• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Indonesian) Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan

N/A
N/A
Meridayati Nasution

Academic year: 2024

Membagikan "(Indonesian) Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FILSAFAT ILMU

BEBAS NILAI DALAM ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh :

Meridayati Nasution (23177019) Rahmadani Purba (23177020) Carry De Fitri Danhas (24177003)

DOSEN PEMBIMBING : Ibu Dr. Yuni Ahda, M.Si

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOG UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan” dengan maksimal, Dalam penulisan makalah ini penulis telah berusaha sebaik mungkin untuk menyajikan makalah ini, baik dari segi isi maupun dari segi desain. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rangka melengkapi kesempurnaan dari laporan tugas ini diharapkan adanya saran dan kritik yang diberikan bersifat membangun.

Untuk selanjutnya penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak- pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, dosen yang telah membimbing kami selama ini IbuDr. Yuni Ahda, M.Si.

Oktober 2024

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul...i Kata Pengantar...ii Daftar Isi...iii

BAB I. PENDAHULUAN

A...Latar Belakang... 1 B...Rumusan Masalah... 4 C...Tujuan...4 BAB II. PEMBAHASAN

A...Pengertian Konsep Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan... 5 B...Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Konsep Bebas Nilai..7 C...Dampak Penerapan Konsep Bebas Nilai terhadap Ilmu Pengetahuan

...10 BAB III. PENUTUP

A...Kesimpulan...15 B...Saran...16 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. (Dendy Sugono, 2008) Ilmu pengetahuan telah lama dianggap sebagai salah satu fondasi utama dalam membangun peradaban modern, dengan pencapaian-pencapaian yang tak terhitung jumlahnya di berbagai bidang kehidupan. Namun, terdapat perdebatan mendasar terkait sifat dari ilmu pengetahuan itu sendiri, khususnya mengenai konsep value-free atau bebas nilai. Konsep ini menekankan bahwa ilmu pengetahuan, sebagai suatu disiplin, harus bersifat objektif dan netral, tidak dipengaruhi oleh pandangan moral, ideologi, atau kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, bebas nilai sering dikaitkan dengan upaya menjaga integritas dan obyektivitas ilmu pengetahuan dari intervensi eksternal.

Pada dasarnya ilmu pengetahuan digunakan untuk menjawab atau memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia sehingga dengan majunya ilmu pengetahuan, tingkat kesejahteran hidup manusia akan meningkat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada empat dasarwarsa terakhir banyak diwarnai oleh para filosof baik barat maupun timur, telah menjadikan ilmu pengetahuan yang terlalu rasionalistik pada gilirannya menghampakan manusia akan nilai-nilai agama. (Nashori, 1996)

(5)

Isu bebas nilai dalam ilmu pengetahuan menjadi semakin penting ketika kita mempertimbangkan peran peneliti dalam proses ilmiah. Peneliti, sebagai manusia, tentu memiliki pandangan hidup, nilai-nilai moral, serta preferensi sosial tertentu yang bisa saja mempengaruhi keputusan-keputusan mereka dalam proses penelitian. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar:

sejauh mana ilmu pengetahuan dapat benar-benar bebas dari nilai-nilai subjektif yang dibawa oleh para ilmuwan? Pertanyaan ini relevan tidak hanya dalam konteks penelitian ilmiah murni, tetapi juga dalam penerapan ilmu pengetahuan di ranah kebijakan publik dan teknologi.

Sebagai contoh, dalam bidang ilmu sosial, sulit untuk memisahkan nilai-nilai dari penelitian yang dilakukan karena seringkali kajian yang dilakukan melibatkan interaksi manusia dan masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai sosial. Dalam situasi seperti ini, konsep bebas nilai menjadi problematis karena objek kajian yang diteliti sering kali berkaitan erat dengan isu-isu etika, moralitas, dan keadilan sosial. Oleh karena itu, beberapa kalangan berpendapat bahwa justru nilai-nilai tertentu harus diintegrasikan dalam ilmu pengetahuan agar penelitian dapat lebih relevan dan bermakna dalam konteks sosial.

Ada beberapa pengertian ilmu-ilmu sosial yang di kemukakan oleh para ahli. Menurut Ralf Dahrendorf dalam Supardan (2015). Ilmu sosial adalah suatu konsep yang ambisius untuk mendefenisikan seperangkat disiplin akademik yang memberikan perhatian pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi, antropologi,

(6)

psikologi, ekonomi, geogrfi sosial, politik, bahkan sejarah walaupun di sati sisi ia termasuk ilmu hamaniora.

Namun, bagi penganut positivisme, ilmu pengetahuan harus tetap bebas nilai agar dapat mencapai kebenaran yang objektif dan universal.

Mereka berargumen bahwa memasukkan nilai-nilai subjektif ke dalam ilmu pengetahuan akan mencemari obyektivitasnya dan mengurangi kemampuannya untuk menghasilkan pengetahuan yang sahih. Dalam pandangan ini, peran nilai-nilai subjektif dalam ilmu pengetahuan harus diminimalkan atau bahkan dihilangkan sepenuhnya agar tidak terjadi bias dalam proses pengumpulan dan analisis data.

Di sisi lain, ada pula pandangan yang menyatakan bahwa obyektivitas total dalam ilmu pengetahuan adalah sebuah ideal yang sulit, jika bukan mustahil, untuk dicapai. Banyak peneliti yang secara tidak sadar membawa nilai-nilai pribadi mereka ke dalam penelitian, baik dalam pemilihan topik, metode, atau interpretasi hasil. Dalam situasi ini, konsep bebas nilai dianggap lebih sebagai pedoman normatif daripada sebagai kenyataan praktis yang bisa diterapkan sepenuhnya.

Oleh karena itu, konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan tetap menjadi topik yang penting dan relevan untuk diperdebatkan. Dalam makalah ini, penulis akan membahas berbagai argumen yang mendukung dan menentang konsep bebas nilai, serta menganalisis implikasinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sejauh mana

(7)

ilmu pengetahuan dapat atau seharusnya terbebas dari pengaruh nilai-nilai subjektif dalam konteks penelitian dan penerapannya.

Dengan demikian, pembahasan mengenai bebas nilai dalam ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga memiliki dampak praktis terhadap cara kita memandang peran ilmu pengetahuan dalam masyarakat. Keputusan-keputusan yang diambil oleh ilmuwan dan pembuat kebijakan yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah sangat berpotensi mempengaruhi kehidupan banyak orang, sehingga pertanyaan tentang obyektivitas dan nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan tetap menjadi isu yang perlu terus didiskusikan dan ditelaah secara kritis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan?

3. Bagaimana dampak penerapan konsep bebas nilai terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan praktik penelitian ilmiah?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan pengertian konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan.

2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan.

3. Untuk menganalisis dampak penerapan konsep bebas nilai terhadap

(8)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Bebas Nilai dalam Ilmu Pengetahuan

Nilai secara etimologi yaitu kata value. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Secara umum, yang dimaksud nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.(Ma‟rifatun Nisa, 2020)

Nilai merupakan sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Nilai secara praktis merupakan sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga sering disebut sebagai filsafat nilai, yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.(Irni Iriani Sopyan, 2010)

Konsep bebas nilai atau value-free dalam ilmu pengetahuan merujuk pada pandangan bahwa ilmu pengetahuan harus dilakukan tanpa campur tangan nilai-nilai subjektif, baik dari peneliti maupun dari masyarakat. Ide ini berangkat dari keyakinan bahwa agar ilmu pengetahuan dapat diandalkan sebagai sumber kebenaran, proses ilmiah harus berjalan netral, tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai moral, politik, agama, atau ideologi. Dengan kata lain, peneliti harus menempatkan data dan fakta di atas segala bentuk preferensi pribadi atau kepentingan kelompok.

(9)

Namun, tidak semua ilmuwan sepakat dengan pandangan ini.

Beberapa kalangan menilai bahwa nilai-nilai tertentu sulit dipisahkan dari proses ilmiah, terutama dalam ilmu sosial. Ilmu sosial seringkali mempelajari fenomena yang sarat dengan nilai, seperti ketidakadilan sosial, kebijakan publik, atau isu-isu gender, sehingga sulit untuk benar-benar memisahkan antara fakta dan nilai. Misalnya, ketika seorang peneliti mengkaji kemiskinan, pilihannya dalam menentukan fokus penelitian atau pendekatan yang digunakan mungkin dipengaruhi oleh keprihatinan pribadi terhadap masalah sosial tersebut.

Dalam jurnal Riyo Samekto (2010) yang berjudul Kajian Tentang

“Bebas Nilai” Ilmu Pengetahuan Dipandang Dari Sisi Filsafat Ilmu Dan Teori Kuantum, Dalam perkembangannya Filsafat Ilmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan umat manusia. Strategi Pengembangan llmu, dewasa ini menganut tiga pendapat:

1. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkembang dalam otonomi dan tertutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan, Science for the sake of science only merupakan semboyan yang didengungkan.

2. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya memberikan refleksi, bahkan juga memberikan justifikasi.

(10)

Dengan ini ilmu, cenderung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideologi.

3. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuantemuannya tidak tejebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya. Science for the sake human progress adalah pendiriannya

Konsep bebas nilai juga menjadi pusat perdebatan dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern. Di satu sisi, pendekatan bebas nilai dianggap penting untuk menjaga obyektivitas ilmiah, namun di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa penolakan terhadap pengaruh nilai justru dapat menyembunyikan bias yang tidak disadari. Hal ini karena setiap peneliti membawa pengalaman hidup, latar belakang budaya, dan pandangan dunia tertentu yang memengaruhi perspektif mereka terhadap topik penelitian.

Secara keseluruhan, pengertian konsep bebas nilai terus berkembang seiring dengan perubahan paradigma dalam ilmu pengetahuan. Meskipun obyektivitas tetap menjadi tujuan utama, tantangan untuk memisahkan ilmu pengetahuan dari nilai-nilai sosial dan pribadi semakin diakui, terutama dalam konteks penelitian yang berdampak langsung pada kehidupan manusia.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Konsep Bebas Nilai Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan. Salah satu faktor utama adalah latar belakang sosial dan budaya peneliti. Peneliti datang dari berbagai latar belakang yang memengaruhi cara mereka memahami dunia dan fenomena yang mereka teliti.

(11)

Nilai-nilai sosial, budaya, agama, atau ideologi yang dipegang oleh peneliti bisa saja berpengaruh terhadap cara mereka memilih topik penelitian, metodologi yang digunakan, hingga bagaimana mereka menafsirkan hasil penelitian.

Rasionalisasi ilmu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptismetodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu (Cogito Ergo Sum). Sikap ini berlanjut pada masa Aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam.

Persoalannya adalah ilmu-ilmu itu berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksudkan adalah sebagaimana Josep Situmorang (1996) menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Paling tidak ada tiga faktor bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu : (Surajiyo, 2019)

1. Ilmu harus bebas dari pengandaianpengandaian yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti :

a. faktor politis b. ideologi c. agama d. budaya, dan

(12)

e. unsur kemasyarakatan lainnya.

2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.

3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.

Teknologi dan perkembangan metodologis juga berpengaruh terhadap penerapan konsep bebas nilai. Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi memungkinkan penelitian dilakukan dengan cara yang lebih obyektif dan terukur. Alat-alat canggih, seperti algoritma atau kecerdasan buatan, dapat membantu mengurangi pengaruh subjektivitas dalam proses pengambilan data. Namun, bahkan teknologi ini tidak sepenuhnya bebas dari nilai-nilai, karena desain dan penggunaan teknologi tersebut sering kali mencerminkan bias yang tidak disadari dari pembuatnya.

Lingkungan akademis juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.

Universitas dan lembaga penelitian sering kali memiliki pandangan tertentu tentang bagaimana penelitian harus dilakukan, termasuk standar etika dan akademis. Tekanan untuk mempublikasikan hasil penelitian yang signifikan atau mendapatkan pengakuan akademis juga dapat mempengaruhi obyektivitas peneliti. Dalam beberapa kasus, peneliti mungkin tergoda untuk memanipulasi data atau menyesuaikan hasil penelitian agar sesuai dengan harapan masyarakat akademik atau untuk mendapatkan lebih banyak pengakuan.

(13)

Selain itu, nilai-nilai pribadi peneliti memainkan peran penting dalam proses ilmiah. Sebagai individu, peneliti memiliki keyakinan, preferensi, dan pandangan moral yang dapat secara tidak langsung memengaruhi cara mereka melakukan penelitian. Bahkan dengan niat terbaik sekalipun, tidak selalu mudah bagi peneliti untuk benar-benar meninggalkan nilai-nilai pribadi mereka ketika terlibat dalam proses ilmiah. Oleh karena itu, meskipun konsep bebas nilai diakui sebagai prinsip penting, penerapannya sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks.

C. Dampak Penerapan Konsep Bebas Nilai terhadap Ilmu Pengetahuan Penerapan konsep bebas nilai memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan praktik penelitian ilmiah.

Salah satu dampak utamanya adalah peningkatan obyektivitas dalam ilmu pengetahuan. Dengan menerapkan prinsip bebas nilai, penelitian dapat dilakukan secara lebih netral, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan atau nilai- nilai subjektif tertentu. Obyektivitas ini penting untuk memastikan bahwa hasil penelitian dapat diterima oleh berbagai kalangan, terlepas dari latar belakang sosial, budaya, atau ideologi peneliti dan audiens.

Ada pembedaan dua macam kecenderungan dasar dalam melihat tujuan ilmu pengetahuan, yaitu: (Aiwani dan Aulia 2023)

1. Kecenderungan Puritan-Elitis Kecenderungan ini beranggapan bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan (Keraf, 2001). Ilmu pengetahuan memang bertujuan untuk mencari dan menemukan penjelasan, yaitu penjelasan yang benar tentang segala

(14)

sesuatu. Kepuasan seorang ilmuwan di sini terutama terletak dalam menemukan teori-teori besar yang mampu menjelaskan segala persoalan, teka-teki, dan gejala alam ini, terlepas dari apakah ilmu pengetahuan itu berguna atau tidak bagi kehidupan praktis manusia. Bagi mereka, yang terpenting adalah teori-teori besar itu, tanpa mempersoalkan keterkaitannya dengan kegunaan praktisnya dalam kehidupan sehari-hari manusia (Keraf, 2001) Dengan kata lain, bagi kecenderungan puritan elitis, tidak ada yang disebut link and match karena ilmu pengetahuan memang hanya bertujuan mencapai penjelasan dan pemahaman tentang masalah-masalah dalam alam ini. Mereka tidak mempersoalkan aplikasinya bagi kehidupan kongkrit (Keraf, 2001). Konsekuensinya, ilmu pengetahuan menjadi bidang yang sangat elitis, yang digeluti oleh segelintir orang saja. Tidak semua orang bisa mencapainya. Ilmu pengetahuan lalu menjadi sesuatu yang mewah, jauh dari kehidupan riil manusia. Berdasarkan kecenderungan di atas, ilmu pengetahuan harus bebas nilai, termasuk pertimbangan nilai guna dari ilmu pengetahuan tersebut. Kebenaran harus ditegakkan, apapun konsekuensi dan kegunaan praktis dari ilmu pengetahuan. Karena, tujuan dari ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, menemukan penjelasan objektif tentang segala sesuatu. Untuk itu, ilmu tidak boleh tunduk pada otoritas lain di luar ilmu pengetahuan. Selama ilmu pengetahuan dikembangkan demi meningkatkan keuntungan dan kemakmuran bagi hidup manusia, kebenaran bisa dikorbankan demi keuntungan dan kemakmuran tadi.

(15)

2. Kecenderungan Pragmatis Kecenderungan ini beranggapan bahwa ilmu pengetahuan dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam semesta ini, (Keraf, 2001). Ilmu pengetahuan memang bertujuan untuk menemukan kebenaran, yang penting juga bahwa ilmu pengetahuan itu pada akhirnya berguna bagi kehidupan manusia, yaitu bahwa ilmu pengetahuan berguna bagi manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.

Jadi ilmu pengetahuan bukan dikembangkan demi ilmu pengetahuan semata, melainkan juga demi menjawab berbagai persoalan hidup manusia. Bagi kelompok ini, ilmu pengetahuan menjadi menarik justru karena ia berguna membantu manusia. Tanpa itu, ilmu pengetahuan tidak berguna sama sekali. Penjelasan dan kebenaran objektif; ya! Tetapi, kebenaran dan penjelasan itu punya arti justru karena ia berguna bagi kehidupan manusia. Yaitu membuat hidup manusia lebih baik, lebih bahagia, lebih memahami banyak hal. Tegasnya, membuat hidup lebih hidup! Oleh karenanya, kebenaran ilmiah, menurut kelompok ini, tidak hanya bersifat logis-rasionaldan empiris, melainkan juga bersifat pragmatis, yakni bahwa kebenaran berguna menjawab berbagai persoalan hidup manusia. Dewasa ini, ilmu pengetahuan berkembang pesat, karena memiliki nilai guna (pragmatis) dalam menjawab persoalan kehidupan manusia. Sebutlah misalnya, berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi (komputer, internet, komunikasi seluler), elektronika, otomotif, medis, dan lain-lain adalah buah dari prisnip pragmatisme

(16)

dalam ilmu pengetahuan. Dalam cara pandang ini, ilmu pengetahuan betul-betul melayani kepentingan manusia dan bukan demi ilmu pengetahuan semata. Demikian pula, manusia bukan demi ilmu pengetahuan melainkan ilmu pengetahuan demi manusia. Jadi yang ditekankan adalah aspek utiliter dari ilmu pengetahuan, aspek kegunaan, dengan manusia sebagai tujuannya. Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada elemen-elemen kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab. Hati nurani di sini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan perilaku manusia. Penekanan daya intelektual dan moral ditujukan kepada kelangsungan hidup yang berbahagia bagi seluruh umat manusia.

Menurut (Marzuki, 2021) kehadiran etika dan moral tentunya semakin dirasakan pentingnya. Sikap pandang bahwa ilmu adalah bebas nilai semakin ditinggalkan.

Di sisi lain, penerapan konsep bebas nilai juga dapat memunculkan tantangan etis. Dalam beberapa kasus, menolak untuk mempertimbangkan nilai-nilai moral atau etis dapat menghasilkan keputusan yang merugikan masyarakat. Sebagai contoh, dalam penelitian bioteknologi atau rekayasa genetik, mengabaikan nilai-nilai etis bisa berujung pada penelitian yang tidak mempertimbangkan dampak sosial atau lingkungan. Oleh karena itu, meskipun obyektivitas penting, nilai-nilai etis sering kali tidak bisa sepenuhnya diabaikan dalam penelitian yang memiliki dampak langsung pada kehidupan manusia.

(17)

Penerapan konsep bebas nilai juga berpengaruh terhadap kepercayaan publik terhadap ilmu pengetahuan. Ketika masyarakat percaya bahwa penelitian dilakukan secara netral dan obyektif, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik, ekonomi, atau sosial, maka hasil penelitian tersebut lebih mudah diterima. Sebaliknya, jika penelitian dianggap sarat dengan bias atau kepentingan tersembunyi, maka kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan dapat menurun. Ini terutama relevan dalam era informasi saat ini, di mana masyarakat semakin kritis terhadap sumber-sumber pengetahuan yang mereka konsumsi.

Namun, dampak lainnya adalah munculnya kelemahan dalam penerapan nilai sosial dalam ilmu pengetahuan. Dalam beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu sosial atau humaniora, menolak untuk mempertimbangkan nilai- nilai sosial atau budaya dapat mengurangi relevansi penelitian tersebut bagi masyarakat. Ilmu sosial, misalnya, mempelajari manusia dan masyarakat, yang secara inheren dipengaruhi oleh nilai-nilai. Mengabaikan hal ini dapat menyebabkan kesenjangan antara teori ilmiah dan realitas sosial yang sedang diteliti.

Dampak lain dari penerapan konsep bebas nilai adalah peningkatan kesadaran akan bias tersembunyi. Meskipun tujuan awal dari konsep ini adalah untuk menghilangkan bias, penerapan bebas nilai dalam ilmu pengetahuan sering kali justru membuka diskusi tentang bias yang tidak disadari. Dengan lebih banyak perhatian yang diberikan pada bagaimana nilai-nilai pribadi atau sosial mempengaruhi proses ilmiah, para peneliti dapat

(18)

lebih berhati-hati dalam memastikan obyektivitas penelitian mereka, serta lebih terbuka terhadap kritik dan evaluasi dari sesama ilmuwan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan, dapat disimpulkan bahwa prinsip ini memiliki peran penting dalam menjaga obyektivitas dan integritas penelitian ilmiah. Konsep bebas nilai bertujuan agar penelitian dilakukan secara netral tanpa campur tangan nilai-nilai subjektif dari peneliti atau pihak lain. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan yang valid dan dapat diterapkan secara umum di berbagai disiplin ilmu.

Namun, dalam penerapannya, konsep ini tidak lepas dari tantangan.

Beberapa faktor seperti latar belakang sosial dan budaya peneliti, tekanan dari pihak eksternal, serta perkembangan teknologi dapat mempengaruhi obyektivitas penelitian. Terlebih lagi, dalam bidang-bidang yang sarat dengan nilai-nilai sosial seperti ilmu sosial, penerapan bebas nilai sepenuhnya sulit dilakukan karena nilai-nilai ini sering kali merupakan bagian integral dari fenomena yang sedang dikaji.

(19)

Dampak penerapan bebas nilai terlihat pada peningkatan obyektivitas ilmu pengetahuan dan kepercayaan publik terhadap hasil penelitian. Namun, pada saat yang sama, konsep ini juga memunculkan dilema etis, terutama dalam kasus-kasus penelitian yang berdampak langsung pada masyarakat atau lingkungan. Oleh karena itu, meskipun konsep bebas nilai penting, fleksibilitas dalam mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etis juga perlu dipertimbangkan dalam konteks penelitian tertentu.

B. Saran

Dalam menghadapi tantangan penerapan konsep bebas nilai dalam ilmu pengetahuan, disarankan agar peneliti mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif dan kritis terhadap nilai-nilai yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian. Peningkatan kesadaran etis dan transparansi dalam proses penelitian sangat penting untuk menjaga obyektivitas, sambil tetap mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari temuan ilmiah. Selain itu, institusi akademis dan lembaga penelitian perlu memperkuat regulasi serta pedoman etika yang mengarahkan peneliti untuk mengatasi bias, sambil memberikan ruang untuk refleksi kritis terhadap nilai-nilai yang ada. Dengan cara ini, diharapkan penelitian ilmiah dapat tetap relevan, valid, dan bermanfaat bagi masyarakat, tanpa mengabaikan pentingnya integritas dan obyektivitas.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Aiwani, A., & Aulia, H. D. (2023). Ilmu sebagai sumber pengetahuan bebas nilai.

Seminar Nasional Pendidikan dan Pembelajaran ke-6: Revolusi Pendidikan di Era VUCA, 5 Agustus 2023.

Dadang Supardan, D. (2015). Pengantar ilmu sosial: Sebuah kajian pendekatan struktural.Jakarta: Bumi Aksara.

Dendy Sugono, et al. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Iriani Sopyan, I. (2010). Nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku "Salahnya Kodok" (Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat) karya Mohammad Fauzil Adhim(Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta).

Keraf, S. A. (2001). Ilmu pengetahuan: Sebuah tinjauan filosofis. Yogyakarta:

Universitas Fajar.

Ma'rifatun Nisa. (2020). Nilai-nilai religius dalam film Ajari Aku Islam dan relevansinya terhadap materi pendidikan agama Islam (Tesis, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto).

Marzuki, I. (2021).Filsafat ilmu di era milenial.Yogyakarta: Universitas Fajar.

Nashori, F. (1996).Membangun paradigma psikologi Islami.Yogyakarta: Sipress.

Samekto, R. (2010). Kajian tentang "bebas nilai" ilmu pengetahuan dipandang dari sisi filsafat ilmu dan teori kuantum. INNOFARM: Jurnal Inovasi Pertanian,9(1), 16-35.

(21)

Situmorang, J. M. (1996). Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai. Majalah Filsafat Driyarkara,XXII(4).

Surajiyo. (2019). Tanggung jawab moral dan sosial ilmuwan: Sikap ilmiah ilmuwan di Indonesia.Prosiding COMNEWS 2019. e-ISSN 2656-730X.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan, dalam Buku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas III Sekolah Dasar Terbitan Pusat Perbukuan Tahun 2008 nilai-nilai pendidikan karakter yang tidak ditemukan,

bimbingan kepada saya.. ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUKU ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS III SEKOLAH DASAR TERBITAN PUSAT PERBUKUAN. Fakultas Keguruan

Dari gambaran di atas, nampak bahwa ilmu pengetahuan ternyata mengandung nilai intelektual, nilai rasional, nilai kejelasan dan nilai kebenaran yang dapat

Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai si pemilik pengetahuan tersebut atau dengan kata lain, netralitas ilmu

Disinilah perlunya mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam ilmu pengetahuan umum, sehingga lahirlah ilmu pengetahuan utuh yang sarat dengan nilai-nilai religius yang

ISSN: 1907-932X Pendekatan Pembelajaran Analisis Nilai untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Kepedulian Sosial Siswa pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ani Siti

Dokumen ini membahas masalah yang dihadapi pelaku usaha dalam pemenuhan perizinan BPOM dan bagaimana ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah