1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah telah mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada 4 Juli 2008.
Undang - Undang ini merupakan landasan dan payung hukum untuk memberdayakan UMKM di tanah air. Selain itu UU ini memberikan implikasi yang luas bagi semua stakeholder untuk menjadikannya sebagai pedoman bersama kearah perubahan paradigma pemberdayaan UMKM. Belum kokohnya fundamental perekonomian Indonesia saat ini, mendorong pemerintah untuk terus memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pengertian UMKM adalah usaha yang punya peranan penting dalam perekonomian negara Indonesia, baik dari sisi lapangan kerja yang tercipta maupun dari sisi jumlah usahanya (Nalil , 2021)1. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberi peluang bagi UMKM untuk berkembang dan bersaing dengan perusahaan yang lebih cenderung menggunakan modal besar (capital intensive).
Keberadaan UMKM memang tidak dapat diremehkan lagi karena terbukti mampu bertahan dan menjadi roda penggerak perekonomian, terutama pasca krisis ekonomi. Disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja, Sumber Daya Manusia yang rendah, dan minimnya
1 Nalil Khairiah, dkk. 2021. Strategi Perencanaan Desa Dalam Pengembangan UMKM Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Administrasi Publik dan Kebijakan (JAPK), Vol. 1, No. 1
penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi (Hanim, 2002)2. Adapun permasalahan lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.
Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan UMKM adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar (Ishak, 2005)3. Hal ini menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat nasional dan global. Rendahnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami stagnasi pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk - produk asing yang terus membanjiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Maka berbagai
2 Hanim Anifatul. 2002.Evaluasi Kesiapan UKM Menyongsong Pasar Bebas ASEAN (AFTA).
Jurnal Ekonomi Akuntansi Manajemen 1(2)
3 Ishak, Effendi. 2005. Artikel : Peranan Informasi Bagi Kemajuan UKM. Yogyakarta : Kedaulatan Rakyat.
upaya yang dilakukan Pemerintah seperti memberikan ruang dan fasilitas kepada Mitra UMKM, serta berkolaborasi dengan masyarakat.
Istilah collaborative governance seringkali digunakan dalam mengelola urusan publik pemerintahan yang menunjukkan keberagaman urusan masyarakat luas sehingga mengharuskan keterlibatan sejumlah pihak untuk sama-sama mendesain suatu kebijakan yang ditujukan untuk mereka sendiri (Kern & Smutko, 2021)4. Sedangkan Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat (Haryono, 2012)5.
Secara administratif Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 (dua puluh dua) Kecamatan, 14 Kelurahan dan 380 Desa, dengan luas wilayah 249.772 Ha (2.497.72 Km2). Dengan jumlah penduduk 2.234.200 jiwa. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu pusat perindustrian di Provinsi Sumatera Utara.
Beberapa sektor industri yang sangat potensial di Kabupaten Deli Serdang adalah argoindustri, kopi, kakao, kelapa sawit, ikan laut, ternak, dan lainnya. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam rangka untuk meningkatkan beberapa industri melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan menjalankan program pemberdayaan terhadap Pemilik UKM dengan cara memfasilitasi segala kebutuhan dan pembinaan keterampilan agar mendapat hasil produksi yang memiliki nilai jual yang tinggi dan
4 Kern, M. A., & Smutko, L. S. (2021). Collaborative governance: The role of university centers, institutes, and programs. Conflict Resolution Quarterly, 39(1), 29–50.
https://doi.org/10.1002/crq.21314
5 Haryono, N. (2012). Jejaring Untuk Membangun Kolaborasi Sektor Publik. Jejaring Administrasi Publik, IV(1), 47-53.
meningkatkan pendapatan per kapita para pelaku UKM di Kabupaten Deli Serdang.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang melalui UPT Pusat Pengembangan Produk Unggulan Daerah (P3UD) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dan merupakan bagian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang betugas untuk membantu, memfasilitasi dan mengembangkan berbagai produk potensi unggulan Kabupaten Deli Serdang.
P3UD juga menjadi wadah untuk melatih para pengusaha dalam mengembangkan UKM yang rencananya bertujuan untuk mendukung pengembangan UKM agar bisa mandiri dalam pengelolaan produk dan pemasaran produk.
