• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini dan Status Gizi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lombakasih Kabupaten Bombana - Repository Poltekkes Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Gambaran Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini dan Status Gizi Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lombakasih Kabupaten Bombana - Repository Poltekkes Kendari"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA A. Telaah Pustaka

1. Konsep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

a. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman selain ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi selama periode penyapihan (complementary feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain diberikan bersama pemberian ASI (Asosiasi Dietisien Indonesia, 2014). MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi (Alfera, 2022).

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada anak usia 6 sampai 24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI merupakan makanan transisi dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI sebaiknya dilakukan secara bertahap dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan daya cerna anak. Anak harus menerima makanan tambahan (MP-ASI) untuk mencegah malnutrisi. Oleh karena itu, perlu bahan pangan yang bervariasi sebagai tambahan mineral dan vitamin bagi anak, karena tidak ada satu jenis bahan makanan yang dapat memenuhi semua kebutuhan gizi anak (Rahayu, dkk, 2018).

MP-ASI adalah makanan dan minuman yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak usia 6 sampai 23 bulan. WHO bekerja sama dengan

(2)

11

Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014 menegaskan bahwa hanya ASI eksklusif yang diberikan hingga usia 6 bulan. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI baru bisa diperkenalkan kepada bayi saat mereka berusia 6 bulan atau lebih. MP-ASI merupakan makanan alternatif dari ASI ke makanan keluarga, yang berlangsung secara bertahap, seperti jenis, jumlah makan, frekuensi asupan, dan jenis makanan, sesuai dengan usia dan kemampuan pencernaan bayi. Karena bayi lebih aktif setelah usia 6 bulan, mereka membutuhkan makanan yang dapat melengkapi ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi perkembangan dan pertumbuhannya. Sejak usia 6 bulan, bayi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sehingga membutuhkan asupan yang lebih banyak (Lestiarini and Sulistyorini, 2020).

MP-ASI adalah makanan atau minuman selain ASI yang mengandung nutrisi yang diberikan kepada bayi setelah bayi siap atau berusia 6 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi. Makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI (Molika, 2014).

b. Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

MP-ASI diberikan dengan tujuan untuk menambah energi dan zat gizi yang diperlukan bagi bayi, karena setelah 6 bulan ASI saja tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus. Ibu yang memperhatikan pemberian makanan pendamping ASI pada anak berarti bahwa ibu tersebut sangat memperhatikan pertumbuhan anaknya karena dengan memberikan makanan pendamping ASI, ibu telah melengkapi zat gizi sesuai kebutuhan anaknya untuk pertumbuhan dan perkembangan (Datesfordate, Kundre, & Rottie, 2017).

(3)

12

Selain itu, tujuan pemberian MP-ASI juga adalah untuk melengkapi zat gizi dalam ASI yang terus berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak. Seiring bertambahnya usia anak, kebutuhan zat gizinya juga meningkat, sehingga anak membutuhkan makanan pendamping untuk melengkapinya. MP-ASI juga mengembangkan kemampuan anak untuk menerima berbagai makanan dalam berbagai rasa dan bentuk untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengunyah, menelan, dan beradaptasi dengan makanan baru (Lestiarini and Sulistyorini, 2020).

c. Komposisi Gizi dalam Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

ASI Makanan pendamping ASI dibutuhkan anak untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sudah tidak dapat dipenuhi ASI saja. Komposisi makanan pendamping ASI yang diperlukan harus mengandung (Bunga, 2019):

1) Energi berfungsi untuk menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan anak

2) Karbohidrat diperlukan untuk memberikan suplai energi untuk pertumbuhan, fungsi tubuh dan juga aktivitas

3) Protein berfungsi untuk membentuk berbagai sel baru yang akan menunjang proses pertumbuhan seluruh organ serta perkembangan otak anak

4) Lemak berperan penting dalam proses tumbuh kembang berbagai sel saraf otak menjadi penentu kecerdasan anak, perkembangan organ dan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak

5) Vitamin A berfungsi menjaga kesehatan mata, menjaga kelembutan kulit dan membran mukosa, pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

6) Vitamin C berfungsi untuk pembentukan kolagen (tulang rawan), meningkatkan daya tahan tubuh serta penyerapan kalsium

(4)

13

7) Yodium berfungsi untuk mencegah terjadinya hambatan pertumbuhan.

