• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN STATUS GIZI BERDASARKAN BB/U, TB/U DAN BB/TB PADA ANAK USIA 0 -59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2022

N/A
N/A
Anas Makmur

Academic year: 2024

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN STATUS GIZI BERDASARKAN BB/U, TB/U DAN BB/TB PADA ANAK USIA 0 -59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2022"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN STATUS GIZI BERDASARKAN BB/U, TB/U DAN BB/TB PADA ANAK USIA 0 -59 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2022

DISUSUN OLEH HARTINI MAHBUB,SKM

NIP.196811121992032011

DINAS KESEHATAN PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA TAHUN 2023

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN STATUS GIZI BERDASARKAN BB/U, TB/U DAN BB/TB PADA ANAK USIA 0 -59 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2022

DINAS KESEHATAN PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA TAHUN 2023

ii

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Untuk

Memenuhi Sebagai Persyaratan Kenaikan Pangkat Golongan IV/c

OLEH :

HARTINI MAHBUB,SKM NIP 196811121992032011

(3)

3

GAMBARAN STATUS GIZI BERDASARKAN BB/U, TB/U DAN BB/TB PADA ANAK USIA 0-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN MOROWALI TAHUN 2022

ABSTRAK

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan energy dan protein. Serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehataan tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variable tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja Puskesmas sekabupaten Morowali tahun 2022.

Jenis penelitian adalah deskriftif penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas sebupaten Morowali sampel 13973 orang. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja di Puskesmas Kabupaten Morowali pada Bulan Februari 2023 data status gizi dikumpulkan dengan cara melakukan analisasa data primer dan Sekunder Data hasil entrian e-PPGBM

Hasil penelitian menunjukkan status gizi berdasarkan BB/U kategori status gizi baik yaitu berjumlah 10468 kategori status gizi kurang 545 dan kategori status gizi sangat kurang 86 Berdasarkan TB/U kategori status gizi normal 10817 kategori ststus gizi pendek 5 2 2 , dan kategori status gizi sangat pendek 1 2 6 , Berdasarkan BB/TB kategori status gizi baik 9742 dan kategori status gizi kurang 211 dan Gizi Buruk 18

Disarankan untuk wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali agar dapat memberikan edukasi gizi kepada ibu balita supaya anak balita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kata Kunci : Status Gizi, BB/U, TB/U dan BB/TB.

(4)

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan untuk Allah SWT yang maha sempurna, dengan limpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Gambaran Status Gizi Berdasarkan BB/U, TB/U Dan BB/TB Pada Anak Usia 0 -59 Bulan di Wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali Tahun 2022” .

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk Kenaikan Pangkat Golongan IV/c . Penulis menyadari akan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun merupakan input dalam penyempurnaan selanjutnya.

Semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang dan masyarakat pada umumnya.

Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini penyusun telah mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak / ibu yang telah membantu.

Penyusunan menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah masih terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran agar dapat membantu perbaikan selanjutnya, Terima kasih.

Morowali , Febrauri 2023

Penyusun

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

BIODATA PENULIS ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFRTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Keaslian Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi ... 7

2.1.1 Pengertian Status Gizi ... 7

2.1.2 Penilaian Status gizi ... 9

2.1.3 Ukuran dan Indeks Antropometri ... 10

2.1.4 Cara Pengukuran Antropometri ... 12

2.1.5 Klasifikasi Status gizi... 14

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 15

2.2 Balita ... 20

2.2.1 Pengertian Balita ... 20

2.2.2 Prinsip Gizi Bagi Balita ... 22

2.2.3 Karakteristik Balita ... 23

2.2.4 Kebutuhan Gizi Balita... 2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Balita ... 24 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 38

3.2 Variabel Penelitian ... 38

3.3 Definisi Operasional... 38

3.4 Populasi dan Sampel ... 39

3.4.1 Populasi ... 39

3.4.2 Sampel... 40

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

3.5.1 Waktu Penelitian ... 40

3.5.2 Tempat Penelitian... 41

(6)

xii

3.6 Alat Pengumpulan Data ... 41 3.7 Pengolahan Data... 41 3.8 Analisis Data ... 42 BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 43 4.2 Pembahasan ... 46 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 55 5.2 Saran... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN

(7)

13

DAFTAR TABEL

4.2 Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja

4.3 Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja 1.1 Keaslian Penelitian ... 6 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut Rujukan Permenkes ... 14 3.1 Defenisi Opresional ...

4.1 Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu ...

38 44 Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu ... 44 Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu ... 45

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih), sedangkan kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak (Sholikah et al., 2017).

Masalah gizi merupakan penyebab sepertiga kematian pada anak.

Berinvestasi pada kesehatan anak, sama halnya dengan berinvestasi pada kemajuan suatu negara . Masa ketika anak berada di bawah umur lima tahun (balita) merupakan masa kritis dari perkembangan dan pertumbuhan dalam siklus hidup manusia. Anak mengalami pertumbuhan fisik yang paling pesat dan masa ini juga disebut masa emas perkembangan otak. Oleh karena itu, baik buruknya status gizi balita akan berdampak langsung pada pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan psikomotoriknya (Dalimunthe, 2015).

Di Negara berkembang, angka kesakitan dan kematian pada anak balita banyak dipengaruhi oleh keadaan gizi, dengan demikian angka kesakitan dan kematian dapat dijadikan informasi yang berguna mengenai keadaan kurang gizi di masyarakat. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena dalam saat seperti ini anak sangat

(9)

membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk mendapatkan gizi–gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari orang tua agar dapat menyediakan menu pilihan yang seimbang (Uliyanti et al., 2017).

Masalah gizi buruk dan gizi kurang nampaknya belum bisa teratasi dengan baik dalam skala internasional maupun nasional, tercatat 101 juta anak di dunia dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi, sedangkan di Indonesia hampir tidak mengalami kemajuan sama sekali dalam menurunkan tingkat kurang gizi anak sejak tahun 2007 yaitu sebanyak 18,4% anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi kurang.

Balita yang termasuk gizi kurang mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang gizinya baik (UNICEF, 2013).

Anak yang tidak cukup mendapat makan, atau tidak mendapatkan gizi dalam arti kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan anak tersebut tidak dapat tumbuh normal. Keadaan berlanjut dari anak yang tidak tumbuh normal ini akan dicerminkan pula pada pencapaian tinggi badannya (PRADO et al., 2010).

Masalah gizi berhubungan dengan aspek kesehatan, masalah sosial, ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku. Untuk mewujudkannya diperlukan seorang motivator dalam keluarga yang memiliki pengetahuan serta bersedia melakukan perubahan agar berperilaku gizi yang baik (Masita et al., 2018).

Asupan gizi yang baik berperan penting dalam mencapai pertumbuhan badan yang optimal. Pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup

(10)

pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang. Dampak akhir dari konsumsi gizi yang baik dan seimbang adalah meningkatnya kualitas sumber daya manusia (Sa’adah et al., 2014).

Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.

