Kami menyambut positif upaya Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh Tamiang bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Aceh Tamiang dalam mengumpulkan dan menerbitkan publikasi “Indikator Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013” Dengan diterbitkannya indikator ini, Kabupaten Aceh Tamiang telah memiliki seperangkat statistik yang dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan.Akhirnya, semoga buku ini bermanfaat sebagai bahan referensi dalam berbagai kepentingan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Tamiang .
Publikasi Indikator Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013 merupakan hasil kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Aceh Tamiang.
SEKTOR PENDIDIKAN 2
Angka kehadiran sekolah menunjukkan perbandingan jumlah penduduk yang masih bersekolah pada suatu kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut. Angka partisipasi sekolah menurut kelompok usia sekolah, dalam hal ini yang lazim disebut kelompok usia sekolah adalah usia 19-24 tahun karena pada kelompok usia inilah seseorang menempuh jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMP dan lebih tinggi. pendidikan. Pada kelompok umur 7-12 tahun atau usia sekolah dasar APS mencapai 99,63 persen dan persentasenya cenderung menurun pada kelompok umur yang lebih tinggi.
APM di SD menunjukkan angka 96,04 persen, artinya penduduk yang bersekolah tepat waktu di SD adalah 96,04 persen dari penduduk umur 7-12 tahun.
SEKTOR KESEHATAN 3
Berdasarkan tabel di atas, mayoritas penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Aceh Tamiang mengalami keluhan kesehatan kurang dari atau sama dengan 3 hari. Persalinan di Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2012 sebagian besar ditolong oleh bidan yaitu 85,10 persen. Secara keseluruhan rata-rata balita di Kabupaten Aceh Tamiang disusui selama 18 bulan atau lebih (72,63 persen).
Sedangkan jenis imunisasi yang paling banyak dilakukan pada balita di Kabupaten Aceh Tamiang adalah vaksinasi BCG yaitu sebesar 94,60 persen.
SEKTOR KETENAGAKERJAAN 4
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan bukan angkatan kerja kira-kira empat kali lipat penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan Slovenia yang termasuk dalam populasi tidak aktif sebanyak 50.910 orang dan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 yang berjumlah 44.955 orang. Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja meningkat dari 111.275 orang pada tahun 2011 menjadi 114.777 orang pada tahun 2012.
Selain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), ada indikator lain seperti Tingkat Kesempatan Kerja (LPR) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (UTR).
PERTUMBUHAN EKONOMI 5
Sektor yang pertumbuhannya masih di bawah 5 persen adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,31 persen; dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 2,41 persen. Karena tingkat pertumbuhan sektoral yang beragam, kontribusi masing-masing sektor dalam struktur ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang juga berubah tergantung besar kecilnya nilai PDRB yang diberikan oleh masing-masing sektor tersebut. Untuk memudahkan melihat peran masing-masing sektor dalam percaturan ekonomi Kabupaten Aceh Tamiang dan kaitannya dengan prioritas pembangunan yang dilaksanakan, serta untuk mengukur keberhasilan pembangunan yang dilakukan, disajikan tabel persentase distribusi PDRB disajikan berdasarkan lapangan usaha, baik berdasarkan harga saat ini maupun saat ini.
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa struktur perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa pada tahun 2012 sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Aceh Tamiang yaitu mencapai 41,86 persen; diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,56 persen; Apabila faktor perubahan harga dihilangkan dengan asumsi harga konstan tahun 2000, pada tahun 2012 sektor pertanian masih mendominasi pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Tamiang yaitu sebesar 39,17 persen; diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,77 persen; sektor atau jasa sebesar 12,38 persen; sektor industri pengolahan sebesar 12,28 persen; dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 11,62 persen; sedangkan sektor lainnya seperti listrik dan air minum; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; Sektor konstruksi dan jasa memberikan kontribusi kurang dari lima persen. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerintah harus mendorong peningkatan pertumbuhan pada sektor-sektor ekonomi yang berperan besar dalam pembentukan nilai PDRB Aceh Tamiang, sehingga terjadi pertumbuhan yang lebih baik (di atas laju pertumbuhan PPBB Aceh Tamiang sendiri).
