PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bahkan saat ini, remaja menentukan perkembangan harga diri atau yang kita sebut dengan harga diri. Harga diri adalah dimensi evaluatif global dari diri; juga dikenal sebagai harga diri atau citra diri (Santrock, 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri adalah hubungan dengan orang lain terutama orang tua, saudara kandung, dan teman dekat (Tambunan, 2001).
Terlibat dalam pengasuhan anak sejak usia dini hingga dewasa dapat mempengaruhi harga diri anak baik positif maupun negatif. Berdasarkan penelitian Isni (2013), terdapat perbedaan harga diri antara remaja yang memiliki ayah dan remaja yang tidak memiliki ayah. Melihat ayah tidak terlibat dalam pengasuhan anak membuat anak merasa dirinya tidak berharga dan sebaik orang lain sehingga menyebabkan harga diri anak menjadi rendah.
Tingkat harga diri yang dimiliki oleh remaja mempengaruhi bagaimana ayah berperan atau terlibat dalam pengasuhan remaja. Dengan mempertimbangkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Harga Diri Remaja Sepeninggal Ayahnya”.
Fokus Penelitian
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa masa remaja merupakan masa dimana seseorang sedang mencari jati dirinya, dimana identitas diri ini seringkali dikaitkan dengan harga diri.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
- Harga Diri
 - Pengertian Harga Diri
 - Aspek-Aspek Harga Diri
 - Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri
 - Remaja
 - Pengertian Remaja
 - Tipe Analisis
 - Unit Analisis
 - Subjek Penelitian
 - Teknik Pengumpulan Data
 - Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data
 - Kredibilitas Penelitian
 
Harga diri yang tinggi berarti seseorang menyukai dirinya sendiri, penilaian positif ini sebagian didasarkan pada pendapat orang lain dan sebagian lagi didasarkan pada pengalaman tertentu. Sikap terhadap diri sendiri dimulai dari interaksi awal bayi dengan ibunya atau pengasuh lainnya; Perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi harga diri seseorang. Tokoh lain yang juga memberikan pengertian tentang harga diri adalah Minchintin (dalam Lestari & Koentjoro, 2002) yang mengemukakan bahwa harga diri adalah penilaian atau perasaan terhadap diri kita sebagai manusia, baik yang didasarkan pada penerimaan terhadap diri sendiri maupun perilaku kita sendiri. sebagai berdasarkan keyakinan tentang bagaimana kita.
Myers dan Myers (dalam Sriati, 2008) menyatakan bahwa harga diri adalah perasaan yang dapat dicapai ketika tindakan Anda konsisten dengan kesan pribadi Anda, dan ketika kesan itu mengasumsikan versi ideal dari apa yang Anda harapkan dari diri Anda. Dari teori yang dikemukakan para psikolog di atas mengenai pengertian harga diri, dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap siapa dirinya berdasarkan keyakinan individu itu sendiri. Harga diri pada masa remaja naik ke tingkat yang lebih tinggi jika remaja mengetahui tugas apa yang penting untuk mencapai tujuannya dan karena mereka telah menyelesaikan tugas tersebut atau tugas lain yang sejenis.
Perlakuan adil oleh orang tua, pemberian kesempatan aktif dan pendidikan demokratis tercapai pada anak yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Individu yang mempunyai harga diri yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri, tidak merendahkan dirinya sendiri, namun menyadari keterbatasan dirinya dan berharap untuk maju dan mewujudkan potensi yang dimilikinya. persahabatan, cenderung menyendiri, tidak puas dengan diri sendiri, padahal orang yang mempunyai harga diri rendah membutuhkan dukungan. Bangsa-bangsa primitif dan masyarakat kuno memandang masa pubertas dan remaja berbeda dari periode-periode kehidupan lainnya.
Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja merupakan masa peralihan, dimana individu tumbuh dari masa kanak-kanak menuju individu dewasa. Papalia dan Olds (2001) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, biasanya dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun. Kriteria usia remaja awal adalah 13-15 tahun untuk perempuan dan 15-17 tahun untuk laki-laki.
Kriteria usia remaja madya adalah 15-18 tahun untuk perempuan dan 17-19 tahun untuk laki-laki. Menurut Papalia dan Olds (dalam Jahja, 2012), masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang biasanya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada akhir remaja atau awal dua puluhan. Remaja rentan terhadap perubahan, karena perubahan hormonal pada masa pubertas mereka mengambil bentuk tubuh orang dewasa.
Menurut Coopersmith (1967), harga diri adalah penilaian pribadi terhadap kelayakan, yang diungkapkan dalam sikap yang dianggap serius oleh individu. Sampel diambil setelah melakukan survei dan wawancara kepada orang-orang terdekatnya, untuk mengetahui seperti apa harga diri subjek tanpa sosok ayah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setting penelitian
Jadwal Penelitian
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pengumpulan data pada informan pertama berinisial W dimulai pada tanggal 15 September 2019, peneliti datang ke rumah informan untuk menanyakan kesediaannya untuk diwawancarai sebagai subjek dalam penelitian peneliti, ketika informan menyetujuinya. , proses wawancara pun dilakukan. Kemudian pada tanggal 20 September 2019 peneliti bertemu kembali untuk melakukan wawancara di salah satu restoran cepat saji di jalan Sudirman Pekanbaru, karena informan meminta untuk bertemu diluar maka informan menjawab pertanyaan peneliti dengan sangat terbuka. Untuk informan kedua berinisial H, pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 30 September 2019, peneliti mengadakan pertemuan untuk melakukan wawancara pra penelitian.
Kemudian peneliti bertemu kembali dengan informan pada tanggal 2 Oktober 2019 yang bertempat di rumah peneliti.
Deskripsi Subjek Penelitian
Hasil Penelitian
- Hasil Observasi
 - Hasil Wawancara
 
Namun penilaian W terhadap keluarganya berubah seiring bertambahnya usia W, dimana W kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya (W1.S1.P.D1.20 September 2019). "Apapun yang dapat aku dapat, begitulah adanya. Ya pokoknya waktu kecil aku bahagia." (W1.S1.P.D1.20 September 2019). b) Penilaian pola asuh orang tua. Berdasarkan penilaian positif W terhadap ayahnya, W juga menilai ayahnya adalah sosok yang pendiam (W1.S1.P.D5 & D9.20 September 2019).
Ketika W mempunyai masalah dengan temannya, W hanya berdiam diri di rumah saja, karena bagi W rumah dapat membuatnya merasa nyaman ketika menghadapi masalah (W1.S1.P.D7. 20 September 2019). W pun merasa lebih memilih berdiam diri di rumah dibandingkan bermain bersama teman-temannya (W1.S1.P.D30.20 September 2019). Perasaan depresi yang dialami W karena kepergian ayahnya menyebabkan W terkadang menangis sendirian di kamarnya pada malam hari (W1.S1.P.D9.20 September 2019).
Karena emosi W yang mulai tidak terkendali, ia menjadi orang yang pesimis menjalani hidupnya (W1.S1.P.D27.20 September 2019). W juga menilai akhir-akhir ini ia kesulitan mengungkapkan perasaannya kepada orang lain (W1.S1.P.D32.20 September 2019). Menurut W, hal ini dikarenakan kakak-kakak W mempunyai kehidupan pribadi masing-masing, sehingga W tidak mau ambil pusing dengan apa yang terjadi dengan kakak-kakaknya yang lain (W1.S1.P.D6.20 September 2019).
Hal ini dikarenakan W berpendapat bahwa ketika ada masalah, W tidak mau melampiaskan amarahnya kepada siapapun, karena menurut W tidak ada gunanya melampiaskan amarahnya kepada orang lain (W1.S1.P.D12.20 September 2019) . Namun W menilai dirinya termasuk orang yang emosinya belum stabil karena terkadang W masih merasa pesimis dengan kehidupan yang dijalaninya (W1.S1.P.D14.20 September 2019). W mempunyai sifat/sikap yang tidak tahu berterima kasih, hal ini juga ditandai dengan rasa cemburu W ketika melihat kehidupan seseorang lebih baik darinya (W1.S1.P.D26.20 September 2019).
Namun sifat/sikap cemburu yang dirasakan W terkadang dijadikan motivasi untuk meningkatkan kemampuannya (W1.S1.P.D29.20 September 2019). Karena W adalah orang yang lebih suka menyembunyikan perasaannya, hal ini membuat W kurang berani mengungkapkan sesuatu kepada orang lain terutama kepada keluarga (W1.S1.P.D16.20 September 2019). W berkeyakinan bahwa dirinya tidak boleh bermalas-malasan dan murung karena ditinggal sang ayah dan keluarganya (W1.S1.P.D33.20 September 2019).
Tingginya motivasi yang W tanamkan dalam dirinya karena W merasa disekolahkan sendirian oleh ibunya karena ibu W kini sudah berstatus janda (W1.S1.P.D13.20 September 2019). Pasalnya W yang merupakan anak yang sedikit pendiam membuat teman-temannya sangat senang ketika W ingin berbagi cerita dengan teman-temannya (W1.S1.P.D17.20 September 2019).
Pembahasan
Ada dua hal yang berperan dalam pembentukan harga diri, yaitu refleksi nilai (reflected evaluasi) dan perbandingan sosial (social perbandingan). Remaja yang memiliki harga diri rendah biasanya cenderung rentan terhadap depresi, penggunaan narkoba dan dekat dengan kekerasan. Harga diri mengacu pada penilaian yang dilakukan seseorang dan biasanya dipertahankan dengan serius terhadap dirinya sendiri.
Ada empat aspek harga diri menurut Coopersmith (1967), yaitu Power, Significance, Virtue, Competence. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan bahwa hal tersebut termasuk dalam aspek harga diri menurut Coopersmith (1967), yaitu aspek kepentingan. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan bahwa hal tersebut termasuk dalam aspek harga diri menurut Coopersmith (1967), yaitu aspek kebajikan.
Berdasarkan hasil tersebut ditemukan bahwa termasuk dalam aspek harga diri menurut Coopersmith (1967) yaitu aspek Power. Berdasarkan hasil tersebut ditemukan bahwa termasuk dalam aspek harga diri menurut Coopersmith (1967) yaitu aspek Kemampuan. Saat H berada di acara hiburan malam, H mengonsumsi minuman beralkohol sebagai cerminan kenikmatannya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa H memiliki harga diri yang rendah, dan hasil tersebut sesuai dengan penelitian Safaria (2007) yang berjudul penyalahgunaan kecenderungan.
Temuan Informan H sejalan dengan penelitian Yulia (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi terhadap pola pengasuhan orang tua dengan harga diri dan penyesuaian sosial. Diketahui H tidak memiliki kemampuan menilai diri sendiri dari segi kemampuan, hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan informan dalam mencapai pendidikannya karena pendidikannya masih ditentukan oleh orang tua dan keluarganya. Berdasarkan analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, kedua subjek penelitian mempunyai hasil yang berbeda yang mempengaruhi harga diri remaja pasca kematian ayahnya.
Pada aspek kekuasaan, harga diri informan satu dan dua, walaupun berbeda jenis kelamin, kedua informan tidak bisa mengontrol diri dan tidak bisa mengontrol kepergian ayahnya. Pada aspek kebajikan, harga diri informan laki-laki terlihat dari penyalahgunaan narkoba yang diakibatkan karena informan tidak mampu mengendalikan diri. Pada aspek harga diri kedua remaja tersebut terlihat bahwa informan laki-laki tidak mempunyai motivasi untuk menyelesaikan pendidikannya.
Kekurangan Dalam Penelitian
KESIMPULAN
Kesimpulan
Ditinjau dari kebermaknaan, gambaran diri yang terlihat pada diri informan, sifat pesimistis yang muncul, kurangnya dukungan keluarga terhadap informan, rasa ketidakadilan dalam kehidupan informan, dan munculnya rasa bahwa informan nyawa informan tidak ada artinya.
Saran