Pusat Pengembangan Produk Unggulan Daerah atau yang dikenal dengan nama P3UD adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) bagian dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang yang bertanggung jawab membantu mengembangkan berbagai potensi unggulan daerah Kabupaten Deli Serdang dalam memajukan perekonomian daerah dan menjadikan UMKM binaan siap bersaing di pasar global. Adapun tujuan P3UD yaitu sebagai tempat pengembangan produk unggulan dari wirausaha Deli Serdang terbaik agar dapat Menuju Pasar Ekspor.
Bukan hanya sekedar tempat wisata kuliner, bukan hanya taman bersantai, bukan hanya tempat berjual beli produk, tetapi merupakan tempat menumbuh kembangkan wira usaha yang mampu dan kuat bersaing di pasar global untuk memajukan prekomian masyarakat serta daerah Deli Serdang, P3UD juga merupakan tempat pelatihan wira usaha pengembangan UKM maupun IKM kecil, dengan program-program yang telah di siapkan sebagai penunjang pengembangan
UKM agar dapat menjadi madiri dalam pengelolaan dan pemasaran produk mereka.6
Peneliti tertarik dan memiliki tujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh model collaborative governance dan service quality yang ditawarkan oleh P3UD Kabupaten Deli Serdang berkolaborasi dengan beberapa Mitra UMKM yang ada di Deli Serdang. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Model Collaborative Governance dan Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti secara lebih mendalam. Rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana Model Collaborative Governance terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang?
2. Bagaimana Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang?
3. Bagaimana Faktor Pendukung Model Collaborative Governance dan Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang?
4. Bagaimana Faktor Penghambat Model Collaborative Governance dan Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang?
6 https://p3ud.deliserdangkab.go.id/tentang
C. Tujuan Penelitian
Melihat dari judul dan perumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Model Collaborative Governance terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang
2. Untuk mengetahui Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang
3. Untuk mengetahui Faktor Pendukung Model Collaborative Governance dan Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang 4. Untuk mengetahui Faktor Penghambat Model Collaborative Governance dan
Service Quality terhadap Pengembangan UMKM di P3UD Deli Serdang
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diperoleh dalam penelitian sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang Administrasi Publik, Program kreatif, Implementasi.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam menggunakan ilmu dan teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dengan membandingkannya pada fakta di lapangan.
b. Bagi P3UD Deli Serdang
Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukkan bagi instansi dan pihak-pihak terkait dalam membuat dan menyempurnakan program pengembangan UMKM khususnya pada P3UD Deli Serdang.
c. Bagi Civitas Akademika di FISIP UISU
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan, pertimbangan dan perbandingan bagi kalangan akademisi.
E. Kerangka Teori 1. Teori Kebijakan
Secara umum kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seseorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun lembaga tertentu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Pada dasarnya terdapat banyak penjelasan dengan batasan-batasan atau pengertian mengenai kebijakan.
Menurut Weihrich dan Koontz dikutip dari Amin priatna (2008) bahwa kebijakan adalah alat membersihkan hati atau harapan yang mendorong, inisiatif tetap dalam keterbatasan. Kebebasan tergantung pada kebijakan dan sebaliknya akan merefleksikan posisi dan kekuasaan dalam organisasi. Kebijakan juga adalah rencana, kebijakan itu sebagai peryataan atau pemahaman atau pengertian yang mengarahkan pikiran dalam membuat keputusan. Tidak semua kebijakan merupakan pernyataan, tetapi sering diimplikasikan dari tindakan manager.7 Sementara Koontz, Donnell dan Weihrich (1992) mengatakan bahwa kebijakan
7 Amin Priatna (2008), Disertasi “Analisis Implementasi Kebijakan Kesejahteraan Dosen pada Universitas Pendidikan Indonesiaǁ, Paca Sarjana UNJ
adalah sebagai tuntunan dalam berfikir untuk mengambil keputusan, keputusan tersebut diambil dalam batas-batas. Keputusan memerlukan tindakan tetapi dimaksudkan untuk menuntut manager dalam memutuskan komitmen.8
2. Teori Governance
Konsep governance berangkat dari istilah government. Government atau pemerintah merupakan istilah yang digunakan pada organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintah pada suatu negara. Konsep government ini dapat dikatakan sebagai konsep lama dalam penyelenggaraan pemerintahan karena hanya menekankan pada pemerintah (lembaga/institusi pemerintah) sebagai pengatur dan pelaksana tunggal penyelenggaraan pemerintah. Oleh karena itu muncullah konsep governance yang menggantikan konsep government dalam aspek maupun kajian pemerintahan. Selanjutnya governance berasal dari kata
“govern” dengan definisi yakni mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga yang memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah kolektif masyarakat. Dengan demikian secara luas, governance termasuk totalitas dari semua lembaga dan unsur masyarakat, baik pemerintah maupun nonpemerintah.9
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah- masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan
8 Haroid Koontz Cyrill O’Donell, and Heinz Weihrich (1992), Management Eighth Edition.
(Gunawan Hutauruk, Terjemahan). New York : McGraw-Hill Book Company
9 Dwiyanto, Agus. 2015. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan Kolaboratif.
Yogyakarta: UGM Press
bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri.10
3. Teori Pelayanan
Secara sederhana, istilah Service bisa diartikan sebagai melakukan sesuatu bagi orang lain. Ada tiga kata yang dapat mengacu pada istilah tersebut, yakni jasa, layanan dan servis. Sebagai jasa, Service umumnya mencerminkan produk tidak berwujud fisik atau sektor industri, seperti pendidikan, kesehatan, asuransi, perbankan, dan seterusnya. Sebagai layanan, istilah Service menyiratkan segala sesuatu yang dilakukan pihak tertentu (individu maupun kelompok) kepada pihak lain (individu maupun kelompok).11 Menurut Kotler definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.12
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
10 Sumarto Hetifa Sj, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, (Bandung: Yayasan Obor Indonesia, 2003)
11 Fandy Tjiptono, Service Management: Mewujudkan Layanan Prima (Yogyakarta: Andi, 2012)
12 Philip Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. (A.B. Susanto, Terjemahan). Jakarta: Salemba Empat
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.13
4. Teori Pembangunan
Menurut Siagian pembangunan merupakan “usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang merencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.” Dengan demikian, ide pokok pembangunan menurut Siagian mengandung makna : (a) bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang tanpa akhir; (b) pembangunan merupakan suatu usaha yang secara sadar dilaksanakan secara terus menerus; (c) pembangunan dilakukan secara berencana dan perencanaannya berorientasi pada pertumbuhan dan perubahan; (d) pembangunan mengarah kepada modernitas; (e) modernitas yang dicapai melalui pembangunan bersifat multi dimensional; proses dan kegiatan pembangunan ditujukan kepada usaha membina bangsa dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan negara yang telah ditentukan.14
Hal selaras disampaikan oleh Tjokrominoto yang menyimpulkan beberapa makna pembangunan sebagai “citra pembangunan dalam perspektif diakronis (pembangunan menurut tahap pertumbuhan dan periode waktu yang dasarnya tidak jelas) sebagai berikut : (1) pembangunan sebagai proses perubahan sosial menuju ketatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik. (2) pembangunan sebagai upaya manusia yang sadar, terencana dan melembaga. (3) pembangunan sebagai proses sosial yang bebas nilai (value free). (4) pembagunan memperoleh sifat dan konsep transendental, sebagai meta-diciplinary phenomenon, bahkan memperoleh bentuk
13 Ratminto dan Atik Septi Winarsih, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
14 Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang : UB Press.
sebagai ideologi, the ideologi of developmentalism. (5) pembangunan sebagai konsep yang syarat nilai (value loaded) menyangkut proses pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat. (6) pembangunan menjadi culture specific, situation specific, dan time specific.15
F. Kerangka Konsep
Menurut Sugiyono (2019) Kerangka konseptual adalah suatu pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan penelitian yang di lakukan16. Lebih jelasnya kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
15 Ibid, Hal 46
16 Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Sumber : Penelitian (2023) Model Collaborative Governance :
-Pencapaian sasaran klien
-Hubungan antar organisasi/individu -Pengembangan organisasi/individu
Teori Pelayanan : - Bukti Fisik
- Kehandalan - Daya Tanggap - Jaminan - Perhatian
Efektifitas Pengembangan UMKM Kebijakan Kolaborasi Beberapa UMKM Deli
Serdang dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Deli Serdang
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan istilah dalam penelitian ini, maka penulis akan memberikan penjelasan secara singkat tentang penegasan istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 1.1 Definisi Operasional
VARIABEL DEFINISI
Modal Collaborative Governance
Collaborative governance adalah pengaturan dimana terdapat satu atau lebih badan publik yang secara langsung melibatkan non-state aktor dalam proses pengambilan keputusan kolektif, berorientasi konsensus, serta deliberatif dan yang bertujuan untuk membuat atau menerapkan kebijakan, program, atau aset publik17
(Ansell & Gash, 2008)
Service Quality Service Quality merupakan suatu kondisi dinasmis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut.18 (Hardiyansyah, 2011)
Pengembangan UMKM
Pengembangan UMKM merupakan suatu usaha yang memiliki tujuan untuk menumbuh kembangkan suatu usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan dengan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Hal ini mengandung makna bahwa (UMKM) adalah suatu alat perjuangan nasional untuk menumbuhkan dan
17 Ansell, C., & Gash, A., 2008. Collaborative Governance in Theory and Practice. Journal of Public Administration Research and Theory
18 Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya. Yogyakarta : Gava Media.