UNICEF mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat dilihat dari penyebab langsung dan tidak langsung serta pokok permasalahan dan akar masalah. Faktor penyebab langsung meliputi makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan anak dan lingkungan (Sholikah et al., 2017).

Prevalensi gizi buruk pada tahun 2007 terjadi perubahan yaitu sebesar 5,4%, sebanyak 5,7% di tahun 2013 dan 3,9% pada tahun 2018. Prevalensi sangat pendek turun di tahun 2018 menjadi 11,5%,tetapi prevalensi pendek naik menjadi 19,3% dari tahun 2013. Prevalensi sangat kurus turun menjadi 3,5%,prevalensi kurus turun menjadi 6,7% dan prevalensi gemuk turun menjadi 8,0% dari tahun 2013 (Kemenkes,2018).

Berdasarkan hasil PSG Tahun 2017 terdapat 29,6% balita Pendek (TB/U), 25,8% balita mempunyai berat badan menurut tinggi badan (BB/U) normal. Balita tersebut berpotensi mengalami kegemukan, jika tidak ditangani dengan tepat.

Sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,0% balita mempunyai status gizi kurang. Persentase underweight/berat badan kurang/gizi kurang (gizi buruk + gizi kurang) pada kelompok balita (17,8%)

(11)

lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta (14,8%) Tahun 2017 didapatkan sebanyak 17,8% balita menderita gizi kurang.Diantara balita gizi kurang tersebut sebanyak 12,7% adalah balita pendek (Kemenkes RI, 2017).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah di penelitian ini adalah bagaimana gambaran status gizi anak balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui gambaran status gizi berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja Puskesmas SeKabupaten Morowali Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran status gizi berdasarkan BB/U pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja Puskesmas S e k a b u p a t e n M o r o w a l i T a h u n 2 0 2 2 .

b. Diketahui gambaran status gizi berdasarkan TB/U pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali Tahun 2022.

c. Diketahui gambaran status gizi berdasarkan BB/TB pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja puskesmas Sekabupaten Morowali Tahun 2022.

(12)

1.5 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai bahan masukan untuk mengetahui gambaran status gizi berdasrkan BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak usia 0 -59 bulan di wilayah kerja puskesmas Sekabupaten Morowali Tahun 2022.

1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan Kota

Sebagai bahan masukan bagi perencanaan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu untuk menyusun program Gizi masyarakat yang berkaitan dengan penanggulangan pada status gizi berdasarkan BB/U. TB/U dan BB/TB Pada usia 12-59 bulan.

(13)

1

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi

2.1.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan energy dan protein. Serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehataan tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variable tertentu. Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia (almatsier, 2011).

Keaadaan demikian disebuat malnutrisi (gizi salah atau kelainan gizi), secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi).

Overnutrition adalah suatu keadaan tuuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu relative lama.

Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (almatsier, 2011).

1. Berat Badan

Berat badan menggambarkan tentang massa tubuh. Dalam keadaan normal, BB berkembang mengikuti perkembangan umur (balita). Sedangkan saat dalam keadaan tidak normal, BB

(15)

berkembang lebih cepat atau lambat. Berdasarkan sifat tersebut, maka indikator BB/U hanya dapat menggambarkan status gizi saat ini. Prosedur penimbangan BB yaitu (1) dilakukan sebaiknya pagi hari setelah buang air atau keadaan perut kosong supaya hasil akurat, (2) meletakkan timbangan di tempat yang datar, (3) sebelum dilakukan penimbangan sebaiknya timbangan dikalibrasi terlebuh dahulu, (4) klien diminta melepas alas kaki, aksesoris yang digunakan dan menggunakan pakaian seminimal mungkin, (5) klien naik ke timbangaan dengan posisi menghadap kedepan, pandangan lurus, tangan disamping kanan kiri dan posisi rileks serta tidak banyak gerakan, (6) catat hasil pengukuran (Windasari et al., 2020).

2. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan gambaran pertumbuhan. Dalam keadaan normal, TB tumbuh bersama dengan pertambahan umur. Pengaruh kekurangan gizi terhadap TB akan tampak pada kekurangan yang sangat lama. Berdasarkan hal tersebut indeks TB/U dapat menggambarkan keadaan masa lalu (Aritonang, 2013). Prosedur pengukuran TB yaitu (1) memasang mikrotoa pada dinding yang rata dan tegak lurus pada lantai, (2) mikrotoa digeser keatas hingga melebihi tinggi anak yang akan diukur, (3) klien berdiri tegak lurus rapat ke dinding, (5) posisi kepala, bahu belakang, pantat dan tumit rapat ke dinding, pandangan lurus ke depan, (6) membaca angka

(16)

pada mikrotoa dengan pandangan mata sejajar dengan angka yang ditunjuk pada garis mikrotoa (Windasari et al., 2020).

2.1.2 Penilaian Status Gizi

Secara umum, status gizi dapat dikatakan sebagai fungsi kesenjangan gizi, yaitu selisih antara konsumsi zat gizi tersebut.

Kesenjangan gizi bermanifestasi menurut tingkatannya,sebagai berikut : 1. Mobilisasi cadangan zat gizi, yaitu upaya menutup kesenjangan

yang masih kecil dengan mengunakan cadangan gizi dalam tubuh;

2. Deplesi jaringan tubuh yang terjadi jika kesenjangan tersebut tidak dapat ditutupi dengan pemakaian cadangan;

3. Perubahan biokimia, suatu kelainan yang terlihat dalam cairan tubuh;

4. Perubahan fungsional, yaitu kelainan yang terjadi dalam kerja.

5. Perubahan anatomi, suatu perubahan yang bersifat lebih menetap.

Metode penilaian stauts gizi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat perkembangan kekurangan gizi, yaitu metode konsumsi, metode laboratorium, metode antropometri dan metode klinik. Penentuan status gizi dapat dikelompokan dalam metode langsung. Metode penilaian status gizi secara langsung meliputi metode biokimia, antropometri, klinik dan biofisik (almatsier, 2011).

Penilaian status gizi dengan cara antropometri, kelebihan pengukuran antropometri, Penentuan status gizi dengan menggunakan metode antropometri mempunyai beberapa keuntungan seperti :

(17)

1. Prosedur pengukuran sederhana, aman, tidak invasive sehingga dapat dilakukan di lapangan dan cocok dengan jumlah sempel yang besar.

2. Alat yang dibbutuhkan tidak mahal,mudah dibawah, serta tahan (durable) dan dapat dibuat atau dibeli di setiap wilayah.

3. Tidak membutuhkan tenaga khusus dan pelaksanaannya.

4. Metode yang digunakan tepat dan akurat, sehingga standarisasi pengukuran terjamin.

5. Hasil yang diperoleh menggambarkan keadaan gizi dalam jangka waktu yang lama dimana tidak dapat diperoleh dengan tingkat kepercayaan yang sama dengan teknik lain.

6. Prosedur ini dapat membantu mengidentifikasi tingkat malnutrisi (ringan sampai berat).

7. Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya perubahan yang terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya, suatu fenomena yang dikenal sebagai secular trend.

