Halaman 115
Dzakisyah Alyus Mubarak Politeknik Keuangan Negara STAN [email protected]
Muhammad Heru Akhmadi2*)
Pusat Studi Kebijakan Publik dan Keuangan, Politeknik Keuangan Negara STAN [email protected]
*) Correspondence author
ABSTRACT
In line with the trend of increasing state expenditure payments, the government uses a digital system to carry out cashless-based payments. The digital system provides advantages in the effectiveness of state expenditure payments to the payee and supports the efficiency of state financial management. One of the digital systems used is the Digital Payment application developed by the Directorate General of Treasury.
This study aims to review the use of the Digital Payment application in making non-cash payments to payees (suppliers) in the 2019-2021 period. This study used a qualitative method with literature study techniques and interviews with several informants. The results of this study indicate that the use of Digital Payment in non-cash-based payments is quite effective. Even so, there are still obstacles to the mindset, system flexibility, and human resources so that the application has not been implemented optimally. To improve quality, it is necessary to improve the DigiPay application and continuous outreach to MSMEs and work unit treasurers.
Keywords: Payment system, Digital Payment, Public Spending, Treasury ABSTRAK
Sejalan dengan tren pembayaran belanja negara yang terus meningkat, pemerintah menggunakan sistem digital untuk melaksanakan pembayaran berbasis cashless. Sistem digital memberikan keuntungan dalam efektifitas pembayaran belanja negara hingga ke penerima pembayaran dan mendukung efisiensi pengelolaan keuangan negara. Salah satu sistem digital yang digunakan adalah aplikasi Digital Payment yang dikembangkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau penggunaan aplikasi Digital Payment dalam melakukan pembayaran non tunai kepada penerima pembayaran (supplier) pada kurun waktu tahun 2019-2021. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kepustakaan dan wawancara kepada bebrapa narasumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Digital Payment dalam pembayaran berbasis non tunai cukup efektif.
Meskipun demikian masih terdapat kendala pada fleksibilitas sistem, pola pikir, dan sumber daya manusia sehingga aplikasi belum diterapkan secara optimal. Untuk meningkatkan penggunaan, maka diperlukan perbaikan aplikasi DigiPay dan sosialisasi yang berkelanjutan kepada UMKM dan bendahara pengeluaran.
Kata Kunci: Sistem pembayaran, Digital Payment, belanja negara, perbendaharaan Klasifikasi JEL: O38
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang MasalahDalam rangka mendukung ekonomi digital dan kebijakan cashless, pemerintah telah membuat beberapa kebijakan dalam transaksi pembayaran dana APBN, antara lain penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) sebagai salah satu bentuk dari penerapan Digital Payment. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER- 20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Marketplace Digital Payment Pada Satuan Kerja. Digital payment adalah pembayaran dengan mekanisme pemindahbukuan dari rekening pengeluaran secara elektronik dengan kartu debit atau pendebetan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) ke Rekening Penyedia Barang/jasa, dalam rangka penggunaan uang persediaan melalui sistem marketplace.
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu pemicu agar pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan sistem pembayaran berbasis cashless. Untuk itu, sejak tahun 2019 pemerintah melakukan uji coba penggunaan uang persediaan melalui marketplace digital payment pada satuan kerja dengan tujuan untuk mengembangkan sistem pembayaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi agar seluruh proses pembayaran atas pendapatan dan belanja ABPN dilakukan secara lebih cepat, tepat, transparan, dan akuntabel. Upaya ini dilakukan dalam rangka untuk menerapkan sistem digital dalam pembayaran dan bertransaksi sehingga pembayaran sudah dapat menggunakan aplikasi digital. Melalui Digital Payment, segala pembayaran ataupun transaksi mempermudah kelancaran transaksi serta
mempermudah pencatatan dan perencanaan keuangan melalui rekam jejak transaksi. Yang dimana pandemi covid-19 membuat pergerakan atau aktivitas secara fisik dibatasi. Kebijakan transaksi belanja di lingkungan instansi pemerintah juga harus menyesuaikan dengan perkembangan tren ekonomi digital.
Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana penerapan sistem aplikasi digital payment (Digipay) dalam pembayaran belanja negara berbasis cashless selama masa pandemi Covid-19, kendala yang dihadapi atas penerapan sistem aplikasi digital payment, dan faktor yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi digital payment.
2.
KAJIAN PUSTAKA
Masuknya industri 4.0 di dunia dan pesatnya perkembangan teknologi membuat berbagai kemudahan dalam setiap lini kehidupan. Perubahan aktivitas tersebut turut berpengaruh pada transaksi, hal ini ditandai bertransformasinya transaksi tradisional menuju transaksi digital atau digital payment yang saat ini telah mendominasi generasi X, Y, dan Z (Houston, 2020).
Danuri (2019) membagi kegiatan transformasi teknologi menjadi tiga.
Pertama, transaksi digital dengan melibatkan pihak lain pada beberapa transaksi seperti jual-beli, lelang, pembayaran, dll yang dilakukan melalui internet banking, sms banking, e-money, mobile banking. Kedua, aktivitas digital yang dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat melalui jaringan internet seperti e-tiket, e- learning, e-library, dll. Ketiga perusahaan digital yang memiliki peran sebagai penyedia akses baik bagi pihak lain maupun masyarakat.
Salah satu bentuk implementasi dari transformasi digital adalah sistem marketplace. Sitem marketplace didalamnya terdapat transaksi digital, aktivitas digital, dan perusahaan digital.
Sistem marketplace merupakan sistem yang menyediakan layanan daftar penyedia barang atau jasa, pemesanan barang atau jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan uang persediaan yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan (Ditjen, 2019). Pejabat Pengguna sistem marketplace terdiri dari Kuasa BUN Pusat, Kuasa BUN di Daerah, KPA, Pemesan, PPK dan Pejabat Pengadaan, Penerima Barang atau jasa atau Staf PPK, Bendahara Pengeluaran, Penyedia Barang atau jasa.
Sistem marketplace terdiri dari modul administrasi, modul user, modul penyedia barang atau jasa, modul belanja, modul pembayaran, dan modul pelaporan. Pertama, modul administrasi memiliki fungsi untuk melakukan unggah data RKAKL/POK, dokumen penyedia barang/jasa, dokumen pesanan, dan dokumen penunjukan pemesan, PPK, Pejabat Pengadaan, Penerima Barang atau jasa atau Staf PPK, dan Bendahara Pengeluaran.
Kedua modul user yang memiliki fungsi untuk membuat user admin Direktorat PKN atas nama Kuasa BUN Pusat, user admin KPPN selaku Kuasa BUN di Daerah, user admin satker, user admin penyedia barang atau jasa, user pengirim barang/jasa, user pemesan, user PPK, user pejabat pengadaan, user bendahara pengeluaran, user penerima barang atau jasa/staf PPK. Kemudian modul penyedua barang atau jasa memiliki kegunaan untuk melakukan input dan memperbarui data profil penyedia barang/jasa, mengunggah foto- foto barang/jasa, penerimaan barang atau
jasa dan negosiasi, dan melakukan proses pengiriman barang/jasa.
Selanjutnya, modul belanja yang memiliki fungsi melakukan pemesanan barang atau jasa oleh pemesan dalam rangka penggunaan UP, melakukan verifikasi dan persetujuan atas pemesanan barang/jasa yang diajukan oleh pemesan barang/jasa yang dilakukan oleh PPK, memilih pejabat pengadaan, melakukan negosiasi dan pengadaan barang/jasa oleh pejabat pengadaan, melakukan penerimaan atas barang/jasa tersebut. Kemudian, modul pembayaran yang memiliki kegunaan untuk melakukan pembayaran dengan KKP atau Kartu Debit/CMS, mengunduh beberapa dokumen seperti pembayaran kepada penyedia barang/jasa, pemotongan pajak dan melakukan unggah dokumen tersebut pada CMS.
Selain itu, juga terdapat modul pelaporan yang memiliki fungsi untuk melakukan monitor dan pencetakan pembayaran yang dilakukan melalui kartu kredit, laporan potongan pajak, laporan pesanan dan penerimaan barang atau jasa, dan laporan tagihan yang belum terbayar.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan hal yang berkaitan dengan penggunaan aplikasi digital payment. Data primer berasalah dari studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa narasumber yang berkompeten. Studi kepustakaan digunakan untuk mendapatkan sebuah informasi melalui kajian literatur yang dapat bersumber dari sebuah jurnal, buku, peraturan-peraturan, dan lain sebagainya baik yang dimuat dalam bentuk cetak maupun media elektronik (Azizah, 2017;
Syafitri & Nuryono, 2020).
Sedangkan studi lapangan dapat dilakukan melalui wawancara (Nazir, 1988) untuk mendapatkan informasi dari narasumber. Wawancara dilakukan pada rentang waktu bulan Februari-April tahun 2022 dengan narasumber berasal dari pegawai Direktorat PKN DJPB sebagai satuan kerja yang mengimplementasikan sistem aplikasi digital payment dalam pembayaran berbasis cashless pada pelaksanaan belanja pemerintah.
Selanjutnya pengolahan data menggunakan alat analisis Atlas.ti.
Analisis data mendeskripsikan hasil koding data dan relasi antar kode yang dibuat sebelumnya menggunakan aplikasi Atlas.ti.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, Bendahara Pengeluaran dapat melaksanakan pembayaran atau tagihan kepada negara melalui mekanisme uang persediaan dengan menggunakan Kartu Debit, Cash Management System, dan Kartu Kredit Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018, Uang Persediaan digunakan untuk keperluan membiayai
kegiatan operasional sehari-hari satuan kerja dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pembayaran LS.
1. Penerapan Sistem Aplikasi Digital Payment (Digipay)
Penggunaan aplikasi Digital Payment diterapkan di satuan kerja dengan rekening bendahara merupakan bank anggota himbara (himpunan bank milik negara). Penggunaan aplikasi Digital Payment mengharuskan satuan kerja dan vendor untuk memiliki rekening bendahara kantornya pada bank yang sama dan bank tersebut harus berada pada bank himbara. Bank himbara itu sendiri yaitu himpunan bank negara yang hampir semua rekening bendahara satuan kerja di Indonesia di buka di rekening bank himbara. contoh bank himbara antara lain BNI, BRI, BTN, Mandiri (Fajri et al., 2021; Juliani & Nurdin, 2019).
Pembayaran melalui aplikasi DigiPay dilakukan menggunakan cash management system (CMS) atau internet banking secara non tunai (transfer), sehingga bendahara tidak perlu lagi menggunakan uang tunai untuk membayarkan belanja operasional kantor ke vendor. Seluruh satuan kerja di semua wilayah kerja KPPN dapat menggunakan aplikasi DigiPay dengan syarat rekening bendahara satuan kerja tersebut terdapat pada bank-bank himbara.
Dengan menggunakan aplikasi Digital Payment, bendahara pengeluaran satuan kerja dapat memenuhi pembelian barang yang dibutuhkan oleh kantor seperti alat tulis kantor, pemeliharaan AC, ganti sparepart, pemeliharaan laptop, dan lain lain yang termasuk ke dalam belanja barang kantor. DigiPay hanya melayani pembayaran belanja yang bersumber dari Uang Persediaan yang
dikelola oleh bendahara pengeluaran.
Misalnya konsumsi kantor apabila kantor melakukan rapat, maka konsumsi kantor dipesan dan dibayarkan melalui aplikasi DigiPay. Tujuan dari DigiPay itu sendiri adalah menkonversi pembayaran tunai menjadi cashless sehingga bendahara tidak perlu lagi membayar menggunakan uang tunai dalam belanja kebutuhan kantor (Yadnya, 2022).