membangun perekonomian nasional dengan melibatkan pelaku ekonomi sebanyak mungkin, pelaku ekonomi yang terlibat juga harus mempunyai potensi atas dasar keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan.19
(Rio F,W, Dkk, 2016)
Sumber : Penelitian (2023)
H. Metodologi Penelitian
Metode Penelitian adalah bagian yang diterapkan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan peninjauan pada data yang telah dikumpulkan atau bisa disebut sebagai proses mencari kebenaran terhadap suatu fenomena ataupun fakta yang terjadi dengan cara terstruktur atau sistematis.
Menurut Sugiyono (2016) Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.20 Menurut Darmadi (2013) metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.21
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif . Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menuntut peneliti untuk
19 Rio F. Wilantara dan Rully Indrawan, Strategi Dan Kebijakan Pengembangan UMKM, (Bandung: 2016), hal. 20
20 Op.cit., hal 2
21 Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta
mengumpulkan data, mendeskripsikan ataupun menjelaskan suatu ide maupun gejala dan juga dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan, seperti sudut pandang atau pendapat terhadap suatu individu, organisasi, dan sebagainya (Wirantha, 2005)22. Menurut Moleong (2013) Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan maksud untuk menelaah dan menganalisis suatu gejala tentang hal-hal yang dimengerti oleh subjek dalam penelitian, misalnya tingkah laku, tanggapan, motivasi, tindakan, dan lainnya, dengan menggunakan berbagai macam metode ilmia, secara utuh dalam bentuk karya tulis ilmiah. 23
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan sebuah lokasi dalam penelitian bertujuan untuk menghasilkan data-data penelitian yang akurat, definisi dari lokasi penelitian yaitu sebuah tempat peneliti menjalankan penelitiannya dalam menganalisis atau menemukan fakta- fakta dari objek penelitian. Lokasi yang diambil dalam penelitian ini bertempat di P3UD Deli Serdang, Jl. Medan - Tebing Tinggi, Kec. Tanjung. Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20362. Dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2023 sampai dengan Juni 2023.
3. Informan Penelitian
Ada tiga (3) kategori informan menurut Suyanto (2011)24 yaitu :
a. Informan kunci (key informan), yaitu orang-orang yang memahami dengan jelas informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam penelitian.
22 Wirantha, Made. (2005). Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Denpasar: Penerbit Andi
23 Moelong, L. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya
24 Sunyoto, Suyanto .2011. Analisis Regresi Untuk Uji Hipotesis, Yogyakarta. Caps
b. Informan utama, yaitu orang-orang yang langsung memiliki keterlibatan langsung dengan hal yang diteliti dalam proses interaksi sosial.
c. Informan Tambahan, yaitu orang-orang yang memiliki dan dapat memberikan informasi secara langsung ataupun tidak terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.
Tabel 1.2 Informan Penelitian
NO NAMA JENIS INFORMAN
1. Kepala UPT P3UD Deli Serdang Informan kunci (key informan)
2. Mitra UMKM di P3UD Deli Serdang Informan utama
3. Pembeli atau pengunjung P3UD Deli Serdang Informan Tambahan Sumber : Penelitian (2023)
4. Sumber Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2006) Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek darimana data diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini teridiri dari dua jenis yaitu data primer dan sekunder. Sumber data utama (data primer) yang mana merupakan sumber yang didapat dari perkataan dan juga perbuatan, selain itu terdapat pula sumber data sekunder yang mana merupakan arsip-arsip dokumen. Sumber data dan jenis data berisi atas data dan perbuatan, sumber data tertulis, dokumentasi gambar, serta data dalam bentuk matematis. Dalam hal ini, peneliti diminta untuk mengumpulkan hasil-hasil temuan
yang setelah itu dimuat dalam bentuk karya tulis ilmiah (skripsi) sebagai bukti dari kumpulan berbagai temuan-temuan baik itu dari yang terlihat maupun terdengar. 25 a. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan langsung kepada pengumpul data.
Data primer dalam penelitian ini dihasilkan dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian. Data primer ini disebut sebagai data asli atau data baru.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal dan buku yang berkaitan dengan model collaborative governance, service quality, dan pengembengan pariwisata.
Selain itu, catatan dari perusahaan atau organisasi yang menjadi tempat penelitian seperti arsip data dan struktur organisasi.
5. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Siti Kholifah & I Wayan (2018) Tahap pengumpulan data adalah suatu prosedur penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti demi mengungkapkan serta menelaah berbagai macam fakta-fakta yang ditemui di lapangan26. Proses pengumpulan data bukan hanya wawancara atau pengamatan namun ada aktivitas–
aktivitas yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk menjawab
25 Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara
26 Siti Kholifah & I Wayan (2018). Metodologi penelitian kualitatif : Berbagi pengalaman dari lapangan. Depok : Rajawali Pers
pertanyaan riset yang muncul. Berikut merupakan teknik-teknik yang digunakan dalam pengumpulan data:
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik dalam mengumpulkan data penelitian.
Peneliti dapat mempelajari tingkah laku serta makna dari tingkah laku tersebut melalui observasi, untuk itu observasi merupakan sebuah dasar dalam ilmu pengetahuan. Observasi merupakan sebuah metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengamati secara langsung peristiwa/fenomena yang menjadi fokus penelitian (Sugiyono, 2019)27.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses tanya jawab dalam sebuah percakapan yang mengarah pada masalah yang diteliti. Wawancara juga merupakan percakapan dua orang atau lebih yang berisi tanya jawab. Menurut Imam Gunawan (2013) Wawancara pada penelitian kualitatif adalah sebuah perbincangan yang memiliki maksud serta tujuan yang diawali dengan pertanyaan-pertanyaan informal28. Menurut Sugiyono (2019) wawancara dalam penelitian kualitatif terbagi atas tiga jenis, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara tak terstruktur. 29
1) Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur dapat disebut dengan wawancara terkendali, yang berarti seluruh percakapan dalam proses wawancara telah tersusun sistematis. Proses wawancara terstruktur ini berdasarkan pada kondisi
27 Op.cit, hal 229
28 Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
29 Op.cit, hal. 231
ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan kepada responden berdasarkan kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas. Namun, peneliti dapat juga menyediakan ruang bagi variasi jawaban, atau peneliti dapat juga menggunakan pertanyaan terbuka yang tidak menuntut keteraturan, hanya saja pertanyaan telah disiapkan terlebih dahulu oleh peneliti.
2) Wawancara semi terstruktur
Wawancara semi terstruktur adalah proses wawancara yang menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik dan mengajukan pertanyaan, penggunaanya lebih fleksibel dari pada wawancara tertsruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3) Wawancara tak terstruktur
Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Ciri dari wawancara tak terstruktur adalah kurang di intrupsi atau arbiter, biasanya teknik wawancara ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal, dengan waktu wawancara dan cara memberikan respon jauh lebih bebas iramanya dibanding wawancara terstruktur.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan arsip-arsip tercatat mengenai sebuah kejadian yang telah lampau dari seseorang dengan berbagai macam bentuk, seperti tertulis, media gambar, maupun berbagai karya seni yang bernilai abadi. Pada penelitian kualitatif, metode dokumentasi juga disebut sebagai pelengkap dari observasi dan wawancara. Teknik dokumentasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu, susunan sebuah lembaga, rincian pembelian, dan daftar persediaan pada perusahaan yang diteliti. Selain itu, terdapat juga dokumentasi peneliti saat melakukan observasi dan juga wawancara penelitian (Sugiyono, 2019)30. Instrumen dalam pengumpulan data pada metode dokumentasi ini yaitu peneliti sendiri, dengan menggunakan alat-alat bantu dokumentasi seperti, pengambil gambar atau foto.
d. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu metode atau cara untuk melakukan pengolahan data menjadi informasi di dalam penelitian. Menurut Sugiono (2019)31, ada beberapa teknik analisis data sebagai berikut:
1) Data Collection (Pengumpulan Data)
Pada penelitian kualitatif, peneliti dapat memperoleh dan mengumpulkan data-data penelitian dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi, atau peneliti dapat menggabung ketiganya.
30 Ibid, hal 476
31 Ibid, hal 482
2) Data Reduction (Reduksi Data)
Pada tahap mereduksi data, peneliti diminta untuk meringkas, memilah dan menganalisis hal-hal yang paling utama, fokus dalam hal-hal penting, serta menemukan tema dan pola yang sejenis sehingga data yang telah direduksi dapat menggambarkan dengan jelas sehingga hal tersebut akan memberikan kemudahan bagi penelliti.
3) Data Display (Penyajian Data)
Pada penelitian kualitatif, menyajikan data dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti uraian, singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan yang lainnya. Akan tetapi, Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwasanya teks dengan sifat naratif merupakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif.
4) Conclusion Drawing/Verification (Penyajian Kesimpulan)
Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan berisi sebuah temuan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Temuan yang disimpulkan tersebut dapat berupa penjelasan secara detail atau gambaran mengenai suatu obyek yang pada penelitian sebelumnya belum jelas, atau bahkan tidak jelas sehingga setelah diteliti kembali menjadi jelas, hal tersebut dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
I. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan proposal skripsi ini, sistematika penulisan terdiri atas 5 (lima) bab yang masing-masing bab diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Definisi Operasional, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II : URAIAN TEORITIS
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB IV : HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan dan hasil penelitian
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang dianggap perlu yang diperoleh dari penelitian
23 BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Model Collaborative Governance
1. Pengertian Model Collaborative Governance
Kolaborasi adalah bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembaga dan atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat (Haryono, 2012).32 Kolaborasi menurut Wanna (2008) berarti bekerja bersama atau bekerja sama dengan orang lain. Ini menyiratkan aktor individu, kelompok, atau organisasi yang bekerja sama dalam beberapa upaya.33Collaborative governance menurut Ansell &
Gash (2008) adalah pengaturan dimana terdapat satu atau lebih badan publik yang secara langsung melibatkan non-state aktor dalam proses pengambilan keputusan kolektif, berorientasi konsensus, serta proses mempertimbangkan dan yang bertujuan untuk membuat atau menerapkan kebijakan, program, atau aset publik.34 Begitu pula menurut Emerson & Nabatchi (2015) bahwa kolaborasi yang dilakukan tidak hanya terdiri atas pemerintah selaku aktor, namun juga phak lainnya, dengan tujuan menyelesaikan permasalahan publik.35
32Haryono, N. (2012). Jejaring Untuk Membangun Kolaborasi Sektor Publik. Jejaring Administrasi Publik, IV(1), 47-53.
33 Wanna, John. (2008). Collaborative Government: meanings, dimentions, drivers, and outcomes.
Collaborative governance: a new era of public policy in Australia?. Australian National University E Press.
34 Op.cit, Hal 46
35 Emerson, Kirk., & Nabatchi, Tina. (2015). Collaborative Governance Regime. Georgetown University.
2. Elemen - Elemen Collaborative Governance
Adapun model elemen - elemen yang diajukan Ansell & Gash (2008) terdiri dari tiga elemen yaitu :36
a. Starting Condition, Kondisi awal yang dimakud adalah kondisi awal stakeholder sebelum melakukan kolaborasi. Kondisi awal dapat saja mendukung terjadiya kolaborasi, atau bahkan menghambat proses kolaborasi itu sendiri.
b. Institutional Design mengacu kepada protokoler ataupun aturan dasar dalam melakukan kolaborasi.
c. facilitative leadership yang merupakan gaya kepemimpinan dan kemampuan pemimpin menggerakkan para aktor.
3. Indikator Collaborative Governance
Adapun indikator - indikator yang diajukan Ansell & Gash (2008) terdiri dari tiga elemen yaitu :37
a. Face-to-Face Dialogue
Kolaborasi dibangun dengan dialog tatap muka antar aktor. Karena kolaborasi sendiri termasuk consensus-oriented, maka thick communication atau face to face dialogue diperlukan guna mengidentifikasi dan meraih tujuan bersama.
