• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Wayan Winaja - Universitas Hindu Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "I Wayan Winaja - Universitas Hindu Indonesia"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

Transformasi kearifan lokal dan pendidikan karakter dalam pertunjukan Wayang Cenk Blonk di Bali sangatlah tepat dan penting. Transformasi kearifan lokal melalui ekspresi lisan dalam pertunjukan wayang Cenk Blonk di Bali perlu dikaji dan dimaknai.

PROSES BERKESENIAN DALANG NARDAYANA

Visi dan misi yang diusung oleh I Wayan Nardayana dalam pertunjukan wayang kulit dapat diuraikan sebagai berikut. Awalnya pertunjukan yang dibawakan oleh I Wayan Nardayana mengandalkan standar pertunjukan wayang kulit tradisional Bali, yaitu pakeliran, yaitu perkusi gender.

TRANSFORMASI

KEARIFAN LOKAL MELALUI UNGKAPAN-UNGKAPAN LISAN

Ekspresi lisan merupakan salah satu aspek kebudayaan yang mengakar, universal dan strategis dalam masyarakat Bali (Wisnu, 2008:218). Hal ini terlihat pada sejogan "sekah gelah nyen tunden maktinin" 'sekah (sarana memuja roh leluhur) milik keluarga, siapa pun yang diperintahkan untuk memujanya.' Ungkapan ini mengandung arti selalu mencintai dan menghargai diri sendiri. keluarga, karena orang lain tidak bisa mencintainya seperti miliknya.

TRANSFORMASI KEARIFAN LOKAL DALAM LAKON DIAH GAGAR MAYANG

LDGM)

Melihat penuturan LDGM yang terdiri dari beberapa adegan (pecahnya parwa, penangkilan, perang dan wasan), dalang menampilkan kearifan lokal terkait sistem sosial budaya Bali yang terinspirasi dari konsep tiga hita karana. yaitu tiga penyebab hubungan harmonis. Saksana mijil Sang Hyang Ringgit yata molah carita, swetaning tinuduh den Sang Hyang Prama Kawi, nguni wit winekan sira Sang Hyang Guru Reka. Tak lama kemudian, Sang Hyang Ringgit (wayang) hadir, mengharukan dan bercerita karena Sang Hyang Kawiswara memesannya berdasarkan petunjuk Sang Hyang Guru Rek sebagai ide awal pembuatan karya tersebut.

Tak lama kemudian muncul Sang Hyang Kawiswara dengan kesaktiannya membagi cerita menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (cerita karangan). Ketiganya melakukan pemujaan sebagai sujud bakti di hadapan Sang Hyang Ringgit, dewa tertinggi dalam pertunjukan wayang. Kutipan di atas memberikan gambaran yang cukup jelas bagaimana tradisi lisan, dalam hal ini pertunjukan wayang kulit, mentransformasikan kearifan lokal melalui ungkapan-ungkapan tradisional yang tergolong sesosan dalam kerangka dialog para tokoh (Tualen) yang berperan sebagai abdi kepada tuannya.

Selain orientasi kolateral kearifan lokal juga terlihat pada dialog-dialog para tokoh yang menggambarkan masyarakat Bali mempunyai orientasi budaya vertikal. Dalam adegan penangkapan menjelang pengangkatan anak saat dialog tokoh Tualen dan Merdah berlangsung, kearifan lokal yang bernuansa etika dan moral terlihat jelas diperbincangkan. Pemimpin yang baik menurut kearifan lokal Bali berdasarkan isi kitab (Niti Sastra, Catur Kotamaning Nrepati dan Catur Naya Sandhi) dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

TRANSFORMASI KEARIFAN LOKAL DALAM LAKON KATUNDUNG NGADA

LKN)

Misalnya ungkapan di atas dapat diibaratkan dengan ungkapan “lidah lebih tajam dari pada pedang” atau dapat disamakan dengan ungkapan “ujung pena lebih tajam dari ujung pedang”. Orang yang beriman kepada Tuhan karena membaca kitab suci dan ajaran para wali dan nabi dikatakan mencari Tuhan melalui agama pramana. Petikan berikut akan memaparkan dialog antara Delem dan Sangut yang mengandung pesan di atas.

Munculnya istilah “gubernur” dan “bupati” dalam LKN merupakan teknik dalang untuk mengubah struktur kelembagaan suatu kerajaan menjadi struktur kelembagaan negara demokrasi. Orang yang hatinya hangat akibat terbakar cenderung bertindak di luar akal sehat dan akibatnya malah berdampak buruk bagi dirinya. Ketika ada tuntutan hukum di pengadilan, aparat penegak hukumlah yang memanfaatkan keadaan dan mengambil keuntungan dari kasus orang lain.

Orang yang berperkara di pengadilan sering digambarkan tidak mau bikin bangku, bangku kentut, dagdag al, abian benyah. Jika seseorang membuang fesesnya ke sungai yang deras, perutnya akan terasa dingin, bokongnya bersih, dan fesesnya akan hanyut. Prinsip kesetiaan yang terkandung dalam kutipan di atas terlihat pada ungkapan Cara sesenggake nampah babi hutan, nampah penyu, nyaman magrudugan mapi-mapi sama, ramah.

TRANSFORMASI KEARIFAN LOKAL DALAM LAKON ASTI SWETA (LAS)

Model kasebut katon cetha banget ing LAS, dalang ngandhani LAS nggunakake teknik ngeling-eling, ora nggunakake teknik hafalan. Kaping pirang-pirang nalika Sang Hyang Sunyantara rawuh nyumurupi pepetenging langit wengi, kunang-kunang kunang-kunang teka gumeter wedi; apah, teja, bayu, akasa, lintang trengana, surya, candra. Kawinursita inggih punika salah satunggaling wêkdalipun ingkang rayi Indraprasta, inggih punika Indraprasta, botên sagêd nemoni garwanipun Indra, ananging ingkang rayi Yudistira, ingkang wontên ing madyaning krama Indraprasta, krama kaliyan Asti Sweta, utawi kados makatên punika.

Wangun modifikasi téh, antawisna: kahiji, modifikasi motif Arjuna ninggalkeun Indraprasta indit ka kahyangan néangan Asti Sweta ku titah Yudistira sarta Arjuna junun meunang Asti Sweta (LAS). Kawinursita sumping nganjang ka Indraprasta di payuneun Prabu Indra sareng Yudistira rayina Yudishthira angkat nepungan Indraprasta. Kadua, modifikasi motif Bimanyu angkat ka tengah leuweung pikeun milarian Asti Sweta atas paréntah Yudistira (Darmasunu) sareng Bimanyu gagal mendakan Asti Sweta (LDRT).

Nilai-nilai kearifan lokal lainnya yang ditransformasikan melalui ekspresi verbal dapat dilihat pada dialog antara Sangut dan Delem, Tualen dan Arjuna, serta Raksasa dan Arjuna, seperti terlihat pada kutipan berikut. Yan nuju kaka ka pura ajak Buk Nonik makejang bajang-bajang ngrimik ape sesabukan pak ngurah for moon kurenan jegeg keto ah ah ah ah, zing keto cara kurenan cie pitung dina nyap-nyap banjar cara lindung maulig, nyeb basang nyama braya nolih. Saat saya pergi sembahyang bersama Bu Nonik di pura, semua anak muda berbisik-bisik dan mengatakan Jimat Pak Ngurah yang mana yang biasa digunakan untuk mendapatkan istri cantik, jadi ah ah ah ah, tidak seperti itu dengan istrimu yang dipajang di pura untuk tujuh hari. Orang-orang tidak peduli di balai banjar karena istrimu itu seperti belut yang diremukkan, orang akan merasa mual jika melihatnya.

TRANSFORMASI KEARIFAN LOKAL DALAM LAKON DIAH RATNA TAKESI (LDRT)

Ya Tuhan, cahaya Hyang Surya yang agung, Engkau bersinar merah, kami memuja Engkau, Hyang Surya yang bersemayam di tengah-tengah teratai putih, kami memuja Engkau, yang menciptakan gemerlap sinar matahari. “Om nama namah, Om hrang hring sah paramastute ya namah swaha,” dalang mentransformasikan ungkapan (kutipan di atas) yang biasa disampaikan dalam doa dengan bunga di hadapan Sang Hyang Surya yang dibalut panyahcah parwa dengan kalimat “Om nama namah” di to menambahkan. , Om hrang hring sah paramastute ya namah swaha”. Perkembangan tersebut terlihat jelas dari konsep hubungan yang berlandaskan tri hita karana yaitu hubungan parhyangan dengan Tuhan, I Wayan Nardayana melakukan sujud bakti di hadapan Sang Hyang Surya yang merupakan perwujudan Tuhan sebagai wujud keimanan terhadap kebesaran Tuhan. .

Sesambungan kasebut adhedhasar nilai-nilai kesetiaan, sing asring diarani panca satia, sing kalebu limang jinis kesetiaan: satia hredaya 'setya marang awake dhewe;. Tiyang sepuh dipun pendhem, raganipun sang anom dipun cabut, sirahipun sang prabu lenggah kados dewa. Wonten ing konteks menika kacetha kasetyanipun paraga Tualen dhateng atasan (Yudistira), ingkang dipunandharaken saking ukara “Tambet tiangie daging wimudan tiangie ryng indik mamekul Ratu ribupadan palokor I Dewa”. Tembung mamekul minangka wujud ekspresi kang nduweni teges 'melayani' 'setia bekti'.

Tingkah laku yang dilakukan seorang hamba merupakan penjabaran satia, seperti 'setia pada perbuatan dalam arti mengabdi'. Apa yang digambarkan oleh tokoh Tugek sebagai gender dalam mengarungi rumah tangga dan pilihannya sendiri untuk mencari suami serta kesetiaannya kepada suami diungkapkan melalui ungkapan-ungkapan yang tergolong “cara batun buluan, nunggil trensan tiang,”. Ungkapan “tulya kadi kumuda bez banyu, kadi tunjung kirangan toya” dan “cara batun buluan, nunggil trensan pole,”.

FUNGSI TRANSFORMASI KEARIFAN LOKAL

MELALUI UNGKAPAN LISAN

Transformasi ekspresi verbal asring dipuntingali wonten ing dialog paraga bawahan amargi (istilah Damono dialog punakawan, tuladhanipun paraga Tualen kaliyan paraga Merdah, paraga Delem saha Sangut, paraga Nang Klenceng saha Nang. Ceblong Tetep Ida Sang Hyang Widhi Wasa, wireh Ida Sang Hyang Widhi Wasa punika wujuding maha kawasa, maha uninga, tan wicanten, tetep Ida Sang Hyang Widhi Wasa amargi Ida Sang Hyang Widhi Wasa tansah wonten ing pundi kemawon lan boten wonten wujudipun. .

Cang artinya cincin Ida Sang Hyang Widhi Wasa cang maca kitab, kitab suci, kitab agama. Cang beli ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa wit cang miragi wecanan sang sadhu budi, bagawan, rsi apa seluire to.'' (LKN:​​71 dan 72). Melalui kitab-kitab suci, melalui renungan dan pendengaran dari orang-orang suci, serta melihat secara langsung...Saya beriman kepada Ida Sang Hyang Widhi karena saya membaca kitab-kitab, kitab-kitab suci, kitab-kitab agama.

Aku beriman kepada Ida Sang Hyang Widhi karena aku pernah mendengar tentang wali, santo, rsi dan wali lainnya." Nang Klenceng : Nyalean, testes teka juk ken pencare, juk ken sau e, be ulam Agung teka uug pencare. Nang Klenceng : Nawasura menjadi hakimnya, dia ikut bermain, itu namanya permainan, supaya dia bisa bebas.

SIMPULAN

Gejala ini juga terlihat pada LDGM, LKN, LAS dan LDRT, gagasan Wayan Nardayana dengan “kreativitas inovatif”. Dalam penyampaian pidatonya, I Wayan Nardayana hanya mengandalkan tontonan yang dibawakannya untuk dijadikan pedoman, yaitu kemampuan memimpin masyarakat berperilaku sesuai dengan dogma agama dan melakukan reformasi atau perubahan terhadap kondisi yang dianggap buruk dalam diri sahabat. Dalam posisi tersebut, wayang I Wayan Nardayana berperan ganda, yaitu sebagai pendeta sekaligus penghibur (Damono, 1993:244).

Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ditransformasikan banyak diambil dari ekspresi-ekspresi yang ada di masyarakat, dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan. Transformasi kearifan lokal yang terdapat melalui ungkapan tradisional merupakan kearifan lokal berdasarkan konsep teologi Hindu yaitu tri hita karana, tatwam asi, rwa bhineda dan desa kala patra. Sebagai seorang dalang yang lahir, mengalami dan menyaksikan berbagai peristiwa sosial, politik, dan budaya, setidaknya I Wayan Nardayana.

Model ini banyak ditonjolkan oleh dalang I Wayan Nardayana dalam LCB agar fungsi transformatif ini dapat berperan ganda tidak hanya sebagai penghibur namun juga sebagai “pendeta” yaitu penyebar ilmu pengetahuan dan kritik terhadap masyarakat yang melenceng dari norma. atau dalam situasi ini transformasi dapat berperan sebagai kritik sosial. Melihat banyaknya transformasi ekspresi tradisional yang disampaikan para dalang di LCB, misalnya kearifan lokal yang mencerminkan pranata sosial, solidaritas (konsep manyama braya) dan kesetiaan (satya), maka teks tersebut berfungsi sebagai kelangsungan budaya. Dengan rasa yang mudah dipahami, menarik dan masyarakat pemilik wacana merasa menjadi bagian dari pertunjukan maka nilai-nilai kearifan lokal dapat tetap terjaga.

GLOSARIUM

Pujawali = upacara penyembahan kepada Tuhan dan dewi di kuil, yang berlangsung secara rutin pada hari dan bulan tertentu. Panyahcah parwa = mukaddimah dari wayang kulit, yang mengandungi permintaan untuk pertunjukan selamat, ucapan terima kasih kepada pencipta cerita dan permohonan maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pupuh = satu bentuk puisi tradisional, terikat dengan bilangan baris dalam rangkap, bilangan suku kata dalam baris dan bunyi akhir setiap baris.

Sangut = sosok badut adik perempuan Delem (dalam pementasan wayang kulit Bali ia berada di sisi kiri).

DAFTAR PUSTAKA

INDEKS

Tentang Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Kearifan lokal adalah bagian dari budaya Bali yang berfungsi sebagai konsep dasar sehingga menjaga dan membangun hubungan sosial yang kuat untuk menyingkirkan potensi

Desa adat merupakan lembaga berbasis kearifan lokal, desa adat di Provinsi Bali sangat dihormati dan ditaati oleh masyarakat, yang sebagian besar beragama Hindu dan

Resolusi konflik berbasis nilai-nilai kearifan lokal diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat dan berfungsi sebagai

Penelitian etnografi dalam hal ini berfungsi untuk mengkonsepsi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga di desa Trunyan sebagai pusat pembudayaan,

Penelitian etnografi dalam hal ini berfungsi untuk mengkonsepsi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga di desa Trunyan sebagai pusat pembudayaan,

Yang ketiga, konteks sosial yang digambarkan dalam berita RTRWP adalah mengenai Pancasila, kearifan lokal masyarakat Bali, struktur organisasi Bali Post,

Demi kesempurnaan dari peraturan tersebut, Pemerintah kembali menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 32/PJ/2013 tentang Penegasan Pelaksanaan

-- l l -~- 192 AIR DALAM ALAM BATIN ORANG BALI Orang Bali dan umumnya masyarakat dengan budaya petani, air merupakan unsur alam yang sangatvital karena tanpa air mereka tidak