• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam dalam Tataran Filosofi dan Psikologi

N/A
N/A
chardo manintin Manalu

Academic year: 2024

Membagikan "Islam dalam Tataran Filosofi dan Psikologi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan

Islam dalam Tataran Filosofi dan Psikologi

Geo Wahyuni NPM : 2020070022

FAKULTAS MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM STUDY PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

ABSTRAK

Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki karakteristik khas yang berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan di Barat, baik landasan, sumber, sarana, dan metodologinya. Dalam Islam, ilmu pengetahuan memiliki landasan yang kokoh melalui al- Qur’ān dan Sunnah; bersumber dari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh melalui indra, akal, dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak hanya menyangkut persoalan- persoalan duniawi, namun juga terkait dengan permasalahan ukhrāwi. Dalam tradisi intelektual Islam, ditemukan tiga istilah yang umum untuk filsafat. Pertama, istilah hikmah, yang kedua adalah istilah falsafah, dan yang ketiga, istilah ‘ulum al-awa’il yang artinya ‘ilmu-ilmu orang zaman dulu.

Relasi Islam dan psikologi sebagai sebuah ikhtiar menuju integrasi keilmuan. Kajian psikologi telah lama berkembang dengan berlandaskan pada perspektif Barat dengan menekankan pada risetriset empiris sebagai sumber utama di dalam melahirkan produk-produk keilmuan psikologi. Konsep-konsep psikologi yang dihasilkan dari perspektif Barat tidak cukup memadai dalam menyerap nilai-nilai religius. Artikel ini menawarkan wacana alternatif yang diupayakan untuk menambah keseriusan kematangan metodologis, yaitu pemberian diskursus secara implisit di dalam proses pengembangan keilmuan psikologi berbasis Islam. Artikel ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama universal yang sarat dengan nilainilai religius yang secara aktual memiliki sumber-sumber luhur yang termaktub di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan kearifan para pemuka agama, yang bisa dijadikan pondasi untuk mengembangkan konsep-konsep psikologi berbasis Islam.

KATA PENGANTAR i

(3)

Bismillahirohmanirrohim, segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kenikmatan berupa kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tataran Islam Terhadap Filosofi dan Psikologi tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Islam secara Filosofi dan Psikologi sehingga memberikan kebermanfaatan bagi para pembaca dan juga penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Munawir Pasaribu, S.Pd.I, M.A , selaku dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, beberapa saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, April 2021

Penulis

ii

(4)

DAFTAR ISI

Abstrak……… i

Kata Pengantar……… ii

Daftar Isi………. iii

Pendahuluan……… 1

Isi………. 2 1. Islam dalam presfektif Filosofi………....……….

2. Islam dalam presfektif Psikologi…...……….

3. Peran Filsafat Islam dan Psikologi Islam dalam Keilmuan………...

Kesimpulan……….

Daftar Pustaka……….

iii

(5)

PENDAHULUAN

Dalam realitas kehidupan di dunia ini ada Sang Khalik (pencita) yakni Allah Swt dan Makhluk (yang diciptakan) meliputi malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan alam semesta. Salah satu ciptaan Allah adalah manusia, yang diberi keistimewaan berupa kemampuan berpikir yang melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama menjadi penghuni bumi. Kemampuan berpikir itulah yang diperintahkan Allah agar dipergunakan untuk mendalami wujud atau hakikat dirinya dan tidak semata-mata dipergunakan untuk memikirkan segala sesuatu di luar dirinya.Demikianlah kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir, kecuali dalam keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran. Manusia berpikir tentang segala sesuatu yang tampak atau dapat ditangkap oleh pancaindera bahkan yang abstrak sekalipun.

Pengertian Islam secara bahasa, menurut Muhammad Daud Ali (2011) menyatakan bahwa Islam adalah kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak Allah) berasal dari kata salamaartinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercatat. Dari kata ini terbentuk kata masdar salamat. Dari akar kata itu juga terbentuk kata- kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa arti yang dikandung perkataan Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), ketaatan dan kepatuhan. Dari perkataan salamat, salm tersebut timbul ungkapan assalamu‟alikumyang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia yang artinya semoga Anda selamat, damai, sejahtera (mengandung doa dan harapan) (Hermawan, 2020).

Islam menjadikan akal sebagai syarat untuk menjalankan agama dan mencela orang- orang yang tidak menggunakannya. Islam mengarahkan kepada manusia untuk senantiasa memperhatikan alam semesta dan menelitinya. Realitas ini menunjukkan bahwa islam memiliki perhatian yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan metode bayani dan islamic and scientific analysis didapati bahwa Ilmu dalam prespektif filsafat islam secara ontologis mampu mengungkap hakekat dan kebenaran segala sesuatu. Secara epistimologis ilmu pengetahuan islam bersumber dari wahyu, pancaindera, akal dan intuisi.( Warto, 2020 )

1

(6)

ISI 1. Islam dalam presfektif Filosofi

Ilmu pada umumnya diperoleh melalui pencarian, pembacaan, penelitian, perenungan, kontemplasi, ilham dan pengalaman. Dari segi pemerolehannya, ilmu dapat dikatagorikan menjadi :’ilm al-kasb dan ilm ladunni. Yang pertama diperoleh dari usaha dan kerja rasional, seperti : belajar, membaca, meneliti, mengamati, melakukan ujicoba (eksperimen), perenungan, dan kontemplasi. Sedangkan yang kedua diperoleh melalui intuisi, ma’rifah dan pendekatan diri kepada Allah. Para Nabi, Wali dan sufi pada ummnya mendapat ilmu jenis ini. Sedangkan masyarakat pada umumnya cenderung memperoleh ilmu melalui jalur pendidikan, naik informal, formal maupun nonformal atau otodidak1.( warto, 2019 ).

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa secara umum sejarah filsafat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini berdasarkan corak pemikiran yang berkembang pda waktu itu Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani Kuno ditujukannya pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala, seperti asal-usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, zaman abad pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut teosentris. Filsafat pada zaman ini dikuasi oleh dogma/pemikiran-pemikiran Eropa pada abad pertengahan ini bisa dikatakan sangat terkendala karena harus menyesuaikan dengan ajaran agama. Ketiga, adalah zaman abad modern, masa filsafat modern diawali dengan rasionalisme Yunani (Renaissance) sekita abad XV dan XVI M. Keempat adalah zaman pasca modern atau sering juga disebut posmodernisme. Filsafat pascamodern memiliki ciri khas, yakni mengkritik filsafat modern. Kritikan itu terungkap dalam istilah dekonstruksi.

Namun pada makalah ini, pembahasan akan difokuskan pada abad modern, dimana muncul rasa kecewa dan tidak puas dari para filosuf modern dengan filsafat yang telah ditaamkan berabad-abad oleh para pendahuluannya2. ( Adhim, 2018 )

1 Warto, Ahmad Saifuddin.2019.Ilmu dalam Presfektif Islam.

2 Adhim, Fauzan.2018. Filsafat Islam Sebuah Wacana Kefilsafatan Klasik Hingga Kontemporer.

(7)

Terdapat beberapa pandangan mengenai matriks Filsafat Islam. Pandangan pertama dipegang oleh mayoritas orientals. Filsafat Islam adalah kelanjutan dari filsafat Yunani kuno, ‘It is Greek philosophy in Arabic garb’, demikian kata Renan3, Gutas4 dan Adamson5 yang lebih suka menyebutnya sebagai “Filsafat Arab” ( Arabic Philosophy ). Di balik pandangan ini terselip rasisme intelektual bahwa filsasaft itu murni produk Yunani untuk diwariskan kepada generasi sesudah mereka. Dalam literature sejarah filsafat dunia, peran dan kedudukan Filsafat Islam seringkali dimarginalkan dalam reduksi, atau bahkwan diabaikan sama sekali.

Pandangan kedua menganggap Filsafat Islam itu reaksi terhadap doktrin-doktrin agama lain yang telah berkembang pada masa lalu. Para pemikir Muslim dituduh telah mencomot dan terpengaruh oleh tradisi Yahudi-Kristen. Pendapat ini diwakili Rahib Maimonides, “Ketahuilah olehmu bahwa semua yang dilontarkan oleh orang Islam dari golongan Mu’tazilah maupun Asy’ariyah mengenai masalah-masalah ini berasal pada sejumlah proposisi-proposisi yang diambil dari buku-buku orang Yunani dan Syria yang ditulis untuk menyanggah para filsuf dan mematahkan argument-argumen”. Pandangan ketiga adalah presfektif revisionis yang memandang Filsafat Islam itu lahir dari kegiatan intelektual selama beradab-abad semenjak kurun pertama Islam. Bukankah perbincangan tentang kemahakuasaan dan keadilan Tuhan, tentang hakikat kebebasan dan tanggung jawab manusia merupakan cikal bakal tumbuhnya filsafat?. Munculnyanya Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah dan lain-lain, yang melontarkan perbagai argument rasional disampng merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur’an, jelas sekali mendorong berkembangnya pemikiran filsafat dalam Islam6. ( Husaini, 2013 ).

3 Joseph Ernest Renan adalah seorang sarjana Orientalis dan Semit Prancis, ahli bahasa dan peradaban Semit, sejarawan agama, ahli filsafat, filsuf, sarjana dan kritikus alkitabiah.

4 Dimitri Gutas adalah seorang Arabis Amerika dan Hellenist dan profesor emeritus Studi Arab dan Islam di Departemen Bahasa dan Peradaban Timur Dekat di Universitas Yale

5 Peter Adamson adalah seorang akademisi Amerika yang menjadi profesor filsafat di zaman kuno akhir dan di dunia Islam

6 Husaini, Adian.2019. Filsafat Ilmu Presfektif Barat dan Islam. Jakarta. Gema Insan

(8)

Kekhasan cara berpikir filsafat Islam adalah pandangannya yang utuh dan terpadu terhadap kajian metafisika, epistemologi, etika, kosmologi, dan psikologi.

Hal itu merupakan manifestasi nilai Tauhid.Pemahaman yang benar tentang eksistensi/wujud (metafisika) akan berimplikasi kepada pemahaman yang tepat tentang pengetahuan (yaitu sebagai modus eksistensi), dan pada gilirannya berimplikasi pada pemahaman yang eksistensial tentang nilai-nilai moral. Bermula dari refleksi mendalam terhadap makna Wujud, filsafat wujud atau filsafat eksistensialis Islam berbeda dengan eksistensialisme Barat, karena memiliki landasan metafisika yang kukuh, epistemologi realis-konstruktif.

.

2. Islam dalam Presfektif Psikologi

Psikologi Islam menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari duakata, yakni psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ilmu jiwa. Sehubungan jiwa itu bersifat abstrak, tidak bisa diamati secara empiris, maka yang dikaji adalah tingkah laku manusia yang merupakan tampilan dari jiwa. Bahkan perkembangan definisi- definisi psikologi itu sendiri masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut aliran behaviorisme, bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentangtingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir.7 (Hermawan, 2020).

Zakiah Daradjat dalam Mubarak8 (2002) menyampaikan beberapa makna Psikologi Islam sebagai berikut:

(1) Psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama kepribadian manusia yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Qur an dan Hadist), akal, indera dan intuisi.

(2) Psikologi Islami merupakan konsep psikologi modern yang telah mengalami filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan Islam.

(3) Psikologi Islami ialah perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Islam.

7 Hermawan, Agus. 2020. Psikologi Islam. Kudus. Yayasan Hj. Kartini Kudus

8 Yudiani,Ema.2013."Pengantar Psikologi Islam".jurnal. Nomor 2.ISSN :175-186

(9)

(4) Psikologi Islami adalah ilmu tentang manusia yang kerangka konsepnya benar- benar dibangun dengan semangat Islam dan berdasarkan sumber formal (Al- Qur an dan Hadist), yang dibangun dengan memenuhi syarat-syarat ilmiah.

(5) Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.

Psikologi dalam perspektif Islam bisa dipahami sebagai kajian Islam yang berkaitan dengan perilaku kejiwaan manusia berikut aspek-aspek penting yang menyertai. Tujuannya, agar setiap individu bisa mendapatkan kualitas pribadi yang utuh serta bisa meraih kebahagiaan baik di dunia dan di akhirat. Psikologi dari sudut pandang Islam, sebagai derivasi dari psikologi agama memang baru memasuki proses awal. Pendekatan yang digunakan lebih pada pendekatan yang bersifat spekulatif, membicarakan hakekat mental dan kehidupannya sekaligus menggunakan konsep yang deduktif (Al-Quran dan Al-Sunah). Ia juga diperkokoh dari hasil renungan pemikiran para filosof atau sufi klasik, walaupun belum banyak menyentuh pada wilayah yang empiris.

Secara ontologis, Islam memiliki pemahaman tentang hakekat jiwa.

Sementara pada aspek epistemologis, Islam begitu detail mengidentifikasi bagaimana cara memahami jiwa manusia. Dan secara aksiologis, Islam juga menitikberatkan pada pentingnya untuk memahami tentang jiwa manusia dengan segudang manfaat dan keunikannya.9 (Khair.2019)

3. Peran Filsafat Islam dan Psikologi Islam

Salah satu peran filsafat Islam, yaitu membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai keterbukaan, pluralitas, dan inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi pemikiran dapat membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama-atau dalam istilah M. Arkoun10 sebagai taqdîs al

9 Khair, Nuzulul.2019."Relasi Islam dan Psikologi : Ikhtiar menuju integrasi Keilmuan".Vol12.No1.'Anil Islam

10 Mohammed Arkoun adalah seorang sarjana dan pemikir Aljazair. Dia dianggap sebagai salah satu

cendekiawan sekuler paling berpengaruh dalam studi Islam yang berkontribusi pada reformasi intelektual Islam kontemporer

(10)

afkâr al-dîniyyah (penyakralan pemikiran keagamaan) - sebagai salah satu sumber eksklusivisme agama dan kejumudan umat. Salah satu problem krusial pemikiran dan pemahaman keagamaan sekarang ini, misalnya, adalah perumusan pemahaman agama yang dapat mengintegrasikan secara utuh visi ilahi dan visi manusiawi tanpa dikotomi sedikitpun11. ( Heriyanto, 2014).