Tahap ini lebih dari sekedar negosiasi, hal ini disebabkan karena dalam proses ini terjadi peleburan masalah dalam berkomunikasi. Nantinya, hal ini akan berpengaruh pada kepercayaan, tingkat perhatian, pemahaman yang sama, serta komitmen terhadap proses kolaborasi sendiri.
36 Op.cit.
37 Ibid
b. Trust Building
Membangun kepercayaan antar aktor bukanlah fase berbeda dari fase pertama mengenai face to face dialogue. Namun, pemimpin yang baik pasti dapat memahami pentingnya kepercayaan antar aktor sebelum para aktor memanipulasi keadaan. Terlebih apabila ada sejarah yang kurang harmonis antar satu aktor dengan aktor lainnya, maka membangun kepercayaan antar aktor menjadi faktor penentu dalam kolaborasi.
c. Commitment to the Process
Komitmen berkaitan erat dengan keberhasilan kolaborasi, komitmenlah yang mempengaruhi motivasi untuk berpartisipasi dalam kolaborasi. Dikatakan bahwa terkadang, stakeholder berpartisipasi karena memiliki kepentingan sendiri. Seperti agar kepentingannya tidak diabaikan, mengamankan kedudukan, atau menaati hukum. Dalam hal ini, para stakeholder sebaiknya memiliki komitmen terhadap proses yang sama, yakni bernegosiasi adalah cara terbaik untuk mendapatkan kebijakan yang diinginkan bersama.
d. Shared Understanding
Fase selanjutnya adalah shared understanding. Seiringan dengan berlangsungnya kolaborasi, stakeholders juga harus mengembangkan persepsi yang sama. Maksud dari shared understanding di sini adalah kesamaan misi, kesamaan tujuan, kejelasan tujuan, hingga kesamaan ideologi.
e. Intermediate Outcomes
Fase lainnya dalam proses kolaborasi adalah intermediate outcomes. Kolaborasi dapat terjadi apabila tujuan dari kolaborasi tersebut adalah reachable, keuntungan yang akan didapat dengan berkolaborasi jelas adanya, serta adanya
small wins atau kemenangan-kemenangan kecil. Small wins yang terjadi dapat dikatakan pertanda suksesnya kolaborasi dan juga umpan balik agar kolaborasi menjadi lebih baik. Dengan adanya small wins, tentu stakeholders akan merasa bahwa kolaborasi yang dilakukan memberikan manfaat.
B. Service Quality (Kualitas Pelayanan)
1. Pengertian Service Quality (Kualitas Pelayanan)
Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relative karena bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifikasinya. Bila persyaratan atau spesifikasi itu terpenuhi berarti kualitas sesuatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik. Dalam adminitrasi publik, istilah pelayanan merupakan standar yang menggambarkan bentuk dan jenis pelayanan pemerintah (sector public) kepada masyarakat atau individu atas dasar dan berorientasi kepada kepentingan umum. Pelayanan publik pada umumnya merujuk kepada kepentingan umum. Pelayanan publik pada umumnya merujuk kepada beberapa pemenuhan kebutuhan dasar. Peningkatan kualitas pelayanan menurut Zeithaml-Parasuraman- Berry (1990), dalam Tangkilisan sebagaimana dikutip dalam Pasolong (2007) meliputi lima dimensi pokok yaitu bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati. 38 Menurut Triguno (1997), bahwa standar yang harus dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang
38 Pasolong, Harbani. (2007) Pembangunan Sumber Daya Manusia: Perspektif Administrasi Publik, Jurnal Administrasi Negara STIA-LAN.
dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat.39
2. Dimensi - Dimensi Service Quality (Kualitas Pelayanan)
Menurut Sampara Lukman (1999), terdapat beberapa dimensi kualitas pelayanan yaitu40 :
a. Ketepatan waktu pelayanan;
b. Akurasi pelayanan;
c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
d. Tanggung jawab;
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana;
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan;
g. Variasi model pelayanan;
h. Pelayanan pribadi;
i. Kenyamanan;
j. Atribut pendukung lainnya.
C. Pengembangan UMKM
1. Pengertian Pengembangan UMKM
Pengertian dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ialah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
39 Triguno. 1997. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : Golden Terayon Press.
40 Sampara, Lukman. 1999. Kualitas Pelayanan Jakarta: Lembaga Administrasi Publik RI.
usaha di semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara usaha mikro (UMI), usaha kecil (UK), usaha menengah (UM) dan usaha besar (UB) pada umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Dan dalam Undang - Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 juga mendefinisikan tentang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Bab 1 Pasal 1.41 UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) ialah usaha perdagangan yang dikelola oleh perorangan yang merujuk pada usaha ekonomi produktif dengan kriteria yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang.
Hetifah Syaifuddin, (dalam Krisnamurti, 2003) mengungkapkan “siapa”
yang dimaksud dengan UMKM adalah sebagai berikut:
a. UMKM adalah usaha rakyat yang nilai kapitalnya relatif kecil, lambat melakukan ekspansi, tidak tahan dumping dan modal sering terpakai untuk kebutuhan rumah tangga.
b. Dari segi personil, UMKM adalah usaha yang sering dilakukan secara mandiri (self employment), tidak menuntut ketrampilan yang tinggi, lemah latar belakang bisnis maupun akademis dan kurang wawasan perkembangan di luar.
c. Dari segi manajemen, UMKM adalah usaha yang rentan terhadap pesaing, pasif dan tanpa integrasi dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol.
41https://koperasi.kulonprogokab.go.id/detil/113/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah- menurut-uu-no-20-tahun-2008-tentang-umkm
d. Dari segi sarana dan teknologi yang terbatas, mudah diungguli pesaing dan mengalami kesulitan manajerial maupun finansial dalam pengembangan teknologi.
e. Dari segi kontrol sosial ekonomi, iklan tidak mendorong orang memakai produk usaha rakyat karena gengsi serta sering mengalami kesulitan menembus pasar yang lebih luas karena tidak standarnya produk dibanding dengan produk usaha besar.
f. Dari segi sistem produksi, UMKM memiliki produktivitas yang rendah, seringkali menggantungkan diri pada pekerja keluarga tak dibayar dan sulit mengembangkan desain produknya.
g. Dari segi institusi dan pengorganisasian, usaha rakyat umumnya berpandangan bahwa bisnis adalah tanggung jawab individu sehingga tidak disadari pentingnya berorganisasi dan karena sangat tersebar, sulit dikaitkan satu sama lain.
Menurut Krisnadewara, dkk (2007) dalam Khairiah (2021) menyatakan bahwa hasil riset yang dilakukan untuk pengembangan UMKM adalah berproduksi dengan fasilitas/peralatan terbatas, berproduksi dengan jumlah bahan baku terbatas, berproduksi dengan jumlah tenaga kerja terbatas, berproduksi dengan modal finansial terbatas, membuka shoowroom/outlet, melakukan usaha sampingan.
Berkaitan dengan upaya percepatan pemulihan kembali untuk berusaha melakukan kegiatan produksi kembali yang menekankan pada tambahan modal. Dengan tambahan modal maka berbagai keterbatasan dalam kegiatan produksi dapat diatasi,
sehingga kegiatan produksi akan lebih lancar sehingga dapat meningkatkan pendapatan.42
2. Tujuan UMKM
Secara umum, tujuan atau sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang tangguh dan mandiri yang memiliki daya saing tinggi dan berperan utama dalam produksi dan distribusi kebutuhan pokok, bahan baku, serta dalam permodalan untuk menghadapi persaingan bebas. UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi.
Menurut (Partomo dan Soejodono, 2004), tujuan pengelompokan usaha dapat disebutkan beragam dan pada intinya mencakup empat macam tujuan, yaitu sebagai berikut: 43
a. Untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan (teoritis).
b. Untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah.
c. Untuk meyakinkan pemilik modal atau pengusaha tentang posisi perusahaannya.
d. Untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi kinerja perusahaan.
42 Nalil Khairiah, dkk. 2021. Strategi Perencanaan Desa Dalam Pengembangan UMKM Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Administrasi Publik dan Kebijakan (JAPK), Vol. 1, No. 1
43Partomo , Tiktik Sartika dan Rachman Soejoedono, 2004. Ekonomi Skala Kecil / Menengah &
Koperasi. 2004 : Jakarta : Ghalia Indonesia