Berperan dalam proses metabolisme tubuh serta mengubah karoten yang terdapat dalam makanan yang menjadi vitamin A

8) Kalsium penting dalam pembentukan tulang dan gigi, kontraksi dalam otot, membantu penyerapan vitamin B12, pembekuan darah serta menjaga kesehatan saraf dan otot

9) Zinc atau seng diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi otak, pembentukan protein tubuh dan penyembuhan luka, pembentukan sel darah, persepsi rasa, sistem imun yang sehat, dan mempengaruhi respons tingkah laku dan emosi anak

10) Zat besi diperlukan untuk pertumbuhan fisik, serta meningkatkan penggunaan energi yang diperlukan tubuh dan pembentukan sel darah

11) Asam folat akan membantu pertumbuhan anak, memproduksi sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang, berperan dalam pematangan sel darah merah serta mencegah anemia.

d. Jenis Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017 jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah:

1) Makanan Lumat (6-9 bulan)

Makanan lumak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak berair, contoh : bubur susu, bubur sumsum, pisang saring/kerok, pepaya saring, tomat saring dan nasi tim saring.

2) Makanan Lunak (9-12 bulan)

(5)

14

Makanan lunak adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari makanan lumat halus, contoh:

bubur nasi, bubur ayam, nasi tim dan kentang puri.

e. Jumlah Pemberian Makanan pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut United Nations Children‟s Fund (UNICEF), Pengasuh harus memperkenalkan anak pada makanan dalam jumlah kecil pada awalnya dan meningkatkan jumlah setiap makan secara bertahap seiring bertambahnya usia anak.

Jumlah makanan yang sesuai dengan usia yang direkomendasikan untuk anak yang disusui dan tidak disusui adalah sebagai berikut:

1) 6-8 bulan: 2-3 sendok makan dan ditingkatkan bertahap sampai ½ mangkok kecil atau setara dengan 125 ml.

2) 9-11 bulan: ½ mangkok kecil atau setara dengan 125 ml.

3) 12-23 bulan: ¾ sampai 1 mangkok kecil atau setara dengan 175- 250 ml (Nasa, dkk, 2020).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wangiyana (2020) bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah pemberian MP-ASI dan risiko stunting (p=0,020). Hasil analisis yang didapatkan bahwa anak yang diberikan jumlah MP-ASI yang tidak tepat memiliki risiko 2,2 kali lebih tinggi mengalami stunting (Wangiyana, dkk, 2020).

f. Waktu pemberian Pendamping ASI (MP-ASI)

Untuk memulai pemberian MP-ASI yang terpenting adalah kesiapan bayi untuk dapat menerimanya. tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada bayi yang menunjukkan kesiapan untuk menerima makanan pendamping ASI yaitu sebagai berikut:

(6)

15

1) Bayi dapat menegakkan dan mengontrol kepalanya dengan baik.

2) Bayi dapat duduk dengan bersandar tanpa bantuan.

3) Bayi menunjukkan minat terhadap makanan keluarga, seperti memperhatikan ibu yang sedang makan dan berusaha meraih makanan tersebut (Salamah &

Prasetya, 2019).

Usia yang tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI yaitu setelah bayi berusia 6 bulan pemberian makanan pendamping ASI memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi kurang dari 6 bulan belum sempurna sehingga pemberian MP-ASI dini sama halnya dengan membuka pintu gerbang untuk masuknya berbagai jenis kuman dan penyakit. Belum lagi jika pemberian makanan pendamping ASI yang disajikan tidak hygienis akan meningkatkan resiko terserang diare, sembelit, batuk-pilek dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapat ASI ekslusif (Pramulya, dkk, 2021).

Alasan lain pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan disebabkan karena makanan padat lebih sulit ditelan dan dicerna oleh bayi yang masih berusia dibawah 6 bulan.

Memberikan MP-ASI sebelum waktunya dapat meningkatkan resiko masalah kesehatan seperti alergi, diare dan sembelit karena lambung bayi belum mampu mencerna makanan padat (Gabrielle, dkk, 2022).

g. Dampak Ketidakcukupan Pemberian Makanan Pendamping ASI

Terlambat memberikan makanan pendamping ASI dapat menimbulkan serangkaian dampak negatif pada kesehatan. Berikut di antaranya:

1) Kekurangan nutrisi Pada usia 6 bulan ke atas, ASI sudah tidak mencukupi lagi kebutuhan bayi, sehingga harus ditunjang dengan makanan pendamping ASI.

Bila pemberiannya terlambat, dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya

(7)

16

gangguan tumbuh kembang. Salah satunya gagal tumbuh yang berisiko menyebabkan stunting atau anak pendek. Selain itu dikhawatirkan pula terjadi kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia yang berdampak pada kemampuan konsentrasi atau kemampuan belajarnya.

2) Kemampuan oromotor kurang terstimulasi Oromotor dapat distimulasi dengan mengenalkan makanan pendamping ASI dengan berbagai tekstur atau konsistensi, rasa, dan suhu. Celakanya, bila oromotor tidak terstimulasi dampaknya bisa menyebabkan berbagai kondisi, berikut di antaranya:

a) Anak terlalu banyak mengeces/drolling

b) Anak mengalami kesukaran mengunyah dan menelan

c) Pada sebagian kasus, anak menjadi mengemut makanan dalam waktu lama, sehingga kesehatan mulut mengalami gangguan.

d) Dampak lebih lanjut, gigi anak terancam rusak, pertumbuhan rahang terganggu seperti maloklusi (Anita, 2021).

h. Dampak Ketidakcukupan Pemberian Makanan Pendamping ASI

Persyaratan pemberian MP-ASI menurut Asosiasi Dietisien Indonesia (2014) antara lain :

1. Tepat waktu (timely): MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan energi dan zat gizi melebihi yang didapat dari ASI.

2. Adekuat (adequate): MP-ASI harus mengandung cukup energi, protein, dan mikronutrien.

3. Aman (safe): penyimpanan, penyiapan dan sewaktu diberikan, MP-ASI harus higienis.

(8)

17

4. Tepat cara pemberian (properly): MP-ASI diberikan sejalan dengan tanda lapar dan ada nafsu makan yang ditunjukkan bayi serta frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan umur bayi

5. Bahan makanan mudah diperoleh, mudah diolah, dan harga terjangkau.

6. Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya, dan agama.

i. Indikator bayi siap menerima MPASI

1. Kemampuan bayi untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa disangga

2. Menghilangnya refleks menjulur lidah

3. Bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan dengan cara

membuka mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk menunjukkan rasa lapar dan menarik tubuh ke belakang atau membuang

muka untuk menunjukkan ketertarikan pada makanan (Mufida dkk., 2015).

j. Alasan MPASI diberikan usia 6 bulan

Menurut (Chomaria, 2013) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi usia 6 bulan karena:

1. Bayi mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) pada usia 3-4 bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada saat usia tersebut bayi siap untuk menerima makanan padat.

2. Kebutuhan bayi berusia 0-6 bulan bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI.

3. Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 bulan karena pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70% kebutuhan gizi bayi.

(9)

18

4. Tidak dianjurkan untuk memperkenalkan makanan semi padat atau padat pada bayi berusia 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap menerima makanan ini.