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa terdapat sektor-sektor dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, namun sektor-sektor tersebut kurang potensial sehingga pertumbuhannya tidak mendorong pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Sebaliknya, ada sektor-sektor yang cukup dominan namun pertumbuhannya relatif kecil, namun keberadaannya mempengaruhi pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Sektor yang memiliki potensi besar dalam pembentukan VDB Aceh Tamiang dan harus didorong pertumbuhannya adalah sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Dari tabel 1.3 terlihat bahwa terdapat sektor-sektor dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, namun sektor-sektor tersebut kurang potensial sehingga pertumbuhannya tidak mendorong pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Di sisi lain, terdapat sektor-sektor yang cukup dominan, namun pertumbuhannya relatif kecil, namun keberadaannya mempengaruhi pertumbuhan PDB secara keseluruhan.
PERTUMBUHAN PERKAPITA 6
INFLASI 7
Untuk Provinsi Aceh, inflasi dihitung di Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Barat. Dengan demikian penentuan inflasi yang terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang mengikuti besaran inflasi yang terjadi di Kota Lhokseumawe. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil perhitungan inflasi yang terjadi di Kota Lhokseumawe dari Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, nilai inflasi dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) kelompok pengeluaran.
Secara bulanan, hingga Juni 2012, Kota Lhokseumawe mengalami dua kali deflasi, yakni pada Februari sebesar 0,35 persen dan Mei sebesar 0,89 persen. Pada Semester I Tahun 2012, kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi di Kota Lhokseumawe adalah kelompok Bahan Makanan yang mencapai 4,52 persen. Dibandingkan dengan Juni 2011, perubahan harga barang dan jasa di Kota Lhokseumawe pada Juni 2012 relatif tinggi.
Kemudian diikuti oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 6,01 persen; kelompok sandang sebesar 5,33 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 3,71 persen; kelompok Kesehatan sebesar 2,48 persen; kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 1,61 persen dan terakhir kelompok yang mengalami inflasi terkecil adalah kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar sebesar 1,58 persen. Pada semester kedua tahun 2012 tingkat inflasi di Kota Lhokseumawe menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya inflasi selama semester kedua tahun 2012. Hingga akhir tahun 2012 Kota Lhokseumawe mengalami deflasi sebanyak tiga kali pada semester kedua. , yaitu pada bulan September sebesar 1,53 persen; pada bulan Oktober sebesar 0,73 persen dan terakhir pada bulan November sebesar 0,88 persen.
Puncak inflasi kota Lhokseumawe terjadi pada bulan Agustus, dimana inflasi mencapai 0,68 persen dengan IHK 137,36. Dibandingkan dengan Desember 2011, perubahan harga barang dan jasa di Kota Lhokseumawe pada Desember 2012 relatif rendah.
SEKTOR PEMERINTAHAN 8
Pada tahun 2012, pendapatan pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dari pajak tidak langsung meningkat sekitar 30,64 persen, dari 3,25 miliar rupiah menjadi 4,25 miliar rupiah. Pada 2012, penerimaan dari alokasi pajak langsung mencapai Rp 82,75 miliar atau turun sekitar 1,57 persen dibanding tahun sebelumnya. Alokasi penerimaan pajak untuk pengumpulan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan meningkat sebesar 121,66 persen.
Sedangkan partisipasi pajak penghasilan dan pajak kendaraan bermotor meningkat masing-masing sebesar 23,75 persen dan 40,08 persen. Jika komponen pajak tidak langsung ditambah dengan bagi hasil pajak langsung, maka penerimaan pajak menjadi Rp 87,00 miliar. Berdasarkan Tabel 8.2 terlihat bahwa hampir seluruh penerimaan pajak berasal dari distribusi pajak langsung.
