Respon time merupakan ketepatan waktu pemberian pengobatan atau tindakan kepada pasien dalam situasi darurat. Pasien yang mengalami keadaan gawat darurat sebaiknya mendapat pelayanan dengan cepat, tidak lebih dari 5 (lima) menit setelah sampai di pintu IGD (Cheristina, 2018). Penelitian Mudatsir et al., (2017) menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan perawat terhadap pasien dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, sehingga respon time sesuai standar.
Sebuah studi oleh Mudatsir dkk. (2017) menyatakan bahwa perawat yang bekerja dengan jam kerja yang lebih panjang dapat memberikan pelayanan dengan waktu respon yang memadai. Menurut penelitian Mudatsir dkk. (2017) yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu tanggap dalam penanganan cedera kepala darurat” menemukan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan kegawatdaruratan dengan waktu tanggap perawat dalam menangani pasien cedera kepala darurat. Menurut penelitian Maatilu et al., (2014), pelatihan darurat tidak mempengaruhi waktu respon perawat karena mereka tidak dapat secara efektif menggunakan keterampilan yang baru mereka peroleh karena infrastruktur yang tidak memadai.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karokaro et al., (2020), ketersediaan sarana dan prasarana sangat lengkap dan tidak ada kendala dalam perawatan pasien gawat darurat di unit gawat darurat RS Grandmed. Hal ini juga menunjukkan bahwa perawat yang memiliki beban kerja ringan dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan waktu respon ≥ 5 menit. Penelitian Fadhilah dkk., (2015), menyebutkan bahwa kehadiran petugas dalam hal ini dokter dan perawat berpengaruh terhadap respon time pada saat menangani pasien gawat darurat.
Dibandingkan dengan ruang perawatan lainnya, ruang gawat darurat mempunyai beban kerja perawat yang lebih besar. Tidak adanya alat atau obat-obatan pada saat merawat pasien dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian pelayanan kepada pasien dan dapat berdampak buruk pada kondisi pasien akibat lambatnya waktu respon yang diberikan oleh perawat (Naser et al., 2015). Penelitian (Mudatsir et al., 2017) menyatakan bahwa waktu respon yang diberikan perawat dapat berbeda-beda tergantung fasilitasnya.
Konsep Keperawatan Gawat Darurat .1 Definisi Perawat
Sebagai pemberi layanan kesehatan, perawat memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan memanfaatkan proses keperawatan khususnya mengenai kebutuhan dasar manusia setiap pasien untuk membuat diagnosa keperawatan yang memungkinkan dilakukannya intervensi dan implementasi keperawatan. Peran perawat adalah memberikan nasehat terhadap permasalahan atau asuhan keperawatan yang terbaik untuk diberikan kepada pasien. Fungsi ini dilakukan berdasarkan permintaan informasi klien dan tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Peran ini dilakukan ketika memberikan layanan yang memerlukan kolaborasi, seperti ketika pasien dengan penyakit kompleks memerlukan asuhan keperawatan. Keperawatan darurat adalah asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu segala usia yang mempunyai masalah kesehatan aktual atau potensial, baik fisik maupun emosional, yang memerlukan tindakan lebih lanjut. Keperawatan darurat menekankan perawatan pada kasus-kasus yang mengancam jiwa dan berisiko menyebabkan kecacatan.
Kekhususan keperawatan gawat darurat adalah pelaksanaan proses keperawatan pada pasien segala usia yang memerlukan stabilisasi dan/atau resusitasi berbagai penyakit atau Perawat gawat darurat adalah perawat dengan kualifikasi Level 1 dan kompetensi yang terbukti mampu bekerja dalam perawatan pasien atau kelompok pasien di unit gawat darurat tanpa pengawasan langsung. Mereka mungkin melakukan penilaian awal pasien, memberikan perawatan pasien (tetapi bukan diagnosis), dan bekerja di ruang pemulihan.
Pada Level 1, perawat mulai mengembangkan kompetensi dan praktik keperawatan yang baik untuk semua sektor. Praktik keperawatan yang baik, kolaborasi lintas sektor dan pencapaian kompetensi spesifik merupakan domain praktik klinis pada level 1 (Crossley & Hammett, 2017). Menyelesaikan praktik keperawatan yang baik, mampu bekerja di berbagai sektor dan memiliki kompetensi klinis khusus level 1.
Perawat yang bersertifikasi keperawatan gawat darurat dasar 2 harus memiliki pendidikan Diploma 3 keperawatan, pengalaman klinis minimal 2 (dua) tahun, dan pengalaman klinis di rumah sakit minimal 1 (satu) tahun. Perawat bertanggung jawab mengarahkan staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien di ruang gawat darurat dan melapor kepada manajer ruang gawat darurat. Kepala Unit Gawat Darurat adalah seorang perawat yang bekerja di unit gawat darurat dan mempunyai wewenang mengelola pelayanan keperawatan di unit gawat darurat serta berada di bawah arahan Direktur Utama rumah sakit.
Ruang gawat darurat berfungsi sebagai ruang kegiatan pelayanan untuk menerima, menangani, dan memantapkan pasien gawat darurat yang memerlukan pertolongan segera, baik pada saat tidak terjadi bencana maupun pada saat terjadi bencana. UGD juga mengelola kualitas layanan darurat, melatih staf pendidikan darurat, dan bekerja sama dengan rumah sakit lain (Menteri Kesehatan RI, 2018). Menurut Hartati dan Halimuddin (2017), ketepatan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien merupakan ukuran kinerja suatu pelayanan gawat darurat.
Keberhasilan respon time ini tergantung pada kemampuan perawat dalam memberikan pertolongan secara cepat dan tepat, karena hal ini efektif dalam menyelamatkan nyawa dan mencegah cedera pada saat terjadi kejadian atau kecelakaan, baik di tempat kejadian, selama perjalanan maupun setelah tiba di rumah sakit. Luas ruangan diperkirakan antara 3-5 meter persegi atau disesuaikan dengan jumlah personel. Fasilitas yang diperlukan antara lain lemari, meja, kursi, brankas, telepon dan perlengkapan lainnya. Fasilitas yang diperlukan antara lain kursi, brankas dan televisi serta pendingin ruangan (AC).
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan RJP antara lain: nasofaring, set laringoskopi untuk anak dan dewasa, orofaring, aspirasi, nasotrakeal, bag valve mask, orotrakeal, set trakeostomi, selang dada, kanula oksigen, masker oksigen, EKG, nebulizer, ventilator transport monitor, pompa infus , aspirasi, pemanas, NGT, stetoskop dan USG. Peralatan yang diperlukan adalah meja pemeriksaan, set pungsi vena, tiang infus, set dressing, set torakosentesis, set infus, penampil film, kauter logam dan tempat tidur. Peralatan yang digunakan adalah EKG, Gastric Lavage Set, Aspirator, Irrigator, Infus Pump, Nebulizer, NGT, Oksigen Medis, Spinal Needle, Film Viewer, Head Lamp, Bronchoscope, Otoscope Set, Tempat Tidur, Tiang Infus, Oftalmoskop dan Slit Lamp.
Nurse's station biasanya terletak di tengah ruangan pasien yang dilayani untuk memudahkan perawat mengamati pasien yang dirawat secara efektif. Besar kecilnya ruangan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan. Fasilitas yang tersedia berupa meja dan kursi, lemari, sofa dan wastafel.
Konsep Teori Proses Keperawatan Ida Jeans Orlando
Perawat harus memahami peran dan aktivitas profesional perawat, yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara sukarela dan bertanggung jawab untuk membantu pasien. Jika kita mendengarkan apa yang dikatakan pasien dan mengamati perilaku nonverbal pasien, maka kita dapat mengenali perilaku pasien tersebut. Disiplin proses keperawatan melibatkan interaksi total (total interaktif) yang berlangsung secara bertahap dan berkaitan dengan interaksi antara perawat dan pasien, termasuk perilaku pasien dan reaksi perawat terhadapnya, serta proses keperawatan itu sendiri.
Perawat dapat membantu pasien dan mengambil tindakan yang diperlukan jika perawat dapat menentukan apa yang dibutuhkan pasien. Disiplin proses keperawatan memerlukan komunikasi segera antara perawat dan pasien, pengenalan masalah klien yang disampaikan kepada perawat, dan permintaan konfirmasi atau koreksi. Ketika perawat dan pasien terlibat, tujuan dari prosedur disipliner adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Setiap perilaku pasien yang tidak sesuai dengan masalahnya dapat diartikan sebagai teriakan minta tolong. Perbedaan antara kedua ukuran ini dapat diperhitungkan ketika mengevaluasi kesediaan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Perilaku pasien yang tidak efektif merupakan tanda bahwa hubungan perawat-pasien tidak terpelihara, perawat tidak menilai kebutuhan pasien secara akurat, atau pasien tidak menghargai tindakan perawat.
Perilaku pasien berfungsi sebagai stimulus bagi perawat, yang merespons dengan tiga cara: pertama, dengan menggunakan indranya untuk merasakan; kedua, dengan berpikir secara otomatis dan ketiga, dengan mengalami observasi sebagai sensasi fisik. Penting untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan pasien, atau mengenali kebutuhan yang saat ini tidak dapat dipenuhi oleh pasien. Perawat dapat mengakhiri prosedur disiplin dengan tindakan keperawatan setelah respon perawat terhadap perilaku pasien divalidasi dan ditingkatkan.
Pelayanan pasien yang tidak memadai dapat diakibatkan oleh perilaku tidak profesional yang menghalangi perawat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Setiap aktivitas yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pasien dianggap profesional dan perawat harus selalu menyadari hal ini. Disiplin keperawatan terdiri dari serangkaian langkah yang diambil sebagai respons terhadap perilaku mencari pertolongan pasien.
Kerangka Teori