5. Pemberian makanan sebelum usia 6 bulan, meningkatkan risiko alergi, obesitas, mengurangi minat terhadap ASI.

6. Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan yang ibu sodorkan kemulutnya, ini meningkatkan risiko tersedak jika diberikan makanan padat terlalu dini.

k. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MPASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan

Pemberian MP ASI yang dini dapat dipengaruhi karakter sosial baik internal ataupun eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam biasanya factor ini disebabkan dari ibu pengetahuan ibu tentang MP ASI, kondisi payudara ibu, puting susu lecet, payudara bengkak, pendidikan ibu. Keadaan dan kondisi ibu sangat berpengaruh untuk ibu memberikan ASI eksklusif jika kondisi ibu dalam keadaan tidak sehat maka banyak yang beralih untuk memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya. Pola pemberian makanan pada bayi disesuaikan oleh dua faktor yaitu :

1. Faktor yang berhubungan dengan keadaan ibu

Keadaan yang sering dihadapi ibu yaitu bendungan ASI yang menyebabkan ibu merasa sakit saat menyusui. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurut secara perlahan-lahan. Adanya penyakit kronis yag diderita ibu seperti TBC, malaria yang merupakan alasan ibu tidak menyusui bayinya.

Ibu yang terkadang merasakan puting susunya terasa nyeri apa bila sedang menyusui seperti :

(10)

19 a). Puting susu datar/terpendam

Pada awalnya bayi akan mengalami sedikit kesulitan,tetapi setelah beberapa minggu puting susu yang datar akan menonjol keluar sehingga bayi dapat menyusu dengan mudah. Menyusui bayi sesering mungkin (misal 2 – 2 ½ jam) akan menghindarkan payudara terisi penuh dan memudahkan bayi untuk menyusu. Mengeluarkan ASIsecara manual akan membentuk puting susu tertarik kedalam.

b). Puting susu lecet

Puting susu yang nyeri jika tidak segera ditangani dengan benar maka menjadi lecet, sehingga menyusui akan terasa menyakitkan bahkan akan mengeluarkan darah. Puting susu yang lecet akan menyebabkan posisi menyusui menjadi salah, apabila sangat menyakitkan, berhenti menyusui pada puting yang sakit, beri kesempatan untuk puting susu yang sakit menjadi sembuh. Jika dalam waktu satu minggu luka tidak kunjung sembuh, rujuk ke puskesmas.

2. Faktor yang berhubungan dengan keadaan bayi

Anak yang lahir dengan prematur atau berat badan lahir rendah masih sulit untuk menghisap payudara ibunya. Pada waktu anak sakit juga menimbukan kesulitan karena anak menolak untuk menyusui.

a). Bayi prematur

Bagi bayi prematur yang berat badan lahir rendah masih sangat sulit untuk menghisap payudara ibunya. Keadaan ini membuat ibu dan keluarga tidak memberikan ASI dari ibu untuk bayi karena kemampuan

bayi yang belum optimal.

(11)

20

b). Kenaikan berat badan bayi yang tak memenuhi syarat

Bila kenaikan berat badan bayi tak memenui syarat dan bayi sudah berusia 4 bulan, MP ASI boleh saja diberikan. Kemudian, selama toleransi pencernaan bayi terhadap makanan yang diberikan baik. Disarankan pemberian karbohidrat dan buah terlebih dahulu, sedangkan sayuran atau makanan hewani sebagai MP ASI belum disarankan karena dikhawatirkan terlalu berat unuk dicerna.

Faktor eksternal atau faktor dari luar juga mempengaruhi ibu untuk memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya. Contohnya dukungan suami atau keluarga, perkerjaan ibu, pengaruh susus iklan , peran petugas kesehatan, budaya atau suku,mitos dari keluarga merupakan beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemberian MP ASI dini pada bayi (Ofindajuliatin, 2015).

1. Umur Ibu

Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak, dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda. Usia ibu akan mempengaruhi kesiapan emosi ibu. Misalnya pada ibu yang usianya terlalu muda ketika hamil bisa menyebabkan kondisi fisiologis dan psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan dan pengasuhan anak (Chairani, 2013).

