• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARMONISASI PROSES PEMERIKSAAN NOTARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

N/A
N/A
IMANOTUP 23-24

Academic year: 2023

Membagikan "HARMONISASI PROSES PEMERIKSAAN NOTARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

HARMONISASI PROSES PEMERIKSAAN NOTARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DENGAN TAHAP PENYIDIKAN DALAM KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

USULAN PROPOSAL TESIS

Oleh :

MEIDITO ELANG BAJA NIM : 5621221005

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM MAGISTER UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA

2023

(2)

DAFTAR ISI......i

BAB I PENDAHULUAN......1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...11

C. Tujuan Penelitian...11

D. Manfaat Penelitian...12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA NOMINEE, LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL......13

A. Kebaharuan...13

B. Tinjauan Umum Tentang Notaris, Perjanjian, dan Nominee...14

C. Landasan Teoritis...36

D. Kerangka Konseptual...40

BAB III METODE PENELITIAN......42

A. Sifat atau Jenis Penelitian...42

B. Pendekatan Masalah...43

C. Teknik Pengumpulan Data...43

i

(3)

E. Teknik Analisis Data...45

BAB IV SISTEMATIKA PENULISAN......46 DAFTAR PUSTAKA......48

(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”). Kewenangan dimaksud lebih jelas disebutkan dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN yang menyebutkan bahwa:

“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”

Selaku pejabat umum, Notaris dalam setiap pelaksanaan tugasnya, tidak boleh keluar dari “rambu-rambu” yang telah diatur oleh perangkat hukum yang berlaku.

Notaris dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya, sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, baik

1

(5)

saat menjalankan tugas jabatannya maupun di luar tugas jabatannya. Ini berarti bahwa notaris harus selalu menjaga agar perilakunya tidak merendahkan jabatannya, martabatnya, dan kewibawaannya sebagai Notaris.

Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Akta autentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Akta autentik dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh pejabat (akta relaas)

2. Akta yang dibuat dihadapan pejabat oleh para pihak yang berkepentingan (akta partij).1

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tesis dengan judul “Harmonisasi Proses Pemeriksaan Notaris Berdasarkan Undang- Undang Jabatan Notaris Dengan Tahap Penyidikan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm. 4.

(6)

1. Bagaimanakah prosedur proses pemeriksaan Notaris berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 dibandingkan dengan pemeriksaan dalam tahap penyidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana?

2. Bagaimanakah kedudukan akta notaris yang sedang dalam proses pemeriksaan perkara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan menganalisis perihal prosedur proses pemeriksaan Notaris berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 dibandingkan dengan pemeriksaan dalam tahap penyidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis perihal kedudukan akta notaris yang sedang dalam proses pemeriksaan perkara.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Mengkaji teori, memberi pengetahuan, serta memperluas wawasan pada bidang hukum perdata khususnya mengenai prosedur tahapan proses pemeriksaan

(7)

terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran hukum dan kedudukan akta notaris yang sedang dalam proses pemeriksaan perkara.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran, memberi informasi, bermanfaat bagi masyarakat dan akademisi dalam memperluas serta memperdalam ilmu hukum khususnya mengenai prosedur dalam tahapan pemeriksaan perkara terhadap notaris.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Notaris Sebagai Penyebab Umum 2. Akta Autentik

3. Prosedur Pemeriksaan Notaris

B. Kerangka Konseptual

1. State Of The Art (Penelitian Terdahulu) 2. Novelty (Kebaharuan)

3. Definisi Operasional

a. Harmonisasi adalah (ambil dari KBBI)

b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang- undang lainnya.2

c. Pemeriksaan adalah

2 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 LN Tahun 2014 No.3, TLN No. 5491, Pasal 1.

(9)

d. Penyidikan adalah

C. Landasan Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, kemudian teori ini harus diuji dengan menghadapkan fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenaran, guna menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.3 Adapun kerangka teori yang akan dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah teori tanggung jawab dan teori kewenangan.

