Ca (mg) 2003,00
Mg (mg) 368,00
P (mg) 204,00
K (mg) 1324,00
Cu (mg) 0,57
Fe (mg) 28,20
S (mg) 870,00
Vitamin A-B carotene (mg) 16,30
Vitamin B1-thamin (mg) 2,64
Vitamin B2-riboflavin (mg) 20,50
Vitamin B3-nicotinic acid (mg) 8,20
Vitamin C-ascorbic acid (mg) 17,30
Vitamin E-tocopherol (mg) 113,00
Sumber: (Citra, 2019)
Dalam pembuatan tepung daun kelor, daun yang baik digunakan adalah daun kelor yang muda. Menurut Ajeng (2016) Daun muda memiliki kadar air, dan kadar protein tertinggi dan berwarna hijau muda sedangkan daun tua memiliki warna hijau gelap dan terkadang ditemukan warna kekuningan (Sidabutar et al., 2021).
17 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh penambahan ekstrak daun kelor pada beberapa pangan olahan seperti pada roti dan biskuit. Dari beberapa penelitian tersebut diketahui bahwa dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor yang ditambahkan, semakin tinggi nilai gizinya, tetapi tingkat penerimaan konsumen semakin menurun. Hal ini dikarenakan aroma langu yang sangat kuat pada daun kelor. Pada daun kelor, aroma langu disebabkan oleh beberapa komponen metabolit sekunder yang ada pada daun kelor yaitu saponin, tannin dan asam pitat.
Saponin menyebabkan rasa pahit, Rasa pahit dan aroma yang ditimbulkan oleh saponin mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk olahan pangan yang difortifikasi dengan ekstrak daun kelor (Shuntang, 2018). Berdasarkan fakta tersebut, disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk- produk berbasis daun kelor, maka kadar saponin pada tepung daun kelor harus diturunkan agar rasa pahit dan aroma langu berkurang.
Dr. Gary Bracey mempublikasikan bahwa serbuk daun kelor mengandung vitamin A 10 kali lebih banyak dibanding wortel, vitamin B1 4 kali lebih banyak dibanding daging babi, vitamin B2 50 kali lebih banyak dibanding sardines, vitamin B3 50 kali lebih banyak dibanding kacang, vitamin E 4 kali lebih banyak dibanding minyak jagung, beta carotene 4 kali lebih banyak dibanding wortel, zat besi 25 kali lebih banyak dibanding bayam, zinc 6 kali lebih banyak dibanding almond, kalium 15 kali lebih banyak dibanding pisang, kalsium 17 kali dan 2 kali lebih banyak dibanding susu, protein 9 kali lebih banyak dibanding yogurt, asam amino 6 kali lebih banyak dibanding bawang putih, poly phenol 2 kali lebih banyak disbanding red wine, serat (dietary fiber) 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada umumnya, GABA (gamma-aminobutyric
18 acid) 100 kali lebih banyak dibanding beras merah (Kurniasih, 2013 dalam Anggrayani, 2019)
D. Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru)
Ikan lemuru merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil ekonomis penting dari famili Clupeidae yang berasal dari perairan laut dan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Pertami et al., 2020).
Ikan Lemuru termasuk jenis ikan pelagis yang membentuk gerombolan sangat besar. Penyebarannya terutama di wilayah perairan pantai. Selat Bali adalah salah satu habitat ikan Lemuru yang dianggap paling besar di wilayah Samudera Indonesia, dengan tipologi pantai yang sering membentuk up-welling (Purnomo, 2020).
a. Morfologi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru)
Lemuru merupakan ikan-ikan yang dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan sardinella. Badannya langsing dengan warna biru kehijau-hijauan pada bagian punggung dan keperak-perakan pada bagian bawahnya. Makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu, ikan ini dilengkapi dengan tapis insang (gill rakers) untuk menapis atau menyaring plankton makanannya.
Gambar 4. Ikan Lemuru Sumber: (News, 2022)
Lemuru diketahui memangsa plankton (fitoplankton dan zooplankton), terutama kopepoda. Ikan ini terkenal rakus makan plankton. Uniknya, pertumbuhan
19 panjang badannya tidak secepat pertambahan bobot badan. Bobot badannya sudah naik banyak, tapi panjang badannya hanya bertambah sedikit (Purnomo, 2020).
Secara morfologi Dwiponggo (1982) menjelaskan tanda-tanda umum ikan lemuru adalah: (1) Bentuk badan bulat memanjang, bagian perut agak menipis dengan sisik-sisik duri yang menonjol dan tajam, (2) Warna badan bagian atas biru kehijauan, sedangkan bagian bawah putih keperakan, (3) Terdapat noda samar- samar di bawah pangkal sirip punggung bagian depan, sirip lainnya tembus cahaya, (4) Moncong agak kehitam-hitaman, (5) Panjang ikan dapat mencapai 23 cm, namun umunya 17-18 cm.
Ikan lemuru juga sisik lebih halus (dibanding famili Clupeidae lainnya), tutup insang bagian bawah membentuk sudut, keping insang antara berbentuk setengah lingkaran. Di belakang tutup insang ada noda kuning kehijauan diikuti dengan garis berwarna kekuningan pada gurat sisi (lateral line). Pungung berwarna gelap, sedangkan perut berwarna keperakan.
b. Klasifikasi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru)
Ikan lemuru yang berada di Indonesia terdiri dari 6 spesies, yaitu Sardinella lemuru, Sardinella atricauda, Sardinella longiceps, Sardinella sirm, Sardinella clupeoides, dan Sardinella leiogaster. Takstonomi ikan lemuru adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Clupeiformes Family : Clupeidae Genus : Sardinella Species : Sardinella sp
20 c. Kandungan Gizi Ikan Lemuru
Pengolahan ikan lemuru segar menjadi tepung ikan lemuru merupakan salah satu alternatif untuk memperpajang umur simpan ikan. Tepung ikan dapat dimanfaatkan untuk pangan karena memiliki kadar gizi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan asupan zat gizi masyarakat yang mengkonsumsinya. Untuk memaksimalkan pemanfaatan saat ketersedian melimpah, ikan dapat diolah menjadi tepung ikan (Lismawarni et al., 2017).
Secara umum hampir semua ikan mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi, sehingga ikan sangat baik digunakan sebagai sumber protein. Adapun kandungan zat gizi ikan lemuru per 100 gram bahan sebagai berikut:
Tabel 6. Kandungan Gizi Ikan Lemuru per 100 gr
Kandungan Gizi Nilai Gizi
Kalori (Kkal) 112
Protein (g) 20
Lemak (g) 3
Karbohidrat (g) -
Ca (mg) 20
Fosfor (mg) 100
Zat besi (mg) 1
Sumber: (TKPI,2017)
d. Cara Mengurangi Bau Amis Pada Ikan Lemuru
Ikan lemuru merupakan salah atu jenis ikan pelagis kecil penting di Indonesia, yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengurangi bau amis pada ikan, termasuk pada ikan lemuru saat akan diolah adalah dengan pemberian perasan air jeruk nipis. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan salah satu bahan makanan yang dapat menghilangkan bau amis yang ditimbulkan dari ikan terutama yang berasal dari amonia, trimethylamin, asam lemak yang menguap, dan hasil oksidasi dari asam lemak (Nurjanna, 2018).
21 Jeruk nipis dapat mengurangi bau amis pada ikan karena mengandung asam askorbat yang jika bereaksi dengan Trimethylamine (TMA) yakni sumber amis pada ikan, akan membentuk trimethyl amonium sehingga bau amis pada ikan berkurang. Selain mengurangi bau amis pada ikan, jeruk nipis juga akan memberikan rasa khas karena mengandung asam sitrat (Poernomo dkk, 2004).
e. Syarat Mutu Ikan Lemuru
Syarat mutu ikan segar secara umum untuk seluruh jenis ikan bersirip (pisces) hasil penangkapan atau budidaya termasuk di dalamnya ikan lemuru segar adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan segar
Parameter uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik - Min. 7 (Skor 1-9)
Cemaran Mikroba*
- ALT
- Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholera
- Vibrio parahaemolyticus
koloni/g APM/g - - APM/g
5,0 x 105
< 3
Negatif/25 gram Negatif/25 gram
< 3 b. Cemaran logam*
- Arsen (As) - Kadmium (Cd) - Merkuri (Hg) - Timah (Sn) - Timbal (Pb)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 0,1 Maks. 0,5 Maks. 40,0 Maks. 0,3 c. Kimia*
- Histamin*** mg/kg Maks. 100
d. Residu Kimia*
- Kloramfenikol****
- Malachite green dan
leuchomalachite green****
- Nitrofuran (SEM, AHD, AOZ, AMOZ)****
- - -
Tidak boleh ada Tidak boleh ada Tidak boleh ada e. Racun Hayati*
- Ciguatoksin***** - Tidak terdeteksi
f. Parasit* - Tidak boleh ada
Catatan
* bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** untuk ikan scombroidae, clupeidae, pomatomidae, coryphaenedae
**** untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang Sumber: SNI 2729:2013
22 E. Daya Terima
a. Definisi Daya Terima
Daya terima adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan.
Daya terima makanan atau minuman dapat diukur dari tingkat kesukaan seseorang yang menilainnya. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat.
Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan atau minuman sehingga standar kualitasnya sulit untuk ditetapkan (Saputri et al., 2022).
Daya terima produk dapat dilakukan melalui uji organoleptik. Uji ini mengandalkan rangsangan dari produk makanan yang diterima melalui panca indera tubuh seperti indera penglihatan, indera penciuman, indera pengecapan, dan indera peraba (Winarno, 1992 dalam Y. Amir, 2018).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Terima makanan:
a) Warna
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
b) Aroma
Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya tarik kuat dan merangsang indra penciuman sehingga dapat membangkitkkan selera makan.
23 c) Rasa
Rasa makanan juga menjadi faktor penentu daya terima suatu makanan.
Cita rasa makanan ditentukan oleh aroma, bumbu, tekstur, tingkat kematangan dan suhu makanan.
d) Tekstur
Tekstur atau konsistensi makanan berkaitan dengan struktur makanan saat dirasakan di dalam mulut. Tekstur makanan meliputi rasa, keempukan, dan tingkat kekerasan yang dirasakan oleh indra pengecap.
c. Panelis
Dalam penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel bertindak sebagai instrument atau alat. Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Jenis-jenis panelis menurut (Soekarto 1985 dalam Habsari et al., 2014) didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
a) Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.
24 b) Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor- faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
c) Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan.
Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
d) Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelum nya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
e) Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat- sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
25 f) Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
g) Panel Anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk – produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.
Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa
F. Analisis Proksimat
a. Definisi Analisis Proksimat
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan dari suatu bahan pangan. Analisis proksimat mampu mengidentifikasi kandungan zat makanan yang belum diketahui sebelumnya, menguji kualitas bahan yang telah diketahui dibandingkan dengan standarnya, mengevaluasi hasil formula ransum yang telah dibuat (Sidabutar, 2018).
Cara ini dikembangkan dari Weende experiment station di Jerman oleh Henneberg dan Stocman pada tahun 1865, yaitu suatu metode analisis yang menggolongkan komponen yang ada pada makanan (Sidabutar, 2018).
26 b. Metode Analisis Proksimat
a) Analisis Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan (Thermogravimetri) dengan menggunakan dalam oven vakum.
1. Prinsip Kerja
Bahan dikeringkan dalam oven vakum dengan tekanan 25– 100 mmHg sebanyak 5-10 gr, sehingga air dapat menguap pada suhu lebih rendah dari 100°C misalnya pada suhu 60 – 70°C. Penggunaan suhu yang lebih rendah dari metode oven udara dapat mempermudah analisis terhadap bahan yang mudah terurai pada suhu tinggi.
2. Prosedur Kerja
1) Pertama-tama lakukan persiapan-persiapan terhadap bahan yang akan dianalisis kadar airnya, wadah pengering dan oven, serta persiapan penanganan bahan hasil pengeringan.
2) Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C. selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit untuk cawan aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen.
Cawan kemudian ditimbang. Pengeringan cawan diulangi hingga diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya
3) Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada persiapan bahan di atas segera dimasukkan dalam cawan dan ditutup. Dalam keadaan terbuka cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan dalam oven pada tekanan disesuaikan bahan yang digunakan dan suhu di
27 bawah 100°C. selama 6 jam. Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh dinding dalam oven.
4) Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan dikeluarkan dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan ditutup dengan penutup cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit, lalu timbang cawan berisi bahan kering tertutup penutup cawan. Setelah penimbangan, cawan berisi bahan beserta tutupnya dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.
b) Analisis Kadar Abu
Penentuan analisis kadar abu dengan menggunakan metode drying ash dengan pengabuan Kering.
1. Prinsip Kerja
Dengan mengkondisikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat hasil pembakaran yang tertinggal ditimbang.
2. Prosedur Kerja
1) Siapkan cawan pengabuan, kemudian bakar dalam tanur (100-105oC) selama dinginkan dalam desikator dan timbang. Pengabuan dilakukan 2 tahap dalam tanur sampai didapat abu berwarna abu-abu tahap pertama menggunakan suhu sekitar 300oC dan yang kedua dilakukan menggunakan suhu 420-550oC. Lama pengabuan tergantung bahan (5-7 jam).
28 2) Timbang sebanyak 5-10 g sampel dalam cawan tersebut, kemudian dibakar dalam pembakar gas (sampai asapnya hilang). Tanur dimatikan,tunggu suhu <250oC,ambil cawan
3) Cawan didinginkan dalam desikator,kemudian timbang sampai konstan.Bahan pangan yang kadar air <15% langsung diabukan tanpa melalui pengeringan.
c) Analisis Kadar Protein
Penentuan Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, metode Kjeldahl terdiri dari 3 tahap yaitu: tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.
1. Prinsip Kerja
Senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi.
2. Prosedur Kerja 1) Tahap Destruksi
Ditimbang 1 gram sampel yang telah diblender.Masukkan ke dalam labu Kjehdahl 100 mL, kemudian pipet 10 mL asam sulfat pekat masukkan kedalam labu Kjehdahl. Tambahkan katalisator (campuran selenium) untuk mempercepat destruksi. Kemudian labu Kjehdahl tersebut di panaskan dimulai dengan api yang kecil setelah beberapa saat sedikit demi sedikit api dibesarkan sehingga suhu menjadi naik.
29 Destruksi dapat dihentikan pada saat didapatkan larutan berwarna jernih kehijauan.
2) Tahap Destilasi
Hasil destruksi yang didapatkan kemudian didinginkan, setelah itu diencerkan dengan aquadest sampai 100 mL.Setelah homogen dan dingin dipipet sebanyak 5 mL, masukkan ke dalam labu destilasi. Tambahkan 10 mL larutan natrium hidroksida 30% melalui dinding dalam labu destilasi hingga terbentuk lapisan dibawah larutan asam. Labu destilat dipasang dan dihubungkan dengan kondensor, lalu ujung kondensor dibenamkan dalam cairan penampung.
Uap dari cairan yang mendidih akan mengalir melalui kondensor menuju erlemeyer penampung. Erlenmeyer penampung diisi dengan 10 mL larutan asam klorida 0,1 N yang telah ditetesi indikator metil merah.
Cek hasil destilasi dengan kertas lakmus, jika hasil sudah tidak bersifat basa lagi maka penyulingan dihentikan.
3) Tahap Titrasi
Setelah proses destilasi, tahap selanjutnya adalah titrasi. Hasil destilasi yang ditampung dalam erlemeyer berisi asam klorida 0,1 N ditetesi indikator metil merah sebanyak 5 tetes langsung dititrasi dengan menggunakan larutan natrium hidroksida 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan warna merah muda menjadi kuning.
d) Analisis Kadar Lemak
Penentuan Analisis kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet,prinsip cara analisis ini adalah minyak/lemak diekstraksi dari jaringan yang
30 sudah dikeringkan menggunakan solvent ether (dietil eter atau petroleum eter) dalam alat ekstraksi Soxhlet. Untuk sampel yang berlemak tinggi sehingga menggumpal, perlu dicampur dengan pasir murni yang telah ditimbang.
Selanjutnya solven diuapkan dan residu minyak/lemak ditentukan dengan penimbangan.
e) Kandungan Karbohidrat
Analisis karbohidrat biasanya dilakukan secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis dan kimiawinya, dengan pembentukan kekentalan, stabilitas larutan, dan tekstur hasil olahan.
Penentuan total gula dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan metode Luff Schroorl secara kmia dan metode optik menggunakan refraktometer, serta metode by difference.
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah energi dalam produk penelitian menggunakan metode metode Luff Schroorll:
1) Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam labu ukur 500 ml dan encerkan dengan HCl 3 % sebanyak 100 ml lalu didihkan sebanyak 3 jam dengan pendingin tegak.
2) Setelah itu dinginkan lalu tambahkan dengan 3 tetes indikator PP ,1 % lalu netralkan dengan NaOH 30 %.
3) Ukur dengan menggunakan kertas PH hingga 5,5 (baca pada kertas PH), jika melebihi nilai 5,5 maka tambahkan asam asetat glasial hingga larutan sedikit asam hingga mencapai nilai 5,5.
4) Pindahkan ke labu ukur 200 ml lalu tambahkan aquadest hingga tanda batas, lalu kocok hingga homogen.
31 5) Saring dengan menggunkan kertas saring whitemann 4.
6) Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan dalam labu ukur 500 ml, lalu tambahkan larutan luv sebanyak 25 ml dan 15 mlaquadest. lalu panaskan dengan pendiri tegak hingga mendidih selama 10 menit.
7) Dinginkan, lalu tambahkan KI 20 % sebanyak 15 ml dan H2SO4 25 % sebanyak 25 ml (tambahkan secara perlahan-lahan)
8) Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,2 N hingga berwarna susu
9) Gunakan Amilum 0,5 % untuk diteteskan (hingga tidak ada warna biru yang muncul).
10) Hitung nilai titrasinya.
Rumus : Volume Titrasi = V. Titrasi Blanko – V. Titrasi Sampel V. Titrasi dlm Tiosulfat =
mg Glukosa = Tabel Luff Scrhoorll % Karbohidrat =
f) Kandungan Kadar Fe (Zat Besi)
Analisis kadar Fe (Zat besi) digunakan dengan metode atomic absorption spectrophotometer (AAS) dikarenakan memiliki selektivitas, sensitivitas yang tinggi. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang tepat untuk menganalisis zat pada konsentrasi rendah. Prosedur kerja spektrofotometri serapan atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas (Gunawan, 2018).
Prosedur kerja berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatis melalui suatu media makan sebagian cahaya diserap dan sebagian dipantulkan dan sebagian dipancarkan. Cahaya akan menembus sampel yang kemudian akan terbaca pada monitor.