Kondisi psikologis dari usia dapat menentukan tingkat kematangan dalam berpikir dan bekerja. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama hidup. Saat seseorang mencapai usia

(12)

21

dewasa, barulah rasa menjadi orang tua tercapai. Kematangan jiwa ini dapat membantu ibu dalam menyelesaikan tugas perkembangannya seperti mengasuh anak misalnya memberikan MP-ASI pada bayi dengan baik.

2. Pengetahuan

Menurut Rahman (2015), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut sehingga terjadi suatu proses berurutan (Mufida,et al. 2015), yaitu :

a). Kesadaran (Awarnes), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b). Tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c). Mempertimbangkan (Evaluation), menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d). Mencoba (Trial), yakni dimana orang mulai mencoba perilaku baru.

e). Mengadaptasi (Adoptation), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan ibu adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan

(13)

22

waktu pemberian makanan yang tepat. Namun sebaliknya, ketidaktahuan tentang akibat pemberian makanan pendamping ASI dini dan cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada anak, khususnya pada anak dibawah 2 tahun (Berisha, Menta 2017).

Pengetahuan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua ketegorik yaitu kurang baik dan baik, dikatakan kurang baik apabila mendapat skor jawaban yang benar < 70%. Sedangkan responden dikatakan baik apabila skor jawaban yang benar ≥70%. Menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang maka akan semakin tahuwaktu yang tepat memberikan MP ASI yaitu diatas usia 6 bulan sehinggan seecara langsung akan memberikan ASI ekslusif kepada bayinya dalam pemberian MP-ASI terlalu dini. (Oktova, 2017).

3. Suku Ibu

Anggota suatu suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah (patrilinial) seperti suku bangsa Batak, menurut garis keturunan ibu (matrilineal) seperti suku Minang, atau menurut keduanya seperti suku Jawa. dalam penelitian ini garis keturunan informan (ibu) dimaksudkan berhubungan dengan kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI dini (Chairani, 2013).

Pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat.

Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik

(14)

23

untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain.

Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Issaka, A.I, 2015).

4. Adat/ Kebiasaan

Tradisi merupanakan satu kebudayaan yang sudah turun-temurun yang akan sangat mendarah daing dalam kehidupan seseorang sehingga sangat berpengaruh terhadap tindakan perilaku seseorang. Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama dan adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi, baik tertulis maupun lisan.

Pengetahuan secara budaya tentang pangan adalah salah satu factor yang menentukan apa yang dapat dimakan dan apa yang tidak. Sering kali inipun masih dibatasi adanya kemungkinan kepercayaan agama ataupun tradisi mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dimakan, apa yang baik dan apa yang tidak baik secara sosial. Semua itu diperoleh melalui proses pewarisan dari generasi tua kepada generasi muda secara terus menerus. Lewat proses enkulturasi dan sosialisaai tiap individu membiasakan diri dalam apa yang patut dimakan (Dines Kesehatan).

Kebudayaan setempat dan kebisaan dalam keluarga mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Dan jenis makanan tambahan lain yang biasa diberikan adalah buah pisang lumat, bubur

(15)

24

bayi, dan nasi yang dilumatkan bersama pisang (Kholifah, 2008; Chairani 2013).

5. Pendidikan Ibu

Pendidikan akan memberikan kesempatan kepada orang untuk membuka jalan fikiran dalam menerima ide-ide atau nilai-nilai baru.

Sedangkan menurut Kusmiati pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan makin mudah seseorang menerima dan mendapatkan informasi melalui berbagai media (Novianti, et. al. 2021).

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan mutu hidup manusia. Secara umum pendidikan meningkatkan keperibadian manusia, aspek jasmani, aspek rohani, pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.

Nurul Pujiastuti, 2019 bahwa, semakin tinggi pendidikan dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap kemungkinan bayi menderita kurang gizi tertentu karena konsentrasinya dalam ASI menurun jumlahnya sehingga ibu cenderung memberikan makanan tambahan .