8. Dapat digunakan sebagai skrining test untuk mengidentifikasi individu yang mempunyai risiko tinggi terjadinya malnutrisi.

2.1.3 Ukuran dan Indeks Antropometri

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dngan status gizi. Atas dasar ini ukuran -ukuran dengan mengunakaan metode antropometri diakui sebagai indeks yang

(18)

baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk Negara- negara berkembang (almatsier, 2011).

Ukuran antropometri terbagi mmenjadi atas 2 tipe, yaitu ukuran pertumbuhan tubuh dan komposisi tubuh. Ukuran pertumbuhan yang biasa digunakan meliput :tinggi badan atau panjang badan, lingkar kepala, lingkar kepala, lingkar dada, tinggi lutut. Pengukuran komposisi tubuh dapat dilakukan melalui ukuran : berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit. Ukuran pertumbuhan lebih banyak mengambarkan keadaan gizi masa lampau, sedangkan ukuran komposisi tubuh menggambarkan gizi masa sekarang atau saat pengukuran.

Indikator status gizi yang didasarkan pada ukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) biasanya disajikan dalam bentuk indeks yang terkait dengan Umur (U) atau kombinasi antara keduanya. Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi yang memiliki karakteristik masing-masing. Dengan batasan(Cut-Off Point) tertentu, nilai–nilai indeks antropometri dapat digunakan sebagai indicator untuk menentukan status gizi.

Kegiatan pemantauan status gizi, jarak waktu yang cukup panjang (dua tahun atau lebih) pilihan utaman adalaha indeks TB/U. Indeks ini cukup sensitif untuk mengukur perubahan status gizi dalam jangka panjang, stabil, tidak terpengaruh oleh fluktasi perubahan status gizi yang

(19)

sifatnya musiman. Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh keadaan secara musiman yang dapat mempengaruhi status gizi dapat ditunjukkan oleh indeks BB/U. Kalau tujuan penilaian status gizi adalah untuk assessment seperti dalam evaluasi suatu kegiatan program gizi, gabungan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dapat memberikan informasi yang rinci tentang status gizi, baik gambaran masa lalu maupun masa kini atau keduanya (kronis dan akut).

2.1.4 Cara Pengukuran Antropometri a) Berat Badan

Pengukuran berat badan anak sekolah di lapangan biasanya menggunakan timbangan injak dengan skala 0,1 kg, menggunakan timbangan dengan skala mendekati 100 gram.

Cara Pengukuran berat badan, dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Subjek menggunakan pakaian biasa (menutup aurat). Isi kantong yang berat dikeluarkan. Subjek tidak menggunakan sepatu dan kaus kaki.

2. Subjek berdiri di atas timbangan dengan beratnya tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala Franfort Horizontal Plane (Bagian Interior yang paling rendah dari sisi orbiital kiri segaris dengan tragian kiri. Tragian adalah titik terendahdari notch superior dari tragus auricle. Garis pandang adalah Horizontal (look straight ahead) dan sigital plane dari kepala adalah vertikal.

(20)

3. Kedua lengan tergantung bebas di samping badan dan telapak tangan menghadap ke arah paha. Pengukur berdiri di belakang subjek dan mencatat hasil timbangan mendekati 100 gram, beserta dengan waktu pencatatan hasil penimbangan.

b) Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan anak balita maupun anak sekolah dilakukan dengan menggunakan microtoise antropometer dengan skala 0,1 cm. cara pengukuran dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Subjek dengan pakaian biasa dan tanpa sepatu atau kaos kaki.

2. Subjek berdiri pada tempat yang rata dan tepat di bawah microtoise.

3. Berat badan terdistribusi merata pada kedua kaki dan posisi kepala adalah posisi Frankfort Horizontal Plane seperti pada pengukuran berat badan.

4. Tangan tergantung secara bebas pada kedua sisi badan dengan arah telapak tangan menghadap paha.

5. Kedua tumit subjek berdekatan dan menyetuh dasar dari dinding vertikal, Bagian medial dari kaki membentuk sudut 60 derajat.

6. Scapula dan bagian belakang (pantat) subjek menyentuh dinding vertikal.

7. Perintahkan subjek untuk menarik napas dan menahannya dalam posisi tegak tanpa mengubah beban dari kedua tumit.

(21)

8. Bagian microtoise yang dapat digerakan dipindahkan sampai pada bagian atas dri kepala dengan sedikit menekan rambut.

9. Pengukuran dilakukan sampai mendekati 0,1 cm.

2.1.5 Klasifikasi Status Gizi

Berdasarkan kesepakatan pada temu pakar bidang gizi pada Januari 2000 merekomendasikan penggunaan baku rujukan WHO sebagai standar atau rujukan dalam penentuan status gizi secara antropometri. Temu pakar tersebut juga menyepakati cara penggolongan status gizi khusus untuk indeks BB/U, TB/U.

Tabel 2.1 Status Gizi Menurut Rujukan Permenkes 2020 Klasifikasi Status Gizi menurut Baku Rujukan Permenkes 2020.

Indeks Status Gizi Kategori (Nilai Z-skor)

BB/U Gizi Buruk

Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

<-3 SD (-3SD) – (<-2 SD)

(-2 SD) – ( 1 SD)

>+1 SD

TB/U Sangat Pendek

Pendek Normal Tinggi

<- 3SD (-3 SD) – (<-2 SD)

(-2 SD) – ( 3SD)

>3 SD

BB/TB Gizi Buruk

Gizi Kuramg Gizi Baik Beresiko Gizi

Lebih Gizi Lebih

Obesitas

<-3SD -3SD - <-2 SD -2 SD - +1 SD

>+1 SD - +2 SD

>+2 SD - +3 SD

>+3 SD

(22)

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 1. Asupan Makanan

Balita termasuk kelompok rawan gizi yang mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang dibutuhkan. Status gizi pada anak balita merupakan masalah yang sangat penting untuk diperhatikan oleh kita semua terutama orang tua dan tenaga kesehatan. Masalah gizi yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Sari et al., 2016).

Anak yang kurang mendapat asupan gizi pertumbuhan dan perkembanganya terhambat daripada anak yang mendapat asupan gizi yang cukup. Misalnya saja pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat badan balita rendah, perkembangan otak, tingkat kecerdasan

dan psikisnya pun juga rendah serta rentan terhadap infeksi (Dr.

hasdianah, 2014).

Faktor penyebab langsung terjadinya masalah gizi kurang pada anak balita adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi.

Sedangkan faktor penyebab tidak langsung terjadinya masalah gizi kurang pada anak balita adalah ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak yang kurang memadai, dan pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai (Saufi, 2018).

Menurut Supariasa (2014) banyak faktor yang mempengaruhi status gizi balita salah satunya adalah asupan nutrisi. Secara

(23)

langsung asupan nutrisi dapat mempengaruhi status gizi balita, hal ini terjadi apabila asupan makanan atau nutrisi yang diberikan kepada balita tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak seimbang dalam pemberiannya akan mengakibatkan balita mengalami gizi lebih, kurang bahkan gizi buruk (Sari et al., 2016).

Hal-hal yang menjadi penyebab kurangnya asupan gizi pada balita.

Faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi, orang tua balita tidak mampu untuk memberikan nutrisi yang baik karena masalah biaya.

b. Faktor pendidikan, pengetahuan yang terbatas tentang asupan gizi yang baik dapat memicu kesalahan dalam memberi makanan pada anak. Bisa saja orang tua memberikan asupan makanan kepada anak dalam jumlah banyak tetapi tanpa memperhatikan kandungan nutrisi yang ada dalam makanan tersebut.

c. Faktor lingkungan. Jika sebuah keluarga hidup di lingkungan yang kurang memperhatikan asupan gizi, maka tidak menutup kemungkinan keluarga tersebut ikut serta dalam kebiasaan dilingkungan sekitarnya.

Gizi Kurang juga dapat disebabkan oleh :

a. Ketidakmampuan untuk metabolisasi nutrien

(24)

b. Ketidakmampuan untuk mendapat zat gizi yang sesuai dari makanan.

c. Percepatan ekskresi zat-zat gizi dari tubuh.

d. Sakit atau penyakit yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan nutrien.

Menu Seimbang Untuk Balita :

Asupan gizi yang seimbang bagi balita itu sangat perlu. Tidak baik jika asupan gizinya kurang ataupun berlebih, maka perlu untuk menyeimbangkannya disesuaikan dengan kebutuhan. Menu seimbang untuk balita menurut yaitu :

a) Gula dan garam. Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram. Cermati makanan orang dewasa belum tentu cocok untuknya. Kadang makanan ibu terlalu banyak garam atau gula, atau bahkan mengandung bahan pengawet atau pewarna buatan.

b) Porsi Makan. Porsi makan anak juga berbeda dengan orang dewasa. Mereka membutuhkan makanan sumber energi yang lengkap gizi dalam jumlah lebih kecil namun sering.

c) Kebutuhan energi dan nutrisi. Bahan makanan sumber energi seperti karbohidra, protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. Lakukan pengaturan agar semua sumber gizi tersebut ada dalam menu sehari.

(25)

d) Susu pertumbuhan. Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi balita. Sedikitnya balita 350 ml/ 12 ons per hari. Susu pertumbuhan merupakan susu lengkap gizi yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia 12 bulan ke atas (Dr. hasdianah, 2014).

2. Pola Asuhan Ibu

Pertumbuhan yang baik ditandai dengan kesesuaian antara umur anak dengan berat badan, sedangkan perkembangan anak ditandai dengan kesesuaian antara umur anak dan jenis keterampilan yang harus dikuasai anak sesuai tahap perkembangannya. Tingkat perkembangan anak balita meliputi keterampilan dan kecerdasan yang dimiliki seorang anak sebagai hasil perkembagannya. Tingkat perkembangan setiap fase berbeda sesuai umur, ditunjang faktor lingkungan dan proses belajar (Masita et al., 2018).

Pola asuh orang tua terhadap anak pada dasarnya adalah mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahap perkembangannya dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya (Kurnia, 2017).

Pada tahap dasar, kebutuhan seorang anak adalah pangan. Ini merupakan unsur utama untuk pertumbuhan anak, agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan genetiknya.

(26)

kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dapat digolongkan menjadi 3, yaitu asuh, asih, dan asah ( Pratiwi et al., 2016).

Model perilaku orang tua secara langsungatau tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Orang tua sebagai lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi igure idola anak yang paling dekat. Bila anak melihat kebiasaan baik dari orang tua maka dengan cepat mencontohnya, demikian sebaliknya.

Anak meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah dan mengungkapkan perasaan dan emosinya. Model perilaku yang baik akan membawa dampak baik bagi perrkembangan anak demikian juga sebaliknya (Kurnia, 2017).

Baumrind (2006) menjelaskan bahwa pola asuh orang tua terhadap anak dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu : 1. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua yang menerapkan perilaku pada anak dalam rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan kepentingan anak yang bersikap rasional atau pemikiran-pemikiran. Tipe pola demokratis mengharapkan anak untuk berbagai tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinannya yang

(27)

dimilikinya, Contohnya : anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal.

2.Pola asuh otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkaan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancamannya.

Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua maka orang tua tipe ini akan tidak segan menghukum anak. Orang tua macam ini juga tidak memerlukan umpan balik anaknya. Dalam upaya mempengaruhi anak sering menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan acaman. Hubungan anak dan orang tua cenderung renggang.

Contoh pola asuh otoriter : anak harus tunduk dan patuh terhadap kehendak orang tua.

2.2 Balita

2.2.1 Pengertian Balita

Balita adalah kelompok anak yang berada pada rentang usia 0-5 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Menurut Prasetyawati (2011), masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia dikarenakan tumbuh kembang berlangsung cepat.

Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita menjadi faktor keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di masa mendatang (Aminah, 2016).

(28)

Soetjiningsih (2012) menjelaskan tumbuh kembang adalah suatu proses yang berkelanjutan dari konsepsi sampai dewasa yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pertumbuhan paling cepat terjadi pada masa janin, usia 0-1 tahun dan masa pubertas.

Sedangkan tumbuh kembang yang dapat dengan mudah diamati pada masa balita. Pada saat tumbuh kembang setiap anak mempunyai pola perkembangan yang sama, akan tetapi kecepatannya berbeda. Pada masa balita termasuk kelompok umur paling rawan terhadap kekurangan energi dan protein, asupan zat gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Zat gizi yang baik adalah zat-zat gizi yang berkualitas tinggi dan jumlahnya mencukupi kebutuhan (Nurhidayah et al., 2018). Apabila zat gizi tubuh tidak terpenuhi dapat menyebabkan beberapa dampak yang serius, contohnya gagal dalam pertumbuhan fisik serta perkembangan yang tidak optimal (Aminah, 2016).

Perkembangan juga merupakan perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses pematangan dan pengalaman (Hurlock, 2007), dengan kata lain perkembangan adalah pertumbuhan yang terjadi secara bertahap dari hal yang sederhana menjadi yang lebih kompleks.

Tahun - tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan psikososial berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun- tahun pertama sangat menentukan hari depan anak.

(29)

Pada Pada masa ini terbentuk dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan penginderaan, berpikir, keterampilan berbahasa, berbicara, bertingkah laku sosial, dan sebagainya. Untuk mencapai keberhasilan pada periode penting anak tersebut, maka setiap orangtua akan melakukan berbagai upaya yang maksimal untuk memenuhi semua kebutuhan anak demi tercapainya perkembangan anak yang optimal (Nurhidayah et al., 2018).

2.2.2 Prinsip Gizi Bagi Balita

Secara harfiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia diatas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya (almatsier, 2011).

Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “batita"

dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia "prasekolah". Balita sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.

(30)

Anak dibawah lima tahun merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menderita kekurangan gizi. Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh kepada pertumbuhan semasa balita. Bila gizi buruk maka perkembangan otaknya pun kurang dan itu akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan prasekolah (sandjaja, 2009).

2.2.3 Karakteristik Balita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak batita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang adalah porsi kecil dengan frekuensi sering diberikan (almatsier, 2011).

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal sebagai "masa keras kepala". Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat

(31)

mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak (sandjaja, 2009).

2.2.4 Kebutuhan Gizi Balita

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik.

Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS).

a. Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun dengan bertambahnya usia.

(32)

b. Kebutuhan zat pembangun

Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar daripada orang dewasa.

Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil.

c. Kebutuhan zat pengatur

Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia.

Untuk pertumbuhan dan perkembangan, balita memerlukan enam zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari hari. Agar balita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, makan makanan yang dimakannya tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja. Makanan yang dikonsumsi balita seharusnya :

1. Beragam jenisnya.

2. Jumlah atau porsinya cukup (tidak kurang atau berlebihan)

3. Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan) 4. Makan dilakukan secara teratur,

5. Makan dilakukan dengan cara yang baik.

Keenam zat gizi utama digunakan oleh tubuh anak untuk:

(33)

a. Menghasilkan tenaga yang digunakan oleh anak untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti belajar, berolah raga, bermain, dan aktivitas lain (disebut zat tenaga). Zat makanan yang merupakan sumber tenaga utama adalah karbohidrat dan lemak. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat adalah beras, jagung, singkong, ubi jalar, kentang, talas, gandum dan sagu. Makanan yang banyak mengandung lemak adalah lemak hewan (gajih), mentega, minyak kelapa, dan keju. goreng.

b. Membangun jaringan tubuh dan mengganti jaringan tubuh yang aus/rusak. (disebut zat pembangun). Zat makanan yang merupakan zat pembangun adalah protein. Makanan yang banyak mengandung protein yaitu tahu, tempe oncom, kacang-kacangan, telur, daging, ikan, udang dan kerang.

c. Mengatur kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalam tubuh (disebut zat pengatur). Zat makanan yang merupakan zat pengatur adalah vitamin, mineral dan air. Makanan yang banyak mengandung vitamin, mineral dan air adalah sayur-sayuran dan buah buahan.

Kebutuhan tubuh balita akan keenam macam gizi untuk melakukan tiga fungsi tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dari satu macam makanan saja karena tidak ada satu pun makanan dari alam yang mempunyai kandungan gizi lengkap. Jika makanan anak beragam, maka zat gizi yang tidak terkandung atau kurang dalam satu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat gizi yang berasal dari

(34)

makanan jenis lain. Agar makanan yang dimakan anak beranek ragam, maka kita harus selalu ingat bahwa makana yang dimakan anak harus mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Ketiga zat ini dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (sandjaja, 2009).

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Pertumbuhan merupakan perubahan besar, jumlah, ukuran, dimensi sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik.

Pertumbuhan merupakan dasar untuk menilai kecukupan gizi bayi.

Indikator pertumbuhan yang banyak digunakan adalah berat badan dan pertambahan berat, meskipun pertambahan panjang juga digunakan untuk menilai pertumbuhan linier dan adiposit yang ditunjukkan dengan tebal lemak bawah kulit. Pertumbuhan dapat digunakan untuk mengetahui perubahan yang berhubungan dengan perkembangan bentuk dan fungsi yang diukur dengan panjang, berat dan komposisi kimia sehingga pertumbuhan membutuhkan zat gizi untuk menghasilkan simpanan energi, pembelahan sel dan penggunaan skeletal. Berdasarkan hal ini maka pertumbuhan meliputi pertumbuhan tubuh secara keseluruhan, pertumbuhan organ, replikasi sel, pergantian dan perbaikan jaringan, dan kematian sel (apoptosis) (Achmad Afandi, 2019).

(35)

Semua anggota tubuh tidak mempunyai kecepatan pertumbuhan yang sama ataupun berhenti bertumbuh secara bersamaan.

Pertumbuhan salah satu bagian tubuh dapat diatur oleh aktivitas bagian tubuh lain seperti sistem endokrin dimana pengaturan juga bergantung pada tahapan perkembangan yang dicapai oleh sistem endokrin tersebut. Pertumbuhan menekankan pada perubahan anatomi dan fisiologi sedangkan perkembangan meliputi aspek psikologi, kemampuan motorik dan sensorik. Tubuh terdiri dari sel dan matriks interseluler yang bertambah dalam ukuran dan jumlah.

Bila sel dari jaringan atau organ bertambah jumlahnya dengan pembelahan sel maka pertumbuhannya disebut multiplicative, jika bertambah dalam ukuran disebut auxetic. Jumlah sel dalam tubuh orang dewasa adalah 1014 yang berasal dari satu ovum yang dibuahi.

Semua reseptor pertumbuhan adalah protein (Achmad Afandi, 2019).

Pertumbuhan sel terjadi ketika sel masuk tahapan siklus yaitu tahap S (S phase) yang ditandai dengan perubahan kandungan seluler anorganik, absorpsi air, dan meningkatnya sintesis protein. Jika mekanisme yang mengatur transisi ini tidak sempurna maka tidak mampu memenuhi kebutuhan penggantian jaringan ataupun penyembuhan luka. Selama tahap (S phase), suplai material mentah yang cocok dan cukup sangat esensial khususnya asam amino yang dapat diubah menjadi protein atau dikonversi menjadi substansi penting seperti DNA (Deoksiribonucleic Acid). Ada 4 fase penting

(36)

dalam pertumbuhan tubuh. Tahap awal adalah tahap embrio dengan difrensiasi fungsi yang relatif kecil. Fase kedua adalah terjadi keseimbangan pertumbuhan dan difrensiasi aktivitas fungsional.

Fase ketiga adalah tercapainya aktivitas fungsional yang mapan dan fase akhir terjadi pada saat usia tua yaitu bila pertumbuhan tidak dapat mengatur keseimbangan sehingga sel akan berkurang dan tidak digantikan sehingga fungsi sel menjadi tidak efisien dan kematian komponen jaringan (Achmad Afandi, 2019).

Beberapa ahli mengemukakan ada faktor faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (aktot prenatal dan postnatal). Faktor prenatal (sebelum lahir) terdiri dari gizi ibu pada waktu hamil, mekanis, toksin/sat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, dan anoksia embrio.

Faktor postnatal (setelah lahir) terdiri dari :

1. Lingkungan biologis yaitu ras, jenis kelamin, umur, gizi, kesehatan, fungsi metabolisme, dan hormon.

2. Lingkungan fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah, radiasi.

3. Psikososial yaitu stimulasi, motivasi, stres, kualitas interaksi anak dan orangtua.

4. Faktor keluarga dan adat istiadat yaitu pendapatan keluarga, pendidikan, jumlah saudara, norma, agama, urbanisasi.

(37)

Menurut UNICEF(1999), faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung, sebab tak langsung, dan penyebab dasar. Sebab langsung meliputi kecukupan pangan dan keadaan kesehatan, sebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, dengan penyebab dasar struktur ekonomi.

Ada 10 (sepuluh) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu:

a. Genetik

Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan.

Studi pada anak kembar menunjukkan bahwa bentuk dan ukuran tubuh, simpanan lemak dan pola pertumbuhan sangat berkaitan dengan faktor alam daripada pengasuhan. Keturunan tidak hanya mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan tetapi juga kecepatan untuk mencapai pertumbuhan sehingga umur radiologi, gigi, seksual, dan saraf dari kembar identik cenderung sama. Sebaliknya pada kembar non identik dapat berbeda. Hal ini menunjukkan adanya komponen genetik yang kuat dalam menentukan bentuk tubuh. Ukuran tubuh akan memberikan sedikit gambaran mengenai unsur lemak yang ada di dalamnya. jika bentuk badanya tinggi dan lebar, maka energi yang dibutuhkan juga akan banyak untuk mensuplai sel-sel agar tumbuh dan berkembang dengan baik.

(38)

b. Saraf

Pusat pertumbuhan dalam otak adalah hipotalamus yang menjaga anak-anak untuk bertumbuh mengikuti kurva pertumbuhan normal. Jika terjadi penyimpangan dari kurva pertumbuhan karena kurang gizi atau sakit terjadi periode yang dirangsang untuk mengejar pertumbuhan (catch up growth).

Fenomena ini menunjukkan adanya mekanisme pengendalian pusat pertumbuhan dalam hipotalamus yang berinteraksi dengan lobus anterior dari kelenjar pituitari dengan hormon yang mengatur pertumbuhah. Terdapat bukti bahwa sistem saraf periperal juga berperan dalam mengatur pertumbuhan. Nafsu dan keinginan anak untuk makan berbeda-beda. Namun biasanya untuk tahap perkembangan anak balita cenderung sulit untuk mendapatkan makanan yang cocok, kerena lebih memilih-milih pada makanan yang ia sukai saja.

c. Hormon

Kelenjar endokrin dapat mempengaruhi pertumbuhan tubuh.

Kecepatan pertumbuhan maksimum terjadi pada bulan keempat dimana kelenjar pituitari dan tiroid berperan. Lobus anterior dari kelenjar pituitari menghasilkan polipeptida yang disebut hormon pertumbuhan atau somatotropin. Hal ini dapat dideteksi dalam janin pada akhir bulan kedua segera setelah pituitari terbentuk.

Pada anak anak yang defisiensi somatotropin akan mengalami

(39)

hambatan pertumbuhan. Somatotropin mengatur kecepatan normal sintesis protein dalam tubuh dan juga menghambat sintesis lemak dan oksidasi karbohidrat. Selain itu somatotropin berperan meningkatkan jumlah sel dalam tubuh dengan menstimulasi pembelahan sel dan pembentukan DNA.

Secara khusus somatotropin penting untuk proliferasi sel-sel tulang rawan dari plates epiphyseal yang berdampak besar terhadap panjang badan. Somatotropin berperan melalui intermediasi substansi sekunder yang disebut somatomedin yaitu peptida yang dibentuk dalam hati dan bersirkulasi dalam plasma darah.

Somatomedin ini mempunyai efek seperti insulin yang menstimulasi sintesis protein. Lobus anterior kelenjar pituitari juga mensekresi hormon tirotropik yang mempengaruhi pertumbuhan dengan stimulasi kelenjar tiroid untuk sekresi tiroksin dan triiodotironin. Tiroksin dan triiodotironin ini menstimulasi metabolisme umum yang penting dalam pertumbuhan dan kematangan tulang, gigi, dan otak (Achmad Afandi, 2019).

d. Gizi

Kebutuhan kalori manusia bervariasi sesuai dengan tahap perkembangan. Pada tahun pertama bayi membutuhkan kalori 2 kali dibanding pria dewasa dengan aktivitas sedang. Kelaparan juga dapat mengubah komposisi tubuh. Pada saat kelaparan protein dipakai sehingga massa sel tubuh berkurang. Komposisi diet yang

(40)

cocok untuk pertumbuhan normal adalah suplai protein yang cukup dimana 9 asam amino sangat esensial untuk pertumbuhan dan tidak adanya salah satu asam amino ini akan mengganggu pertumbuhan atau retardasi pertumbuhan. Kekurangan protein adalah faktor utama kwashiorkor dimana terjadi pertumbuhan dan kematangan skeletal yang menurun dan dapat menghambat pubertas.

Zink berperan dalam sintesis protein dan merupakan komponen enzim tertentu sehingga defisiensi zink menyebabkan kekerdilan (stunted) dan mempengaruhi perkembangan seksual. lodium dibutuhkan untuk menghasilkan hormon tiroid. Tulang tidak dapat tumbuh secara sempurna tanpa suplai kalsium yang cukup, fosfor, dan komponen anorganik lain seperti magnesium dan mangan Sekitar 99% dari total kalsium tubuh terdapat dalam tulang dan gigi.

Pembentukan tulang diawali dalam embrio dan berlangsung selama hidup. Kalsium berperan dalam mineralisasi tulang, pengenalan sel dan kontraksi otot. Pada anak-anak yang sedang bertumbuh sekitar 180 mg kalsium ditambahkan pada tulang setiap hari, meningkat 400 mg saat remaja. Sekitar 85% dari fosfor tubuh berada dalam tulang. Fluor dibutuhkan untuk pembentukan enamel gigi yang sempurna. Fosfor merupakan komponen enzim, metabolik lain, material genetik (DNA), membran sel, dan tulang yang digunakan dalam mineralisasi tulang.

(41)

Besi dibutuhkan untuk menghasilkan hemoglobin. Konsumsi besi menurun pada makanan diet untuk penurunan berat badan sehingga terjadi anemia defisiensi besi. Infestasi parasit seperti cacing mempengaruhi pertumbuhan karena menyebabkan berkurangnya darah dan protein dari dinding usus. Beberapa parasit juga dapat mempengaruhi absorpsi zat gizi. Tulang mengandung 60% dari magnesium tubuh dimana lebih dari 300 enzim menggunakan magnesium dan banyak sel yang menghasilkan energi membutuhkan magnesium untuk berfungsi secara sempurna.

Vitamin A dapat mengendalikan aktivitas osteoblast dan osteoclast. Vitamin A yang terlalu banyak dalam diet dapat menyebabkan pertumbuhan skeletal berkurang. Sebaliknya kekurangan vitamin A menyebabkan cacat dalam proses pembentukan tulang. Vitamin B2 juga berperan dalam pertumbuhan. Defisiensi vitamin C, substansi interseluler tulang dibentuk tidak sempurna dan konstruksi tulang peka terhadap kekurangan kolagen. Defisiensi vitamin D menyebabkan ricket.

Vitamin D menstimulas absorpsi kalsium dari usus halus dan reabsorpsi kalsium oleh ginjal. Jika vitamin D sangat sedikit maka suplai kalsium dan fosfor dalam aliran darah tidak cukup sehingga tulang yang lunak (softened bones) menjadi distorsi dan berat badan menurun.

(42)

Pengaruh defisiensi oksigen terhadap pertumbuhan disebabkan karena jaringan menerima oksigen yang sangat sedikit untuk metabolisme normal. Selanjutnya cacat jantung kongenital yang tidak disebabkan oleh oksigenasi darah yang kurang tetapi juga oleh gangguan pertumbuhan.

e. Kecenderungan sekuler

Terdapat kecenderungan bahwa anak-anak saat ini tumbuh lebih tinggi dibanding era sebelumnya. Kecenderungan sekuler dalam kematangan yang berhubungan dengan kecenderungan sekuler dalam pertumbuhan adalah umur pertama menstruasi.

f. Status sosial ekonomi

Anak-anak usia 3 tahun dari status ekonomi tinggi di Inggris lebih tinggi 2,5 cm dan lebih tinggi 4,5 cm pada remaja. Faktor ekonomi terlihat kurang penting dibandingkan penyediaan pangan dirumah tangga secara teratur, cukup dan seimbang. Selain itu istirahat dan aktivitas yang cukup. Hal ini merupakan prinsip dasar kesehatan. Besar keluarga juga penting dimana anak pada keluarga dengan anggota keluarga banyak biasanya lebih pendek daripada anak pada keluarga dengan anggota keluarga sedikit. Hal ini dapat disebabkan anak pada keluarga dengan anggota keluarga banyak cendrung mendapat perhatian dan perawatan individu yang minim

(43)

g. Cuaca dan iklim

Pertumbuhan dalam panjang dan cepat 2 - 2,5 kali pada musim semi daripada osis gugur. Sebaliknya pertumbuhan dalam berat kade lebih cepat 4 - 5 kali pada musim gpar daripada musim semi. Adanya pengaruh perbedaan terhadap pertumbuhan belum diketahui secara pa diduga disebabkan jumlah penyinaran matahari pun berpotensi menstimulasi setiap jaringan tubuh sacara optimal.

h. Tingkat aktivitas

Anak-anak dengan tingkat aktifitas yang jarang serta mempunyai unsur genetik di mana kandungan lemak di dalam tubuhnya besar dan baik, maka akan menyebabkan anak mengalami obesitas. Anak dengan pola makan yang tidak teratur serat sering p memilih makanan tanpa kontrol makin mendukung yang akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak.

i. Penyakit

Dampak penyakit pada anakanak sama dengan dampak kekurangan gizi. Penyakit penyakit yang spesifik dengan terganggunya pertumbuhan adalah tuberkulosis, ginjal, cerebral palsi, dan sitik fibrosis. Asma juga menyebabkan hambatan pubertas. Oba obatan dapat mempunyai efek positif atau negatif terhadap selera, absorpsi, dan metabolisme. Obat obat yang menstimulasi ekskresi seperti purgatif dandiuretik berdampak pada

(44)

rendahnya kandungan mineral tubuh seperti potasium. Obat-obat berpengaruh terhadap pertumbuhan juga dan disebabkan terapi steroid jangka panjang.

Pengobatan dengan glukokortikoid akan memperlambu pertumbuhan dan menyebabkan berkuranga tulang. Secara umum adanya peyakit menyebabkan berkurangnya intake pangan karena selera yang menurun. Selain itu juga menyebabkan berkurango sekresi somatotropin sebagai hasil meningkatnya sekresi kartikosteroid dari suprarenal korteks.

j.Cacat lahir

Anak yang lahir dari ibu pecandu alkohol mempunyai karakteristik abnormal dari sindrom alkohol fetal. Konsumsi alkohol sering berhubungan dengan konsumsi tembakau dan terdapat bukti bahwa ibu yang merokok selama hamil menyebabkan BBLR yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya (Atikah proverawati, 2011).

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif, yang hasilnya akan memberikan gambaran status gizi berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB pada usia 0 - 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali tahun 2022.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah status gizi berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak usia 0 – 59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali .

3.4 Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional penelitian ini merupakan unsur yang menjelaskan bagaimana cara peneliti menetukan variabel dan mengukur variabel.

Definisi operasional dalam peneliti ini dijelaskan dalam tabel.

Tabel 3.1 Defenisi Oprasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala Ukur

1 BB/U Berat badan

adalah parameter antropometri yang mengukur berat badan per umur

Pengukuran BB (Kg) dan Umur (Tahun / Bulan)

Dacin 0 = gizi

buruk (<-3 SD) 1 = gizi kurang (- 3SD sampai

dengan <-2 SD) 2 = gizi baik

(-2 SD sampai dengan 2

SD) 3 = gizi lebih (>2

SD) (Permenkes,

2020)

Ordinal

(46)

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala Ukur 2 TB /U Tinggi badan

merupakan antropometri yang mengukur tinggi badan per umur

Pengukuran TB (Cm) dan Umur (Tahun / bulan)

Microtoice dan lenghtboard

0 = sangat pendek (<-3 SD) 1 = pendek

(-3 SD sampai dengan <-2

SD) 2 = Normal

(-2 SD sampai dengan 2 3 = TinggiSD) (>2 SD) (permenkes ,

2020)

Ordinal

3 BB/TB Berat badan adalah parameter antropometri yang mengukur berat badan per tinggi badan

Pengukuran BB(Kg),Umur (Tahun / Bulan) dan TB ( Kg)

Dacin dan

lenghtboard 0 = gizi buruk (<-3

SD) 1 = Gizi kurang (- 3SD - <-2

SD) 2 = Gizi baik

(-2 SD - +1 SD) 3 = Beresiko

gizi lebih (>+1 SD -

+2 SD) 4= Gizi lebih

(>+2 SD - +3 SD) 5 =Obesitas (>+3 SD) (Permenkes, 2020).

Ordinal

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang diikutsertakan untuk diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah balita diwilayah kerja puskesmas Jumlah keseluruhan Populasi ada 13973 balita 0-59

(47)

3.5.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah total populasi yaitu seluruh balita yang ada di wilayah kerja puskesmas Kampung Bali di Kota Bengkulu.

Rumus perhitungan besar sampel (Lemeshow, 1997), yaitu : n = ( )

Keterangan :

n = Jumlah sampel

p = Perkiraan proporsi (0.2) q = 1 - p

d = Presisi absolut (10%)

= Statistic Z (Z = 1,96 untuk α = 0,05) N = Besar populasi

Maka :

= ( )

= 71,10022779 dibulatkan menjadi 71 sampel.

(48)

3.6 Waktu dan Tempat Penelitian 3.6.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Februari 2023 3.5.2 Tempat Penelitian

Tempat Penelitian ini dilaksankan di wilayah kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali .

3.7 Alat Pengumpulan Data

Dengan menggunakan mikrotoice, lenghtboard dan timbangan digital di wilayah kerja Puskesmas Kampung Bali Kota Bengkulu.

3.8 Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses pengolahan.

Langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Edeting (Pemeriksaan Data)

Kegiatan ini meliputi pemeriksaan dan melengkapi serta memperbaiki data yang telah adasecara keseluruhan.

2. Coding (Pengkodean Data)

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Pemberian kode untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Entry (Memasukan Data)

Memasukkan data yang telah dilakukan editing dan coding tersebut kedalam komputer dengan menggunakan system dan program SPSS for Windows SPSS for Windows versi 13.0.

(49)

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Sebelum melakukan analisis, data yang sudah dimasukkan, dilakukan pengecekan, pembersihan, pembersihan jika ditemukan kesalahan pada entry data.

(50)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Se kabupaten Morowali untuk melihat gambaran Status Gizi Balita Usia 0 -59 Bulan berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB. Pengambilan data dilakukan berdasrkan Data hasil entrian e- PPGBM di Dinas Kesehatan kabupaten Morowali berdasarkan data primer dan sekunder .

4.1.2 Hasil Analisis

a. Gambaran Status Gizi Berdasarkan BB/U

Penelitian ini berjumlah 13973 anak balita di wilayah kerja puskesmas Sekabuapaten Morowali tahun 2023 dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

(51)

Tabel 4.1 Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Sekabupaten Morowali Tahun 2022

No Puskesmas Sasaran Pusdatin

% Entry Pusdatin

Sasaran Riil

% Entry

Riil

BB/U

Balita Terentri

BB/U

Total Balita Under weigh

t

% Unde

rwei Sangat ght

Kurang Kurang

Berat Badan Normal

Risiko Lebih

1 ULUNAMBO 738 91.7 702 96.4 6 48 589 34 677 54 8.0

2 TANJUNG

HARAPAN 561 90.6 843 60.3 15 72 403 18 508 87 17.1

3 KALEROANG 992 93.9 1141 81.6 8 48 874 1 931 56 6.0

4 LAFEU 529 87.5 613 75.5 6 27 403 27 463 33 7.1

5 BAHODOPI 2097 113.1 2595 91.4 9 59 2147 156 2371 68 2.9

6 BAHOMOTEF

E 1026 82.0 944 89.1 8 28 804 1 841 36 4.3

7 BUNGKU 1239 112.1 1415 98.2 6 60 1312 11 1389 66 4.8

8 FONUASINGK

O 874 88.2 1028 75.0 7 50 702 12 771 57 7.4

9 WOSU 1024 95.0 1180 82.5 7 59 862 45 973 66 6.8

10 BAHONSUAI 1098 101.7 1386 80.6 7 49 1039 22 1117 56 5.0

11 LANTULA

JAYA 1598 89.4 2126 67.2 7 45 1333 43 1428 52 3.6

MOROWALI 11776 97.4 13973 82.1 86 545 10468 370 11469 631 5.5

Berdasarkan Tabel 4.1 Distribusi Gizi Balita BB/U di 11 Puskesmas Kabupaten Morowali dari 13973 Balita yang dilakukan Penimbangan berdasarkan berat Badan dan umur Berat Badan sangat Kurang yaitu 86 dengan tertinggi di Puskesmas Tanjung Harapan 15 Balita dan Terendah Bungku (6),Ulunambo (6) serta Lafeu (6). Dari 631 Balita yang teriput dalam aplikasi e-PPGBM ditemukan 631 (5,5%) Balita Underweight atau kegagalan bayi untuk mencapai berat badan ideal, yang kemudian juga bisa mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, sesuai usianya, dalam jangka waktu tertentu.

Gangguan ini bisa disebabkan karena bayi kekurangan energi dan zat-zat gizi yang dibutuhkan sesuai usianya tertinggi adalah Puskesmas tanjung Harapan 17,1% dan terendah Yaitu Puskesmas Bahodopi 2,9%.

(52)

c. Gambaran Status Gizi Berdasarkan BB/TB

Penelitian ini berjumlah 13973 anak balita di wilayah kerja puskesmas Sekabupaten Morowali tahun 2022 dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan TB/U di

Wilayah Kerja Puskesmas Sekabaupaten Morowali Tahun 2022

No Puskesmas Sasaran

Pusdatin % Entry

Pusdatin Sasaran Riil

% Entry

Riil

TB/U

Balita Terentri

TB/U

Total Balita

Stunting %

Stunting Sangat

Pendek Pendek Normal Tinggi

1 ULUNAMBO 738 91.7 702 96.4 12 44 621 0 677 56 8.3

2 TANJUNG

HARAPAN 561 90.6 843 60.3 20 50 436 2 508 70 13.8

3 KALEROANG 992 93.9 1141 81.6 4 27 900 0 931 31 3.3

4 LAFEU 529 87.5 613 75.5 5 19 439 0 463 24 5.2

5 BAHODOPI 2097 113.1 2595 91.4 21 140 2210 0 2371 161 6.8

6 BAHOMOTEFE 1026 82.0 944 89.1 10 31 800 0 841 41 4.9

7 BUNGKU 1239 112.1 1415 98.2 20 98 1271 0 1389 118 8.5

8 FONUASINGKO 874 88.2 1028 75.0 6 35 730 0 771 41 5.3

9 WOSU 1024 95.0 1180 82.5 16 14 943 0 973 30 3.1

10 BAHONSUAI 1098 101.7 1386 80.6 4 25 1088 0 1117 29 2.6

11 LANTULA JAYA 1598 89.4 2126 67.2 8 39 1379 2 1428 47 3.3

MOROWALI 11776 97.4 13973 82.1 126 522 10817 4 11469 648 5.7

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun,berdasarkan table diatas dari 648 Kasus atau dengan Prevalensi Rate (5,7%) di kabupaten Morowali ,berada di bawa Angkah Prvalensi rate Nasional Yaitu sebesar 21,1% di Tahun 2022.dengan Sebaran Prvalensi Rate Tertin

Gambar

Tabel 2.1 Status Gizi Menurut Rujukan Permenkes 2020 Klasifikasi Status Gizi menurut Baku Rujukan Permenkes 2020.
Tabel 3.1 Defenisi Oprasional
Tabel  4.1  Distribusi  Status  Gizi  Balita  Berdasarkan  BB/U  di Wilayah  Kerja  Puskesmas Sekabupaten Morowali  Tahun 2022
Tabel  4.2  Distribusi  Status  Gizi  Balita  Berdasarkan  TB/U  di
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi berdasarkan pengukuran BB/U, TB/U dan BB/TB dan indeks karies anak kelas 1 di SD Cipto dan SDN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep diri penderita TB Paru di Puskesmas Tomata, Kecamatan Mori Atas, Kabupaten Morowali, yang meliputi gambaran

Penelitian ini untuk mencari hubungan antara pengetahuan ibu tentang pertumbuhan dengan status gizi anak usia 0-59 bulan di Desa Jambidan Wilayah Kerja Puskesmas Banguntapan

“Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pemberian Makan serta Kaitannya dengan Status Gizi Anak Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Sidorejo Lor” dengan baik.. Tugas akhir ini diajukan

Status gizi bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, sebanyak 87,1% dengan status gizi baik

(2009) Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tb paru pada anak usia 0-12 tahun dengan status gizi kurang di wilayah puskesmas kecamatan Pancoran Mas, Kota

Hasil penelitian tentang gambaran asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) pada balita usia 12-59 bulan mendapat PMT Pemulihan di Puskesmas Nusa Indah dapat di

5.3 Analisa Bivariat 5.3.1 Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan PMT terhadap Status Gizi Pada Balita Gizi Kurang Usia 12-59 Bulan Di Puskesmas Ujung Gading Kabupaten Pasaman Barat