• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR UNTUK MENYALAKAN LAMPU UTAMA PADA SIANG HARI DI KABUPATEN BENGKALIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKATAN JALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR UNTUK MENYALAKAN LAMPU UTAMA PADA SIANG HARI DI KABUPATEN BENGKALIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKATAN JALAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR UNTUK MENYALAKAN LAMPU UTAMA PADA SIANG HARI DI KABUPATEN BENGKALIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Lancang Kuning Pekanbaru

Disusun Oleh :

NAMA : DONA INDAH ANUGRAH NPM : 1674201148

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LANCANG KUNING PEKANBARU

2020

(2)
(3)

ABSTRAK

Kewajiban menyalakan lampu pada siang hari ini diatur dalam Pasal 107 ayat 2 sedangkan sanksi pidana bagi setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Berdasarkan uraian diatas ada beberapa pokok permasalahan yang muncul untuk dilakukan penelitian adalah Bagaimana Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, hambatan yang dialami serta upaya mengatasi Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Jenis penelitian ini adalah metode penulisan Hukum Sosiologis. Dimana alasan dipilih lokasi ini adalah karena masih belum terlaksana dengan baik mengenai Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Kesimpulan dalam penelitian ini telah menjawab permasalahan yang muncul yaitu Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa belum di berjalan efektif karena dapat dilihat dari masih banyaknya pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama di siang hari yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadi kecelakaan lalu lintas, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat terhadap keberlakuan perarturan ini. Hambatan Dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yaitu masyarakat kurangnya kesadaran hukum untuk mematuhi aturan lalu lintas, faktor kebudayaan / cultur masyarakat (ketidakdisiplinan masyarakat), faktor sarana dan fasilitas yang dimiliki masyarakat

Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, yaitu dengan melakukan upaya preventif (pencegahan) dan upaya repsresif seperti Penyuluhan tentang berlalu lintas, Pemasangan spanduk, baliho, pamphlet dan penyebaran brosur, dan Pemasangan rambu-rambu peringatan bekerja sama dengan Jasa Raharja

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat peraturan baru bagi pengendara bermotor khususnya pengendara sepeda motor.1 Latar belakang pembuatan peraturan ini adalah tingginya angka kecelakaan yang terjadi disetiap harinya. Serta kurangnya kesadaran untuk berkendara secara bijak dan tanggung jawab. Dari berbagai peristiwa kecelakaan yang terjadi, didapatkan fakta bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi pada roda dua atau sepeda motor. Selain itu, kecelakaan juga banyak memakan korban jiwa. Tingginya pelanggaran lalu lintas bisa dilihat dari angka pelanggaran yang terus meningkat.

Lalu lintas dan pemakai jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur. Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek pengaturan,pengendalian, dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan,keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas jalan.2

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan

1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2 Suwardjoko, Perencanaan Lalu Lintas dan Tata Kota, (Bandung: Penerbit ITB, 2005), hlm 135

1

(5)

integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum.

Dari sekian banyak ketentuan yang ada, salah satu pasal yang mendapatkan respon beragam dan menjadi perdebatan di masyarakat yaitu Pasal 107 ayat (2).

Sebenarnya sudah sering dilakukan pemeriksaan kendaraan mendadak dijalanan oleh petugas polisi, tetapi sayangnya para petugas hanya melakukan razia terhadap perlengkapan pengendara seperti SIM dan STNK. Sedangkan untuk perlengkapan kendaraannya sendiri jarang dilakukan pengecekan. Seharusnya masih banyak lagi peraturan-peraturan jalan raya yang harus ditaati dan semua itu ada sanksinya.

Salah satu peraturan yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 yaitu kewajiban pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu pada siang hari terdapat pada Pasal 107 ayat (2).3 Dengan adanya pasal tersebut, mewajibkan pengendara sepeda motor untuk menyalakan lampu kendaraannya pada siang hari namun dalam kenyataannya masih banyak pengendara sepeda motor yang tidak menjalankan peraturan tersebut. Tujuan utama dari pasal tersebut adalah untuk mengurangi tingginya angka kecelakaaan yang banyak terjadi saat ini.

Peraturan mengenai menyalakan lampu utama sepeda motor dapat menghindarkan kecelakaan lalu lintas adalah dengan menyalakan lampu utama maka pengendara atau pengguna jalan lain di depannya akan lebih cepat melakukan reaksi. Sehingga pengendara atau pengguna jalan lain akan segera mengetahui keberadaan sepeda motor yang menyalakan lampu utama dan dapat memberikan jarak atau posisi aman dijalan. Dalam rangka pembinaan lalu lintas

3 Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(6)

jalan, sebagaimana tersebut diatas, diperlukan penetapan suatu aturan umum yang bersifat seragam dan berlaku secara nasional serta dengan mengingat ketentuan lalu lintas yang berlaku secara internasional.4

Salah satu permasalahan yang selalu di hadapi di Kabupaten Bengkalis adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang selalu meningkat. Keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari perkembangan teknologi modern. Perkembangan lalu-lintas itu sendiri dapat memberi pengaruh, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif bagi kehidupan masyarakat.

Sebagaimana diketahui sejumlah kendaraan yang beredar dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini nampak juga membawa pengaruh terhadap keamanan lalu lintas yang semakin sering terjadi, pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor tidak sekedar oleh pengemudi kendaraan yang buruk, pejalan kaki yang kurang hati-hati, kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan cacat pengemudi, rancangan jalan, dan kurang mematuhinya rambu-rambu lalu lintas”.

Pentingnya akan penggunaan lampu di siang hari merupakan salah satu safety riding atau keamanan bagi pengendara, untuk pengendara sepeda motor bukan hanya wajib menyalakan lampu akan tetapi keamanan yang perlu diketahui misalnya saja menggunakan helm saat berkendara, memasang spion, menggunakan lampu sent saat ingin mendahului atau berbelok yang inilah bentuk

4 Ramdlon Naming, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm 23

(7)

dari keamanan guna menyelamatakan para pengendara sepeda motor dari terjadinya kecelakaan.

Kewajiban menyalakan lampu pada siang hari ini diatur dalam Pasal 107 ayat 2 sedangkan sanksi pidana bagi setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Namun, implementasinya dilapangan di Kabupaten Bengkalis masih banyak masyarakat yang melanggar aturan tersebut dan tidak menyalakan lampu pada siang hari, ini berakibat pada naik nya jumlah pelanggar lalu lintas dan kecelakaan di Kabupaten Bengkalis.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas tulisan ini dalam sebuah skripsi dengan judul IMPLEMENTASI KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR UNTUK MENYALAKAN LAMPU UTAMA PADA SIANG HARI DI KABUPATEN BENGKALIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ?

2. Bagaimana Hambatan Dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ?

3. Bagaimana Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk menjelaskan Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

(9)

b. Untuk mendeskripsikan hambatan atau kendala yang ditemukan dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

c. Untuk menjelaskan upaya mengatasi hambatan dalam Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemahaman dan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan yaitu untuk memperkaya bahan bacaan dalam hal ilmu pengetahuan c. Untuk sumbangan masukan bagi instansi yang terkait dalam hal ini

mengenai Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten

(10)

Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

D. Kerangka Teori

1) Teori Kesadaran Hukum

Masalah kesadaran hukum, termasuk pula di dalam ruang lingkup persoalan hukum dan nilai-nilai sosial. Apa bila ditinjau dari teori-teori modern tentang hukum dan pendapat para ahli hukum tentang sifat mengikat dari hukum, timbul bermacam-macam permasalahan. Salah satu permasalahan yang timbul adalah mengenai adanya suatu jurang pemisah antara asumsi-asumsi tentang dasar keabsahan hukum tertulis, serta kenyataan dari pada dipatuhinya hukum tersebut.

Terdapat suatu pendapat yang mengatakan bahwa mengikatnya hukum terutama tergantung pada keyakinan seseorang. Hal inilah yang dinamakan dengan teori (rechtsbewustzijn). 5

Perhatian mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan kesadaran hukum, telah dimulai sejak lama, walaupun perhatian-perhatian tersebut telah lama ada, akan tetapi penelitian terhadap masalah kesadaran hukum merupakan suatu usaha ilmiah yang relatif baru.6

Kesadaran hukum seringkali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan variabel tergantung. Selain itu kesadaran hukum dapat merupakan variabel antara, yang terlatak antara hukum dengan perilaku manusia yang nyata. Prilaku yang nyata terwujud dalam ketaatan

5 Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, P. T. Alumni, Bandung, 2008, hlm. 49.

6 Ibid, hlm. 50.

(11)

hukum, namun hal itu tidak dengan sendirinya hukum mendapat dukungan sosial, dukungan sosial hanyalah diperoleh apabila ketaatan hukum tersebut didasarkan pada kepuasan, oleh karena kepuasan merupakan hasil pencapaian hasrat akan keadilan.7

Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum. Dengan lain perkataan, kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat.8

Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian masyarakat mentaati hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini terjadilah internalisasi hukum dalam masyarakat yang diartikan bahwa kaidah-kaidah hukum tersebut telah meresap dalam diri masyarakat. Ada beberapa indikator kesadaran hukum yang masing- masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu:9

1) Pengetahuan hukum;

2) Pemahaman hukum;

3) Sikap hukum;

4) Pola prilaku hukum.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila indikator-indikator dari kesadaran hukum dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya tinggi, begitu pula

7 Ibid, hlm. 52.

8 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 181.

9 Ibid, hlm. 56.

(12)

sebaliknya. Tingginya kesadaran hukum warga masyarakat mengakibatkan para warga masyarakat mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, begitu pula sebaliknya, apabila derajat kesadaran hukumnya rendah, maka derajat ketaatan hukum juga rendah.10

2) Teori Penegakan Hukum

Dengan banyaknya kasus pelanggaran dalam berlalu lintas yang terjadi belakangan ini, menandakan bahwa ada sebagian anggota masyarakat yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan, dengan kata lain terdapat sebagian warga yang tidak patuh terhadap undang-undang lalu lintas. Terhadap perbuatan- perbuatan yang menyimpang tersebut hukum harus ditegakkan, hukum berfungsi sebagai pengendalian sosial (sosial control), memaksa warga masyarakat untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan jalan sebagai hukum yang wajib ditaati karena dibentuk atas kerjasama antara wakil-wakil rakyat dengan pemerintah. Ini artinya telah ada kesepakatan antara rakyat dengan pemerintah berkaitan peraturan perundang- undangan tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang sama-sama harus ditaati oleh semua orang yang tujuannya adalah hukum dapat diberlakukan dengan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Tujuan daripada penegakan hukum yakni untuk mengatur masyarakat agar damai dan adil dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang

10 Ibid, hlm. 59.

(13)

dilindungi, sehingga tiap-tiap anggota masyarakat memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi haknya.11

Makna inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang menjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.12

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.13

Manusia didalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai pandangan- pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan- pandangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan, misalnya pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Didalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan; umpamanya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketentraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan. Didalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi.

11 RE. Baringbing, Catur Wangsa Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, (Jakarta: Pusat Kajian Informasi, 2001), hlm. 54.

12 Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 5.

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2005), hlm. 5.

(14)

Didalam penegakan hukum pasangan nilai tersebut perlu diserasikan, sebab nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan.14

Menyerasikan pasangan nilai tersebut dibutuhkan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan keadilan agar mendapatkan perhatian secara propersional yang seimbang dalam penanganannya, meskipun dalam prakteknya tidak selalu mudah untuk dilakukan. Berdasarkan hal tersebut menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor- faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan keadilan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Faktor hukumnya sendiri;

b) Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menetapkan hukum;

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d) Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan

e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum.15

14 Ibid, hlm. 6.

15 Ibid.

(15)

Penegakan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kadir Husin, adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang dilakukan oleh lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan atau lebih dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana (SPP)16.

Dalam penelitian ini penulis terfokus pada penegak hukum yang dilakukan oleh Kepolisian terkhusus tentang pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan, karena dalam bidang hukum pidana polisi merupakan aparat penegak hukum yang sering berhadapan dengan masyarakat dalam kaitannya dengan penegakan hukum dan polisi yang melaksanakan tugasnya mengambil keputusan-keputusan hukum secara nyata dilapangan, oleh karena itu tidak heran jika polisi dikonotasikan sebagai hukum yang hidup karena di tangan merekalah hukum mengalami perwujudan dalam kehidupan sehari-hari.

Mengenai tugas polisi dalam penegakan hukum, Barda Nawawi Arif menegaskan bahwa pada intinya ada dua tugas polisi dibidang penegakan hukum, yaitu penegakan hukum di peradilan (dengan sarana “penal” yang lebih menitik beratkan pada sifat represif) dan penegakan hukum dengan sarana “non-penal

yang lebih menitik beratkan pada sifat Preventif17. Secara Preventif yakni mencegah terjadinya kejahatan atau pelanggaran dengan menghapus faktor kesempatan, sehubungan dengan hal ini terdapat anggapan bahwa kejahatan atau pelanggaran akan terjadi jika faktor niat bertemu dengan faktor kesempatan.

Sedangkan tindakan secara represif adalah tindakan untuk menindak suatu kejahatan atau pelanggaran yang merupakan gangguan terhadap keamanan dan

16 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 244.

17 Kunarto, Perilaku Organisasi Polisi, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1997), hlm. 111.

(16)

ketertiban umum. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang diambil oleh petugas apabila menemukan tindak pidana yang merupakan gangguan bagi keamanan dan ketertiban umum sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).18

Barda Nawawi Arif mengatakan di dalam perlindungan masyarakat sekurang- kurangnya ada 4 (empat) aspek yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum pidana, yaitu:19

1) Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat, bertolak pada aspek ini maka wajar apabila penegakan hukum bertujuan untuk menanggulangi kejahatan.

2) Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap sifat berbahayanya seseorang. Berdasarkan aspek ini maka penegakan hukum bertujuan untuk memperbaiki si pelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi masyarakat yang baik dan berguna.

3) Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, berdasarkan aspek ini maka tujuan dari penegakan hukum adalah mencegah terjadinya perlakuan dan tindakan sewenang-wenang di luar hukum.

18 Ibid, hlm. 112.

19 Barda Nawawi Arif, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 13.

(17)

4) Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat adanya kejahatan. Berdasarkan aspek ini maka penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan dari tindak pidana, dan dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

Keempat aspek sasaran perlindungan masyarakat tersebut sepantasnya mendapatkan perhatian Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparat penegak hukum.

3) Teori Ketertiban Umum

Permasalahan lalu lintas biasanya tumbuh lebih cepat dari upaya untuk melakukan pemecahan permasalahan transportasi sehingga mengakibatkan permasalahan menjadi bertambah parah dengan berjalannya waktu. Untuk bisa memecahkan permasalahan lalu lintas perlu diambil langkah-langkah yang berani.

Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya yang ditandai dengan menurunnya kecepatan perjalanan dari kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah lalu lintas kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan merupakan permasalahan yang umum terjadi dan banyak terjadi di kota-kota besar yang pada gilirannya mengakibatkan kota menjadi tidak efisien dan bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kemacetan ini disebabkan beberapa permasalahan.

Pertumbuhan pemilikan kendaraan pribadi yang sangat tinggi yang digunakan di jalan membuat beban jaringan jalan menjadi semakin berat. Di kota-kota besar,

(18)

3 dari 10 orang memiliki kendaraan, suatu angka yang sangat besar. Kepemilikan kendaraan pribadi ini didominasi oleh sepeda motor dengan pangsa hampir sebesar 80 persen. Angka kepemilikan kendaraan yang tinggi ini mengakibatkan permasalahan parkir yang cukup serius dengan seringnya dilakukan pelanggaran parkir.

Fasilitas pejalan kaki umumnya tidak mendapat cukup perhatian oleh pemerintah daerah, dan jika ada tidak didukung dengan standar desain yang baik sehingga tidak bisa digunakan oleh penderita cacat. Keadaan ini diperparah lagi oleh pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau jika trotoar digunakan untuk kendaraan parkir. Permasalahan lain yang terkait dengan pejalan kaki adalah kurangnya fasilitas penyeberangan yang dikendalikan di pusat kota, ataupun ketidakpatuhan pemakai kendaraan bermotor untuk tidak memberikan prioritas terhadap pejalan kaki.

Pelanggaran ketentuan lalu lintas yang dilakukan masyarakat kian tambah memprihatikan dari tahun ke tahun yang pada gilirannya akan mengakibatkan peningkatan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal ataupun luka-luka yang tidak sedikit. Disamping itu ketidak tertiban juga akan mengganggu kelancaran lalu lintas yang akan menurukan kecepatan perjalanan. Untuk meningkatkan ketertiban masyarakat perlu dipelajari dan dipetakan kembali profil pelanggaran yang dilakukan masyarakat termasuk juga pelanggaran yang

(19)

dilakukan oleh petugas. Pengamatan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat:20

1. Tingginya pelanggaran terhadap batas kecepatan yang seolah-olah tidak ada batasan kecepatan yang diberlakukan hal ini terutama menjadi masalah pada jalan yang lalu lintas sedang sepi

2. Tingginya pelanggaran pada persimpangan yang dikendalikan lampu lalu lintas khususnya didaerah pingiran kota. Pelanggaran terutama tinggi dilakukan oleh pengendara sepeda motor, pengemudi angkutan umum khususnya angkot. Pelanggaran lain yang juga terjadi bahwa pengemudi tetap masuk persimpangan pada saat lampu sudah berubah menjadi merah dan kadang bila lalu lintas didepannya macet pengemudi akan menghambat lalu lintas yang mendapatkan lampu hijau dan akhirnya persimpangan akan terkunci.

3. Tidak berjalannya aturan penggunaan persimpangan perioritas atau bundaran lalu lintas, pelanggaran ini pada gilirannya mengakibatkan persimpangan terkunci. Memang pengertian masyarakat tentang hak menggunakan persimpangan masih sangat rendah terutama pada persimpangan yang dilengkapi dengan rambu beri kesempatan ataupun rambu stop.

4. Pelanggaran jalur yang dilakukan oleh pengguna jalan dengan berjalan menggunakan jalur lawan pada jalan-jalan yang dipisah dengan median

20 Anonymous, Penerapan sanksi Dalam Tindak Pidana Lalu Lintas Angkutan Jalan, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2009), hlm 24.

(20)

ataupun jalan satu arah. Pelanggaran ini terutama dilakukan oleh pengguna sepeda motor.

5. Pelanggaran terhadap penggunaan jalan, khususnya dijalur khusus bus yang lebih dikenal sebagai Busway.

6. Pelanggaran tertib penggunaan perangkat keselamatan seperti helm dan sabuk keselamatan yang cenderung masih tinggi terutama di kawasan pinggiran kota.

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik Norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tepat, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaan nya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma hukum tertulis. Teori kepastian menurut ahli hukum :21

a. Menurut Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua segi, pertama mengenai soal dapat dibentuknya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal- hal yang konkret. Artinya pihak-pihak yang mencari Keadilan ingin mengetahui hukum dalam hal yang khusus sebelum memulai perkara.

21 L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, (Bandung: PT.REVIKA Aditama, 2006), hlm 82-83

(21)

Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum. Artinya perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenangan Hakim. Dalam paradigma positivisme defenisi hukum harus melarang seluruh aturan yang mirip hukum, tetapi tidak bersifat perintah dari otoritas yang berdaulat, kepastian hukum harus selalu dijunjung tinggi apapun akibatnya dan tidak ada alasan untuk tidak menjunjung hal tersebut karena dalam paradigmanya hukum positif adalah satu-satunya hukum.

b. Menurut Jan Michiel otto, kepastian hukum yang sesungguhnya memang lebih berdimensi yuridis. Namun Otto memberikan batasan kepastian hukum yang lebih jauh yang mendefenisikan kepastian hukum sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu yaitu :

1. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh (accessible)

2. Instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan- aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

3. Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.

4. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum dan, Keputusan peradilan secara konkret dilaksanakan.22

22 Ibid., hlm 84

(22)

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah Sistem Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apayang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.

Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.23

Bahwa Pelanggaran lalu lintas ada beberapa faktor penyebabnya yakni : faktor manusia, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor cuaca, hal inilah yang menentukan terjadinya pelanggaran lalu lintas, dari sisi faktor manusia, berupa keahlian yang tidak memadai dalam menjalankan kendaraan, kesalahan menginterprestasikan aturan, pengemudi sedang mabuk atau sakit, atau terkadang sengaja melakukan pelanggaran karena ingin lebih cepat sampai di tujuan dengan mengemudikan kendaraan lebih cepat dari ketentuan atau sengaja melanggar lampu lalu lintas dan berbagai penyebab lainnya, bahkan yang lebih parah lagi pengemudi tidak memiliki izin untuk mengemudi.24

23 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 158

24 Sudiastoro Tertib Dalam Berlalu Lintas, Jakarta : PT. Bina Aksara, 2009 , hlm 33.

(23)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam tulisan ini adalah Penelitian Hukum Sosiologis.

Penelitian Hukum Sosiologis dalam tulisan ini membahas mengenai berlakunya hukum positif yaitu Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan adalah di Kabupaten Bengkalis. Dimana alasan dipilih lokasi ini adalah karena masih belum terlaksana dengan baik mengenai Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

3. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah keseluruan unit penelitian yang mempunyai sifat tertentu di dalam penelitian. Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah:

1. Kasat Lalu Lintas Polres Bengkalis 2. Kanit Lalu Lintas Polres Bengkalis

3. Anggota Penyidik Lalu Lintas Polres Bengkalis 4. Pelanggar Lalu Lintas

(24)

b. Sampel

Dari Populasi yang terindentifikasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan dijadikan objek penelitian. Dari sampel inilah data primer nantinya akan diperoleh. Arti pentingnya penetapan sampel adalah untuk memudahkan peneliti dalam mengungkapkan dan menemukan data dalam penelitian. Dalam penetapan sampel penulis menggunakan Metode Random dan Metode Purposive (Purposive Sampling). Maka untuk menimbang besarnya biaya dan waktu dalam hal ini penulis mengklasifikasikan populasi untuk dijadikan sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel I

Populasi dan Sampel

No Nama Populasi Sampel Persentase 1 Kasat Lalu Lintas Polres

Bengkalis

1 orang 1 orang 100%

2 Kanit Lalu Lintas Polres Bengkalis

1 orang 1 orang 100%

3 Anggota Penyidik Lalu Lintas Polres Bengkalis

4 orang 2 orang 50%

4 Tokoh Masyarakat 1 orang 1 orang 100%

5 Pelanggar Lalu Lintas 50 orang 5 orang 10%

Jumlah 57 orang 10 orang Sumber : Data Primer, tahun 2020

(25)

4. Sumber Data

Sumber data yang di kumpulkan penulis dalam penelitian ini dengan mengumpulkan data yang sumber datanya adalah data primer yang di bedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Data Primer, Yaitu Data Yang Diperoleh Dari Masyarakat (Lapangan) Yang Sesuai Dengan Permasalahan Yaitu Tentang Implementasi Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Untuk Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari Di Kabupaten Bengkalis Berdasarkan Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan b. Data Sekunder. Yaitu data yang penulis peroleh dari penelitian

kepustakaan (library research) dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur – literatur yang berkaitan dengan materi penulisan, seperti membaca buku dan literatur – literatur lain yang ada kaitannya dengan materi penulisan.

c. Data Tertier. Yaitu Yaitu data yang diperoleh melalui kamus, ensiklopedi, dan sejenisnya yang berfungsi untuk mendukung data primer dan sekunder.