1. Teori Tanggung Jawab

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggungjawab hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.4 Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa: “Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.”

3 Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpul dan Membuka Kembali, (Jakarta: Refika Aditama Press, 2004), hlm. 21.

4 Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of law and State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu, 2007.

(10)

Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari:5

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai liability dan responsibility, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum yaitu tanggunggugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.6 Teori tanggung jawab lebih menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir dari ketentuan Peraturan Perundang-Undangan sehingga teori tanggungjawab dimaknai dalam arti liability, sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa

5 Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, (Bandung:

Nuansa & Nusa Media, 2006), hlm. 140.

6 HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 337.

(11)

dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan dengan hukum.

2. Teori Kewenangan Menurut kamus praktis Bahasa Indonesia yang disusun oleh A.A. Waskito, kata kewenangan memiliki arti hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Istilah kewenangan tidak dapat disamakan dengan istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi managemen (pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, pengurusan dan pengawasan) atas suatu objek tertentu yang ditangani oleh pemerintahan.7 Seiring dengan pilar utama Negara8 yaitu asas legalitas, berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari Peraturan Perundang- Undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah Peraturan Perundang-Undangan.9 Kekuasaan atau kewenangan senantiasa ada dalam segala lapangan kehidupan, baik masyarakat yang sederhana apalagi pada masyarakat yang sudah maju.10

7 Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 95.

8 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta:

Bhuana Ilmu Populer, 2007), hlm. 297.

9 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Cet akan 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.

249.

10 Yuslim, Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten/Kota Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Ringkasan Disertasi, (Padang:

Universitas Andalas, 2014), hlm. 8.

(12)

a. Kewenangan Atribusi. Indroharto berpendapat bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu atau diciptakan suatu wewenang baru.11

b. Kewenangan Delegasi Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha Negara lainnya, jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.12

c. Kewenangan Mandat

Pada mandat tidak dibicarakan penyerahanpenyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang, dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun (setidaknya dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah hubungan internal.

11 HR. Ridwan, Op.Cit, hlm. 337.

12 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Buku I, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm. 91.

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu hukum, karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodologis dan konsistensi, sesuai dengan hasil analisanya.13 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah:

1. Bentuk Penelitan

Dalam penulisan ini, secara umum digunakan metode penelitian yuridis normatif14 yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan menelaah norma hukum tertulis atau menarik asas-asas hukum terhadap hukum positif tertulis, antara lain dengan memilih dan menganalisa pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan desa dalam penerbitan surat keterangan yang berkaitan dengan hak kepemilikan tanah.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah

13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet.

Ke-15, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), Hlm. 1.

14 Sri Mamdudji, et. al, Metode Penelitian…, hlm. 68-69.

(14)

sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan dan hasil dari penelitian tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.15

3. Jenis Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada seperti bahan-bahan pustaka lazimnya.16 Data sekunder yang digunakan dalam hal ini adalah data dengan sumber data yang hanya terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat17 seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut Undang- Undang Jabatan Notaris Tahun 2004) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu “bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer”18, contohnya adalah buku yang ditulis oleh para ahli dibidang hukum yang dapat dijadikan sebagai pendapat dari para ahli, artikel, jurnal, skripsi, dan penulisan ilmiah lainnya. Dalam penulisan ini,

15 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 29.

16 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Ke-15, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 12.

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Ke-15, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 13.

18 Yamin dan Utji Sri Wulan Wuryandari, Nukilan: Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Pancasila, 2014), Hlm. 29.

(15)

bahan hukum sekunder yang digunakan adalah hasil karya dari kalangan hukum.

c. Bahan Hukum Tertier yaitu “bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan bahan sekunder.”19 Dalam penulisan ini, bahan hukum tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, abstrak dan jenis-jenis sumber tertier lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, sebagai alat pengumpul data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini.20 Penulis dalam hal ini menggunakan bahan hukum sekunder yang berupa buku, artikel dan lain sebagainya.

5. Metode Analisis Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode analisis data dalam bentuk pendekatan kualitaitif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur dari penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis seperti yang telah disampaikan dalam tujuan penelitian yang relevan secara tertulis.21

19 Ibid.

20 Soekanto, Pengantar Penelitan Hukum, Hlm. 21.

21 Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. Ke-1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), Hlm. 67.

(16)

BAB IV

SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2009.

Ali, Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke 5, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Andi Gadjong, Agussalim, Pemerintahan Daerah Kajian Politik Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007.

Arikunto, Suharmisi, Prosedur Penelitian, Cet.8, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.

Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007.

Budi Cahyono, Akhmad, dan Surini Ahlan Sjarif, Mengenal Hukum Perdata, Jakarta:

CV. Gitama Jaya, 2008.

Darus Badrulzaman, Mariam, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil dan Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2001.

Erawati, Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian, Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010.

Hadikusuma, Hilman, Bahasa Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1992.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Buku I, Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Kairupan, David, Regulation on Foreign Invesment Restrictions and Nominee Practices in Indonesia, Jurnal Mimbar Hukum, 2013.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas- Asas Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2000.

Kelsen, Hans, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2006.

(18)

Kelsen, Hans, sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu, Bandung: Nuansa & Nusa Media, 2007.

Mahmud Marzuki, Peter, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Jurnal Yuridika, 2003.

Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perdata, Bandung: Sumur Bandung, 1988.

Rai Widjaya, I.G., Merancang Suatu Kontrak, Jakarta: Kesaint Blanc, 2008).

Ridwan, HR., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Rusli, Hardijan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, cet. 2, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

S. Meliala, Djaja, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, Bandung: Nuansa Aulia, 2014.

Salman, Otje dan Anton F Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpul dan Membuka Kembali, Jakarta: Refika Aditama Press, 2004.

Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi, Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

Setiawan, R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Bina Cipta, 1987.

Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Soesilowati Mahdi, Sri, Surini Ahlan Sjarif, Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1998.

Sulihandri, Hartanti Dan Nisya Rifani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Jakarta:

Dunia Cerdas, 2003.

Suparji, Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: UAI Press, 2016.

(19)

Yamin dan Utji Sri Wuryandari, Nukilan Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2016.

Yazid Fathoni, M, Konsep Keadilan Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Menurut Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, Jurnal IUS, 2013.

Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Cetakan 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.

Yuslim, Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten/Kota Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Ringkasan Disertasi, Padang: Universitas Andalas, 2014.

Undang-Undang

Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Indonesia, Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU Nomor 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043.

Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 LN Tahun 2014 No.3, TLN No. 5491.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.

Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Balai Pustaka, 2009.

Internet

Misaela and Partners, “Keabsahan & Kekuatan Mengikat Perjanjian Pinjam Nama (Nominee)”, dibaca tanggal 7 Desember 2022, terdapat dalam situs http://misaelandpartners.com/keabsahan-kekuatan-mengikat-perjanjian-pinjam- nama-nominee/.

Referensi

Dokumen terkait

Peranan Notaris dalam membuat dan wasiat adalah membuat akta otentik yang mana pembuatannya hanya dikehendaki atau diminta oleh yang berkepentingan dan dibuat hanya dihadapan

terkait dalam perbuatan hukum; membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta,

Judul Tesis : Analisa Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Terhadap Akta Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana.. Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji

Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tersebut, maka dapat diketahui bahwa bentuk akta ada dua yaitu akta yang dibuat oleh Notaris

Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan undang- undang (UUJN).. Akta notaris dibuat karena ada permintaan para pihak dan bukan keinginan notaris. Meskipun

Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti autentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta

Akta yang dibuat oleh ( door ) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat ( ambtelijke akten ), yaitu akta yang dibuat oleh notaris memuat uraian dari notaris

Sehingga berdasarkan uraian diatas ialah bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam akta notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2