• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI E - FAKTUR WEB BASED & PENGARUHNYA TERHADAP KEPATUHAN PELAPORAN SPT MASA

N/A
N/A
MinhHN

Academic year: 2023

Membagikan "IMPLEMENTASI E - FAKTUR WEB BASED & PENGARUHNYA TERHADAP KEPATUHAN PELAPORAN SPT MASA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS DATA

Bab ini akan menyajikan hasil analisis pengaruh PDB, Nilai Kurs Rupiah, PMA, PMDN, dan Cadangan devisa terhadap permintaan impor jangka pendek dan jangka panjang kuartal I tahun 1984 sampai kurtal IV tahun 2002. Alat analisis data menggunakan regresi OLS-PAM Double Log dengan uji statistik dan uji asumsi klasik.

Untuk menguji hipotesis yang diajukan, akan dilakukan analisis data yang dibantu program komputer Econometric views (Eviews 3.0). Analisis data yang dikemukakan merupakan hasil pembahasan secara statistik dan secara ekonomi.

A. Data Penelitian.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Permintaan Impor, Produk Domestik Bruto (PDB), Nilai Kurs Rupiah, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Cadangan Devisa. Data yang dianalisis dalam penelitian ini menggunakan data kuartalan dari tahun 1984 sampai tahun 2002. Sebagai bahan estimasi digunakan variabel dependen permintaan impor (IM) sedangkan pediktornya adalah PDB, Nilai Kurs Rupiah (KURS), PMA, PMDN dan Cadangan Devisa (CD).

(2)

B. Penentuan Model Yang Akan Digunakan.

Untuk menentukan model mana yang terbaik yang akan digunakan dalam penelitian, maka dilakukan suatu uji model yang disebut sebagai uji Mac Kinnon, White dan Davidson (MWD test).

Berdasar hasil regresi pada uji MWD ( lihat lampiran1), didapat nilai Z1 dan Z2 signifikan, maka kemudian di pilih yang t-statistiknya positif.

Karena t-statistik PAM-Linear Berganda negatif dan t-statistik PAM-Double Log positif, maka dapat disimpulkan bahwa menolak model PAM-Linear Berganda dan menerima model PAM-DoubleLog.

C. Uji Stasioneritas

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Untuk data time series harus memenuhi uji stasionaritas dulu sebelum data tersebut dianalisis menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Suatu data dikatakan stasioner jika data tersebut mempunyai mean dan variance yang konstan sepanjang waktu dan nilai covariance antar dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau lag dua periode, tidak tergantung pada actual time (Gujarati dalam Mutamimah,2001:101).

1. Unit Root Test

Unit Root Test (uji akar-akar unit) adalah uji stasioneritas pada koefisien tertentu yang sedang diamati. Pada uji stasioneritas, analisis ini menggunakan pendekatan DF(Dickey Fuller) dan ADF (Augmented Dickey Fuller). Hasil perhitungan dengan metode DF dan ADF berupa persamaan regresi tiap

(3)

variabel dengan variabel itu sendiri dimundurkan, bedanya hanya pada uji DF tidak memasukan trend waktu sedangkan pada uji ADF memasukan variabel trend waktu.

Untuk uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis mutlak (pada

5%), maka variabel tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis mutlak (pada

5%), maka variabel tersebut stasioner.

Tabel 4.1. Uji akar-Akar unit

Variabel Nilai Hitung Nilai Kritis (

=5%)

DF ADF DF ADF

LOGIM 1,022837 -1,701584 -1,9447 -3,4704

LOGPDB 1,607073 -1,520863 -1,9447 -3,4704

LOGKURS 1,258767 -2,514126 -1,9447 -3,4704

LOGPMA 0,459537 -0,889132 -1,9447 -3,4704

LOGPMDN 1,145627 -3,112174 -1,9447 -3,4704

LOGCD 1,812225 -4,079932 -1,9447 -3,4704

Sumber : Print Out Komputer, 2004.

Berdasarkan tabel diatas, dengan signifikansi 5% dimana nilai DF kritis mutlak –1,9447, dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel yang stasioner, karena nilai DF hitung variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis mutlaknya. Sedangkan dengan pendekatan ADF pada tingkat signifikansi 5%, dimana nilai kritis mutlak adalah –3,4704, dapat disimpulkan bahwa hanya variabel CD yang stasioner karena nilai ADF hitungnya lebih besar dari nilai kritis mutlaknya.

Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa variabel yang diamati belum stasioner semua, sehingga diperlukan uji derajat integrasi

(4)

2. Integration Test

Integration test digunakan untuk mengetahui pada derajat berapa data akan stasioner. Uji ini hampir sama dengan Unit root test. Apabila data belum stasioner pada derajat satu, maka pengujian harus tetap dilanjutkan sampai masing-masing variabel stasioner.

Tabel 4.2. Uji Derajat Integrasi Orde Satu [1(1)]

Variabel Nilai Hitung Nilai Kritis (

=5%)

DF ADF DF ADF

LOGIM -7,415855 -7,592020 -1,9448 -3,4713

LOGPDB -4,409481 -4,665737 -1,9448 -3,4713

LOGKURS -4,916563 -5,087111 -1,9448 -3,4713

LOGPMA -5,401811 -5,709915 -1,9448 -3,4713

LOGPMDN -6,485301 -6,590939 -1,9448 -3,4713

LOGCD -6,284987 -6,834597 -1,9448 -3,4713

Sumber : Print Out Komputer, 2004.

Hasil perhitungan integration test menunjukan bahwa dengan tingkat signifikansi 5% dimana DF nilai kritis mutlaknya adalah –1,9448 didapatkan nilai hitung DF di atas nilai kritis mutlaknya. Demikian juga dengan pendekatan ADF pada tingkat signifikansi 5% dimana nilai kritis mutlaknya –3,4713, didapatkan nilai hitung ADF di atas nilai kritis mutlaknya Dari hasil uji derajat integrasi orde satu [1(1)] dapat disimpulkan bahwa variabel LogIM, LogPDB, LogKurs, LogPMA, LogPMDN, dan LogCD stasioner pada orde satu.

D. Uji Kointegrasi

Setelah uji stasioneritas melalui uji akar-akar unit dipenuhi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Uji ini dilakukan untuk

(5)

mengetahui keseimbangan seperti yang dikehendaki teori ekonomi. Alasan lain dilakukan uji ini karena suatu regresi linear bisa dianggap lancung (spurious regression) bila ia tidak lolos uji stasioneritas dan atau uji kointegrasi. Sebagai akibatnya, koefisien regresi penaksir tidak efisien, peramalan berdasarkan regresi tersebut akan meleset dan uji baku yang umum untuk koefisien regresi menjadi tidak sahih atau invalid (Insukindro, 1991:77).

Untuk menguji kointegrasi variabel-variabel yang ada salah satunya dapat dilakukan dengan metode Engel dan Granger. Metode ini dilakukan dengan memakai uji statistik DF dan ADF, yaitu dengan melihat residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Untuk menghitung nilai DF dan ADF terlebih dahulu adalah membentuk persamaan regresi kointegrasi dengan metode kudrat terkecil biasa (OLS) :

LogIMt = a0 + a1LogPDBt + a2 LogKurst + a3 LogPMAt + a4 LogPMDNt

+ a5 LogCDt + ut………(4.1) Dari persamaan di atas tersebut disimpan nilai residulnya, setelah residual regresi kointegrasi didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penaksiran melalui otoregresi dari residual persamaan diatas dengan OLS (lampiran 7). Hasil pengujian didapatkan nilai Augmented Dikcey Fuller sebagai berikut :

Tabel 4.3. Uji Derajat Integrasi Orde Satu [(0)]

Variabel Nilai Hitung Nilai Kritis (

=5%)

DF ADF DF ADF

Residu -6,152156 -6,812329 -2,9012 -3,4713

Sumber : Hasil Print Out Komputer, 2004.

(6)

Tabel diatas menunjukan bahwa nilai residu yang didapat ternyata stasioner pada orde 0. Hal ini terlihat dari nilai hitung mutlak DF dan ADF yang lebih besar dari nilai kritis mutlak pada

= 5%, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi PAM.