5. Teknik Pengumpulan Data

(26)

Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga dapat memberikan gambaran permasalahan secara menyeluruh, maka dalam hal ini penulis menggunaan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :25

a. Observasi. Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan di lapangan terhadap objek penelitian

b. Wawancara terstruktur dan Wawancara Non Terstruktur, Wawancara Terstruktur yaitu pengumpulan data dengan cara menayakan langsung pertanyan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kepada responden, dimana sebelumnya penulis mempersiapkan daftar perntanyaan yang hendak dipertanyakan kepada responden. Sedangkan Wawancara Non Terstruktur adalah Si pewawancara bebas menanyakan yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak teliti tanpa terikat kepada daftar pertanyaan.

c. Kajian Kepustakaan. Yaitu dengan membaca literatur – literatur kepustakaan yang memiliki korelasi dan permasalahan yang sedang penulis teliti.

6. Analisis Data

Analisis data yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan metode analisis kuantitatif serta metode analisis data kualitatif. Metode berfikir yang digunakan dalam menarik kesimpulan adalah metode deduktif dan metode induktif.

25 Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru 2019, Edisi III, hlm. 31.

(27)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana (Edisi Revisi), Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Anonymous, Penerapan sanksi Dalam Tindak Pidana Lalu Lintas Angkutan Jalan, Jakarta: Balai Pustaka, 2009.

Barda Nawawi Arif, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2005.

Berkendara dengan aman, http://www.hidupaman.com/index.php/uu-no-22-tahun- 2009- tentang-lalu-2.html, diakses 17 Desember 2019.

Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Kunarto, Perilaku Organisasi Polisi, Jakarta: Cipta Manunggal, 1997.

L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Bandung: PT.REVIKA Aditama, 2006.

Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011.

Moeljanto, Azaz – Azaz Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 2000.

Notoatmojo Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Pengendara, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.

Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung: PT Alumni, 2008.

P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Pasamai Syamsuddin, Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru 2019, Edisi III.

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.

(28)

Ramdlon Naming, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

RE. Baringbing, Catur Wangsa Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Jakarta:

Pusat Kajian Informasi, 2001.

Soekanto Soerdjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Soekanto Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Sudarsono, Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP, 1990.

Sudiastoro, Tertib Dalam Berlalu Lintas, Jakarta: PT Bina Aksara, 2009.

Suwardjoko, Perencanaan Lalu Lintas dan Tata Kota, Bandung: Penerbit ITB, 2005.

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Internet

http://polresbengkalis.online/index.php/sejarah-singkat/, diakses 15 Desember 2019

Iskandar, http://mediaindonesia.com/webtorial/ycab_old/?ar_id=NTU4, diakses 2 Januari 2020.

lampu. htmlhttp://hukum.kompasiana.com/2011/12/10/menyalakan-lampu- kendaraan-di-siang-hari-417610, diakses 17 Desember 2019.

Legal Articles, Kesadaran Hukum vs Kepatuhan Hukum, http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=13, diakses 17 Desember 2019.

Menyalakan lampu siang hari. http://www.tmcmetro.com/news/2012/05/siang- hari-sepeda-motor-wajib-nyalakan-lampu-utama, diakses 17 Desember 2019.

www.bengkalis.co.id diakses tanggal 15 Desember 2019 www.satlantaspolres.co.id, diakses 15 Desember 2019

Referensi

Dokumen terkait

22 tahun 2009 khususnya pasal 107 ayat (2) adalah untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh pengendara sepeda motor, namun pada kenyataannya

1) Kurangnya kesadaran hukum. Kurangnya kesadaran hukum terutama terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 masih sering dilakukan oleh.. masyarakat Subang, contohnya seperti

kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah. Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang. bertentangan dengan ketentuan perundang-undang lalu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96. Kitab Undang-Undang Hukum

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.. dan Angkutan Jalan, pembinaan bidang lalu lintas dan

pelaksanaannya peran kepolisian dalam menanggulangi pengendara sepeda motor oleh anak menurut Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

2 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, lampu lalu lintas merupakan bagian dari alat pemberi isyarat lalu lintas yaitu perangkat elektronik yang

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Opcit, hlm.. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan