GLOBAL WARMING SEBAGAI PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL
Hafiz Alkautsar, Ilmu pemerintahan, 20160520098
Abstract
Pemanasan global atau sering disebut Global Warming merupakan sebuah kejadian dimana meningkatnya temeperatur dan juga merupakan adanya ketidakseimbangan antara ekosistem yang ada di bumi sehingga mengakaibatkan adanya proses untuk meningkatnya temperatur rata-rata pada atsmosfer seperti uap air, karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan chloroflorocarbon (CFC) di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas ini dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap pada lapisan atmosfer yang menjadikan beberapa dari panas yang berupa rdiasi infra merah tetap saja terperangkap pada lapisan atmosfer. Paper ini disusun dengan menngunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pendekatan deskriptif dalam penelitian ini digunakan agar dapat lebih dalam untuk menarasikan fenomena dan temuan temuan di lapangan.. Jadi, Terdapat rezim internasional yang dituangkan dalam sebuah perjanjian seperti konvensi maupun protokol yang khususnya terjadi di Eropa.
Diantaranya adalah Protokol Helsinki pada tahun 1985, konvensi LRTAP (Long-Range Transboundary Air Pollution) pada tahun 1979, dan Protokol Sofia pada tahun 1988.. diaman beberapa negara di dunia ikut menandatangai dan menyepakati protocol Kyoto, yang salahsatunya berisi tentang mendesak negara industri yang maju untuk meminimalisir efek dari rumah kaca. Masalah lingkungan yang terjadi mendorong banyak orang ilmuwan mencari solusi tidak hanya dalam aspek teoritis tetapi juga dalam praktik. Partai hijau telah dibuat sebagai solusi ketika pihak konvensional tidak dapat menangani isu yang berkaitan dengan lingkungan.
A. Latar Belakang
Dewasa ini isu lingkungan terutama tentang pemanasan global mulai menjadi perhatian dunia internasioanl. Isu pemanasan global sebenarnya sudah muncul semenjak abad ke-18, meskipun tidak sebegitu besar seperti yang terjadi sekarang. Awal kemunculan isu ini ditandai dengan adanya Revolusi Industri. Revolusi Industri merupakan sebuah perubahan pada sistem produksi dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Revolusi ini terjadi setelah ditemukannya mesin uap oleh Thomas Newcomen, dan dikembangkan lebih lanjut oleh James Watt. Mesin uap dianggap lebih praktis dan efisien dalam kegiatan produksi dibandingkan dengan manusia. Hal inilah yang kemudian mendorong banyak didirikannya pabrik dan alat transportasi pendukung
sebagai sarana distribusi barang-barang hasil produksi. Revolusi Industri juga menyebabkan penambangan serta penggunaan batu bara secara besar-besaran, yang kemudian menyebabkan pencemaran udara besar-besaran.
Isu ini kurang begitu mendapatkan banyak perhatian hingga pada tahun 1827 seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis bernama Jean-Baptiste Fourier menggagas teori yang dinamakan “efek gas rumah kaca”. Teori tersebut menyatakan bahwa apa yang terjadi pada lapisan atmosfer serupa dengan apa yang terjadi di dalam sebuah rumah kaca. Pada tahun 1896, Svante Arrhenius, memperkirakan kenaikan suhu bumi hingga 5 atau 6 °C sebagai akibat meningkatnya produksi karbon dioksida. Isu ini baru benar-benar menjadi fokus perhatian setelah Roger Revelle dan Hans Suess mempublikasikan hasil penelitian ilmiahnya mengenai peranan manusia yang tinggi dalam produksi gas rumah kaca. Hingga pada akhirnya semenjak tahun 1980an, ketika isu ini mulai dibawa ke ranah politik, seiring dengan tingginya penggunaan bahan bakar fosil dan tingginya keinginan serta kepentingan dalam mengenai lingkungan hidup.