6. Pekerjaan Ibu

Dari hasil penelitian Ginting (2012), menurut status pekerjaan, dari 71orang ibu yang bekerja, 56 orang (78,9 %) diantaranya telah memberikan MP-ASI dini kepada bayi usia <6 bulan. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, hanya 12 orang (41,4%) yang telah memberikan MP-ASI dini kepada bayinya.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara bermakna antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP- ASI dini pada bayi usia.

(16)

25 7. Pengalaman Ibu

Pengalaman kata dasarnya ”alami” yang artinya mengalami, melakoni, menempuh, menemui, mengarungi, menghadapi, menyeberangi, menanggung, mendapat, menyelami, mengenyam, menikmati, dan merasakan. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu (Sudijono, 2012).

Pengalaman ibu saat memberi makanan pendamping ASI pada anak pertama dapat mempengaruhi pemberian MPASI untuk anak selanjutnya

l. Resiko pemberian MPASI terlalu dini

Pemberian MP-ASI harus memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok umur dan tekstur makanan yang sesuai perkembangan usia balita. Terkadang ada ibu-ibu yang sudah memberikannya pada usia dua atau tiga bulan, padahal di usia tersebut kemampuan pencernaan bayi belum siap menerima makanan tambahan.

Akibatnya banyak bayi yang mengalami diare. Masalah gangguan pertumbuhan pada usia dini yang terjadi di Indonesia diduga kuat berhubungan dengan banyaknya bayi yang sudah diberi MPASI sejak usia satu bulan, bahkan sebelumnya (Castro, D,. Patricia, 2015).

Pemberian MP-ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah mulai kuat sejak usia empat bulan. Bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat diberikan setelah usia enam bulan. Selain cukup jumlah dan mutunya, pemberian MPASI juga perlu

(17)

26

memperhatikan kebersihan makanan agar anak terhindar dari infeksi bakteri yang menyebabkan gangguan pecernaan (Ridwan Hadia, 2013).

Umur yang paling tepat untuk memperkenalkan MP-ASI adalah enam bulan, pada umumnya kebutuhan nutrisi bayi yang kurang dari enam bulan masih dapat dipenuhi oleh ASI. Tetapi, stelah berumur enam bulan bayi umumnya membutuhkan energi dan zat gizi yang lebih untuk tetap bertumbuh lebih cepat sampai dua kali atau lebih dari itu, disamping itu pada umur enam bulan saluran cerna bayi sudah dapat mencerna sebagian makanan keluarga seperti tepung (Ogunlesi TA, 2014).

Feoma Akeredolu, 2014 bahwa bayi yang mendapat MPASI kurang dari empat bulan akan mengalami risiko gizi kurang lima kali lebih besar dibandingkan bayi yang mendapatkan MPASI pada umur empat-enam bulan setelah dikontrol oleh asupan energi dan melakukan penelitian kohort selama empat bulan melaporkan pemberian MP-ASI terlalu dini (<empat bulan) berpegaruh pada gangguan pertambahan berat badan bayi, meskipun tidak berpengaruh pada gangguan pertambahan panjang bayi. Pemberian makanan tambahan terlalu dini kepada bayi sering ditemukan dalam masyarakat seperti pemberian pisang, madu, air tajin, air gula, susu formula dan makanan lain sebelum bayi berusia 6 bulan. Adapun resiko pemberian makanan tambahan terlalu dini, yaitu:

1. Resiko Jangka Pendek

Resiko jangka pendek yang terjadi seperti mengurangi keinginan bayi untuk menyusui sehingga frekuensi dan kekuatan bayi menyusui berkurang dengan akibat produksi ASI berkurang. Selain itu pengenalan serelia dan

(18)

27

sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerpan zat besi dan ASI, walaupun konsentrasi zat besi dalam ASI rendah, tetapi lebih mudah diserap oleh tubuh bayi. Pemberian makanan dini seperti pisang, nasi didaerah pedesaan di Indonesia sering menyebabkan penyumbatan saluran cerna/diare serta meningkatnya resiko terkena infeksi (Azwar, 2022).

2. Resiko Jangka Panjang

Resiko jangka panjang dihubungkan dengan obesitas, kelebihan dalam memberikan makanan adalah resiko utama dari pemberian makanan yang terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah kelebihan berat badan ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat. Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml), namun jika masukan dari diet bayi dapat meningkat drastis jika makanan telah dikenalkan.

Konsekuensi di kemudian hari akan menyebabkan kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya gangguan hipertensi. Selain itu, belum matangnya system kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap makanan (Azwar, 2022).

2. Konsep Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Status Gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi dibedakan menjadi 3 yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi buruk (Purnama, 2019).

Status Gizi adalah tingkat keadaan gizi seseorang yang dinyatakan menurut jenis dan beratnya keadaan gizi misalnya gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Status gizi merupakan keseimbangan antara kebutuhan zat gizi dan konsumsi

(19)

28 makanan (Alfiana, 2017).

Status gizi adalah salah satu unsur penting dalam membentuk status kesehatan. Status gizi (nutritional satus) adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh (Wiyono & Harjatmo, 2019).

Status gizi balita adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energy dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur dari antropometri, dan dikategorikan berdasarkan standard baku Word Health Organization–National Center Health Statistic, USA (WHO-NCHS) dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan tinggi badan menurut tinggi badan BB/TB (Wijayanti, 2022).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Berdasarkan teori dari Supariasa (2010) dalam Daworis (2021), faktor yang berpengaruh terhadap status gizi yaitu:

1. Faktor langsung a). Keadaan infeksi

Abukari I Issaka 2015, menyatakan ada hubungan erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan kejadian malnutrisi.

b). Konsumsi makan

Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

(20)

29 2. Faktor tidak langsung

a). Pengaruh budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan.

b). Pola pemberian makanan

Program pemberian makanan tambahan merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita, biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu, berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat (Almatsier, 2010).

3. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi dibedakan berdasarkan:

a). Data sosial, meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat, keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, penyimpanan makanan, air dan kakus.

b). Data ekonomi, meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.

4. Pola Asuh Keluarga

Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Produksi pangan, dengan data yang relevan adalah penyediaan makanan keluarga, sistem pertanian, tanah, peternakan dan perikanan serta keuangan.

(21)

30

5. Pelayanan kesehatan dan pendidikan, meliputi ketersediaan pusat-pusat pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi karang tarunanya serta media massa seperti radio, televisi dan lain-lain.

Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang

bergizi, olah raga dan sebagainya termasuk juga perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) yang merupakan respon untuk

melakukan pencegahan penyakit (Daworis, 2021).

c. Penilaian Status Gizi

1) Parameter Penilaian Status Gizi

Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter antropometri yang sering digunakan untuk menentukan status gizi antara lain (Wiyono & Harjatmo, 2019:

a) Berat Badan

Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan mengapa berat badan digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Pengukuran berat badan memerlukan alat yang Hasil ukurannya akurat.

Untuk mendapatkan ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus mudah

(22)

31

digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga alat relatif murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg (terutama alat yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala jelas dan mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, dan alat selalu dikalibrasi. Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan balita, timbangan detecto, bathroom scale (timbangan kamar mandi), timbangan injak digital, dan timbangan berat badan lainnya.

b) Tinggi Badan

Tinggi badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan linier.

Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis. Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Tinggi badan dapat diukur dengan menggunakan microtoise. Kelebihan alat ukur ini adalah memiliki ketelitian 0,1 cm, mudah digunakan, tidak memerlukan tempat yang khusus, dan memiliki harga yang relatif terjangkau. Kelemahannya adalah setiap kali akan melakukan pengukuran harus dipasang pada dinding terlebih dahulu.

(23)

32

Sedangkan panjang badan diukur dengan infantometer (alat ukur panjang badan).

c) Lingkar kepala

Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar kepala merupakan predikator terbaik dalam melihat perkembangan syaraf anak dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Bayi laki-laki yang baru lahir ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm, dan pada usia 3 bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah menjadi 40 cm pada usia 3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6- 12 bulan pertambahan 0,5 cm per bulan.

Cara mengukur lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan pita, pengukur melalui bagian paling menonjol di bagian kepala belakang (protuberantia occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran sisi pita yang menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak meningkatkan kemungkinan subjektivitas pengukur. Kemudian cocokkan terhadap standar pertumbuhan lingkar kepala.

d) Umur

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.

Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang

(24)

33

sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun. Oleh karena itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, yang artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.

2) Z-score

WHO mengeluarkan kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks sebagaimana terdapat pada table berikut :

Tabel 2

Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks (WHO) 2005 Indeks Kategori Gizi Status Ambang Batas (Z-

Score) Berat badan menurut umur (BB/U)

Anak Umur 0 – 60 bulan.

Gizi Buruk Gizi kurang Gizi Baik Gizi Lebih

< -3 SD

-3 SD s/d -2 SD - 2SD s/d 2 SD

>2 SD Panjang Badan Menurut Umur (PB/U)

Anak Umur 0 – 60 bulan.

Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi

< -3 SD

-3 SD s/d -2 SD - 2SD s/d 2 SD

>2 SD Berat Badan Menurut Panjang badan

atau Tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) Anak Umur 0 – 60 bulan.

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

< -3 SD

-3 SD s/d -2 SD - 2SD s/d 2 SD

>2 SD Index Massa Tubuh Menurut Umur

(IMT/U) Anak Umur 0 – 60 bulan.

Sangat kurus Kurus Gemuk Normal

< -3 SD

-3 SD s/d -2 SD - 2SD s/d 2 SD

>2 SD

Sumber: Minarto. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antroprometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehan ibu dan Anak: 2012.

(25)

34

Definisi istilah- istilah yang digunakan pada tabel di atas:

1). Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari di hitung sebagai umur 2 bulan.

2). Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 – 24 bulan yang di ukur telentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.

3). Tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang diukur berdiri. Apabila anak diatas umur 24 bulan telentang, maka hasil pengukuran di koreksi dengan penambahan 0,7 cm.

4). Gizi Kurang dan Gizi buruk adalah status gizi yang di dasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah Underweight (Gizi Kurang) dan Severely Underweight (Gizi Buruk).

5). Pendek dan Sangat Pedek adalah status gizi yang didasarkan pada index panjang badan menurut Umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah Stunted (pendek) dan Severely Stunted (sangat Pendek).

6). Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang di dasarkan pada indeks berat badan menurut pajang badan (BB/PB) atau berat badan mernurut tinggi badan (BB/TB) yang merupakan padanan istilah Wasted (kurus) dan Severely Wasted (sangat Kurus)

(26)

35 B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

Modifying factor Individual Beliefs Action

Gambar 1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Teori Health Belief Model (Hochbaum 1958;

Rosenstock, 1960, 1974, 1988 dalam Rahmawati, 2014) Umur

Suku keturunan Adat/istiadat

Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan

Pengalaman (jumlah anak)

Persepsi ibu mengenai kerentanan dan keseriusan penyakit

yang ditimbulkan dari pemberian

makanan pendamping ASI

Persepsi ibu mengenai manfaat

pemberian ASI eksklusif

Persepsi ibu mengenai kendala

pemberian ASI eksklusif

Kepercayaan diri ibu dalam pemberian ASI

eksklusif

Ancaman dari pemberian

makanan pendampi ng

ASI dini

Pemberian ASI Eksklusif

Faktor eksternal :

• Dukungan keluarga

• Dukungan tenaga kesehatan

(27)

36 2. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.

4.

Keterangan :

Variabel bebas (Independen) : Pemberian makanan pendamping ASI dini Variabel terikat (Dependen) : Status Gizi bayi usia 6-24 Bulan

Gambar 2.

Kerangka Konsep penelitian Pemberian makanan

pendamping ASI dini

Status gizi bayi usia 6-24 Bulan

Referensi

Dokumen terkait

ada hubungan usia ibu dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Muara Nasal Kabupaten Kaur dan ada hubungan ASI eksklusif dengan status gizi pada