Meskipun pajak langsung memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan dari pajak, namun jumlahnya menurun sebesar 1,32 miliar rupiah atau sekitar 1,57 persen dibandingkan tahun 2011. Belanja/belanja publik Kabupaten Aceh Tamiang digunakan untuk membiayai aparatur daerah, pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan. serta biaya tak terduga. Pengeluaran untuk pelayanan publik dan pengeluaran untuk bagi hasil dan bantuan keuangan turun masing-masing sebesar 32,26 persen dan 21,37 persen.
Aparatur Daerah *) Pelayanan Publik *) Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan *) Belanja Kontinjensi *) .. dalam Rupiah, **) dalam Jutaan Rupiah. Untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, Pemkab Aceh Tamiang mengalokasikan Rp 3,82 miliar atau hanya 0,70 persen.
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 9
Komponen IPM terdiri dari umur harapan hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan taraf hidup layak (standard of living standard). Pada periode 2011-2012, angka harapan hidup penduduk Kabupaten Aceh Tamiang meningkat dari 68,47 tahun menjadi 68,57 tahun. Namun jika dibandingkan dengan angka harapan hidup di Provinsi Aceh, ternyata angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang masih lebih rendah.
Angka tersebut menunjukkan bahwa kondisi kesehatan penduduk Kabupaten Aceh Tamiang tidak lebih baik dari penduduk Provinsi Aceh bahkan penduduk Indonesia secara keseluruhan. Sementara itu, angka melek huruf penduduk Kabupaten Aceh Tamiang mencapai 98,33 persen, lebih tinggi dari angka provinsi dan nasional. Lama bersekolah selama 8,86 tahun di Kabupaten Aceh Tamiang berarti rata-rata penduduk di Kabupaten Aceh Tamiang belum menyelesaikan pendidikan 9 tahun atau tamat SMP, sehingga hanya sempat menduduki kelas 2 SMP.
Secara umum daya beli penduduk Kabupaten Aceh Tamiang dan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh mengalami peningkatan. Gambar 9.2 menunjukkan bahwa tren peningkatan daya beli masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang lebih tinggi dari tren daya beli rata-rata. Namun jika dibandingkan dengan rata-rata daya beli penduduk Kabupaten Aceh Tamiang masih tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata daya beli masyarakat Provinsi Aceh.
Dibandingkan dengan kabupaten/kota di Provinsi Aceh, posisi IPM Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2012 berada pada urutan ke-14 dari 23 kabupaten/kota. Daerah lain yang memiliki capaian IPM lebih tinggi dari angka provinsi dan nasional adalah Kabupaten Aceh Besar (74,13) dan Kabupaten Bireuen (73,70).
Perubahan rendah, IPM
Jika pengamatan juga mencakup besaran variabel perubahan IPM, maka dapat dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai IPM dan perubahannya.
Perubahan tinggi, IPM
Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia dengan kualitas manusia di bawah rata-rata provinsi memiliki laju atau percepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan laju pembangunan manusia provinsi secara keseluruhan. Sedangkan untuk daerah dengan IPM di bawah angka provinsi, percepatan pembangunan manusia harus lebih tinggi atau lebih cepat dari angka pembangunan manusia provinsi untuk mengejar ketertinggalan dari daerah tersebut.
SEKTOR KESEJAHTERAAN 10
Namun, hingga tahun 2012, masih ada sekitar 47,78 persen rumah tangga yang memiliki tempat pembuangan sampah yang jaraknya kurang dari 10 meter dari sumber air minum yang digunakannya. Hal ini akan sangat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, terutama gangguan pada sistem pencernaan, karena anggota rumah tangga mengkonsumsi air yang telah tercemar sisa kotoran/feses yang terserap ke sumber air minum. KEMISKINAN Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kurangnya sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar atau kesulitan dalam mengakses pendidikan dan pekerjaan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan dan non pangan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan per penduduk di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan adalah garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan, dimana garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari.