• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Hubungan Antara Rasio Osteoprotegerin / Rank Ligand, Oligomeric ... - Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Hubungan Antara Rasio Osteoprotegerin / Rank Ligand, Oligomeric ... - Unud"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

RANK LIGAND, KADAR CARTILAGENOUS

OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN DENGAN DERAJAT NYERI PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS

LUTUT SIMTOMATIS WANITA PASKA MENOPAUSE

I GUSTI BAGUS ARIE MAHAPUTRA B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2017

(2)

i

TESIS

HUBUNGAN ANTARA RASIO OSTEOPROTEGERIN / RANK LIGAND, KADAR CARTILAGENOUS

OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN DENGAN DERAJAT NYERI PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS

LUTUT SIMTOMATIS WANITA PASKA MENOPAUSE

I GUSTI BAGUS ARIE MAHAPUTRA B NIM 1214118103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2017

(3)

ii

HUBUNGAN ANTARA RASIO OSTEOPROTEGERIN / RANK LIGAND, KADAR CARTILAGENOUS

OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN DENGAN DERAJAT NYERI PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS

LUTUT SIMTOMATIS WANITA PASKA MENOPAUSE

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

I GUSTI BAGUS ARIE MAHAPUTRA B NIM 1214118103

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2017

(4)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 10 APRIL 2017

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes,SpOT,FICS dr.I Wyn Suryanto Dusak, SpOT (K) NIP 19530131 198003 1 004 NIP 19610803 198803 1 002

Mengetahui

Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, SpGK NIP: 19580521198503 1 002

Prof.Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes, SpOT,FICS NIP 19530131 198003 1 004

Ketua Program Magister Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

(5)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal

Panitia Penguji Tesis Berdasaran SK Rektor Universitas Udayana Nomor: /UN14.2.2/PD/2017

Tanggal : 31 Maret 2017

Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K) M.Kes Anggota :

1. dr. I Wayan Suryanto Dusak, SpOT (K)

2. Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT (K) 3. dr. K.G. Mulyadi Ridia, SpOT (K)

4. Dr. dr. I Ketut Suyasa, SpB, SpOT (K)

(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya karya akhir ini dengan judul

“Hubungan Antara Rasio Osteoprotegerin / Rank Ligand, Kadar Cartilagenous Oligomeric Matrix Protein Dengan Derajat Nyeri Pada Penderita Osteoarthritis Lutut Simtomatis Wanita Paska Menopause ” telah selesai.Tesis ini merupakan syarat dalam menyelesaikan Program Magister Combined Degree, Program Studi Biomolekuler, Program Pascasarjana Universitas Udayana – Denpasar, Bali.

Saya sangat menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dorongan, semangat, bantuan, saran dan bimbingan baik dalam hal konsultasi maupun dukungan moril dari para pembimbing, senior, teman sejawat maupun keluarga yaitu istri, anak- anak saya, orang tua dan mertua, tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan karya akhir ini kepada :

Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas fasilitas pendidikan dan kesempatan menempuh pendidikan pada program Magister Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar – Bali dan pembimbing 1, atas kesempatan dan bimbingan yang selalu diberikan kepada saya untuk mengikuti PPDS-1 Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar - Bali.

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana yang telah memberikan

(8)

vii

kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Biomedik.

Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT (K) sebagai Ketua Program Studi PPDS-1 Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar - Bali, atas kesempatan dan bimbingan yang selalu diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi.

Dr. dr. I Ketut Suyasa, SpB, SpOT (K) sebagai Ketua SMF Orthopaedi dan Traumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar - Bali, atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan kepada saya untuk dapat menjalani PPDS-1 Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi di institusi yang beliau pimpin.

dr. Gede Eka Wiratnaya, SpOT (K) sebagai Sekretaris Program Studi PPDS-1 Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar - Bali yang dengan tulus membimbing dan memberi dukungan.

dr. Wayan Suryanto Dusak, SpOT (K) sebagai pembimbing 2 tesis ini yang telah memberi banyak masukan selama penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

dr. KG Mulyadi Ridia SpOT (K), dr. Made Bramantya Karna, SpOT (K), dr. IGN. Wien Aryana SpOT (K), dr. Cok Oka Dharmayuda, SpOT (K), dr.

IGLNA. Artha Wiguna, SpOT (K), dr. Kadek Ayu Chandradewi, SpOT, dr. AAG.

Yuda Asmara, SpOT (K), dr. Wayan Subawa, SpOT selaku staf pengajar SMF Orthopaedi dan Traumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar-Bali, terima kasih atas bimbingan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan.

Teman-teman sejawat PPDS-1 Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi serta PPDS-1 Ilmu Bedah Umum Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar - Bali, atas bantuannya sehingga proposal tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk semua pasien yang telah terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, terimakasih atas kerja samanya telah menjadi sumber inspirasi penelitian ini.

(9)

viii

Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas segala bantuan dan bimbingannya selama proses pendidikan dan penyelesaian karya akhir ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan seluruh RahmatNya.

Denpasar, April 2017

Penulis

(10)

ix ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA RASIO OSTEOPROTEGERIN / RANK LIGAND, KADAR CARTILAGENOUS OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN DENGAN

DERAJAT NYERI PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS LUTUT SIMTOMATIS WANITA PASKA MENOPAUSE

Degenerasi sendi yang terjadi pada osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang paling umum mempengaruhi individu di usia tua. Degenerasi ini menyebabkan terjadinya fibrilasi tulang rawan sendi sampai menimbulkan sclerosis tulang subchondral, pembentukan osteophyte, dan keluhan yang paling mencolok adalah nyeri lutut yang makin berat setelah aktifitas. Nyeri yang terjadi merupakan tanda dari adanya inflamasi dan pada derajat yang lebih berat akan terjadi kelainan pada tulang subchondral.

Destruksi tulang subchondral erat dihubungkan dengan rasio Osteoprotegerin / RANK Ligand (OPG/RANKL) sedangkan kadar Cartilagenous Oligomeric Matrix Protein (COMP) serum merupakan tanda degenerasi tulang rawan sendi terutama pada penderita yang mengalami OA lutut wanita paska menopause. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat nyeri dengan rasio OPG/RANKL dan COMP.

Penelitian ini dilakukan menggunakan studi cross-sectional dengan metode consecutive sampling terhadap pasien wanita paska menopause yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pemerintah Sanglah dengan OA lutut yang mengeluh nyeri pada bulan Desember 2016 sampai dengan Maret 2017. Dilakukan pemeriksaan terhadap kadar COMP serum dan rasio OPG/RANKL plasma dengan metode ELISA.

Dari 75 sampel, didapatkan rasio kadar OPG/RANKL yang rendah dengan cut-off point 0,019 pada pasien OA lutut simtomatis dengan skala VAS yang berat dengan persentase sebesar 70,8%, sedangkan pasien OA lutut simtomatis dengan skala VAS yang sedang memiliki rasio kadar OPG/RANKL yang tinggi pada cut-off point 0,019 dengan persentase sebesar 58,8% dengan nilai p = 0,015 (p < 0,05) yang secara statistik berbeda bermakna. Sedangkan kadar COMP serum yang tinggi dengan cut-off point 4,859 didapatkan pada pasien OA lutut simtomatis dengan skala VAS yang berat dengan persentase sebesar 58,3 %, sedangkan pasien OA lutut simtomatis yang memiliki skala VAS yang sedang memiliki kadar COMP serum rendah dengan cut-off point 4,859 dengan persentase sebesar 51,0 % dengan nilai p = 0,307 (p > 0,05) yang secara statistik tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa rasio kadar OPG/RANKL serum memiliki korelasi negatif sedang dengan derajat nyeri (VAS) dengan koefisien korelasi -0,277 yang secara statistik bermakna dengan nilai p=0,008 (p<0,05). Sedangkan kadar COMP tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri dengan koefisien 0,087 dan nilai p=0,229 (p>0,05).

Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini kadar rasio OPG/RANKL berhubungan dengan derajat nyeri pada pasien osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopause.

Sedangkan kadar COMP tidak berhubungan dengan derajat nyeri.

Kata kunci: OA lutut, VAS, Rasio OPG/RANKL, COMP serum

(11)

x

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN OSTEOPROTEGERIN / RANK LIGAND RATIO, AND CARTILAGENOUS OLIGOMERIC MATRIX PROTEIN

LEVELS WITH THE DEGREES OF PAIN IN POSTMENOPAUSE WOMEN WITH SYMPTOMATIC KNEE OSTEOARTHRITIS Joint degeneration that occurs in osteoarthritis (OA) is the most common joint disorder that affects people in old age. This degeneration causes joint cartilage fibrillation, subchondral bone sclerosis, osteophyte formation, and severe knee pain on activity. The pain is a sign of abnormality in the subchondral bone.

Subchondral bone destruction is closely linked to the ratio of Osteoprotegerin / RANK Ligand (OPG / RANKL) and serum Cartilagenous Oligomeric Matrix Protein (COMP) levels, especially in women with symptomatic knee OA who are postmenopausal. The purpose of this study was to determine the relationship between the degree of pain with a ratio of OPG / RANKL and COMP serum.

This study was conducted using a cross-sectional study with consecutive sampling method on postmenopausal women who were treated at the General Hospital Sanglah with knee OA who complained of pain from December 2016 to March 2017. The examination is conducted to measure serum COMP levels and the ratio of OPG / RANKL plasma by ELISA.

Of all the 75 samples, we found lower ratio of OPG / RANKL under cut- off point of 0,019 in symptomatic knee OA patients with severe VAS scale with a percentage of 70.8%, whereas patients with symptomatic knee OA who are having a moderate VAS scale showing higher OPG / RANKL ratio under cut-off point of 0,019 with a percentage of 58.8% with statistically significant p value 0.015 (p <0.05). We also found higher levels of serum COMP under cut-off point 4.859 in symptomatic knee OA patients with severe VAS scale with a percentage of 58.3%, whereas patients who had symptomatic knee OA with moderate VAS scale being had low serum levels of COMP under cut-off point 4.859 with a percentage of 51.0% with p value 0.307 (p> 0.05) which is not statistically significant. In this study, the ratio levels of OPG / RANKL serum has a moderate negatif correlation with the degree of pain (VAS) with coefficient of correlation is -0.277, p = 0.008 (p <0.05) and it is statistically significant. While COMP levels did not correlate with the degree of pain with a coefficient of correlation 0.087 and p = 0.229 (p> 0.05) and it is statistically not significant.

The results of this study indicate that the ratio levels of OPG / RANKL related to the degree of pain in patients with postmenopausal women with symptomatic knee osteoarthritis. But not for COMP serum levels.

Keywords: knee OA, VAS, ratio of OPG / RANKL, COMP serum

(12)

i

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSYARATAN GELAR...ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI……… iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR SINGKATAN ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2. Manfaat Praktis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

(13)

ii

2.1. Osteoarthritis ... 6

2.1.1.Definisi ... 6

2.1.2 Faktor risiko ... 6

2.1.3. Patofisiologi ... 10

2.1.4. Diagnosis ... 14

2.1.5 Nyeri ... 15

2.2 RANK, RANKL, DAN OSTEOPROTEGERIN ... 24

2.2.1 Definisi ... 24

2.2.2 Pengaturan pembentukan dan aktifasi osteoklas ... 27

2.2.3 RANKL ... 30

2.2.4 RANK ... 32

2.2.5 Osteoprotegerin ... 33

2.2.6 Cartilage Oligomeric Matrix Protein (COMP) ... 35

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP ... 39

3.1. Kerangka Berpikir ... 39

3.2. Kerangka Konsep ... 43

3.3. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 44

4.1.Rancangan Penelitian ... 44

4.2. Bagan Penelitian... 44

4.3 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 45

4.4. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 45

4.4.1. Populasi Penelitan ... 45

4.4.2. Sampel Penelitian ... 45

4.4.3. Besar Sampel ... 46

(14)

iii

4.5 Identifikasi Variabel ... 47

4.6 Definisi Operasional Variabel ... 47

4.7. Prosedur Penelitian... 50

4.8. Alur Penelitian ... 51

4.9. Analisis Data ... 52

BAB V HASIL PENELITIAN ... 53

5.1 Analisis Sampel ... 53

5.2 Analisis Deskriptif ... 54

5.2.1. Data Karakteristik Sampel Penelitian ... 54

5.2.2 Data Rerata VAS Score, Kadar COMP dan Kadar Rasio OPG/RANKL .. 54

5.3. Analisis Inferensial... 55

5.3.1. Uji Normalitas ... 56

5.3.2. Uji Chi-Square ... 56

5.3.3. Uji Korelasi dengan Spearman Test antara VAS dengan COMP dan Rasio OPG/RANKL ... 59

BAB VI PEMBAHASAN ... 60

6.1. Karakteristik Umur, IMT, Lama Menopause dan Skor VAS pada Osteoarthritis Lutut ... 60

6.2 Hubungan antara VAS dengan kadar COMP Serum pada Osteoarthritis Lutut ... 60

6.3 Hubungan antara VAS dengan Rasio OPG/RANKL Serum pada Osteoarthritis Lutut ... 63

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 67

7.1 Simpulan ... 67

7.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Diagnosis Osteoarthritis Lutut ... 14

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ... 54

Tabel 5.2 Rerata Kadar COMP dan Rasio OPG/RANKL ... 55

Tabel 5.3 Uji Normalitas Data COMP dan Rasio OPG/RANKL ... 56

Tabel 5.4 Rasio Kadar OPG/RANKL berdasarkan Skala Nyeri (VAS) ... 57

Tabel 5.5 Kadar COMP Plasma berdasarkan Skala Nyeri (VAS) ... 58

Tabel 5.6 SpearmanTest ... 59

(16)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skala pada Numerical Rating Scales (NRS), ... 19

Gambar 1.2 Tampak proses aktivasi osteoclast di pengaruhi oleh ikatan antara Receptor RANK dan RANKL. OPG berfungsi meregulasi ikatan tersebut. ... 30

Gambar 1.3 ... 36

Gambar 1.4 ... 37

Gambar 1.5 ... 37

Gambar 3.1.1 Bagan Kerangka Berfikir OPG/RANKL dan COMP ... 40

Gambar 3.1.2 Bagan Kerangka Berfikir OA Lutut & Hormonal ... 42

Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ... 43

Gambar 4.2.1 Bagan Penelitian ... 44

(17)

vi

DAFTAR SINGKATAN

ADAMTs : a Disintegrin and Metalloproteinase with Thrombospondin Motifs BMD : Bone Mineral Density

COMP : Cartilage Oligomeric Matrix Protein ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay FGF : Fibroblast Growth Factor

IL-10 : Interleukin 10 IL-6 : Interleukin 6

IMT : Indeks Massa Tubuh MMPs : Matrix Metalloproteinases MMP-1 : Matrix Metalloproteinase - 1 MMP-3 : Matrix Metalloproteinases -3 NRSs : Numerical Rating Scales OA : Osteoarthritis

OPG : Osteoprotegerin PGE2 : Prostaglandin E2

RANKL : RANK LIGAND

(18)

vii

RNA : Ribonucleic Acid

TGF-1ß : Transforming Growth Factor TNFα : Tumor Necrosing Factor α VRSs : Verbal Rating Scales VAS : Visual Analogue Scale

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

(19)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : PENJELASAN PESERTA PENELITIAN ... 73

LAMPIRAN 2 : PERSETUJUAN PESERTA DALAM PENELITIAN ... 78

LAMPIRAN 3 : KUESIONER PENELITIAN ... 80

LAMPIRAN 4 : PROTOKOL PENELITIAN ... 83

LAMPIRAN 5 : PEMERIKSAAN OSTEOPROTEGERIN (OPG) ... 84

LAMPIRAN 6 : PEMERIKSAAN RANK LIGAND ... 90

LAMPIRAN 7 : PEMERIKSAAN COMP ... 97

LAMPIRAN 8 : Surat Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ... 101

LAMPIRAN 9 : Surat Ijin Penelitian ... 102

LAMPIRAN 10 : DATA DASAR ... 104

LAMPIRAN 11 : STATISTIK... 113

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Degenerasi sendi pada osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang paling umum dijumpai diusia tua. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Hormonal sangat berperan dalam proses degenerasi dari sendi ini.

Sendi yang lazim terkena OA adalah dasar jempol, sendi jari, pinggul, dan lutut, meskipun leher (cervical spine) dan punggung bawah (lumbal tulang belakang) juga akan terpengaruh. Penderita osteoarthritis lebih banyak dialami oleh para wanita terutama setelah memasuki masa menopause. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan cacat fungsional, mengakibatkan beban ekonomi dan sosial yang signifikan pada penderita.

Degenerasi tulang rawan mulai didaerah yang mengalami tekanan berlebihan.

Degenerasi ini menyebabkan terjadinya fibrilasi tulang rawan sendi sampai menimbulkan sclerosis tulang subchondral. Yang makin berat menimbulkan terjadinya pembentukan osteophyte, keluhan yang paling mencolok adalah nyeri lutut yang makin berat setelah aktifitas (Solomon, 2010).

Nyeri merupakan tanda yang khas pada penderita osteoarthritis lutut. Nyeri bisa berupa mekanikal ataupun non-mekanikal Nyeri merupakan tanda yang khas pada penderita osteoarthritis lutut. Penderita biasanya mengeluh nyeri yang dirasakan saat berjalan ataupun saat sendi tersebut bergerak.

(21)

Keluhan nyeri yang di rasakan membuat penderita datang menemui dokter untuk berobat. Secara langsung, nyeri dapat dinilai dengan Visual Analouge Scale (VAS), dimana terbagi atas derajat nyeri ringan, sedang maupun berat. Nyeri ini berasal dari sendi lutut yang mengalami proses-proses inflamasi ataupun degenerasi. Nyeri merupakan perasaan atau persepsi tidak nyaman yang dialami oleh pasien. Nyeri sangatlah objektif, sehingga dalam pengukurannya nyeri menggunakan angka NRS (Numerical Rating Scale) atau VAS (Visual Analouge Scale). Dalam VAS nyeri di bagi berdasarkan nyeri ringan, nyeri sedan

g dan nyeri berat (Vilim V, 2001)

Nyeri yang tejadi merupakan tanda dari adanya kelainan pada tulang subchondral. Disamping adanya inflamasi pada sendi, destruksi tulang subchondral erat dihubungkan dengan rasio OPG/RANKL (Pelletier et al, 2008). Penelitian terbaru oleh Tseng et al, 2009 melaporkan keterlibatan OPG dan RANKL pada OA, dimana OPG dan RANKL berperan dalam proses resorpsi pembentukan tulang subchondral pada kerusakan tulang. Disamping itu juga bisa karena proses inflamasi sinovium sebagai akibat adanya debris degenerasi tulang rawan sendi (yang ditandai dengan adanya COMP). Untuk itu COMP serum diperiksa dan dihubungkan dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopause.

Kerusakan tulang rawan ini ditandai dengan meningkatnya COMP. Sebagai indikator diagnosis COMP berkorelasi dengan keparahan penyakit. Hal ini dibuktikan dengan terdeteksinya COMP 10 kali lebih tinggi dalam cairan sinovial penderita dengan osteoarthritis (Tseng et al, 2009). Namun sampai saat ini, belum ada penelitian yang

(22)

meneliti hubungan antara rasio OPG/RANKL dan COMP dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis pada wanita paska menopause.

OPG merupakan sebuah molekul protein yang dihasilkan oleh sel osteoblast yang nantinya berfungsi untuk mempertahankan proses osteoclasis atau remodeling tulang tetap dalam keadaan normal. Sama seperti OPG, RANKL adalah molekul protein yang akan berikatan di reseptor RANK pada osteoclast. Regulasi dari ikatan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan hormonal dari tiap individu. Pada kondisi paska menopause, regulasi dari OPG dan RANKL akan mengalami gangguan. Untuk itu sebagai latar belakang masalah dari penelitian ini, perbandingan rasio OPG/RANKL merupakan penentu penting massa tulang dan integritas skelet terutama di daerah subchondral. Untuk menilai tingkat kerusakan yang terjadi di tulang subchonndral pada penderita osteoarthritis lutut wanita pasca menopause. Pemahaman tentang mekanisme OPG/RANKL dalam meregulasi pembentukan osteoklas telah berkembang dalam 10 tahun terakhir ini, dan berperan dalam pathogenesis OA lutut terutama dalam remodeling tulang subchondral. Keterlibatan OPG dan RANKL selama proses resorpsi pembentukan tulang subchondral yang telah terbukti terjadi, di mana ada di tahap kerusakan tulang dan proses pembentukan tulang.

Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada hubungan antara rasio OPG/RANKL serta kadar COMP serum dengan derajat nyeri pada penderita OA lutut simtomatis wanita paska menopouse.

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut diatas, untuk membuktikan adanya hubungan antara rasio OPG / RANKL dan kadar COMP dengan derajat nyeri pada penderita yang mengalami osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopause maka dibuat rumusan masalah seperti berikut

1. Apakah ada hubungan antara rasio OPG/RANKL dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopouse?

2. Apakah ada hubungan antara kadar COMP dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopouse?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan antara rasio OPG/RANKL dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopouse.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar COMP dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopouse.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Mengetahui hubungan antara rasio OPG/RANKL dan kadar COMP dengan derajat nyeri pada penderita osteoarthritis lutut simtomatis wanita paska menopouse, sehingga dapat menegakkan diagnosa osteoarthritis Lutut simtomatis dan melakukan tatalaksana yang tepat pada kasus osteoarthritis lutut simtomatis

(24)

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi atau cara untuk pemeriksaan, diagnostik dan memberikan pengelolaan terhadap Osteoarthritis sendi lutut simtomatis

(25)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Osteoarthritis 2.1.1 Definisi

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint disease. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab terbanyak kecacatan di negara berkembang (Bellido et al, 2011; Moskowitz et al, 2012)

2.1.2 Faktor risiko

Risiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis secara umumnya seperti berikut :

(26)

1). Usia

Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi (Moskowitz et al, 2012).

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat memiliki pengaruh terhadap kejadian osteoarthritis melalui beberapa mekanisme yaitu pengaruh hormonal pada metabolisme kartilago, variasi jenis kelamin pada risiko cidera serta perbedaan lingkungan mekanis pada sendi lutut sesuai dengan jenis kelamin (seperti varus-valgus, laxity ataupun kekuatan relatif terhadap berat badan).

Studi epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan prevalensi dan manifestasi osteoarthritis sesuai jenis kelamin. Osteoarthritis (OA) pada laki – laki lebih banyak dibandingkan wanita pada umur di bawah 50 tahun. Setelah menopause, insiden OA pada wanita meningkat lebih banyak dibandingkan laki- laki. Faktor hormonal memegang peran penting terhadap terjadinya OA. Reseptor 17- estradiol (E2) dan testosterone ditemukan pada sel kondrosit laki-laki dan perempuan, namun efeknya ternyata bersifat sex-specific Classen et al (2005) mengemukakan efek antioksidan dan protektif estrogen terhadap sel kondrosit.

Sedangkan testosterone memiliki efek modulator terhadap kondrosit, sehingga keberadaannya menyebabkan kejadian OA lebih berat pada laki-laki.

Dari segi anatomi, laki-laki memiliki volume patellar dan tibial cartilage yang lebih besar dibandingkan dengan wanita, terutama akibat adanya perbedaan

(27)

area permukaan sendinya (ukuran tulang epiphyseal). Disamping adanya pengaruh faktor lain yang berhubungan dengan jenis kelamin, seperti aktivitas fisik, pekerjaan maupun risiko injury, variasi anatomi berdasarkan jenis kelamin ini menyebabkan adanya variasi sebaran kejadian OA berdasarkan jenis kelamin (Da silva et al, 2003; Amin et al, 2006; Moskowitz et al, 2012).

2). Berat badan

Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini disebabkan karena seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul (Moskowitz et al, 2012).

3). Trauma

Trauma pada sendi atau pengunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan orang- orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoarthritis karena mengalami cedera dan peningkatan tekanan pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah retak dan telah dilakukan pembedahan (Moskowitz et al, 2012).

(28)

4). Genetika

Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis. Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko dua kali lipat jika ibu dari wanita itu mengalami osteoarthritis. Nodus Herberden dan Nodus Bouchard terjadi pada bagian sendi pada tangan (Moskowitz et al, 2012).

5). Kelemahan pada otot

Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena adanya peradangan pada sendi (Moskowitz et al, 2012).

6). Nutrisi

Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami osteoarthritis, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D (Logar et al, 2011; Moskowitz et al, 2012).

(29)

2.1.3. Patofisiologi

Osteoartritis selama ini dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Namun, penelitian para pakar sekarang menyatakan bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, hormonal, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik. Kartilago sendi merupakan target utama perubahan degeneratif pada OA. Kartilago sendi ini secara umum berfungsi untuk membuat gerakan sendi bebas gesekan karena terendam dalam cairan sinovial dan sebagai “shock absorb”, penahan beban dari tulang. Pada OA, terjadi gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago sehingga terjadi kerusakan struktur proteoglikan kartilago, erosi tulang rawan, dan penurunan cairan sendi. Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler, terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen.

Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan tulang rawan sendi tetap terjaga dengan baik.

Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat

(30)

terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya (Bleasel et al, 1999; Solomon et al, 2010; Moskowitz et al, 2012)

Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek.

Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya (Pelletier et al, 2007; Abramson et al, 2009)

Beberapa keadaan seperti trauma / jejas mekanik akan menginduksi pelepasan enzim degradasi, seperti stromelysin dan Matrix Metalloproteinases (MMP).

Stromelysin mendegradasi proteoglikan, sedangkan MMP mendegradasi proteoglikan dan kolagen matriks ekstraseluler. MMP diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen), radikal bebas, dan beberapa MMP tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5 (Zeng et al, 2015).

Pada osteoartritis, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor- faktor pro

(31)

inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat (Valdes et al, 2010;

Wojdasiewicz et al, 2014; Zeng et al, 2015).

OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodeling tulang, dan inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoatritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi (Abramson et al, 2009; Moskowitz et al, 2012).

-Fase inisiasi :

Ketika terjadi degradasi pada tulang rawan sendi, tulang rawan sendi berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti Insulin like growth factor (IGF-1), growth hormon, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor- faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribosa nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang peran penting dalam perbaikan tulang rawan sendi.

-Fase inflamasi :

(32)

Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi sendi.

IL-1 (Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.

-Fase nyeri:

Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendon, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada proses remodelling trabekula dan subkondral.

-Fase degradasi :

Interleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga

(33)

mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.

2.1.4. Diagnosis

Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut (Abramson et al, 2009; Punzi et al, 2010; Solomon 2010; Moskowitz et al, 2012)

Klinis Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiografi

Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 kriteria berikut :

o Umur > 50 tahun o Kaku pagi < 30 menit

o Krepitus o Nyeri tekan o Pembesaran tulang

o Tidak panas pada perabaan

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 kriteria berikut :

o Umur > 50 tahun

o Kaku pagi < 30 menit o Krepitus

o Nyeri tekan o Pembesaran tulang

oTidak panas pada perabaan o LED < 40 mm / jam

o RF <1 : 40

o Analisis cairan sendi normal

Nyeri lutut + minimal 1 dari 3 kriteria berikut :

o Umur > 50 tahun o Kaku pagi

< 30 menit

o Krepitus +

OSTEOFIT

Tabel 1.1 Diagnosis Osteoarthritis Lutut

(34)

Derajat Osteoarthritis

Derajat osteoarthritis dapat diberikan berdasarkan temuan-temuan radiologi. Kriteria osteoarthritis berdasarkan temuan radiologi dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi osteoarthritis dimulai dari tingkat ringan hingga berat. Perlu diingatkan bahwa pada awal penyakit, gambaran radiologi sendi lutut masih terlihat normal.

Gambaran radiologi yang menyokong diagnosis osteoarthritis adalah:

1). Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban seperti lutut).

2). Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

3). Kista pada tulang.

4). Osteofit pada pinggir sendi.

5). Perubahan struktur anatomi sendi.

2.1.5 Nyeri 1. Definisi

Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien osteoartritis kepada dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit. Rasa nyeri merupakan kunci penting yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami ketidakmampuan. International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Melzack, 2009). Nyeri merupakan ungkapan suatu proses patologik dalam tubuh kita. Nyeri

(35)

dapat diungkapkan sebagai rasa kemeng, ngilu, linu, sengal ataupun pegal. Nyeri yang bersumber pada visera bersifat difuse, biasanya berasal dari otot skelet sehingga sering dinyatakan sebagai rasa pegal, nyeri osteogenik sering dinyatakan sebagai kemeng, linu, atau ngilu, sedangkan nyeri yang bersumber dari saraf perifer bersifat tajam dan menjalar (Sidharta M, 2009).

Seseorang dengan nyeri OA akan terjadi disfungsi sendi dan otot sehingga akan mengalami keterbatasan gerak, penurunan kekuatan dan keseimbangan otot.

Sekitar 18% mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam beraktifitas, kehilangan fungsi kapasitas kerja dan penurunan kualitas hidup (Reiset al, 2014).

2. Klasifikasi Nyeri

Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik

Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak akibat proses patologik pada jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri. Misalnya altralgia yaitu nyeri yang disebabkan karena proses patologik pada persendian, mialgia merupakan nyeri yang disebabkan proses patologis pada otot, dan entesialgia merupakan proses patologik yang terjadi akibat proses patologik di tendon, fasia, jaringan miofasial dan periosteum. Proses patologis tersebut bisa disebabkan karena adanya bakteri, proses imunologis, non- infeksi atau perdarahan sehingga menyebabkan inflamasi pada daerah tersebut. Nyeri bisa diungkapkan saat dilakukan penekanan atau ketika anggota tubuh tersebut digerakkan secara pasif atau aktif.

(36)

-Nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik

Nyeri yang diakibatkan iritasi langsung pada serabut saraf sensorik perifer. Ciri khas dari nyeri neurogenik adalah nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan penjalaran nyeri berpangkal pada saraf yang terkena. Serabut saraf sensorik perifer menyusun radiks posterior, saraf spinal, pleksus, fasikel dan segenap saraf perifer.

-Nyeri radikuler

Nyeri yang berasal dari radiks posterior. Radiks anterior dan posterior yang bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebra, berkas ini dinamakan saraf spinal. Segala bentuk yang merangsang serabut saraf sensorik dan foramen intervertebra dapat menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang terasa pada tulang

belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan radiks yang bersangkutan.

Misalnya pada herpes zooster dirasakan nyeri radikular di T5, nyeri radikular pada hernia nukleus pulposus (HNP). Selain itu nyeri radikular yang menjalar sepanjang lengan sering disebut dengan brakialgia, serta nyeri yang terasa menjalar sepanjang tungkai dinamakan iskialgia (Sidharta M,2009)

3.Pengukuran Nyeri

Intensitas nyeri dapat di ukur dengan menggunakan Visual Analogue Scales (VAS) atau menggunakan Numerical Rating Scales (NRS) dalam praktek klinis sehari-hari. Penelitian sebelumnya menyarankan untuk menggunakan NRS untuk

(37)

mengevaluasi nyeri ringan, sedang ataupun nyeri berat. The Brief Pain Inventory (BPI) menyatakan dengan menggunakan NRS sebagai alat pengukuran nyeri karena NRS melaporkan intensitas nyeri dan gangguan nyeri. Selain itu Canadian Occupational Performance Measure digunakan untuk mendeteksi pengaruh terapi yang diberikan kepada pasien. Hal ini mendorong pasien secara aktif dalam menjalani intervensi terapi. Instrumen yang meliputi gambaran nyeri atau kuesioner deskripsi adalah McGill Pain Questionaire (The British Pain Society’s, 2013). Western Ontario McMaster Osteoarthritis Index (WOMAC) merupakan kuesioner spesifik untuk menilai nyeri, kekakuan sendi dan kapasitas fungsi pada pasien osteoartritis. Uji validitas NRS yang dilakukan oleh Ornetti dkk. dengan membandingkan NRS pada WOMAC mendapatkan hasil bahwa NRS merupakan psikometer yang baik hampir mirip dengan skala WOMAC dan dapat di konfirmasi sebagai instrumen evaluasi pada osteoartritis (Ornetti et. al, 2011). NRS memiliki angka 0-10 dimana 0 menunjukkan tidak terdapat nyeri sedangkan 10 menunjukkan nyeri yang buruk. NRS lebih mudah dimengerti daripada VRS (Breiviket. al,2008). Menurut Boonstra et al (2014), nilai skor VAS dapat digambarkan pada pasien dengan keluhan nyeri muskuloskeletal sebagai nyeri yang ringan (mild), sedang (moderate) dan berat (severe). Studi tersebut menemukan beberapa cut-off point skor VAS yang berkorespondensi dengan derajat nyeri dan dianalisis dengan multivariate analysis of variance (MANOVA). Skor VAS < 3,4 berkorespondensi dengan nyeri ringan (mild), skor VAS 3,5 – 6,4 berkorespondensi dengan nyeri sedang (moderate) dan skor VAS

> 6,5 berkorespondensi dengan nyeri berat (severe).

(38)

Gambar 1.1 Skala pada Numerical Rating Scales (NRS),

Verbal Rating Scales (VRS), Visual Analog Scales (VAS) (Breivik et. al,2008).

0 = Tidak nyeri

1 - 3 = Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4 – 6 = Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikan nyeri tetapi dapat mengikuti perintah dengan baik.

7 – 10 = Nyeri Berat: secara obyektif pasien kadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih bisa merespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan nyeri, nyeri tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi, hingga pasien tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (Smeltzer dan Bare, 2002).

(39)

2.1.6 Klasifikasi Pengobatan Osteoarthritis

Pengobatan penyakit sendi osteoarthritis dapat dilakukan dengan beberapa terapi, antaranya adalah (Abramson et al, 2009; Punzi et al, 2010; Solomon 2010;

Moskowitz et al, 2012) : a. Terapi Non Farmakologis

1). Edukasi atau penerangan Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu, diperlukan konseling diet untuk pasien osteoarthritis yang mempunyai kelebihan berat badan. Ahli bidang kesehatan harus memberikan informasi pada pasien dengan penyakit osteoarthritis agar menyesuaikan keadaan pasien.

2). Terapi fisik dan rehabilitasi. Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin dan program olahraga agar membantu menjaga dan mengembalikan pergerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan spasme otot. Program olahraga dengan menggunakan teknik isometric didesain untuk menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan, dan menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit, dan kebutuhan akan penggunaan analgesik.

Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat bantu gerak, heel cups, dan insole dapat digunakan selama olahraga atau aktivitas harian. Pasien osteoarthritis lutut yang memakai sepatu dengan sol tambahan yang empuk yang bertujuan untuk meratakan pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut.

(40)

Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk memelihara sendi, mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya kekakuan. Kompres hangat atau dingin ini dilakukan pada bagian sendi yang mengalami nyeri.

3). Penurunan berat badan. Penurunan berat badan dapat diterapkan dengan mempunyai gaya hidup yang sehat. Penurunan berat badan dapat membantu mengurangi beban atau mengurangi gejala pada bagian yang mengalami penyakit osteoarthritis terutamanya pada lutut dan pinggul.

4). Istirahat. Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain itu juga istirahat dapat menghindari trauma pada persendian secara berulang.

b. Terapi Farmakologi

Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan pada penghilangan rasa sakit. Karena osteoarthritis sering terjadi pada individu lanjut usia yang memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan konservatif terhadap pengobatan obat, antaranya.

1). Golongan Analgesik

a). Golongan Analgesik Non Narkotik (1). Asetaminofen (Analgesik oral)

Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem saraf pusat (SSP). Asetaminofen diindikasikan pada pasien yang mengalami nyeri ringan ke

(41)

sedang dan juga pada pasien yang demam. Obat yang sering digunakan sebagai lini pertama adalah parasetamol.

b). Analgesik Narkotika

Analgesik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai berat.

Penggunaan dosis obat analgesik narkotika dapat berguna untuk pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan asetaminofen, NSAID, injeksi intra-artikular atau terapi secara topikal. Pemberian narkotika analgesik merupakan intervensi awal, dan sering diberikan secara kombinasi bersama asetaminofen. Pemberian narkotika ini harus diawasi karena dapat menyebabkan ketergantungan.

2). Golongan NSAID

Dalam dosis tunggal antiinflamasi nonsteriod (NSAID) mempunyai aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien lanjut usia.

Dalam dosis penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna pada pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. NSAID lebih tepat digunakan daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam arthritis rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut.

3). Kortikosteroid

Kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi dan digunakan dalam dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam individu, agar dapat dijamin

(42)

rasio manfaat dan risiko setinggi-tingginya. Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi intra-artikular dibandingkan dengan penggunaan oral.

4). Obat osteoarthritis yang lain a). Injeksi Hialuronat

Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial, meningkatkan elastisitas, viskositas dan meningkatkan fungsi sendi. Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya (sodium hialuronat) melalui injeksi intra-artrikular pada sendi lutut jika osteoarthritis tidak responsif dengan terapi yang lain. Dua agen intra-artrikular yang mengandung asam hialuronat tersedia untuk mengobati rasa sakit yang berkaitan dengan osteoarthritis lutut.

Injeksi asam hialuronat diberikan pada pasien yang tidak lagi toleransi terhadap pemberian obat anti nyeri dan anti inflamasi yang lainnya. Injeksi asam hialuronat diberikan oleh tenaga medis yang mempunyai keahlian karena kesalahan dalam memberikan injeksi ini akan memperparah kondisi lutut pasien.

c. Pembedahan

Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit yang parah dan tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang menyebabkan ketidakmampuan fungsional substansial dan mempengaruhi gaya hidup. Beberapa sendi, terutama sendi pinggul dan lutut, dapat diganti dengan sendi buatan. Biasanya, dengan pembedahan dapat memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi serta mengurangi nyeri. Terdapat beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan. Antara pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi pengobatan tidak

(43)

dapat berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien adalah Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion.

Terapi osteoarthritis umumnya bersifat simptomatik. Terapi yang dapat dilakukan pada pasien yang didiagnosis osteoarthritis adalah dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan intervensi fisioterapi (terapi non farmakologi) dan dengan obat konvensional (terapi farmakologi). Pada fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan jika terapi farmakologi sudah tidak efektif untuk mengurangi rasa sakit pada sendi. (Abramson et al, 2009; Punzi et al, 2010;

Solomon 2010; Moskowitz et al, 2012)

2.2 RANK, RANKL, DAN OSTEOPROTEGERIN 2.2.1 Definisi

Penemuan sistim receptor activator of nuclear factor-κB ligand (RANKL) / RANK / osteoprotegerin (OPG) dan perannya dalam pengaturan resorpsi tulang mencontohkan bagaimana hal yang terjadi kebetulan maupun dengan pendekatan berbasis logika dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mengatur fungsi sel.

Sebelum penemuan di pertengahan hingga akhir 1990-an, itu sudah lama diakui bahwa pembentukan osteoklas telah diatur oleh faktor-faktor yang diekspres oleh osteoblas / sel stroma, tapi tidak diantisipasi bahwa anggota superfamili tumor necrosis factor dan reseptor ligand akan terlibat atau bahwa faktor-faktor yang terlibat akan memiliki fungsi yang luas di luar remodeling tulang. Pensinyalan RANKL / RANK mengatur pembentukan osteoklas multinuklear dari prekursor mereka serta aktivasi dan kelangsungan fungsinya dalam remodeling tulang normal dan dalam

(44)

berbagai kondisi patologis. OPG melindungi kerangka dari resorpsi tulang yang berlebihan dengan cara mengikat RANKL dan mencegah dari mengikatnya RANKL ke reseptornya, RANK. Perbandingan RANKL/OPG merupakan penentu penting massa tulang dan integritas skelet (Takayanagi et al, 2000; Crotti et al, 2002;

Skoumal et al, 2005).

Berbagai studi genetik pada tikus kecil mengindikasikan bahwa pensinyalan RANKL/RANK adalah diperlukan dalam pembentukan kelenjar limfe dan hiperplasia laktasional kelenjar susu, dan bahwa OPG juga melindungi arteri dari kalsifikasi tunika media. Semua anggota superfamili dari tumor necrosis factor ini memiliki fungsi penting di luar tulang. Meskipun pemahaman kita akan mekanisme mereka dalam meregulasi pembentukan osteoklas telah maju dengan cepat selama 10 tahun terakhir ini, banyak pertanyaan masih tetap ada tentang peran mereka dalam kesehatan dan penyakit. Tulisan ini meninjau pemahaman terkini kita akan peran dari sistim RANKL / RANK / OPG pada tulang dan jaringan lainnya (Pelletier et al, 2009;

Amiable et al, 2009).

Tulang memiliki fungsi majemuk pada vertebrata, meliputi sokongan buat otot, perlindungan organ vital dan hematopoietik sumsum, dan penyimpanan dan pelepasan berbagai ion vital, seperti kalsium. Tidak seperti struktur tubuh yang lain, seperti gigi, tendon, dan kartilago, tulang adalah secara berkelanjutan diperbaharui melalui proses remodeling tulang. Dimana sel-sel tulang dibuang dari permukaan tulang trabekuler dan kortikal oleh osteoklas dan diikuti penggantiannya dengan peletakan tulang baru oleh osteoblas. Terdapat sedikitnya sejuta fokus remodeling mikroskopik pada setiap waktu dalam tulang skelet dewasa, dan fungsi utama proses

(45)

ini adalah untuk membuang bagian-bagian tulang yang telah tidak berguna atau yang telah terpakai dan menjadi rusak sebagai bagian dari wear dan tear normal. Ia merupakan proses yang sangat teratur, namun mekanisme molekuler yang mengontrol inisiasi, progresi, dan penghentiannya pada setiap lokasi tertentu masih sangat sedikit dipahami.

Remodeling tulang menjadi terganggu berbagai macam kondisi patologis yang mempengaruhi struktur tulang, meliputi osteoporosis pascamenopause dan artritis rheumatoid, bila terjadi perubahan lokal dan atau sistemik dalam level-level hormon atau sitokin proinflamasi yang diketahui merangsang atau menghambat penyerapan tulang in vitro dan in vivo. Hal ini diketahui sejak awal tahun 1980-an, ketika Rodan dan Martin mempostulasikan bahwa osteoblas meregulasi pembentukan osteoklas, bahwa berbagai faktor yang diekspres oleh osteoblas di dalam tulang diproduksi dalam responnya terhadap berbagai stimulator penyerapan tulang yang dikenal, seperti misalnya hormon paratiroid (PTH). Studi tentang tulang dari tikus kecil yang secara genetik terganggu dan dari model binatang dengan penyakit tulang selama sepuluh tahun belakangan telah banyak sekali meningkatkan pengetahuan kita tentang berbagai faktor yang meregulasi pembentukan dan aktifitas osteoklas.

Khususnya, pengidentifikasian dalam pertengahan hingga akhir tahun 1990-an tentang sistim pensinyalan receptor activator of nuclear factor- κB ligand (RANKL) / RANK / Osteoprotegerin menyediakan sebuah terobosan besar yang mengklarifikasi peran yang dimainkan oleh osteoblas pada berbagai proses ini. Lebih terkini, telah menjadi semakin jelas bahwa osteoklas bukan saja hanya sel trench digging, tetapi bahwa mereka memiliki fungsi pengaturan penting sebagai imunomodulator dalam

(46)

berbagai keadaan patologik dan mungkin juga meregulasi fungsi osteoblas (Takayanagi et al, 2000; Crotti et al, 2002; Skoumal et al, 2005).

2.2.2 Pengaturan pembentukan dan aktifasi osteoklas

Osteoklas adalah sel-sel multinuklear menyerap tulang dibentuk oleh fusi sitoplasma prekursor mononuklear mereka, yang berada dalam garis keturunan myeloid sel hematopoietik yang juga memunculkan makrofag. Peralihan ke diferensiasi osteoklas membutuhkan pengekspresian dalam prekursor osteoklas (OCP) dari c-Fos, faktor transkripsi yang teraktifasi RANKL. Untuk menyerap tulang dengan efektif, osteoklas melekatkan diri dengan kuat pada permukaan tulang menggunakan podosom kaya-aktin yang khusus, yang mereka gunakan untuk membentuk ekstensi kasar sitoplasma melingkar tertutup rapat dari sekitar mereka dengan matriks tulang yang mendasarinya. Dalam zona yang disegel ini mereka membentuk selaput pengacak (ruffled membrane) yang meningkatkan luas permukaan membran sel bagi pensekresian asam klorida dan enzim proteolitik cathepsin K ke permukaan tulang. Dengan demikian mereka secara bersamaan melarutkan mineral dan menurunkan matriks tulang, sementara melindungi sel-sel sekitarnya dari bahaya oleh mekanisme penyegelan ini. Mereka diaktifkan oleh RANKL dan integrin-mediated signaling dari matriks tulang itu sendiri (Takanayagi et al, 2000).

Osteoklas bekerja dalam paket-paket di dalam unit remodeling di bawah kontrol sel-sel garis turunan osteoblas yang mengekspres macrophage colony- stimulating factor (M-CSF) dan RANKL. Studi terakhir menjelaskan mekanisme

(47)

yang terjadi pada PTH dimana mempunyai efek anabolik yang menjelaskan bahwa osteoklas kemungkinan terlibat dalam perekrutan berpaket-paket sel osteoblas pembentuk tulang guna mengisi ulang daerah / area yang mereka buat pada permukaan tulang. Hal ini didasarkan atas studi yang memperlihatkan bahwa, setelah penginjeksian PTH, pengeskpresian RANKL meningkat oleh osteoblas / sel stromal, mengawali pada pengaktifasian osteoklas yang ada dan melepaskan darinya faktor- faktor yang merangsang pembentukan tulang baru. Juga, pengobatan antiresorptif, sedikitnya dalam beberapa studi, terlihat lebih banyak mengurangi dari pada menguatkan aksi anabolik PTH.

Sebagaimana yang didiskusikan di bawah, osteoklas juga nampaknya meregulasi respon imun dan produksi darinya pada lokasi inflamasi pada tulang, seperti misalnya sendi rheumatoid. Osteoklas dibutuhkan selama perkembangan embryonik untuk membuang trabekula tulang yang terbentuk di bawah plat pertumbuhan selama osifikasi endokhondral dan untuk pembentukan kavitas sumsum tulang untuk merangsang hematopoiesis normal. Gagalnya pembentukan atau aktifitas osteoklas menyebabkan osteopetrosis, beberapa bentuknya adalah mematikan karena timbulnya imunodefisiensi dan meningkatnya risiko infeksi dan patah tulang berulang. Memang, perkembangan osteopetrosis pada sebentuk variasi dari tikus-tikus kecil knockout teridentifikasi berbagai fungsi yang diperlukan dari gen-gen dalam biologi osteoklas yang sebagian besar belum diantisipasi (Fonseca et al 2004).

Pemahaman kita tentang mekanisme molekuler yang meregulasi pembentukan dan aktifas osteoklas telah maju pesat selama sepuluh tahun belakangan sejak

(48)

ditemukannya sistim pensinyalan RANKL/RANK, juga mengikuti perkembangan dalam akhir tahun 1980-an dari in vitro assays bahwa pengambilan terfasilitasi dari sejumlah besar OCPs dari sumsum tulang atau sel-sel lien, yang kemudian dapat dibiakkan dalam ketidakhadiran osteoblas / sel stromal. Strategi untuk mendapatkan OCPs dari sumber-sumber ini dikembangkan atas pengetahuan bahwa pengekspresian M-CSF oleh osteoblas / sel stromal diperlukan bagi sel-sel progenitor untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas, namun bahwa M-CSF atas apa yang dimilikinya tidaklah mampu untuk menyempurnakan proses ini. Apa yang dibutuhkan ini bagi M- CSF adalah didasarkan atas observasi bahwa tikus-tikus kecil, yang tidak mengekspres M-CSF fungsional, memiliki osteopetrosis karena kekurangan osteoklas. Memang, sejak 1981, ketika Rodan dan Martin mengusulkan hipotesis baru saat itu bahwa osteoblas / sel stromal memainkan sebuah peran sentral dalam peregulasian pembentukan osteoklas dan penyerapan tulang, banyak peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi faktor pengaktifasian osteoklas yang menyempurnakan diferensiasi prekursor yang terpaparkan ke M-CSF (Upton et al, 2012).

(49)

Gambar 1.2 Tampak proses aktivasi osteoclast di pengaruhi oleh ikatan antara Receptor RANK dan RANKL. OPG berfungsi meregulasi ikatan tersebut.

2.2.3 RANKL

RANKL adalah protein transmembran homotrimer tipe II yang diekspres sebagai protein terikat-membran dan tersekresikan, yang berasal dari bentuk membrannya sebagai akibat baik pemecahan proteolitik ataupun splicing alternatif.

Pemecahan proteo-litik dari RANKL memerlukan ADAM (a disintegrin and metalloprotease domain) dan metalloprotease matriks. Pengekspresian RANKL dirangsang dalam osteoblas / sel stroma oleh sebagian besar faktor yang diketahui dapat merangsang pembentukan dan aktivitas osteoklas. Hal ini sangat terekspres dalam kelenjar getah bening, timus dan paru, dan pada tingkat yang rendah dalam berbagai jaringan lain termasuk limpa dan sumsum tulang. Pada sendi yang inflamasi itu diekspres oleh sel sinovial dan disekresikan oleh sel T aktif. Sumber-sumber dari RANKL ini tampaknya bertanggung jawab, setidaknya sebagian, memerantarai

(50)

kerusakan sendi pada pasien dengan artritis rheumatoid. TNF juga memerantarai kerusakan sendi pada artritis rheumatoid melalui meningkatkan jumlah OCP beredar secara sistemik, dan dengan mendorong jalan keluar mereka dari sumsum tulang ke dalam darah perifer dan kemudian ke sendi yang inflamasi, di mana ia mendorong proses fusi dari sel-sel ini menjadi osteoklas bersama dengan RANKL dan IL-1 (Pelletier et al, 2009; Amiable et al, 2009).

RANKL, seperti TNF, merangsang pelepasan progenitor imatur ke dalam sirkulasi. Namun, RANKL tidak menginduksi mobilisasi OCP pada tikus kecil knockout protein fosfatase-ε tirosin dengan osteoklas yang cacat dalam hal adhesi tulang dan resorpsi. Dengan demikian, aktivasi osteoklas terinduksi-RANKL dapat mengatur rekrutmen progenitor sebagai bagian dari homeostasis dan pertahanan inang, menghubungkan tulang dengan pengaturan hematopoiesis. Studi praklinis pada tikus kecil telah menunjukkan bahwa RANKL juga diekspres dalam sel epitel susu selama kehamilan dan diperlukan untuk hiperplasia laktasional sel epitel susu dan produksi susu. Hal ini juga diekspres oleh beberapa sel tumor ganas yang juga mengekspresikan RANK, dan sehingga dapat berperan dalam menginduksi proliferasi sel tumor melalui mekanisme otokrin atau dengan cara parakrin jika diproduksi oleh sel aksesori, seperti sel T teraktifasi. Namun, produksi RANKL oleh sel T juga menginduksi ekspresi interferon-β oleh osteoklas teraktifasi melalui c-Fos untuk mengatur secara negatif pembentukan mereka. Mekanisme ini dapat ditingkatkan dengan T-sel yang dihasilkan interferon-γ, yang menurunkan TNF receptor associated factor (TRAF), sebuah protein adaptor penting yang direkrut untuk RANK dalam

(51)

memerantarai pensinyalan RANK (Fonseca et al, 2004; Pelletier et al, 2009; Amiable et al, 2009).

2.2.4 RANK

RANK adalah protein transmembran homotrimer tipe I yang pengekspresiannya dideteksi pada awalnya hanya pada OCPs, osteoklas dewasa, dan sel dendritik. Seperti halnya RANKL, bagaimanapun, ia diekspres secara luas.

Pengekspresian protein RANK telah dilaporkan pada kelenjar susu dan pada beberapa sel kanker, termasuk kanker payudara dan prostat, dua tipe tumor dengan potensi metastasis tulang yang tinggi. Meskipun tidak ada manusia telah teridentifikasi hingga kini dengan inactivating mutations atau dilesi RANK, suatu mutasi dilesi terjadi secara spontan dalam sebuah garis dari tikus kecil transgenik, yang konsekuensinya memiliki semua gambaran dari tikus kecil dengan dilesi-tertarget RANK (targeted diletion of RANK), mengkonfirmasi pentingnya RANK bagi pembentukan osteoklas.

Activating mutations dalam exon 1 dari RANK menyebabkan sebuah peningkatan dalam pensinyalan NF-κB bermediasi-RANK dan menghasilkan peningkatan pembentukan dan aktifitas osteoklas yang bertanggung jawab bagi meningkatnya osteolisis yang nampak pada beberapa pasien dengan penyakit dari Paget familial dan telah mengkonfirmasi kepentingan dari sistim ini pada manusia.

Sebuah peran potensiil RANK dalam proliferasi sel tumor masih sedang diselidiki dan, bila terbukti, dapat menjadi sebuah target masa depan untuk terapi anti-tumor (Fonseca et al, 2004; Pelletier et al, 2009; Amiable et al, 2009).

(52)

2.2.5 Osteoprotegerin

Osteoprotegerin diekspres dalam banyak jaringan selain osteoblas, meliputi jantung, ginjal, hati, limfa, dan sumsum tulang. Pengekspresiannya diregulasi oleh kebanyakan dari faktor yang meninduksi pengekspresian RANKL oleh osteoblas.

Meskipun terdapat data saling berlawanan, pada umumnya peregulasian ke hulu RANKL dikaitkan dengan peregulasian ke hilir OPG, atau sedikitnya menurunkan induksi OPG, sedemikian sehingga perbandingan RANKL terhadap OPG berubah pada proses osteoklastogenesis. Banyak laporan mendukung pernyataan bahwa rasio RANKL/OPG merupakan penentu utama masa tulang. Sebuah peran osteoprotektif OPG pada manusia didukung oleh laporan tentang dilesi homozigous dari 100 kilobasa OPG dari dua orang pasien dengan penyakit dari Paget juvenil, gangguan otosom-resesif yang ditandai oleh meningkatnya remodeling tulang, osteopeni, dan patah tulang. Ini juga didukung oleh pengidentifikasian dari sebuah inactivating deletion dalam exon 3 OPG pada tiga saudara kembar (siblings) dengan hiperfosfatasia idiopati, yang merupakan sebuah penyakit tulang otosom-resesif ditandai oleh meningkatnya turnover tulang terkait dengan berbagai deformitas tulang panjang, kifosis, dan protrusi acetabuler pada anak-anak yang terkena. Sebuah temuan mengejutkan belakangan ini adalah bahwa pengekspresian OPG diregulasi oleh pensinyalan Wnt/β-catenin pada osteoblas, jalur yang sama yang meregulasi pembentukan tulang osteoblastik. Massa tulang ditentukan oleh berbagai upaya terkombinasi dari osteoblas dan osteoklas, dan diregulasi dalam osteoblas oleh dua jalur pensinyalan utama: RANKL/RANK dan Wnt/β-catenin (Haynes et al, 2003;

Pelletier et al, 2009; Amiable et al, 2009).

(53)

OPG nampaknya juga melindungi pembuluh darah besar dari kalsifikasi tunika media, berdasarkan atas observasi kalsifikasi ginjal dan aorta terjadi pada tikus kecil knockout OPG. Lebih lanjut, ketidakhadiran OPG dalam tikus kecil knockout ganda OPG / apolipoprotein E, menyarankan bahwa OPG memberi perlindungan dalam melawan komplikasi atherosklerosis ini. Apakah pensinyalan OPG dan RANKL memainkan peranan penting dalam penyakit kardiovaskuler masih tetap harus ditentukan dan dalam perdebatan. Sebagai contoh, terdapat juga sebuah asosiasi di antara level-level tinggi OPG dalam serum dan penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan gagal ginjal kronik pada manusia. Namun, OPG dalam setingan terakhir tidaklah nampak untuk melindungi skelet melawan meningkatnya penyerapan tulang dan hiperparatiroidisme sekunder yang diperantarai oleh PTH pada pasien-pasien dengan osteodistrofi renal atau melawan kalsifikasi vaskuler. Adalah memungkinkan bahwa OPG dalam serum pasien-pasien seperti itu terikat pada protein (protein-protein) plasma dan sehingga OPG lebih tidak aktif, namun berbagai studi lanjutan akan diperlukan untuk menentukan kebermaknaan dari berbagai observasi ini, dengan pertanyaan apakah rasio RANKL/OPG dalam serum adalah indikatif dari massa tulang / penyerapan tulang dan berbagai setingan ini (Haynes et al, 2003; Fonseca et al, 2004; Pelletier et al, 2009).

Remodeling tulang erat diatur oleh sebuah triad molekul yang terdiri dari RANKL / OPG / RANK. Penggerak reseptor ligan NF-KB (RANKL) (lokal pada osteoblas) meningkatkan osteoclastogenesis melalui interaksi dengan reseptor yang peringkat (lokal pada osteoklas), sedangkan osteoprotegerin (OPG) (diproduksi oleh osteoblas) menghambat osteoclastogenesis ini yang berikatan dengan RANKL.

Gambar

Tabel 1.1 Diagnosis Osteoarthritis Lutut
Gambar 1.1 Skala pada Numerical Rating Scales (NRS),
Gambar 1.2 Tampak proses aktivasi osteoclast di pengaruhi oleh ikatan antara  Receptor RANK dan RANKL
Gambar 3.1.2 Bagan Kerangka Berfikit OA Lutut &amp; Hormonal Sintesis MMP
+5

Referensi

Dokumen terkait