Pemanasan global atau sering disebut Global Warming merupakan sebuah kejadian dimana meningkatnya temeperatur dan juga merupakan adanya ketidakseimbangan antara ekosistem yang ada di bumi sehingga mengakaibatkan adanya proses untuk meningkatnya temperatur rata-rata pada atsmosfer seperti uap air, karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan chloroflorocarbon (CFC) di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas ini dalam bentuk radiasi infra merah tetap terperangkap pada lapisan atmosfer yang menjadikan beberapa dari panas yang berupa rdiasi infra merah tetap saja terperangkap pada lapisan atmosfer, yang kemudian menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang telah dipancarkan di permukaan bumi. Yang berakibat adalah panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Masalah ini terjadi berulang ulang sehingga myebabkan rata-rata suhu tahunan bumi terus meningkat. Gas buangan kendaraan, pabrik, dan gas buangan dari aktivitas masyarakat terakumulasi pada atsmosfer lalu menagkap enegrgi panas dari matahari sehingga menimbulkan suhu dibumi meningkat.
Jadi, pada intinya global warming yaitu meningkatnya suhu di bumi secara keseluruhan atau global seperti temperature daratan dan lauatan pada bumi yang menyebabkan efek secara langsung dan tidak langsung kepada masa depan bumi termasuk juga manusia dan makhluk hidup lainnya.
Fenomena pemanasan global atau global warmning sudah dirasakan oleh kalanagan manusia di bumi. Berbagai lapisan atau elemen internasioanl baik pada kelompok social masyarakat (LSM), individu, Lembaga pemerintahan, Lembaga Lembaga NGO dari regional sampai internasioanl mengahawatirkan bahwa jika fenomena ini di biarkan saja pasti akan berdampak luas dan akan mengancam kelangsungan hidup di bumi. Merespon darai kehawatiran tersebut, para negara negara di dunia secara bersama-sama telah memeberikan perhatian lebih terhadap pemanasan global.
B. Metode Penelitian
Paper ini disusun dengan menngunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pendekatan deskriptif dalam penelitian ini digunakan agar dapat lebih dalam untuk menarasikan fenomena dan temuan temuan di lapangan. “Metode penelitian dengan teknik deskriptif adalah penelitian yang ditujukan pada problem solving yang ada pada masa sekarang atau memusatkan diri pada pemecahan persoalan-persoalan , data-data yang didapatkan nantinya dikumpulkan, lalu disusun, an dijelaskan, dan kemudian dapat dianalisis (Imam Gunawan, 2013)”. Metode penelitian pendekatan kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang didasarkan pada filsafat postpositivisme, yang dilakukan agar di dalam meneliti pada keadaan objek alamiah, (sebagai kebalikanya adalah eksperimentasi atau percobaan) di mana peneliti merupakan alat kunci, teknik untuk mendapatkan data dilakukan secara triangulasi atau campuran, analisis dari data yang didapatkan bersifat induktif atau dengan kualitatif, dan hasil dari penelitian pendekatan kualitatif lebih menandaskan arti pada generalisasi. “Penelitian dengan pendekatan kualitatif mempunyai pertanda diantaranya sebagai berikut: (1) data dari penelitian didapatkan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, dan bukan berasal dari laboratorium atau penelitian yang dibawah pemantauan; (2) pengeksplorasian dari data dilakukan dengan cara alamiah, menggunakan teknik kunjungan pada kondisi-kondisi alamiah subyek; dan (3) untukmendapatkan hasil baru di dalam bentik kategori responya, peneliti harus mampu mengembangkan kondisi dialogis sebagai keadaan situasi alamiah (Chairi Anis, 2009)”.
Untuk pengumpulan data yang relevan, maka peneliti menggunakan sumber data sekunder yakni data tersebut didapatkan dari jurnal-jurnal ilmiah, artikel ilmiah, berita, dan situs resmi terkait yang relevan. Data sekunder yaitu seluruh informasi yang didapat melalui cara tidak langsung yaitu dengan membaca dokumen – dokumen yang mencatat terkait keadaan pada
konsep penelitian (ataupun yang terkait dengannya) pada unit analisa yang diajadikan objek penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, pelengkap data primer serta literature yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti melalui internet, media massa, Undang-Undang serta dokumen terkait. Teknik pengumpulan datanya peneliti menggunanakan metode library riset untuk mendukung masalah yang diangkat.