E. Hasil Analisis Data

Berdasar uji MWD, maka untuk menguji pengaruh PDB, Nilai Kurs Rupiah, PMA, PMDN, dan Cadangan Devisa terhadap permintaan impor jangka pendek dan jangka panjang (1984.I – 2002.IV) digunakan analisis regresi OLS PAM-Double Log. Hasil analisis regresi OLS PAM-Double Log adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4. Hasil regresi PAM-Double Log

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOGPDB 0.038034 0.041300 0.920914 0.3604 LOGKURS -0.084401 0.027973 -3.017279 0.0036 LOGPMA 0.069708 0.018731 3.721537 0.0004 LOGPMDN 0.023335 0.008699 2.682376 0.0092 LOGCD 0.179887 0.060014 2.997423 0.0038 LOGIM(-1) 0.588278 0.075627 7.778683 0.0000 C 1.434184 0.289370 4.956225 0.0000 R-squared 0.975146

Adjusted R-squared 0.972953 Durbin-Watson stat 1.880393 F-statistic 444.6681 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : Hasil Print-Out Komputer 2004

Dapat dilihat pada tabel 4.4 diatas dengan menggunakan Eviews 3.0, maka diperoleh hasil estimasi model PAM-Double Log dalam jangka pendeknya, yaitu:

(7)

LogIMt = 1,434184 + 0,038034LogPDBt – 0,084401LogKurst + 0,069708LogPMAt + 0,023335LogPMDNt + 0,179887LogCDt + 0,588278LogIM(t-1) ………..(4.8) Dengan model PAM-Double Log dalam jangka pendek diperoleh nilai koefisien penyesuaian, yaitu = 1 – 0,588278 = 0,411722, berarti bahwa sekitar 41 persen dari perbedaan antara permintaan impor yang sebenarnya dengan permintaan imor yang diinginkan tercapai dalam satu periode. Dengan nilai koefisien ini, dapat diketahui besarnya koefisien jangka panjang, yaitu dengan membagi masing-masing koefisien jangka pendek dengan nilai 0,411722. Koefisien jangka panjang untuk konstanta dan masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Koefisien Jangka Panjang

Variabel Koef. Jk. Pendek Koef. Penyesuaian Koef. Jk. panjang

Konstanta 1,434184 0,411722 3,483379

PDB 0,038034 0,411722 0,092378

Kurs -0,084401 0,411722 -0,204995

PMA 0,069708 0,411722 0,169308

PMDN 0,023335 0,411722 0,056676

CD 0,179887 0,411722 0,436914

Sumber : Hasil Print Out Komputer 2004.

Berdasarkan tabel diatas, hasil estimasi model PAM-Double Log jangka panjangnya adalah sebagai berikut:

LogIMt = 3,483 + 0,092LogPDBt – 0,205LogKurst + 0,169LogPMAt + 0,057LogPMDNt + 0,437LogCDt .………...……….(4.9)

(8)

F. Uji Statistik

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis, maka dilakukan pengujian secara statistik yang meliputi ji t, uji F, dan uji R2.

1. Uji t

Pengujian secara parsial terhadap koefisien regresi masing-masing variabel bebas diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6. Variabel Penentu Permintaan Impor

Variabel t-statistik t-tabel Prob. Kesimpulan

LogPDB 0,920914 1,980 0,3604 Tidak signifikan pada

=

5%

LogKurs -3,017279 1,980 0,0036 Signifikan pada

= 5%

LogPMA 3,721537 1,980 0,0004 Signifikan pada

= 5%

LogPMDN 2,682376 1,980 0,0092 Signifikan pada

= 5%

LogCD 2,997923 1,980 0,0038 Signifikan pada

= 5%

LogIM(-1) 7,778683 1,980 0,0000 Signifikan pada

= 5%

Sumber : Hasil Print-Out Komputer, 2004.

Dari tabel di atas data dilihat bahwa nilai t-hitung variabel Kurs, PMA, PMDN, CD, dan lags IM lebih dari nilai t-tabel yang berarti menolak hipotesis nul. Dengan demikian variabel Kurs, PMA, PMDN, CD dan lags IM secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan impor (IM) pada tingkat signifikansi 5%.

Sedangkan untuk variabel PDB nilai t-hitungnya kurang dari nilai t-tabel yang artinya menerima hipotesis nul. Dengan demikian variabel PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan impor (IM) pada tingkat signifikansi 5%.

(9)

2. Uji F

Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000000 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik semua variabel, yaitu PDB, Kurs, PMA, PMDN, dan CD secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan impor (IM) pada tingkat signifikansi 5%.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai Adjusted R squared (koefisien determinasi) yang dihasilkan dari perhitungan komputer (lihat lampiran 8) adalah sebesar 0,972953 berarti sebesar 97,3 persen variasi variabel permintaan impor (IM) dapat dijelaskan oleh variasi variabel PDB, Kurs, PMA, PMDN, dan CD, sedangkan sisanya 0,027047 atau sebesar 2,7 persen dijelaskan variasi variabel diluar model.

G. Uji Asumsi Klasik 1. Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu hubungan linear atau korelasi secara sempurna maupun tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinearitas, maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dalam model salah satunya dilakukan dengan metode Kleins yang disarankan oleh Farrar dan Glauber yakni dengan

(10)

membandingkan nilai r2 regresi variabel independen satu terhadap variabel independen lainnya dengan R2 regresi PAM-double Log.

Tabel 4.7. Uji Multikolinearitas Kleins

Variabel r2 R2 Kesimpulan

LogPDB - LogKurs 0,559 0,975 Non-Multikolinearitas logPDB – logPMA 0,660 0,975 Non-Multikolinearitas LogPDB - LogPMDN 0,427 0,975 Non-Multikolinearitas LogPDB – LogCD 0,844 0,975 Non-Multikolinearitas LogPDB – LogIM(-1) 0,847 0,975 Non-Multikolinearitas LogKurs – LogPMA 0,264 0,975 Non-Multikolinearitas LogKurs - LogPMDN 0,281 0,975 Non-Multikolinearitas LogKurs – LogCD 0,761 0,975 Non-Multikolinearitas LogKurs – LogIM(-1) 0,433 0,975 Non-Multikolinearitas LogPMA – LogPMDN 0,492 0,975 Non-Multikolinearitas LogPMA – LogCD 0,529 0,975 Non-Multikolinearitas LogPMA – LogIM(-1) 0,802 0,975 Non-Multikolinearitas LogPMDN – LogCD 0,409 0,975 Non-Multikolinearitas LogPMDN – LogIM(-1) 0,469 0,975 Non-Multikolinearitas LogCD – LogIM(-1) 0,784 0,975 Non-Multikolinearitas Sumber : Hasil Print Out Komputer, 2004: lampiran

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa R2 regresi PAM-Double Log lebih besar dari r2 variabel independennya, berarti dalam model tersebut tidak terdapat masalah multikolinearitas.

2. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mepunyai varian yang tidak sama sehingga penasir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tetapi masih tidak bias dan masih konsisten).

Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan berdasar uji Park :

a. Dari hasil regresi OLS akan diperoleh nilai residualnya.

(11)

b. Nilai residulanya tadi dikuadratkan, lalu diregresikan dengan variabel independen.

Jika hasil regresi tidak signifikan pada

= 5%, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sedangkan jika hasil regresi signifikan pada

= 5%, maka dalam model terdapat masalah heteroskedastisitas.

Tabel 4.8. Uji Heteroskedastisitas Park.

Variable t-statistik Prob. Hasil uji t

LogPDB -0.423465 0.6733 Tidak signifikan pada

= 5%

LogKurs 0.143922 0.8860 Tidak signifikan pada

= 5%

LogPMA -0.358260 0.7213 Tidak signifikan pada

= 5%

LogPMDN -0.345033 0.7311 Tidak signifikan pada

= 5%

LogCD -0.160511 0.8730 Tidak signifikan pada

= 5%

LogIM(-1) 0.768506 0.4448 Tidak signifikan pada

= 5%

Sumber : Print Out Komputer 2004.

Dari tabel 4.8. dapat dilihat bahwa semua variabel yaitu PDB, Kurs, PMA, PMDN, CD, dan IM(-1) tidak signifikan pada

= 5% yang berarti dalam model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.

3. Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data time series ) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (Gujarati, 1995).

Apabila dalam persamaan regresi terdapat autokorelasi maka penaksir OLS masih tetap tidak bias dan masih konsisten, namun tidak efisien. Untuk menguji terjadinya autokorelasi dalam hal ini berbeda dengan regresi biasa, karena dalam PAM model merupakan bentuk autoregresive model, maka

(12)

h = (1-1/2 d) 1 n[var(2)]

n

h = [1-1/2(1,880393) x 176

 

0,76075629

2

h = 0,0598035 x 1 0,434597

76

h = 0,6933529

Dengan nilai hitung h = 0,6933529, maka h hitung diantara nilai kritis (-1,96 h 1,96), maka tidak terjadi korelasi serial dalam data.

H. Interpretasi Ekonomi

Karena asumsi klasik telah terpenuhi dalam estimasi model PAM-Double Log ini, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penaksir OLS yang dperoleh dari hasil perhitungan regresi PAM-Double Log tersebut mempunyai sifat BLUE. Hasil pengujian statistik juga menyimpulkan bahwa estimasi PAM- Double Log tersebut menghasilkan taksiran-taksiran yang berarti secara statistik. Selanjutnya akan dilakukan interpretasi terhadap koefisien regresi dari variable-variabel independen dan dependen dalam model PAM-Double Log ini baik untuk penaksir jangka pendek maupun jangka panjang.

Interpretasi data dari hasil regresi PAM-Double Log untuk masing- masing koefisien regresi, baik jangka pendek maupun jangka panjang akan diuraikan berikut :

(13)

Tabel 4.9. Koefisien jangka pendek dan jangka panjang No Variable Koef.Jangka

Pendek

Koef. Jangka panjang

Prob.

1 Konstanta 1,434184 3,483379 0,0000

2 LogPDB 0,038034 0,092378 0,3604

3 LogKurs -0,084401 -0,204995 0,0036

4 LogPMA 0,069708 0,169308 0,0004

5 LogPMDN 0,023335 0,056676 0,0092

6 LogCD 0,179887 0,436914 0,0038

Sumber : Print Out Komputer, 2004.

1. Model PAM-Double Log

Hasil regresi PAM-Double Log didapatkan nilai koefisien IMt-1 dalam jangka pendek sebesar 0,588278 dengan probabilitas sebesar 0,000 yang berarti signifikan pada taraf 5%. Nilai koefisien variabel IMt-1 yang positif dan signifikan tersebut menunjukan bahwa model PAM-Double Log valid atau sahih untuk digunakan dalam penelitian ini.

2. Pengaruh PDB terhadap Permintaan Impor Indonesia

PDB dalam jangka pendek mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan impor Indonesia dengan koefisien elastisitas sebesar 0,038034.

artinya jika Produk Domestik Bruto (PDB) naik 1 persen, maka akan menyebabkan kenaikan permintaan impor sebesar 0,04 persen (inelastis), dengan menganggap variabel-variabel lainnya tetap. Sedangkan untuk jangka panjang, nilai koefisien PDB sebesar 0,092378 yang artinya jika PDB naik 1 persen, maka dalam jangka panjang akan menaikan permintaan impor sebesar 0,09 persen (inelastis). Dalam jangka pendek maupun jangka panjang pengaruh variabel PDB bersifat inelastis terhadap permintaan impor, artinya 1

(14)

persen perubahan PDB yang terjadi akan merubah persentase permintaan impor kurang dari 1 persen. Taraf signifikansi PDB terhadap permintaan impor sebesar 0,3604 sehingga dapat dikatakan interpretasi varaiabel ini tidak meyakinkan pada

= 5%.

Tidak signifikannya PDB terhadap permintaan impor pada taraf 5%, manunjukan bahwa PDB kurang diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan impor Indonesia. Nopirin (1995 : 240- 241) dengan asumsi harga dan tingkat bunga tetap, menyatakan bahwa impor tergantung dengan pendapatan (PDB). Semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi impor. Namun dalam penelitian ini asumsi yang menyatakan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, tidak dapat dipenuhi. Nilai tukar rupiah terhadap dollar US yang cenderung terdepresiasi menyebabkan harga barang impor dalam rupiah naik. Hal tersebut terjadi karena impor dilakukan dengan ukuran US dollar. Sebagai akibatnya proporsi pendapatan yang digunakan untuk impor tetap. Selain itu, permintaan impor juga tergantung dengan daya saing produk dalam negeri dan selera masyarakat. Daya saing produk dalam negeri yang terus meningkat menyebabkan konsumen lebih memilih produk dalam negeri sebagai substitusi produk impor.

3. Pengaruh Nilai Kurs Rupiah terhadap Permintaan Impor Indonesia Hasil uji signifikansi menunjukan bahwa variabel Nilai Kurs Rupiah terbukti mempunyai pengaruh nyata terhadap permintaan impor Indonesia pada

5%. Koefisien elastisitas kurs dalam jangka pendek sebesar -0,084401, mempunyai pengaruh negatif, yang artinya jika kurs rupiah

(15)

melemah sebesar 1 persen, maka dalam jangka pendek permintaan impor akan menurun sebesar sebesar 0,08 persen (inelastis). Sedangkan koefisien elastisitas jangka panjang kurs rupiah sebesar -0,204995, yang artinya apabila nilai kurs rupiah melemah sebesar 1 persen, maka dalam jangka panjang akan menurunkan permintaan impor sebesar 0,20 persen (inelastis). koefisien elastisitas kurs rupiah dalam jangka pendek maupun jangka panjang menunjukan hubungan yang negatif. Hal ini berarti, jika nilai kurs rupiah terhadap US dollar melemah, maka akan mengakibatkan permintaan impor menurun dan sebaliknya, jika rupiah menguat maka permintaan impor akan naik. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang pengaruh variabel KURS bersifat inelastis terhadap permintaan impor, artinya 1 persen perubahan KURS yang terjadi akan merubah persentase permintaan impor kurang dari 1 persen.

Kondisi tersebut sesuai dengan teori ekonomi bahwa nilai tukar mempengaruhi harga barang impor, sehingga mempengaruhi arus perdagangan luar negeri (McEachern, 2000: 75). Apabila rupiah terdepresiasi, berarti pula harga barang impor dalam rupiah menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, sebagai akibatnya masyarakat mengurangi konsumsi barang- barang impor dan beralih ke barang-barang substitusi impor yang diproduksi di dalam negeri.

4. Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Permintaan Impor Indonesia

(16)

Hasil uji signifikansi dengan PAM-Double Log diperoleh bahwa dalam jangka pendek variabel Penanaman Modal asing (PMA) mempunyai nilai koefisien positif sebesar 0,069708 yang artinya, jika terjadi peningkatan PMA sebesar 1 persen maka akan menaikan permintaan impor sebesar 0,07 persen (inelastis). Dengan taraf signifikansi sebesar 0,0004, maka variabel PMA berpengaruh terhadap permintaan impor pada taraf signifikansi sebesar 5%.

Sedangkan untuk jangka panjang diperoleh nilai koefisien sebesar 0,169308 (inelastis), yang berarti apabila PMA naik sebesar 1 persen maka dalam jangka panjang permintaan impor akan naik sebesar 0,17 persen. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang pengaruh variabel PMA bersifat inelastis terhadap permintaan impor, artinya 1 persen perubahan PMA yang terjadi akan merubah persentase permintaan impor kurang dari 1 persen.

Maraknya kegiatan investasi (PMA dan PMDN) yang merupakan langkah awal dari kegiatan produksi menyebabkan kenaikan dalam kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi menyebabkan peningkatan kebutuhan input produksi. Karena tidak semua input produksi yang dibutuhkan tersedia di dalam negeri, maka untuk memenuhinya diperlukan impor. Selain itu, peningkatan investasi yang berorientasi ekspor ternyata juga diikuti peningkatan impor khususnya bahan baku dan barang modal. Hal tersebut mengindikasikan masih tingginya kandungan impor dalam produk ekspor Indonesia.

5. Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Permintaan Impor Indonesia

(17)

Hasil uji signifikansi memperlihatkan bahwa variabel PMDN terbukti mempunyai pengaruh nyata terhadap permintaan impor Indonesia pada taraf signifikansi 5%. Koefisien PMDN dalam jangka pendek sebesar 0,023335 yang artinya, jika PMDN meningkat sebesar 1 persen, maka dalam jangka pendek permintaan impor akan naik sebesar 0,02 persen. Sedangkan untuk jangka panjang nilai koeisien elastsisitasnya sebesar 0,056676 yang berarti apabila PMDN naik sebesar 1 persen, maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kenaikan impor sebesar 0,06 persen. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang pengaruh variabel PMDN bersifat inelastis terhadap permintaan impor, artinya 1 persen perubahan PMDN yang terjadi akan merubah persentase permintaan impor kurang dari 1 persen.

Seperti halnya PMA, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) juga juga meningkat. Peningkatan Penanaman Modal Dalam Negeri seiring dengan keleluaasan untuk melakukan investasi. Berbagai langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam bidang investasi mampu meningkatkan investasi baik invesatsi dari luar negeri (PMA) maupun domestik (PMDN). Peningkatan investasi tersebut diikuti pula dengan meningkatnya permintaan input impor untuk kegiatan produksi. Demikian juga halnya ketika investasi mengalami penurunan pada lima tahun terakhir. Sejalan dengan turunnya kegiatan investasi, maka permintaan impor juga menurun. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Iwan Jaya Azis dan M. Arsjad Anwar (1989) juga menunjukkan bahwa, permintaan impor khususnya barang modal dan bahan baku dipengaruhi oleh investasi, baik pemerintah maupun swasta secara signifikan.

(18)

6. Pengaruh Cadangan Devisa terhadap Permintaan Impor Indonesia Koefisien elastisitas cadangan devisa dalam jangka pendek sebesar 0,179887, artinya jika cadangan devisa meningkat sebesar 1 persen maka dalam jangka pendek akan meningkatkan permintaan impor sebesar 0,18 persen (inelastis). Koefisien elastisitas jangka panjang cadangan devisa sebesar 0,436914 yang artinya, jika cadangan devisa naik sebesar 1 persen maka dalam jangka panjang akan meningkatkan permintaan impor sebesar 0,44 persen (inelastis). Nilai koefisien CD yang inelastis terhadap permintaan impor baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mempunyai arti bahwa 1 persen perubahan CD yang terjadi akan merubah persentase permintaan impor kurang dari 1 persen.

Cadangan devisa Indonesia yang meningkat seiring dengan peningkatan ekspor khususnya ekspor nonmigas, menyebabkan kenaikan permintaan impor. Meningkatnya persediaan cadangan devisa mempermudah suatu negara untuk melakukan impor. Penurunan impor pada awal-awal tahun penelitian salah satu penyebabnya adalah karena menurunnya cadangan devisa sebagai akibat labilnya harga minyak dunia pada waktu itu, bahkan cenderung menurun. Seperti kita ketahui bersama bahwa penerimaan ekspor pada waktu itu masih sangat tergantung pada minyak. Kondisi tersebut menerangkan besarnya pengaruh cadangan devisa terhadap perekonomian, khususnya

(19)

terhadap kemampuan impor Indonesia untuk menjamin ketersedian barang impor di dalam negeri, terutama untuk barang modal dan bahan baku.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis penerapan aplikasi e-Faktur pada pengusaha kena pajak dalam hal pelaporan SPT Masa PPN, serta untuk melihat tingkat

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui nilai signifikansi (Sig) untuk pengaruh penerapan sistem E-Filling dan peran relawan pajak secara simultan terhadap

Pada tabel diatas menunjukkan tingkat kepatuhan seluruh pengusaha kena pajak yang terdaftar di KPP Pratama Medan Timur dalam hal pelaporan SPT Masa PPN sebelum