2. Kendala Penerapan Aplikasi Digital Payment (Digipay)
Terdapat beberapa kendala dalam penerapan Digipay. Kendala utama dalam penerapan sistem aplikasi Digital Payment adalah kurang fleksibel dimana pembayaran digipay tidak dapat dilakukan antar rekening bank himbara.
Untuk menggunakan Digipay, satker perlu membuat rekening pada bank himbara yang membuat aplikasi sehingga satuan kerja tersebut tidak bisa menggunakan aplikasi DigiPay antar bank himbara. Hal ini terjadi karena disebabkan masing-masing bank himbara membuat aplilkasi Digipay sehingga tidak mendukung interkoneksi antar aplikasi. Hal ini berdampak kepada supplier (vendor) yang ingin melakukan penjualan menggunakan aplikasi Digipay harus terlebih dahulu membuka rekening di bank himbara yang rekeningnya sehingga sama dengan satuan kerja yang akan bertransaksi.
Kendala berikutnya, seperti dikatakan oleh narasumber, merupakan kendala yang paling besar karena efeknya menyebabkan satuan kerja tidak melanjutkan penggunaan Aplikasi Digipay, yaitu mindset/pola pikir/
kebiasaan dalam menggunakan aplikasi DigiPay. Hal ini disebabkan pegawai satker khususnya bendahara pengeluaran dan supplier (vendor) lebih suka menggunakan uang tunai dalam transaksi
belanja negara. Mereka beranggapan bahwa penggunaan aplikasi sedikit ribet karena harus membuat user, password dan lain lain yang pada awalnya menggunakan uang tunai lalu berubah pembayarannya menjadi cashless.
Padahal apabila memakai uang tunai tersebut akan beresiko seperti perwakilan satuan kerja diharuskan datang ke toko atau pihak toko datang ke kantor satuan kerja untuk bisa membayar pembelian secara fisik. Sementara apabila menggunakan aplikasi DigiPay hanya cukup memakai smartphone atau device lainnya untuk dapat membayar pembelian yang dapat dilakukan dari mana saja yang terkesan lebih mudah, tidak terlalu beresiko dan cepat.
Kendala yang ketiga yaitu terdapat pada SDM yang belum terbiasa menggunakan aplikasi Digipay. Beberapa bendahara pengeluaran satker kurang mahir dalam menggunakan aplikasi Digipay. Sebagian besar masih merasa takut dan khawatir apabila menggunakan aplikasi Digipay akan menimbulkan permasalahan baru khsusnya dalam mempertanggungjawabkan bukti-bukti transaksi.
3. Faktor Keberhasilan Aplikasi Digital Payment (Digipay)
Wawancara dengan narasumber mengindetifikasi beberapa faktor keberhasilan penerapan aplikasi Digital Payment. Faktor pertama adalah situasi Pandemi Covid-19 dengan pembatasan sosial mengharuskan birokrasi harus dapat beradaptasi, seperti pekerjaan secara work from home. Terkait dengan pemenuhan belanja operasional satker, aplikasi Digipay merupakan solusi dalam menyelesaikan transaksi pembelian secara online dan pembayaran secara non tunai (cashless).
Faktor yang kedua adalah kebijakan pemerintah melaksanakan pembayaran non tunai pada transaksi belanja pemerintah secara menyeluruh sejah tahun 2019. Pemerintah bersama Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNTT) dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, dan lembaga pemerintah untuk memanfaatkan sarana pembayaran melalui non tunai (cashless).
Faktor yang ketiga adalah kemajuan teknologi informasi khususnya di sektor perbankan. Satuan kerja didorong untuk memanfaatkan aplikasi DigiPay sebagai tempat transaksi online dalam pemenuhan kebutuhan operasional kantor. Aplikasi DigiPay dapat digunakan untuk pemesanan hingga barang diterima tanpa harus melakukan tatap muka dengan penjual.
Faktor yang keempat, DigiPay berbeda dengan digital marketplace umumnya seperti shopee, tokopedia, dan marketplace lainnya yang dimana aplikasi DigiPay bersifat tertutup dan memberdayakan UMKM sebagi vendor yang bermitra dengan satuan kerja dalam memenuhi kebutuhan satker seperti peralatan komputer atau konsumsi makan. Selain UMKM, koperasi juga dapat bergabung pada DigiPay dan memasarkan produk-produknya. Hal ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi negara.
Hal yang membedakan adalah prinsip pembayaran DigiPay yang mengacu kepada sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, dimana barang/ jada harus diterima terlebih dahulu baru dapat dibayarkan. Pada aplikasi DigiPay akan memunculkan notifikasi atas status barang sudah diterima apakah baik dan benar.
Konfirmasi kondisi barang akan diupdate oleh Satker.
Setelah konfirmasi di-update maka supplier (vendor) akan dapat melihat status barang/ jasa. Selanjutnya bendahara pengeluaran satker melakukan pembayaran secara non tunai (cashless) melalui transfer atau pemindahbukuan.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penerapan Aplikasi Digital Payment (DigiPay) memberikan kemudahan bagi satuan kerja dalam pemenuhan belanja barang kebutuhan operasional kantor. Aplikasi DigiPay mendorong bendahara pengeluaran melakukan transaksi pembayaran non tunai (cashless). Meskipun demikian masih terdapat beberapa kendala dalam penerapannya yaitu fleksibilitas rekening, dimana tidak semua satuan kerja memiliki rekening bank himbara, pola pikir/kebiasaan satker dalam memahami transaksi non tunai, dan kemampuan SDM dalam menggunakan aplikasi DigiPay. Beberapa faktor keberhasilan penerapan Aplikasi DigiPay seperti situasi Pandemi Covid-19, kebijakan pemerintah mendorong pembayaran non tunai, kemajuan teknologi informasi perbankan, dan model bisnis DigiPay yang mendorong UMKM dan Koperasi ikut andil dalam pengadaan barang / jasa satuan kerja.
5.2. Saran
Untuk dapat memaksimalkan dan memperluas penggunaan aplikasi DigiPay maka dua hal perlu dilakukan seperti sosialisasi yang lebih masif kepada pelaku UMKM dan Koperasi untuk pelibatan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sosialisasi juga perlu diberikan kepada bendahara pengeluaran tentang penggunaan aplikasi DigiPay. Hal lain yang perlu adalah
perbaikan aplikasi DigiPay yang bisa memfasilitasi pembayaran multi rekening bang himbara. Hal ini meudahkan satker dan supplier (vendor) tidak perlu membuka rekening pada setiap bank.
6. DAFTAR PUSTAKA
Azizah, A. (2017). Studi kepustakaan mengenai landasan teori dan praktik konseling naratif. Jurnal Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya.
Danuri, M. (2019). Perkembangan dan Transformasi Teknologi DIgital. Infokam, XV(II), 116–123.
Fajri, A., Izzati, A. K., & Munandar, A. (2021). Pengukuran Pengungkapan Sustainability Reporting Himpunan Bank Negara (Himbara). Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Keuangan, 04(01), 27–39.
Houston, D. D. (2020). Adopsi Penerimaan Digital Payment Pada Kalangan Milenial.
Medium, 7(2), 55–67. https://doi.org/10.25299/medium.2019.vol7(2).4094
Juliani, W., & Nurdin. (2019). Perbandingan Kinerja Keuangan Bank HIMBARA Sebelum dan Sesudah Adanya Kerjasama Pada ATM Merah Putih. Prosiding Manajemen, 5(1).
Nazir, M. (1988). MetodePenelitian. Jakarta: . Ghalia Indonesia.
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 Tentang uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Marketplace Digital Payent pada Satuan Kerja.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2016 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Syafitri, E. R., & Nuryono, W. (2020). Studi Kepustakaan Teori Konseling Dialectical Behavior Therapy. Jurnal BK Universitas Negeri Surabaya, 11, 53–39.
Yadnya, I. D. G. S. A. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Digital-Marketplace Dalam Belanja APBN. Journal Scientific of Mandalika, 3(6), 9–25.