C. Pemabahasan
Menjadi isu lingkungan yang telah dibahas sejak puluhan tahun lebih, kedua masalah lingkungan ini memiliki sebauh garis yang bersinggungan sehingga keduanya saling terkait satu sama lain. Pun begitu keduanya memiliki perbedaan dalam beberapa konteks tertentu.
Global warming dan climate change adalah dua fenomena yang berbeda yang menyebabkan perubahan drastis di bumi. Global warming yang menyebabkan climate change dalam beberapa kasus, seperti peningkatan suhu menghasilkan lebih banyak curah hujan dan memodifikasi suhu terendah dan tertinggi di wilayah tertentu. Campur tangan manusia adalah faktor umum, yang baik mempercepat, seperti polusi udara berkontribusi untuk pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua adalah dua fenomena yang berbeda, namun saling terkait, dengan salah satu mempengaruhi yang lain.
a. Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global memberikan dampak yang luas dan sangat mempengaruhi kehidupan bagi manusia, hewan dan tumbuhan di bumi. Berikut beberapa dampak dari pemanasan global, antara lain:
1. Mencairnya lapisan gletser yang ada di gunung
Gletser merupakan lapisan es yang terdapat pada ketinggian gunung. Lapisan es ini terbentuk dari proses penumpukan salju dalam jangka waktu yang lama, dari puluhan hingga ratusan tahun. Lapisan es ini akan mengalami pencairan di musim panas, yang mana airnya mengaliri sungai ataupun mengisi danau.
Pada saat ini lapisan gletser telah menyusut dalam jumlah yang drastis sebagai akibat dari pemanasan global. Lapisan es Quelcayya di Peru misalnya, telah mengalami
penyusutan sejauh lebih dari 600 kaki atau 182 meter tiap tahunnya. Atau seperti yang terjadi di Kilimanjaro, dimana lapisan gletser telah mengalami penyusutan hingga 80 persen semenjak tahun 1912. Besarnya jumlah lapisan gletser yang mencair dapat menyebabkan bencana banjir karena ketidakmampuan sungai atau danau untuk menampung volume air yang semakin bertambah. Di samping itu, gletser menyimpan sekitar 69 persen dari sumber air tawar dunia. Di samping bencana banjir, dunia berada dalam ancaman krisis air tawar mengingat tingginya jumlah penduduk dunia sekitar 75 persen di antaranya yang menggantungkan sumber kebutuhan air tawarnya dari lapisan gletser.
2. Mencairnya lapisan es serta meningkatnya tinggi permukaan air laut
Meningkatnya suhu permukaan bumi dan lautan menyebabkan mencairnya lapisan es yang terdapat di Antartika dan Greenland. Hal ini dapat menambah volume air laut dan menyebabkan peningkatan tinggi permukaan air laut, yang dapat membanjiri hingga menenggelamkan daerah pantai ataupun daerah-daerah berketinggian rendah. Tentu saja fenomena ini merupakan ancaman mengingat banyaknya negara kepulauan ataupun sebagian besar penduduk dunia tinggal di daerah pantai.
Salah satu negara yang merasakan dampak langsung dari kenaikan permukaan air laut adalah Maladewa. Negara yang berada di Samudera Hindia ini hanya memiliki ketinggian rata-rata 1,5 meter di atas permukaan air laut, dengan puncak ketinggiannya pada 2,3 meter di atas permukaan air laut. Dengan meningkatnya tinggi permukaan air laut, maka diramalkan pada abad selanjutnya akan terjadi kenaikan air laut hingga 59 sentimeter, dimana akan banyak pulau dari Maladewa yang tenggelam. Tidak hanya Maladewa, negara di kepulauan Pasifik seperti Tuvalu juga menghadapi permasalahan yang sama.
