• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hadits Ekonomi Tentang Distribusi

N/A
N/A
ILHAM JAYA KUSUMA SIREGAR

Academic year: 2023

Membagikan "Hadits Ekonomi Tentang Distribusi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hadits Ekonomi Tentang Distribusi Rabiatul Adawiyah Siregar

Hukum ekonomi syariah || Fakultas Syari'ah dan Hukum || Universitas Islam Negeri sumatera Utara

Email: [email protected] Abstrak

Kajian kritis tentang distribusi pendapatan dan kekayaan dari perspektif ekonomi Islam dan UUD 1945 disajikan dalam artikel ini. Analisis deskriptif dan pendekatan penelitian kepustakaan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan, yang berfokus pada studi literatur dan sumber- sumber yang relevan dengan topik penelitian. Peneliti mengumpulkan dan menganalisis artikel, buku, jurnal, dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan distribusi pendapatan dan kekayaan dalam konteks ekonomi Islam dan UUD 1945. Pendekatan ini membantu peneliti dalam memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang topik penelitian dan mendapatkan informasi yang relevan dan terkini. Temuan penelitian menunjukkan pentingnya pemerataan kekayaan dan distribusi pendapatan dalam pembangunan Falah Manusia.

Sebaliknya, hanya ada dua sistem distribusi: sistem komersial yang menekankan aspek keadilan bagi yang lemah, dan sistem yang menekankan aspek kasih sayang (persaudaraan). Prinsip utama distribusi adalah keadilan dan kasih sayang (persaudaraan). Secara khusus, sila ekonomi patriot dan ajaran ekonomi libertarian terdapat dalam pasal 33, 34, dan 27 UUD 1945. Pasal-pasal tersebut merupakan benteng ekonomi kerakyatan dan benteng pengutamaan kebutuhan hidup seluruh rakyat Indonesia.

Kata kunci: Distribusi Kekayaan Dan Pendapatan, Ekonomi Islam.

Abstract

A critical study of the distribution of income and wealth from the perspective of Islamic economics and the 1945 Constitution is presented in this article.

Descriptive analysis and library research approaches are used in this study. This study uses a library research approach, which focuses on studying literature and sources relevant to the research topic. Researchers collect and analyze articles,

(2)

2

books, journals, and other documents related to the distribution of income and wealth in the context of Islamic economics and the 1945 Constitution. This approach assists researchers in obtaining a comprehensive understanding of the research topic and obtaining relevant and up-to-date information. The research findings show the importance of equal distribution of wealth and income distribution in the development of Human Falah. Instead, there are only two distribution systems: a commercial system that emphasizes the aspect of justice for the weak, and a system that emphasizes the aspect of compassion (brotherhood).

The main principles of distribution are justice and (fraternal) compassion. In particular, the precepts of patriotic economics and libertarian economic teachings are contained in articles 33, 34, and 27 of the 1945 Constitution. These articles are the stronghold of the people's economy and the stronghold of prioritizing the necessities of life of all Indonesian people.

Keywords: Distribution of Wealth and Income, Islamic Economics.

PENDAHULUAN

Salah satu topik paling kontroversial dalam ekonomi adalah studi tentang bagaimana kekayaan dan pendapatan didistribusikan. Pertentangan ini muncul, karena biasanya dalam masalah keuangan tinjauan fundamentalnya merupakan persoalan penciptaan, bukan sirkulasi. Hal ini biasanya terjadi karena setiap orang selalu menaikkan total gajinya alih-alih mengambilnya. Dalam hal keadilan dan menemukan solusi terbaik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan, distribusi kekayaan saat ini merupakan masalah yang signifikan dan sulit.1

Penghasilan, tanpa diragukan lagi, sangat penting dan perlu, tetapi bagaimana distribusinya bahkan lebih penting. Jika pembuatnya stabil dan mampu benar-benar bekerja keras, mereka sebenarnya ingin mengusahakan harta negara, namun kalau penyebaran kekayaan kurang efisien, dampaknya ialah sebagian besar harta ini akan tergabung ke kas negara. Semua industrialis, sangat luar biasa

1 Munawar Iqbal, Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economic, (Leicester: The Islamic Foundation, 1976), h. 11

(3)

3

sehingga begitu banyak orang mengalami efek buruk dari kemiskinan dan kelimpahan negara yang melimpah tidak dihargai.

Bahkan, walau masyarakat modern dengan banyak kekayaan, dimana ada banyak kekayaan, tidak semuanya dibagikan secara merata, sehingga banyak orang yang hidup dalam kemiskinan. Distribusi kekayaan yang kurang efisien, atau sekelompok orang yang kehilangan hak untuk berbagi, adalah akar penyebab dari semua ini. Itu bisa membawa kesedihan dan kebencian. Pada masa sekarang ini di Indonesia, kemiskinan merupakan masalah yang real.2 Masalah yang sulit dipecahkan adalah meningkatnya angka kemiskinan dan tingginya angka pengangguran. Secara alami, distribusi atau pendapatan yang kurang merata di antara individu maupun kelompok dalam masyarakat itu sendiri merupakan faktor penyebabnya. Monopoli kekayaan dihasilkan dari kebijakan negara hanya berfokus kepada akumulasi modal dalam skala banyak, sehingga segelintir individu menguasainya dan mengabaikan kepentingan sosial masyarakat.

Hingga saat ini, beragam persepsi terbentuk akibat kekacauan arus kekayaan. Menurut Heilbroner, cara utama distribusi kekayaan dalam sistem kapitalis adalah dari persaingan pasar.3 Didalam perspektif perusahaan swasta, pekerjaan utama dalam persaingan pasar adalah biaya. Biaya dipandang sebagai faktor penentu apropriasi kelimpahan terhadap publik individu.

Faktanya, distribusi kekayaan semakin diabaikan dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyak orang yang mulai percaya bahwa ekspansi ekonomi yang cepat tidak menghilangkan atau bahkan mengurangi kemiskinan absolut, yang terus memburuk. Kesenjangan kekayaan harus segera dihilangkan. Jika hal ini tidak dilakukan, ketimpangan akan menimbulkan sejumlah masalah sosial, antara lain meningkatnya kriminalitas, rendahnya tingkat pendidikan dan pelayanan kesehatan, bahkan ancaman terhadap keselamatan iman. Dalam sebuah hadis, Nabi menegaskan kembali bahwa ketimpangan ekonomi adalah sumber kejahatan dan keresahan sosial yang pada akhirnya akan mengakibatkan kehancuran.

2 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin, cet II. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 92

3 Robert Heilbroner, Runtuhnya Peradaban Kapitalisme, alih bahasa: Yep Sujana, cet 1.

(Jakarta: Bumi Angkasa, 1984), h. 17

(4)

4

Untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan mencapai kesejahteraan bersama dalam masyarakat, sistem ekonomi Islam memiliki solusi tersendiri.

Standar dasar dari kerangka ini adalah untuk terus meningkatkan efisiensi individu yang diperluas dalam mencapai kelimpahan untuk bantuan pemerintah individu yang digabungkan dengan mempertahankan kerangka keuangan berkelanjutan yang memberdayakan pencapaian kemakmuran bersama dan kerja komponen untuk sirkulasi kekayaan di antara individu-individu dalam suatu cara yang layak.

Akibatnya, peran individu tetap berada di depan, meskipun bantuan negara dan partisipasi masyarakat sangat penting. Kesenjangan ekonomi tidak dapat dihilangkan hanya dengan membatasi hak milik individu dan menegakkan peran negara secara absolut, juga tidak dapat dihilangkan dengan terus mendorong produktivitas individu sambil mengabaikan peran sistem dan instrumen non- ekonomi yang berdampak ekonomi.

Kehadiran otoritas publik memang dapat hadir secara efektif dan progresif dalam kerangka moneter tanpa menghilangkan pengaruh pasar yang positif.

Kekuasaan koersif, pembuatan peraturan, pengendalian distribusi dan proses produksi, bahkan pemberian lisensi dan hak monopoli kepada lembaga-lembaga di dalam atau di luar pemerintah merupakan contoh peran yang dimainkan pemerintah. Peran pemerintah didasarkan pada realitas di atas. Masalah kebutuhan, produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi dipandang sebagai akar penyebab masalah ekonomi.

Sejauh mana hukum Islam memberikan arahan terkait persoalan ekonomi ini, khususnya persoalan peran negara dalam distribusi kekayaan. Akibatnya, tawaran untuk menyelesaikan masalah distribusi, khususnya kebijakan distribusi dan peran ekonomi negara, perlu dikaji secara menyeluruh. Tawaran yang diusulkan adalah ide yang dibawa ke dunia dari masalah keuangan Islam karena sebagian besar akan menganggap wajar untuk memiliki pilihan untuk membuat ekuitas keuangan negara. Diharapkan bahwa temuan studi ini akan menawarkan pilihan kebijakan untuk menyelesaikan masalah distribusi saat ini.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kepustakaan, yang berfokus pada studi literatur dan sumber-sumber yang relevan dengan topik

(5)

5

penelitian. Peneliti mengumpulkan dan menganalisis artikel, buku, jurnal, dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan distribusi pendapatan dan kekayaan dalam konteks ekonomi Islam dan UUD 1945. Pendekatan ini membantu peneliti dalam memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang topik penelitian dan mendapatkan informasi yang relevan dan terkini.

Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan penelitian kepustakaan memiliki batasan, seperti risiko bias seleksi literatur, keterbatasan akses ke sumber- sumber tertentu, dan kurangnya data primer. Oleh karena itu, peneliti juga harus mempertimbangkan sumber-sumber data lainnya dan mengintegrasikannya dengan pendekatan penelitian kepustakaan untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap tentang topik penelitian.

PEMBAHASAN Pengertian Distribusi

Distribusi adalah aktivitas yang sangat berguna bagi perekonomian.

Menurut para ahli, distribusi adalah proses penyebaran barang dan jasa yang diproduksi dari produsen ke konsumen. Distribusi berperan menghubungkan produsen dan konsumen sehingga barang atau jasa dari berbagai daerah di Indonesia atau luar negeri dapat diperoleh4. Menurut KBBI, distribusi adalah kegiatan membagi atau mengirim barang keperluan sehari-hari (biasanya saat ada keadaan darurat) oleh pemerintah kepada pegawai negeri, penduduk, dan lain-lain5. Dalam aktivitas ekonomi secara sederhana, distribusi dapat diartikan sebagai proses mengalirkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Proses ini harus efektif dan sesuai dengan kebutuhan pasar agar konsumen dapat memperoleh barang atau jasa atau pendapatan yang dihasilkan oleh produsen.

Afzalurrahman menjelaskan bahwa distribusi adalah mekanisme yang mengalirkan kekayaan kepada berbagai faktor produksi yang berperan bagi individu, masyarakat, dan negara. Sesuai dengan prinsip pertukaran (exchange), seseorang mendapatkan penghasilan yang layak dan setara dengan prestasi dan

4 Mustaq Ahmad , Etika Bisnis dalam Islam, (Bandung : Pustaka Pelajar: 2001), h. 56

5 Sulaeman Jajuli, Ekonomi dalam al-Quran (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 113.

(6)

6

sumbangan yang diberikan6. Distribusi yang berlandaskan kebutuhan (need), seseorang menerima gaji karena pekerjaannya diminati oleh pihak lain. Pihak satu memerlukan materi untuk memenuhi keperluan keluarga dan pihak lain memerlukan tenaga kerja sebagai faktor produksi.

Pengertian Distribusi Menurut Islam

Dalam konteks Islam, distribusi merujuk pada prinsip dan praktik pembagian kekayaan, sumber daya, dan manfaat ekonomi secara adil di antara anggota masyarakat. Konsep distribusi dalam Islam didasarkan pada prinsip keadilan sosial dan solidaritas, dengan tujuan mencapai kesejahteraan umum dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Dalam Islam, distribusi ekonomi yang adil diwujudkan melalui beberapa mekanisme, termasuk zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Zakat adalah kewajiban memberikan sebagian dari kekayaan individu yang mencapai nisab (ambang batas tertentu) kepada golongan yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, orang- orang yang membutuhkan, dan penerima zakat lainnya. Infaq merujuk pada sumbangan sukarela yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, sedangkan sedekah adalah amal atau sumbangan sukarela yang diberikan tanpa kewajiban tertentu. Wakaf adalah pengalihan kepemilikan harta benda untuk kepentingan umum, seperti pendirian rumah sakit, sekolah, atau masjid, dengan tujuan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Dalam distribusi ekonomi Islam, penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan persamaan. Prinsip ini mencakup larangan riba (bunga), spekulasi yang merugikan, monopoli, penipuan, dan eksploitasi. Islam juga mendorong kerja sama sosial dan solidaritas di antara anggota masyarakat untuk memastikan bahwa kekayaan dan manfaat ekonomi didistribusikan secara adil dan merata.

Menurut perspektif Islam, prinsip utama dari konsep "distribusi" adalah peningkatan dan pembagian kekayaan untuk meningkatkan sirkulasi kekayaan dan memastikan kekayaan yang ada didistribusikan secara merata daripada

6 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h.

215- 217.

(7)

7

terkonsentrasi pada beberapa kelompok.7 Anas Zarqa mendefinisikan distribusi sebagai transfer kekayaan dan pendapatan antar individu melalui pertukaran (melalui pasar) atau cara lain, seperti warisan, sadaqah, wakaf, dan zakat.

Berdasarkan definisi Anas Zarqa di atas, dapat dilihat bahwa ketika membahas kegiatan ekonomi di bidang distribusi, maka istilah “ekonomi” yang “ditawarkan”

Islam pada hakekatnya (dan secara tidak langsung) akan digunakan.

Dalil-Dalil Tentang Distribusi

Islam memperkenalkan gagasan pemerataan kekayaan negara, yang tentunya tidak lepas dari ajaran syariat Islam, seperti: wakaf, zakat, waris, dan lain sebagainya.8

: لاق هنأ ، ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر نع ، ةريره يبأ نع «

الله مهلظي ةعبس ل يي ىىاعع

تاذ ءانسح ةأرما هتعد جرو ، طسقم مامإو ، ىىاعع الله ةدابع يي أشن باش : هلل لاإ ل لا موي هشرع هبلق جرو ، هتقدص هىامش نع هنيمي ىفخأ جرو ، نيمىاعىا بر الله فاخأ ينإ : لاقي اهسفن ىىإ بسح تيا مث الله يي ايخاوع نلاجرو ، ىىاعع الله دجاسم يي قلعتم كىذ ىلع اقر

( » ) ىواحطىا

Artinya: “Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang nanti akan dinaungi Allah dalam naungan ‘arasy-Nya pada hari yang tiada naungan selain naungan Allah, yaitu : (1) Seorang pemuda yang dibesarkan dalam ibadah kepada Allah, (2) Pemimpin yang adil dan ujur, (3) Seorang laki-laki yang diajak berselingkuh oleh seorang perempuan cantik dan berpangkat, lalu dia mengatakan “aku takut kepada Allah rabbal ‘alamin”, (4) Seseorang yang merahasiakan sedekah yang diberikan oleh tangan kanannya terhadap tangan kirinya, (5) Seseorang yang hatinya selalu tertambat di masjid-masjid Allah, (6) dan (7) Dua orang yang masing-masing bermaksud menjalin persaudaraan karena Allah, lalu dalam keadaan demikian itu mereka berpisah”. (HR Thahawi).

Rasulullah SAW sangat menganjurkan umat Islam untuk membagikan sebagian harta dan pendapatannya untuk membantu kerabat yang kurang mampu secara ekonomi. Rosululloh SAW bersabda:

7 Widya Sari, “Produksi, Distribusi, dan Konsumsi dalam Islam”, Jurnal Ekonomi Islam 1, Vol.5. No. 1 (2015): h. 1.

8 A.M Sadeq, Factor pricing And Income Distribution An Islamic Perspective, Dalam Jurnal Islamic Of Ekonomic Vol.5, No.1, (1989), h.48.

(8)

8

ىلص الله لوسر لاق لاق رمعم نع )ملسم هاور( ئطاخ وهي ركتحا نم :ملسو هيلع الله . Artinya, “Dari Ma’maria berkata, Rosulullah SAW bersabda:“Barang siapa yang menimbun barang (harta), maka ia bersalah (berdosa)”. (HR. Muslim) Umat Islam dilarang oleh Nabi untuk menyimpan barang dan tidak menjualnya. Hadist di atas juga sejalan dengan hadist yang di riwayatkan oleh Ahmad

ع ن ا ب ي ه ر ي ر ة قا ل ق ا ل ر س و ل الله ص ل ي الله ع لي ة و س لم م ن ا ح ت ك ر ح ك ر ةي ر ي دا ن ي غ ل ي ب م ا اى م س ل م ي ن

ي ه و خ ا ط ئ ( ر و اه ا ح م د )

Artinya, “Dari Abu Hurairah berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda :”

Siapa saja yang melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga yang paling tinggi, dengan tujuan mengecoh orang Islam maka termasuk perbuatan yang salah”. (HR Ahmad)

Ihtikar atau menimbun-nimbun harta atau barang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk dijual kembali saat jumlahnya sedikit dan harga atau nilainya tinggi. Mengumpulkan adalah tindakan keuangan yang mendominasi dan karenanya korup. Karena itu Rasulullah SAW dengan tegas menganjurkan untuk memberikan pertolongan terhadap orang lain yang membutuhkan pertolongan.

Rasulullah SAW percaya bahwa hasil bisnis yang baik harus menentukan distribusi kekayaan. Jika sesuatu diperoleh secara ilegal, tidak ada gunanya memberikannya kepada orang lain. Sedekah, zakat, infaq, nafaqoh, wasiat, dan bentuk warisan lainnya, antara lain, harus berasal dari harta dan kekayaan yang halal. Kemudian, waktu terbaik untuk membagi harta adalah ketika seseorang masih dalam keadaan kondisi kesehatan mental dan fisik yang normal. Sedekah, sebaliknya, tidak ada artinya jika jiwa berada di tenggorokan, kecuali warisan dan wasiat, yang sebenarnya diberikan pada saat kematian. Karena kekayaan hanya digunakan sesuai kebutuhan dan tidak akan dihilangkan, menurut Nabi, sebagian harus disebarluaskan kepada individu yang membutuhkannya untuk membuat kerukunan antar individu. Malaikat terus berdoa untuk distribusi karena sangat signifikan.

Secara lebih khusus, Al-Qur’an menjelaskan pembagian makna menurut firman Allah SWT, yang artinya:

َنوُقِفْنُي ْمُهاَنْق َز َر اَّمِم َو َة َلاَّصىا َنوُميِقُي َو ِبْيَغْىاِب َنوُنِمْؤُي َنيِذَّىا

(9)

9

Artinya, “(orang bertakwa adalah) Orang yang mempercayai hal ghaib, menegakkan sembahyang, dan sebagian dari yang Kami anugerahkan kepada mereka itu mereka menginfakkannya.” (QS. Al-Baqarah:3)

ٰسَمْىا َو ى ٰمٰتَيْىا َو ىٰب ْرُقْىا ىِذِى َو ِل ْوُس َّرلِى َو ِ ه ِ َفَلِل ى ٰرُقْىا ِ ْهَا ْنِم ٖهِى ْوُس َر ىٰلَع ُ هاللّٰ َءۤاَيَا ٓاَم ِ ْيِبَّسىا ِنْبا َو ِنْيِك

َن ْوُكَي َلا ْيَك َّعا َو ۚا ْوُهَتْناَي ُهْنَع ْمُكى ٰهَن اَم َو ُه ْوُذُخَي ُل ْوُس َّرىا ُمُكىٰعٰا ٓاَم َو ْْۗمُكْنِم ِءۤاَيِنْغَ ْلاا َنْيَب ۢ ًةَى ْوُد

ُدْيِدَش َ هاللّٰ َّنِاْۗ َ هاللّٰ اوُق

ِباَقِعْىا Artinya, “Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang- orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al- Hasyr:7)

Kemudian, dinyatakan bahwasanya Allah menguasaai dan memiliki terhadap semua yang ada di bumi dan di langit; Namun, semuanya kembali kepada manusia,bagaimana manusia itu mengelola "sumber daya" yang ada, dan yang dimaksud ialah bagaimana suatu bangsa bisa memanfaatkannya untuk mendistribusikannya lagi ke masyarakat. Pernyataan ini sejalan terhadap makna ayat 61 surat Al-Hud yang berasal dari firman Allah:

ِِّم ْمُكَاَشْنَا َوُهْۗ ٗه ُرْيَغ ٍهٰىِا ْنِِّم ْمُكَى اَم َ هاللّٰ اوُدُبْعا ِم ْوَقٰي َلاَق اًحِل ٰص ْمُهاَخَا َد ْوُمَث ىٰىِا َو ِض ْرَ ْلاا َن

اَهْيِي ْمُك َرَمْعَتْسا َو ٌبْي ِجُّم ٌبْي ِرَق ْيِِّب َر َّنِاْۗ ِهْيَىِا ا ْٓوُب ْوُع َّمُث ُه ْو ُرِفْغَتْساَي

Artinya, “dan kepada kaum samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia.

Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya.

Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya).” (QS. Al-Hud:61)

Terbukti bahwa negara juga memainkan peran penting dalam mengalokasikan dan mendistribusikan kekayaan dalam masyarakat, selain

(10)

10

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya.9 Afzalur Rahman sependapat, menyatakan bahwa agar masyarakat dapat mencapai keadilan ekonomi yang ideal,10 Islam memberikan suatu gagasan di mana nilai atau upaya untuk menumbuhkan semangat di kalangan pemeluknya berupa kesadaran atau keyakinan bahwa bantuan ekonomi diberikan kepada orang lain, dengan niat semata-mata mencari keridhaan Allah), adalah tabungan asli yang bertahan selamanya dan akan

"dipetik" hasilnya di kemudian hari. Proses menyimpan produk dan mengirimkannya ke pelanggan, seringkali melalui perantara, adalah yang kami maksud saat berbicara tentang distribusi.

Kemudian dalam distribusi Islam juga melarang adanya praktik monopoli seperti dalam hadist :

ح د ث نا ا ى ص ل ت ب ن م ح م د ح د ث نا ع ب د ا ى و ا ح د ح د ث نا م ع م ر ع ن ن ب د الله ب ن ط ا و س ع ن ا بت ه ع ن ا ب ن

ع با س ر ض يا الله ع ن ه م ا قا ل ق ا ل ر س و ل الله ص ل ى الله ع لي ه و س لم لا ع لق و ا اى ر ك با ن و لا ي ب ع ح ض ر ى با د ق ا ل ي قل ت

لا ب ن ع با س م ا ق و ى ه لا ي بي ع ح ا ض ر ى با د ق ا ل لا ي ك و ن ى ه س م س ا ر ا ( ص ح ي ح ا ىب خ ا ر ي )

Artinya, “Menceritakan kepada kami Salt bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdul wahid mengabarkan kepada kami Muammar Dari Abdullah bin Thawus dari Ayah nya Ibnu abbas RA ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang- orang kota menjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang- orang menjadi perantara baginya”. (HR Bukhori)

Menurut Ibnu Abbas, Hadiru Libadi berarti orang yang menjadi penghubung atau penengah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Larangan untuk menghalangi kafilah berlaku di luar tempat berdagang atau pasar, karena hal itu akan merugikan para pedagang dan pembeli di pasar.

Dalam hal distribusi, sistem ekonomi Islam mensyaratkan kebebasan dan keadilan sebagai dua pilarnya. Peluang di sini adalah peluang yang digariskan oleh sisi atas tauhid dan keadilan, berbeda dengan pemahaman wirausaha yang menyatakan bahwa itu adalah demonstrasi pembebasan manusia untuk bertindak tanpa henti tanpa hambatan dari pihak mana pun, namun sebagai keharmonisan

9 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 42

10 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin,h. 63

(11)

11

antara manusia dan komponen material dan duniawi lainnya. keseimbangan antar manusia. dan antara suatu komunitas dengan komunitas lainnya, serta dengan masyarakat.11

Hakikat peluang dalam ekonomi Islam memberikan pintu dan akses yang setara dan memberikan keistimewaan yang wajar bagi setiap orang. Meskipun kepemilikan individu dilindungi, namun harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab dan dibatasi oleh prinsip moral dan hukum. Semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengalokasikan pendapatan mereka secara efektif tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi masyarakat. Individu dapat menghindari akumulasi kekayaan yang berlebihan sementara mayoritas orang hidup dalam kondisi miskin dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya dengan berpegang pada prinsip ekonomi Islam.12

Menurut Al-Qur'an, keadilan merupakan tujuan universal yang harus dicapai secara harmonis. Pemahaman lain disampaikan oleh Al-Farabi dalam Jusmaliani, dkk13 yang menyatakan bahwa pemerataan sama dengan penyesuaian.

Perintah adil merupakan perintah yang paling dianjurkan, menurut Tafsir Al-Qur'an, dan harus diikuti dalam segala bidang kehidupan. sebagaimana tertuang dalam QS.

Surat Ar-Rahman ayat 7-9 menekankan keadilan ekonomi. Selain itu, Al-Qur'an ayat Al-Hujurat ayat 49, At-Taubah ayat 9, Al-Mutahanah ayat 8, Al-Maidah ayat 42, dan Al-Fajr ayat 20 membahas tentang pentingnya keadilan sosial, yang tidak hanya mencakup distribusi yang adil dari kekayaan individu tetapi juga pembayaran yang adil dari kekayaan negara kepada pekerja sebanding dengan usaha mereka.

Keadilan sosial juga berarti memudahkan orang dan kelompok untuk bergaul satu sama lain dengan membatasi keserakahan orang kaya dan meningkatkan taraf hidup orang miskin. Dengan cara ini, kerangka sirkulasi dalam perspektif masalah keuangan Islam harus didasarkan pada standar fundamental aspek keuangan Islam, termasuk peluang individu, adanya pensiun yang dikelola

11 Ruslan Abdul Ghopur Noor, Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam membangun Keadilan Ekonomi Indonesia, Jurnal Islamica, Vol. 6, No.2, (2012), h. 316.

12 Muh. Holis, “Sistem Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Masya’rif al-Syari’ah, Vol.1, No.. 2 (2016): h. 7

13 Jusmaliani, Kebijakan Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 98- 99

(12)

12

pemerintah, larangan mengumpulkan kekayaan, dan penyebaran kelimpahan yang adil.

Macam-Macam Distribusi

Distribusi dibagi menjadi 3, yaitu14:

1. Distribusi langsung (jangka panjang)

Kegiatan yang mengirimkan barang dari produsen ke konsumen tanpa melalui saluran distribusi disebut sistem distribusi. Artinya, tidak ada perantara antara pembuat dan pembeli barang. Misalnya: Petani menjual hasil panennya di pasar secara langsung.

2. Distribusi semi langsung

Produsen menyediakan barang yang diproduksinya kepada konsumen dengan menggunakan perantara yang masih dimiliki oleh produsen itu sendiri.

Barang produksi dijual melalui gerai yang merupakan milik dari produsen tersebut.

3. Distribusi tidak langsung

Proses penyampaian barang dan jasa kepada konsumen dengan melibatkan pihak-pihak ketiga atau lembaga perantara seperti agen, makelar, toko atau pedagang eceran.

Berikut adalah beberapa metode penyaluran barang atau jasa:

1. Melalui pedagang yang berperan sebagai perantara antara produsen dan konsumen.

2. Melalui koperasi yang merupakan organisasi ekonomi anggota yang berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.

3. Melalui toko milik produsen sendiri yang dapat menghemat biaya dan meningkatkan kontrol kualitas.

4. Melalui penjualan dari rumah ke rumah yang dapat menjangkau konsumen secara langsung dan personal.

5. Melalui penjualan di tempat tertentu yang ditetapkan pemerintah yang dapat mematuhi aturan dan standar yang berlaku.

14 Mustafa Syukur, Distribusi Prespektif Etika Ekonomi Islam, dalam Jurnal Kajian

Ekonomi dan Perbankan, Vol. 2, No.2 (2018), h.38-39.

(13)

13

Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih dan menentukan saluran distribusi, antara lain:

1) Sifat barang dan jasa yang diperjualkan, seperti jenis, kualitas, ukuran, masa kadaluarsa, dll.

2) Daerah penjualan, seperti luas, jarak, aksesibilitas, jumlah dan sebaran konsumen, dll.

3) Modal yang disediakan, yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam perjualan, seperti pembayaran, pengiriman, garansi, dll.

4) Alat komunikasi, seperti media promosi, informasi produk, layanan pelanggan, dll.

5) Biaya angkutan, seperti jenis, frekuensi, kapasitas, tarif, dll.

6) Keuntungan, seperti margin, volume, pangsa pasar, dll.

Negara Dan Perannya dalam Perekonomian Islam

Konsep negara, pemerintah, dan kesejahteraan ekonomi adalah inti dari Islam. Menurut Imam Al-Ghazali, agama adalah landasan atau asas, sedangkan kekuasaan dalam hal ini negara berfungsi sebagai pengawalnya. Sehingga hubungan dapat tumbuh dan menguntungkan kedua belah pihak. Negara merupakan alat bagi agama untuk menyebarluaskan dan melaksanakannya secara efektif dan efisien, sedangkan agama merupakan landasan bagi negara untuk dapat berpihak kepada rakyatnya menuju kesejahteraan.

Menurut Taqiyuddin An-Nabhani, negara adalah negara yang dianut hukum Islam dan keamanan Islam adalah fondasi keamanan negara. Setiap penduduk Negara Islam (Khilafah) mendapat keistimewaan dan komitmen sesuai pengaturan penawaran. Suatu bangsa tidak membeda-bedakan individu tertentu dalam menegakkan hukum, menjamin keadilan, memenuhi kebutuhan warganya, dan hal- hal serupa lainnya. Ras, agama, warna kulit, dan faktor lainnya tidak menjadi pertimbangan saat merawat siapa pun. Pemanfaatan syariat Islam kepada seluruh penduduk yang berkewarganegaraan Islam (Khilafah), baik Muslim maupun non- Muslim.15

15 Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, Terjemahan: Abu Amin, dkk, Tim HTI Press, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2013), h. 153

(14)

14

Hasan Al-Banna mengklaim bahwa negara merdeka ialah negara yang menjunjung tinggi syariat Islam, bekerja menjalankan sistem sosialnya, menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang lurus, dan mendakwahkan kebijaksanaan kepada seluruh rakyat. Negara Islam dengan Khilafah sebagai lambangnya.

Khilafah adalah ahli umum yang paling tinggi dalam Islam. Pendirian pemerintahan Islam di negara-negara Islam mendahului Kekhalifahan Islam.

Negara, menurut Afzalur Rahman, adalah negara yang diciptakan atau didiami umat Islam dalam rangka memenuhi keinginannya untuk mengikuti perintah Allah melalui wahyu-Nya. Tempat negara dalam Islam sangat penting karena negara akan mengesahkan hukum Islam dalam kehidupan individu secara sempurna dan sukses. Ada banyak alasan untuk menegakkan dan memutuskan suatu perkara menurut hukum Allah, antara lain QS. 48-49 dari Al-Maidah, QS. An- Nur ayat 55, QS. An-Nisa ayat 59. Hal ini menunjukkan bahwa negara diperlukan untuk melaksanakan hukum Tuhan dalam kehidupan manusia.

Catatan sejarah yang mengungkap bagaimana sistem Islam (Khilafah), termasuk sistem ekonomi Islam, telah diterapkan selama berabad-abad menunjukkan peran negara. Inilah yang membawa komunitas Islam ke puncaknya.

Bahkan secara empiris, masih ada beberapa bukti warisan sistem Islam saat ini, seperti tata kota yang indah dan bangunan di dalamnya, artefak, atau manuskrip.

Politik ekonomi Islam terkait erat dengan fungsi utama negara. Tujuan hukum yang digunakan untuk menyelesaikan mekanisme pengaturan berbagai urusan manusia adalah politik ekonomi. Dalam Islam, ekonomi politik berarti memastikan bahwa setiap individu dapat memenuhi semua kebutuhan primernya (kebutuhan dasar), serta kebutuhan sekunder dan tersiernya, tergantung pada tingkat kemampuannya sebagai anggota masyarakat, cara hidup yang telah ditentukan sebelumnya.

Dengan cara ini, Islam memandang setiap individu secara eksklusif, bukan secara keseluruhan sebagai wilayah lokal yang hidup dalam suatu negara. Pertama dan terutama, Islam menganggap setiap individu sebagai manusia yang kebutuhan utamanya harus dipenuhi secara kolektif. Kedua, menurut Islam, setiap manusia adalah entitas yang berbeda dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Dengan cara yang sama, Islam melihat manusia terhubung satu sama lain melalui interaksi unik yang diatur oleh gaya hidup yang khas. Karena itu,

(15)

15

politik ekonomi Islam tidak semata-mata menaikkan taraf hidup suatu bangsa tanpa mempertimbangkan apakah semua orang akan menikmatinya atau tidak. 16

Islam disebarkan melalui dakwah Nabi Muhammad SAW yang menekankan urgensi akhlak dalam kehidupan manusia dan menekankan pentingnya berakhlak mulia sebagai amal terbaik. Dalam hal akhlak, Rasulullah SAW bersabda:

َّدَح اَقْعَقىا ْنَع َنَلاْجَع ِنْب ِدَّمَحُم ْنَع ٍدَّمَحُم ُنْب ِزْي ِزَعْىاُدْبَع اَنَث َّدَح َلاَق ِر ْوُصْنَم ُنْب ُدْيِعَساَنَث ٍمْيِكَح ِنْب ِع

ىَّلَص ِالله ُل ْوُس َر َلاَق َة َرْي َرُه يِبَأ ْنَع ِحِىاَص يِبَأ ْنَع ُتْثِعُب اَمَّنِأ :َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله

هاور( . َقَل ْخَ ُلِ َحِىاَص َمِِّمَعُ ِلِ

)دمحأ Artinya, “telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Manshur telah berkata: telah menceritakan kepada kami Abdul ‘Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ajlan dari Al-Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda : Hanyasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad)17

Hadits ini menegaskan bahwa Utusan Allah diutus tidak semata-mata untuk lebih mengembangkan akhlak, tetapi bahkan untuk menyempurnakan akhlak mulia dengan membawa agama yang hanif, yaitu Islam. sehingga dapat dipahami bahwa akhlak mulia saja tidak akan cukup untuk masuk Islam tanpa sikap ikhlas.

Kemudian, setelah menjadi seorang Muslim, dia benar-benar percaya pada keyakinan. karena beriman kepada Allah memberikan kekuatan yang diperlukan untuk membebaskan manusia dari berbagai kesulitan dan penindasan sosial.

Agenda tauhid sosial meliputi perburuhan, ketenagakerjaan, kesetaraan gender, pengentasan kemiskinan, lingkungan hidup, penguatan fondasi masyarakat sipil, dan pemberdayaan masyarakat. Monoteisme sosial sangat penting untuk mencapai pemerataan kekayaan karena membuat segala sesuatu yang kita lakukan bermakna dan layak disembah. Di sisi lain, jika kita membantu orang lain semata- mata karena kepedulian dan tanpa iman kepada Allah dan melayani kepentingan kita sendiri, maka tidak ada yang kita lakukan yang bernilai ibadah.

Ekonomi politik Islam juga tidak hanya berharap untuk mencari kesuksesan individu dengan memungkinkan mereka untuk secara terbuka mendapatkan

16 Abdurrahman Al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, Terjemahan: Ibnu Sholah, (Bogor: Al- Azhar Press, 2009), h. 43-44

17 Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal.

(Mesir: Daar Ma‟arif, 1394 H), jilid 14 h. 512 hadis no. 8952. Hadis ini dinyatakan shahih oleh Al- Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Al-Shahihah, hadits no. 45

(16)

16

kesuksesan ini dalam kapasitas apa pun, apakah setiap orang berada di jalur yang benar untuk hidup atau tidak. Ekonomi politik Islam, di sisi lain, semata-mata berfokus pada penyelesaian masalah-masalah utama yang dihadapi setiap manusia sebagai hasil dari serangkaian interaksi tertentu, mendorong setiap orang untuk meningkatkan taraf hidup mereka sekaligus mengejar kesejahteraan pribadi dengan cara tertentu. hidup.

Ekonomi politik Islam bertujuan untuk memastikan bahwa setiap individu memenuhi semua kebutuhan sekundernya sebaik mungkin dan bahwa kekayaan bangsa didistribusikan secara merata di antara semua anggota masyarakat, di dalam dan di luar negeri. Selain itu, otoritas publik juga bertindak sebagai penanggungjawab produksi distribusi yang adil dan menjadi fasilitator pergantian peristiwa manusia, dan memberikan bantuan sosial pemerintah. Namun dalam perspektif lain, pemerintah perlu memastikan bahwa tidak ada sistem yang bisa mengontrol pemilik usaha.18

Mekanisme Distribusi Ekonomi Islam

Dalam mekanisme pasar Islam, pemerintah memiliki peran yang signifikan dan signifikan dalam sistem distribusi ekonomi tidak hanya singkat dan tidak signifikan. Otoritas publik tidak hanya akan bertindak sebagai "wasit" untuk kepentingan pasar, namun akan mengambil bagian yang berfungsi dengan pemain pasar lainnya. Kegiatan pasar akan direncanakan, diawasi, diproduksi, dan dikonsumsi oleh pemerintah. Ada dua jenis mekanisme distribusi ekonomi Islam:

mekanisme ekonomi dan juga mekanisme non-ekonomi.19

Mekanisme ekonomi meliputi kegiatan ekonomi produktif berupa kegiatan pengembangan berbagai aset dalam akad muamalah. Kegiatan tersebut antara lain larangan penimbunan aset, mengatasi distribusi dan konsentrasi kekayaan di antara segelintir kelompok, dan membuka peluang seluas-luasnya bagi penyebab kepemilikan individu dan pengembangan properti melalui investasi. perjudian, riba, korupsi, dan pemberian suap semuanya dilarang, demikian juga berbagai kegiatan penipuan dan monopoli.

18 Quth Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 36

19 Muhammad Akram Khan, “The Role of Government in the Economy,” The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol.14, No. 2 (1997): h. 157.

(17)

17

Otoritas publik mengambil bagian dalam komponen keuangan, yang secara keseluruhan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu pertama, pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan akhlak dan akhlak Islam; kedua, pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas khusus dari sistem pasar; Ketiga, peran ini menyinggung gagasan alhisbah pada masa Nabi, yaitu sebuah organisasi khusus yang bertugas untuk menjauhkan praktik bisnis yang buruk dari pasar.20

Karena kedudukan pemerintah tidak hanya sebagai alat ekonomi tetapi juga untuk kepentingan agama dan sosial, diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan ekonomi dengan ketiga tanggung jawab tersebut. Mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang terjadi melalui kegiatan non produktif seperti hibah, sedekah, zakat, dan warisan daripada melalui kegiatan ekonomi produktif.

Komponen non-moneter direncanakan untuk melengkapi sistem keuangan, khususnya untuk mengalahkan sirkulasi kelimpahan yang tidak berfungsi sama sekali, dengan asumsi hanya bergantung pada instrumen moneter saja.

Faktor non-alam, seperti ketidakteraturan mekanisme ekonomi, memerlukan mekanisme non-ekonomi juga. Distribusi kekayaan yang tidak merata dapat diakibatkan oleh penyimpangan mekanisme ekonomi seperti monopoli, ketidakteraturan distribusi, penimbunan, dan lain-lain. Untuk mengatasi berbagai persoalan ekonomi, pemerintah harus berperan.

Menurut Al-Jawi, mekanisme non-ekonomi ini dapat digunakan untuk mendistribusikan aset dengan cara-cara berikut:21

1. Penataan sumber daya negara bagi penduduk yang dianggap kurang beruntung

2. Pengaturan sumber zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik

3. Memberikan hiab, infak, shodaqoh, wakaf, kepada yang membutuhkan dari yang mampu

4. Pembagian warisan kepada ahli waris dan lainnya

20 Saparuddin,“Skema Distribusi Dalam Islam”, Human Falah, Vol. 2, No. 1 (2015): h. 153.

21 Aden Rosadi & Mohamad Anton Athoillah, “Distribusi Zakat di Indonesia: Antara Sentralisasi dan Desentralisasi”, Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 15, No. 2, (2015), h. 239- 240.

(18)

18

Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, alat-alat berikut dapat mewujudkan keadilan distribusi:22

Pertama, pelaksanaan zakat. Zakat adalah instrumen terbaik dan mendasar yang tidak terlacak dalam kerangka berpikir usaha bebas atau komunisme. Secara finansial, zakat memiliki kemampuan distributif, yaitu pengaturan kembali gaji muzakki kepada mustahik dan zakat mempertimbangkan porsi penggunaan dan spekulasi. Orang miskin (dhu'afa) akan melihat peningkatan pendapatan dan daya beli mereka sebagai akibat dari distribusi zakat. Sebaliknya bagi muzakki akan mendorong motivasi ekonomi yang tinggi untuk terus meningkatkan produktivitas guna memperoleh keuntungan dan pendapatan yang tinggi sehingga mereka dapat terus meningkatkan kemampuan membayar zakat bahkan lebih dari yang sudah mereka lakukan. Selain itu, zakat melindungi muzakki dari keserakahan, keserakahan, dan sifat hedonis yang menjunjung tinggi harta benda dan kemewahan.23

Dengan demikian, pada hakikatnya zakat adalah suatu sistem yang menjamin distribusi kekayaan dan pendapatan yang lebih merata ke seluruh masyarakat. Zakat adalah sistem yang akan menjaga keseimbangan dan harmoni sosial antara yang kaya (muzakki) dan yang miskin (mustahik). Pelaksanaan zakat adalah bidang kekuatan untuk langkah yang substansial dari negara dan masyarakat untuk membuat pengaturan yang disengaja dan sangat tahan lama untuk pengangkutan kekayaan dan gaji. Karya ini merupakan indikasi substansial dari upaya mewujudkan hak-hak sipil dan mencerminkan tanggung jawab sosial dalam masalah keuangan Islam.24

Kedua, pelaksanaan kerangka pembagian keuntungan dan pengembangan kelembagaan snare mal. Sistem bagi hasil dan rugi merupakan alat penting lainnya dalam proses distribusi ekonomi yang adil. Kerangka ini dapat membentuk contoh partisipasi dan persekutuan antara pemilik modal (shohib al-mal) dan orang-orang yang memiliki kemampuan (mudhorib) sehingga terjadi pertukaran kekayaan dan

22 Murat Cizakca, “Awqaf in History and its Implications for Modern Islamic Economics”, Jurnal Islamic Economic Studies, Vol. 6, No. 1, (1998), h. 45.

23 Hisham Yaacob. “Waqf History and Legislation in Malaysia: A Contemporary Perspective.” Journal of Islamic and Human Advanced Research, Vol.3, No. 6 (2013): 387–402.

24 Nadya Rahmi, “Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Keadilan Distribusi”, Jurnal Pulikasi, Vol.1, No. 1 (2018): h. 24.

(19)

19

penyebaran pendapatan. Pelaku akan dipaksa untuk bertindak jujur, terbuka, dan profesional sebagai hasil dari sistem bagi hasil, terutama dalam hal biaya, sehingga kedua belah pihak mengetahui pembagian keuntungan dan kerugian serta menyetujuinya.25

Ketiga, kerjasama dalam kerangka pasar bebas. Ekonomi Islam menganjurkan kebebasan, yang tercermin dalam pengadopsian sistem kerjasama bebas oleh struktur pasar. Selama kekuatan pasar organik berjalan normal, biaya diselesaikan berdasarkan komponen pasar sehingga tidak ada mediasi dari pihak mana pun, termasuk otoritas publik, yang diperbolehkan. Menurut syariah, setiap orang, terlepas dari potensinya, memiliki akses yang sama terhadap transaksi hukum. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan dan pengawasan agar mekanisme pasar berjalan dengan baik dan menghasilkan harga yang wajar. Namun seringkali terjadi gangguan di lapangan yang menyebabkan kondisi pasar ideal tersebut menjadi tidak efisien dan merusak mekanisme pasar yang tertata dengan baik, sehingga seringkali tidak sesuai dengan harapan. Distorsi pasar mengacu pada gangguan ini.26

Menurut Karim, beberapa jenis distorsi pasar dapat terjadi akibat: 1) tadlis (penipuan), 2) taghrir (ketidakpastian), 3) rekayasa permintaan (juga dikenal sebagai permintaan palsu) (ba'i an-najasy), dan pasokan rekayasa (juga dikenal sebagai pasokan palsu) (ikhtikar dan tallaqi rukban). Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus berperan dalam menegakkan peraturan dan kebijakan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Islam menerima sistem pasar bebas selama dilakukan secara adil. Kejahatan pasar di Indonesia biasanya melibatkan penyelundupan barang, pemalsuan, dan monopoli, yang semuanya menyebabkan penimbunan dan kerugian finansial bagi banyak pihak, terutama masyarakat.

Untuk mencapai kemakmuran dan keadilan, pemerintah atau negara juga harus memainkan peran penting dalam menjamin pemerataan.27 Tugas pemerintahan ini sebenarnya telah dipikirkan oleh Ibnu Khaldun dan juga

25 Hamidy Thalib, “Peran Amil Sebagai Pengelola Zakat untuk Kesejahteraan Umat”, Iqtishadia, Vol.3, No. 2 (2016): h. 11

26 Eka Sakti Hasbullah, “Etika Konsumsi dalam Islam”, Jurnal Ekonomi lslam dan Bisnis, Vol. 1, No. 1 (2015), h. 93.

27 Almizan, Distribusi Pendapatan: “Kesejahteraan Menurut Konsep Ekonomi Islam”, dalam Jurnal Kajian Ekonomi Islam -Vol 1, No.1, (2016), h. 70

(20)

20

dikembangkan oleh Capra, yang terkenal dalam strategi perbaikan politik

"Hipotesis Pola Nilai" yang sering disebut sebagai "model unik Islam (model dinamis)". Model uniknya adalah rencana yang terdiri dari delapan standar strategi politik "delapan standar bijak" yang terhubung dengan standar yang berbeda secara interdisipliner sebagai kekuatan bersama di sekelilingnya. Analisis Ibnu Khaldun, yang menghubungkan semua variabel sosial, ekonomi, dan politik termasuk syariah (S), kekuatan politik atau pemerintahan (G), masyarakat atau bangsa (N), kekayaan/sumber daya atau kekayaan (W), pembangunan atau pertumbuhan ( G), dan keadilan atau keadilan (J), tercermin dalam rumusan ini. Karena mereka berinteraksi satu sama lain, variabel-variabel ini membentuk lingkaran yang paling bergantung.28

Oleh karena itu, terlepas dari fakta bahwa negara memainkan peran penting dalam teori "siklus keadilan" Ibn Khaldun, hal ini tidak memerlukan negara dengan satu partai. Merupakan pelanggaran hukum bagi negara untuk menjalankan kekuasaannya secara sewenang-wenang; sebaliknya, negara harus menggunakan otoritasnya untuk memfasilitasi operasi pasar yang tepat dan membangun lingkaran yang tepat untuk hubungan pembangunan dan keadilan.

Negara harus menjadi organisasi yang berorientasi pada kesejahteraan yang membatasi pengeluaran, menjunjung tinggi hak milik orang lain, dan menghindari pajak yang memberatkan. Konsep Ibnu Khaldun tentang negara membantu orang tumbuh dan sejahtera.29

Etika Distribusi Dalam Ekonomi Islam

Perkembangan kajian ekonomi Islam yang menggunakan pendekatan filsafat dan lain-lain telah membentuk suatu cabang ilmu ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan berfokus pada masalah-masalah ekonomi rakyat30.

28 Moh. Ah. Subhan ZA, “Konsep Distribusi Pendapatan Dalam Islam”, dalam Jurnal Ekonomi Syariah (JES), Vol 1, No. 1 (2016), h. 96.

29 Masyhuri, Peran Pemerintah dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti, 2005), h. 33-34

30Trihastuti, Mengembangkan jaringan distribusi sebagai usaha meningkatkan volume penjualan bisnis eceran pada perusahaan direct selling, (Jakarta : Ikatan Mahasiswa Manajemen Tarumanagara, 1994) h.63.

(21)

21

Salah satu bidang kajian yang paling penting dalam ekonomi adalah distribusi. Distribusi memiliki peran penting dalam teori ekonomi mikro, baik dalam sistem ekonomi Islam maupun kapitalis, karena bidang ini tidak hanya menyangkut aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek sosial dan politik. Oleh karena itu, bidang distribusi ini menjadi sorotan bagi pemikir ekonomi Islam dan konvensional hingga kini31.

Etika distribusi dalam ekonomi Islam adalah:

a. Beramal dengan niat ibadah dan ikhlas.

b. Jujur, dan barangnya halal serta aman.

c. Adil, dan menjauhi hal-hal yang haram di dalam Islam.

d. Saling membantu, toleransi dan sedekah.

e. Tidak memamerkan barang yang menimbulkan kesan negatif.

f. Tidak mengabaikan ibadah karena kegiatan distribusi.

g. Larangan Ikhtikar (monopoli), ihtikar haram karena akan menaikkan harga.

h. Mencari laba yang sewajarnya. Artinya kita haram mencari laba yang sebesar-besarnya yang biasanya hanya menguntungkan diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain.

i. Distribusi kekayaan yang merata, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada golongan tertentu dan mendorong distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan masyarakat.

j. Kesetaraan Sosial, artinya dalam pendistribusian tidak ada perbedaan atau kelas-kelas, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi32.

Prinsip-Prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam

Islam mendorong kegiatan perdagangan barang yang bermanfaat dan memberi apresiasi kepada para pedagang yang berusaha mendapatkan rezeki dari Allah di bumi ini, dan mengizinkan orang memiliki modal untuk berbisnis33.

31 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Islami Tataran Teori Dan Praksis.( Malang: UIN malang press, 2008), h.45.

32 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h.120.

33 Muhammad Munir, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.29.

(22)

22

Namun Islam juga mengajarkan agar perdagangan barang itu dilakukan dengan berlandaskan prinsip-prinsip berikut:

a. Selalu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

b. Antara dua pihak yang terlibat dalam muamalat (hubungan ekonomi) selalu menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebebasan bersepakat dalam akad-akad.

c. Selalu menjaga sikap kasih sayang dan saling menghormati.

d. Jelas dan terhindar dari pertikaian34. PENUTUP

Ekonomi Islam memiliki kebijakan distribusi yang hanya adil kepada salah satu pelaku ekonomi dan didukung oleh prinsip-prinsip yang jelas bahwa keadilan ekonomi harus ditegakkan. Namun, membuat pemerataan keuangan akan sulit dicapai jika tidak melibatkan pekerjaan lembaga yang ada seperti pemerintah dan masyarakat. Karena kebijakan distribusi akan terlaksana dengan baik ketika kedua institusi yang ada berfungsi, maka peran kedua instrumen tersebut menjadi krusial.

Pada hakekatnya, Allah SWT adalah pemilik tunggal dan mutlak atas segala harta dan kedudukan.

Sementara itu, manusia hanya diberi kuasa untuk mengelola aset tersebut oleh Allah SWT setelah berusaha mencarinya. Selama kekayaan atau harta itu diperoleh dengan cara yang sah, Islam tidak melarang individu untuk memiliki harta atau kekayaan apapun. Ada dua macam mekanisme yang dapat digunakan untuk mendistribusikan aset: mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.

Mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang berjalan melalui kegiatan ekonomi non produktif daripada produktif, sedangkan mekanisme ekonomi lebih terfokus pada sektor produktif. Pola baitul mal, pajak, pertanggungan (takaful), anjuran qardh hasan, warisan, zakat, sedekah sunnah, dan program kemitraan (syarikah).

34 Abdul Ghofur Noor, “Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam Membangun

Keadilan Ekonom Iindonesia”dalam Jurnal ISLAMICA, Vol.6, No. 2 (2012), h.76.

(23)

23 DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman, 2002. Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin. II ed. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

Ahmad, M., 2001. Etika Bisnis dalam Islam. Bandung: Pustaka Pelajar.

Al-Maliki, A., 2009. Politik Ekonomi Islam, Terjemahan: Ibnu Sholah. Bogor: Al- Azhar Press.

Almizan, 2016. Distribusi Pendapatan: “Kesejahteraan Menurut Konsep Ekonomi Islam. Jurnal Kajian Ekonomi Islam , 1(1), p. 70.

An-Nabhani, T., 2013. Peraturan Hidup dalam Islam, Terjemahan: Abu Amin, dkk, Tim HTI Press. Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia.

Athoillah, A. R. &. M. A., 2015. Distribusi Zakat di Indonesia: Antara Sentralisasi dan Desentralisasi. Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan

Kemanusiaan, 15(2), pp. 237-256.

Cizakca, M., 1998. Awqaf in History and its Implications for Modern Islamic Economics. Jurnal Islamic Economic Studies, 6(1), pp. 43-70.

Djakfar, M., 2008. Etika Bisnis Islami Tataran Teori Dan Praksis. Malang: UIN malang press.

Hambal, A. A. A. b. M. b., 1394 H. Musnad Imam Ahmad bin Hambal. 14 ed.

Mesir: Daar Ma‟arif.

Hasbullah, E. S., 2015. Etika Konsumsi dalam Islam. Jurnal Ekonomi lslam dan Bisnis, 1(1), p. 93.

Heilbroner, R., 1984. Runtuhnya Peradaban Kapitalisme, alih bahasa: Yep Sujana. I ed. Jakarta: Bumi Angkasa.

Iqbal, M., 1976. Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economic.

Leicester: The Islamic Foundation.

Jajuli, S., 2017. Ekonomi dalam al-Quran. Yogyakarta: Deepublish.

Jusmaliani, 2005. Kebijakan Ekonomi dalam Islam. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

(24)

24

Karim, A., 2000. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Khan, M. A., 1997. The Role of Government in the Economy. he American Journal of Islamic Social Sciences, 14(2), p. 157.

Masyhuri, 2005. Peran Pemerintah dalam Perspektif Ekonomi Islam. Yogyakarta:

Dana Bhakti.

Muh. Holis, “. D. d. P. E. I. M. a.-S., 2016. Sistem Distribusi dalam Perspektif Ekonomi Islam. Masya’rif al-Syari’ah , 1(2), pp. 1-14.

Muhammad, Q. I., 2002. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab,. Jakarta: Pustaka Azzam.

Munir, M., 2012. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.

Nasution, M. E., 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Noor, A. G., 2012. Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonom Iindonesia. ISLAMICA, 6(2), p. 76.

Noor, R. A. G., 2012. Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam membangun Keadilan Ekonomi Indonesia. Islamica, 6(2), p. 316.

Rahman, A., 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.

Rahmi, N., 2018. Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Keadilan Distribusi. Jurnal Pulikasi, 1(1), p. 24.

Sadeq, A., 1989. Factor pricing And Income Distribution An Islamic Perspective.

Jurnal Islamic Of Ekonomic, 2(1), pp. 45-64.

Saparuddin, 2015. Skema Distribusi Dalam Islam. Human Falah, 2(1), p. 153.

Sari, W., 2015. Produksi, Distribusi, dan Konsumsi dalam Islam. Jurnal Ekonomi Islam, 5(1), pp. 1-33.

Syukur, M., 2018. Distribusi Prespektif Etika Ekonomi Islam. Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan, 2(2), pp. 31-51.

(25)

25

Thalib, H., 2016. Peran Amil Sebagai Pengelola Zakat untuk Kesejahteraan Umat.

Iqtishadia, 3(2), p. 11.

Trihastuti, 1994. Mengembangkan jaringan distribusi sebagai usaha

meningkatkan volume penjualan bisnis eceran pada perusahaan direct selling. Jakarta: Ikatan Mahasiswa Manajemen Tarumanagara.

Yaacob, H., 2013. Waqf History and Legislation in Malaysia: A Contemporary Perspective. Journal of Islamic and Human Advanced Research, 3(6), pp.

387-402.

ZA, M. A. S., 2016. Konsep Distribusi Pendapatan Dalam Islam. Jurnal Ekonomi Syariah (JES), 1(1), p. 96.

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen sebagai suatu sistem ( management as a system ) adalah kerangka kerja yang terdiri dari beberapa komponen/bagian, secara keseluruhan saling berkaitan dan

Diener membagi komponen kesejahteraan subjektif menjadi tiga bagian, yaitu 1 Kepuasan hidup life Satisfaction, yakni suatu keseluruhan yang merupakan evaluasi kognitif terhadap

dengan mengambil nilai 0 untuk hasil percobaan tidak munculnya bagian gambar dalam tiga kali pelemparan, nilai 1 untuk hasil percobaan munculnya bagian gambar sebanyak satu kali

Keuangan negara atau keuangan publik menjadi bagian utama dalam penyelenggaraan pembangunan 9 yang seyogyanya bertujuan untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan

Pertama, Pemerintah mengambil tindakan untuk melaksanakan kebijakan pengendalian banjir di Kota Semarang melalui tiga komponen yang salah satunya merupakan

Petani manggis pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga bagian berdasar- kan umur tanaman produktif yang dimiliki, yaitu kelompok pertama merupakan petani yang memiliki

Teori tentang perkembangan ekonomi menurut Marx sebenarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, pertama pemikirannya tentang proses akumulasi dan konsentrasi, kedua teori

Friedman mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen dari sebuah sistem hukum, yaitu: Pertama adalah struktur hukum legal structure dalam hal ini yaitu bagian yang tetap bertahan, bagian