3. Pencemaran sumber air tawar
Pencemaran air tawar sebagai dampak dari pemanasan global disebabkan karena dua hal, banjir dan adanya intrusi air laut. Pada saat terjadi banjir, banyak material yang hanyut terbawa air – termasuk berbagai jenis limbah – maka limbah inilah yang dapat
mencemari sumber persediaan air tawar. Sedangkan intrusi air laut disebabkan oleh meningginya tinggi permukaan air laut, dan menyebabkan pencampuran air tawar di permukaan dan lapisan akuifer dengan air laut.
4. Mempengaruhi ekosistem, baik darat maupun laut.
Pemanasan global memberikan pengaruh terhadap ekosistem darat maupun laut.
Contohnya dapat diamati pada Great Barrier Reef, Australia dimana peningkatan suhu air laut telah menyebabkan kerusakan parah pada terumbu karang – dikenal sebagai pemutihan terumbu karang atau coral bleaching – hingga 95 persen. Kerusakan ini dapat mengancam berbagai jenis spesies yang menjadikan Great Barrier Reef sebagai habitatnya. Mencairnya lapisan es di kutub juga merupakan ancaman bagi beruang kutub dan penguin. Tidak hanya di laut, pemanasan global juga mempengaruhi ekosistem di darat. Tingginya suhu permukaan bumi dapat mempengaruhi hutan hujan tropis dan berbagai spesies yang ada di dalamnya, termasuk di antaranya menciptakan kebakaran hutan. Contoh spesies yang terancam akibat pemanasan global di antaranya: beruang Andes, burung hutan Tanzania, dan harimau Benggala.
b. Perspektif Global
Terdapat rezim internasional yang dituangkan dalam sebuah perjanjian seperti konvensi maupun protokol yang khususnya terjadi di Eropa. Diantaranya adalah Protokol Helsinki pada tahun 1985, konvensi LRTAP (Long-Range Transboundary Air Pollution) pada tahun 1979, dan Protokol Sofia pada tahun 1988. Namun ketiganya lebih menekankan pada isu area mengenai polusi udara. Bagi para ilmuwan maupun masyarakat umum meneyebutkan bahwa determinan utama dari pemanasan global yang paling dapat dilihat adalah polusi udara semenjak adanya revolusi industri hingga sekarang.
Beberapa negara besar di dunia telah sejutu dan sepakat atau menandatangani serta meratifikasi Protokol Kyoto, yang salahsatunya berisi mendesak negara dengan perindustrian yang maju untuk meminimalisir buangan dari gas rumah kaca. Sebagaian negara juga sudah meratifikasi UNFCCC melewati “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perseikatan Bangsa- Bangsa mengenai Perubahan Ikim),” saling berkaitannya Antara perubahan iklim dengan pemanasan global sehingga banyak rezim yang ada memberikan tempat yang sama untuk kedua isu tersebut, climate change dan global warming.
Pada artikel lain yang ditulis oleh James K. Sebestian, “Designing Negotiation Toward a New Regime: The Cases of Global Warming” menjelaskan bahwa belum adanya rezim yang membahas isu pemanasan global secara khusus namun ada pendekatan isu tersebut melalui dua pendekatan berdasarkan pengalaman negosiasi sebelumnya yakni negosiasi Hukum Laut dan CFC pada lapisan Ozon. Perlu adanya upaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan ini bisa dipahami sebagi sebuah gerakan atau upaya manusia yang tidak hanya berorientasi dalam aspek ekonomi saja melainkan banyak aspek kehidupan di dalamnya. Dengan aspek ekonomi tersebut akan memberikan dampak positif bagi upaya meminimalisasi adanya isu pemanasan global dengan menghubungkan aspek lingkungan maupun sosial ke dalamnya.
Tak hanya terkait dalam perjanjian saja, dalam dunia global timbulah pratai poltik yang bernama green parties atau partai hijau. Pada artikel “The Critical Comparison of the Green Parties’
Phenomena between Indonesia and Thailand” yang ditulis oleh Eko Priyo Purnomo, Masalah lingkungan yang terjadi mendorong banyak orang ilmuwan mencari solusi tidak hanya dalam aspek teoritis tetapi juga dalam praktik. Partai hijau telah dibuat sebagai solusi ketika pihak konvensional tidak dapat menangani isu yang berkaitan dengan lingkungan. Ini adalah upaya yang dapat bermanfaat bagi mengurangi dan menjaga masalah lingkungan. Dalam Awalnya, fenomena ini berhasil dibangun di Eropa 1980 tempat pesta Grunen di Jerman berlangsung termasuk dalam pemilihan dan bahkan partai pertama di Australia di awal tahun 1970-an. Meski ada beberapa kritik itu menentang gagasan ini, seperti Marcovits dan Gorski, ini ide-ide telah direproduksi di seluruh dunia seperti Indonesia dan bisa di Thailand.
c. Perspektif Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kepdeulian yang cukup tinggi terkait dengan lingkungan hidup, dan untuk menciptakan pembangunan berkelnjutan atau
suistainable development. Indonesia telah melakukan perhatian terkait lingkungan hidup sejak tahun 1960-an dimana sejarah pertamanya yaitu memluali dipancangkannya seminar tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Pembangunan Nasioanal yang dilaksanakan di Unversitas Padjajaran pada tanggal 15-18 Mei 1972.
Sebagai bentuk respon Indonesia dalam mengurangi dampak global warming, Indonesia melakukan ratifikasi beberapa perjanjian perjanjian yang berhubungan dengan Global Warming.
seperti, Kyoto Protocol pada tahun 2004 dan Perjanjian Paris (CoP) pada tahun 2016, dimana intinya Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas karbon dan mengurangi ancaman perubahan iklim dengan menjaga kenaikan suhu global untuk tidak melampau 2 derajat celcius.
Lebih lanjut pada Perjanjian Paris bahkan membatasi peningkatan suhu sampai 1,5 derajat celcius.
Selain itu Indonesia juga konsen terhadap dampak global warming di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dengan di realisasikannya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana dalam Undang-Undang ini, Global Warming menjadi salah satu aspek yang di tekankan. Hal ini dapat di lihat dari konsideran “Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup huruf e” yang berbunyi: “Bahwa Pemanasan Global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualias lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup".
Selain itu masih banyak lagi upaya upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam rangka mengurangi dampak dari global warming. seperti, melakukan pencegahan Disforestasi yang marak terjadi di Indonesia. Hilangnya hutan di daerah tropis dipercaya menyumbang antara 18%
sampai 20% dari seluruh emisi gas karbondioksida. Sehingga muncul desakan untuk menurunkan tingkat disforestasi sebagai langkah mengurangi dampak Global Warming.
d. Solusi
Ada beberapa solusi untuk mengurangi potensi pemasan global yang semakin parah, dibawah ini merupakan beberapa solusi yang kami tawarkan untuk mereduksi dampak buruk dari Pemanasan Global atau Global Warming:
a. Reboisasi (penanaman kembali hutan yang gundul)
Banyak tindakan dari manusia yang dugunakan untuk mencapai keuntungan sesaat yaitu merusak hutan. Hutan yang memiliki fungsi fital sebagai penyeimbang alam terus dirusak oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Solusi dari masalah ini adalah yaitu membuat dan mengaskan regulasi tau aturan yang ada tentang perhutanan dan melakukan reboisasi terhadap hutan – hutan yang gundul. Selain aksi dari penebangan hutan secara liar hutan gundul juga bisa disebabkan karena kebakaran dan tanah longsor. Selain bisa mencegah terjadinya Global Warming hutan juga bisa mencegah terjadinya banjir, tanah longsor dan akan menjadikan suhu menjadi sejuk dan segar.
b. Menggunakan angkutan umum
Dengan menggunakan kendaraan pribadi maka akan menyebabkan borosnya penggunakan bahan bakar. Dapat kita sadarai bahwasannya setiap kendaraan yang menggunkana BBM pasti akan mengeluarkan gas buangan berupa CO2 dan CO, gas tersebut jika berada dalam jumlah yang besar maka dapat menimbulkan efek gas rumah kaca yang signifikan hingga akhirnya terjadi global wrming atau pemansaan global yang semakin parah.
c. Tidak menebang pohon sembarangan
Pohon adalah sebagai penghasil O2 atau oksigen terbesar di dunia. Dalam seharari hari kita bernafas menggunkan oksigen setiap hari kita bernafas membutuhkan Oksigen, dan pohon-pohonlah yang setiap harinya menyediakan oksigen untuk kita. Semakin sedikit pohon akan menyebabkan gas CO2 (karbon dioksida) bisa dengan leluasa berkeliaran dan akhirnya membuat bumi semakin panas..
d. Hemat Energy
Menghemat energy adalah hal yang perlu dilakukan dan hal yang mudah dilakukan, contohnya dalah memtikan lampu di siang hari, dan menggunakan lampu hemat energy.
Dimana pada saat ini muali banayk inovasi unruk lampu hemat energi seperti halnya lmapu LED. Mengapa harus menghemat energi?, ini dilakukan kerean jika kita boros dalam
menggunkan energi maka semakin banyak batu bara yang digunakan untuk menumbuhkan enegrgi seperti listik. Namun jika kita bisa berhemat maka pembakaran batubara bisa di hemat pula. Pembakaran batubara ternyata juga menyumbangkan gas penyebab Global warming yang sangat besar.
e. Membangun desain rumah dengan fentilasi yang cukup
Pada saat akan menmbangun rumah, alangkah baiknya untuk merancang pembuatan fentilasi yang cukup dan tepat, jadi tidak perlu mneggukan AC setiap saat hal ini dikarenakan CFC yang dihasilkan oleh AC dapat memicu pemanasan global.
f. Tanmalah Pohon di Pekarangan rumah
Global warming yang saat ini terjadi bukan terjadi begitu saja. Manusia telah menyebabkan jumlah karbondioksida meningkat, padahal dari hari-kehari jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang. Ibaratnya kita menambah jumlah karbondioksida namun kita mengurangi bahan yang bisa menghilangkan karbondioksida. Manfaatkanlah pekarangan tersebut untuk menanam berbagai macam tanaman. Tidak harus menanam pohon jati atau mahoni, bisa menanam tanaman hias atau tanaman lain yang memiliki daun hijau serta memiliki potensi untuk bisa menghasilkan oksigen. Bayangkan jika semua masyarakat melakukan hal yang serupa maka kebutuhan akan oksigen dapat terpenuhi dalam lingkungan terdekat.
D. Kesimpulan
Global warming dan climate change adalah dua fenomena yang berbeda yang menyebabkan perubahan drastis di bumi. Global warming yang menyebabkan climate change dalam beberapa kasus, seperti peningkatan suhu menghasilkan lebih banyak curah hujan dan memodifikasi suhu terendah dan tertinggi di wilayah tertentu. Campur tangan manusia adalah faktor umum, yang baik mempercepat, seperti polusi udara berkontribusi untuk pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua adalah dua fenomena yang berbeda, namun saling terkait, dengan salah satu mempengaruhi yang lain. Terdapat rezim internasional yang dituangkan dalam sebuah perjanjian seperti konvensi maupun protokol yang khususnya terjadi di Eropa. Diantaranya adalah Protokol
Helsinki pada tahun 1985, konvensi LRTAP (Long-Range Transboundary Air Pollution) pada tahun 1979, dan Protokol Sofia pada tahun 1988.. Sebagian besar negara-negara di dunia telah melakukan ratifikasi beberapa perjanjian perjanjian yang berhubungan dengan Global Warming.
seperti, Kyoto Protocol pada tahun 2004, Masalah lingkungan yang terjadi mendorong banyak orang ilmuwan mencari solusi tidak hanya dalam aspek teoritis tetapi juga dalam praktik. Partai hijau telah dibuat sebagai solusi ketika pihak konvensional tidak dapat menangani isu yang berkaitan dengan lingkungan.
E. Saran
Melakukan solusi solusi yang tertera untuk mengurunagi dan menghambat dari pemenasan global itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A brief history of cimate change. (2013, September 20). Retrieved November 9, 2016, from bbc.com: http://www.bbc.com/news/science-environment-15874560
Australia's Great Barrier Reef hit by 'worst' bleaching. (2016, November 10). Diambil kembali dari BBC.com: http://www.bbc.com/news/world-australia-35914009
Choirul, I. (2016, November 9). Maladewa, Negara Pemilik Laut Indah Ini Segera Tenggelam.
Diambil kembali dari sidomi.com: http://sidomi.com/56022/maladewa-negara-pemilik- laut-indah-ini-segera-tenggelam/
Dr.Ir.H. Ali Hanapiah Muhi, M. (2011). Pengertian dan Fenomena Pemanasan Global.
Pemanasan Global (Global Warming).
Eko Priyo Purnomo, dkk (2012). The Critical Comparison of the Green Parties’ Phenomena between Indonesia and Thailand
Glaciers and icecaps: Storehouses of freshwater. (2016, November 9). Diambil kembali dari United States Geological Survey: https://water.usgs.gov/edu/earthglacier.html
Glick, D. (2016, November 8). Signs From Earth: The Big Thaw. Diambil kembali dari National Geographic: http://environment.nationalgeographic.com/environment/global-warming/big- thaw/
Helm, Carsten & Sprinz, Detlef. 2000. Measuring the Effectiveness of International Environmental Regimes, dalam Journal of Conflict Resolution, vol 44, no. 5, pg 640.
Dalam Melinda, Rizka. Rezim Lingkungan Internasioanl. 2013. http://rizka-meilinda- fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-102382-RezimRezim%20Internasional-Studi
%20Kasus:%20Rezim%20Lingkungan%20Internasional.html
Houghton, S. J. (2009). Global Warming: The Complete Briefing. New York: Cambridge University Press.
https://ninontalks.wordpress.com/2010/06/02/upaya-pencegahan-pemanasan-global-dalam-uu- no-32-tahun-2009/ diakses pada tanggal 10 Nov 2016 pukul 11.34 WIB
Industrial Revolution. (2016, November 10). Diambil kembali dari History.com:
http://www.history.com/topics/industrial-revolution
Maslin, M. (2004). Global Warming: A Very Short Introduction. New York: Oxford University Press Inc.
May, E., & Caron, Z. (2009). Global Warming for Dummies. Mississauga: John Wiley & Sons Canada, Ltd.
Susan Stone, M. C. (2010). Apakah Perubahan Iklim Itu dan Bagaimana Kita Mengetahui Bahwa Perubahan Iklim Sedang Berlangsung? Perubahan Iklim dan Peran Hutan Manual Komunitas .
Reif, Rafael. (2007) “Climate Classroom; What’s up with global warming?”.
Sebenius, James K. 1991. “Designing Negotiation Toward a New Regime: The Case of Global Warming”, dalam International Security, Vol 15, No 4 (Spring 1991), p 110-148
Surya, Bagus. 2013. Rezim Internasional terkait Isu Pemanasan Global. http://bagus_surya- fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-81032-Rezimrezim%20Internasional-Rezim
%20Internasional%20terkait%20Isu%20Pemanasan%20Global.htm
____. (2016). Perbedaan perubahan iklim dan pemanasan global. Retrieved November 9, 2016, from Ilmusosial.net: http://ilmusosial.net/perbedaan-perubahan-iklim-dan-pemanasan- global.html
Utina, R. (2015). Pemanasan Global : Dampak dan Upaya Meminimalisasinya.