Islam mengakui bahwa di samping kebenaran hakiki yang datang dari Tuhan, masih ada kebenaran relative yang dicapai menlalui tahapan pemikiran atau akal budi manusia. Akal merupakan anugaerah Allah kepada manusia yang menjadikan manusia lebih mulia, atau juga dapat menjadi sebaliknya, disbanding makhluk lain, sehingga sangat logis jika kemudia ia memperolah pencapaian kebenaran relative. Meskipun sigata kebenaran ini nisbi, namun sejauh tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka kebenaran akal dapat dijadikan pegangan dalam meraih kemuliaan dan kemajuan hidup ( Qs. 39:8). Para filosof muslim berpendapat bahwa tujuan filsafat sama dengan tujuan agama. Keduanya bertujuan untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan, serta memperoleh keyakinan yang benar, dengan orientasi amal baik manusia.

Pembahasan utama kedua sama , yaitu prinsip-prinsip yang paling mendasar mengenai wujud atau masalah metafisika. Selain itu, juga tentang problem-problem besar filsafat,seperti soal wujud, esa dan teori tentang kebahagiaan, serta memperoleh keutamaan, dan hubungan Tuhan dengan manusia

Secara normatif, nomenklatur Islam – al-Qur’an dan Hadits – tidak hanya meletakkan asas-asas, tetapi juga memuat informasi tentang ilmu pengetahuan ilmiah, termasuk psikologi. Dalam sejumlah ayat yang tersebar di berbagai sûrah, al-Qur’an banyak menginformasikan tentang dimensi-dimensi psikologis manusia. Tidak hanya sampai disitu, dalam perspektif psikologi, al-Qur’an juga banyak mendeskripsikan tentang tipologi kepribadian manusia12.( Al-Rasydin, 2015).

Ada tiga unsur pokok yaitu peran psikologi dalam islam;

(1) Bahwa psikologi merupakan salah satu dari kajian-kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu yang lain, seperti Ekonomi Islam, Politik Islam, Sosiologi Islam, dan lain-lain. Penempatan kata Islam berarti corak, cara pandang, pola pikir, paradigma atau aliran. Artinya, psikologi yang

11 Heriyanto, Husain.2014."Peran Filsafat Islam Dalam Membangun Tradisi Keilmuan".Vol 13, No.2.Jakarta.ACRoSS

12 Al Rasyidin. 2014."Psikologi Dalam Persfektif Sains Islam". Jurnal.Vol 4.No 2.Medan.UINSU

(11)

dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya, yang terikat pada kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam islam.

(2) Bahwa psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, tidak hanya mengkaji perilaku kejiwaan, Psikologi Islam juga membicarakan apa hakikat jiwa sesungguhnya.

(3) Bahwa Psikologi Islam bukanlah ilmu yang netral etik (terlepas dari etika) melainkan sarat akan nilai etik. Karena tujuan hakiki Psikologi Islam adalah merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

.Maka dapat disimpulkan bahwa proyek rekonstruksi islami pada studi kejiawaan ( Psikologi ) ini begitu penting nilainya, karena mewakili kebutuhan- kebutuhan sebagai berikut :

1. Kebutuhan Untuk mengenal lebih jauh jiwa manusia 2. Kebutuhan akan defenisi

3. Kebutuhan yang bersifat ilmiah dan untuk membangun peradaban 4. Kebutuhan dari sisi kemanusiaan.

Psikologi Islami adalah cabang dari Psikologi yang mengonsntrasikan kajiannya pada ajaran islam. Terbentuknya psikologi agama yang lebih mengarah kepada agama Islam, hanya bagian dari rekonstruksi Islami pada studi kejiwaan ( Psikologi ) dan bukan rekonstruksi Islami secara keseluruhannya13. ( Taufiq, 2006 ).

13 Taufiq, Muhammad Izzudddin.2006.Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam.Jakarta.Gema Insani

(12)

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Islam dalam tataran Ilmu secara filosofis memiliki ketertaikan yang erat, terutama mengenai tentang ilmu pendekatan kepada Tuhan, sehingga kekhasan cara berpikir filsafat Islam adalah pandangannya yang utuh dan terpadu terhadap kajian metafisika, epistemologi, etika, kosmologi, dan psikologi. Hal itu merupakan manifestasi nilai Tauhid.Pemahaman yang benar tentang eksistensi/wujud (metafisika) akan berimplikasi kepada pemahaman yang tepat tentang pengetahuan (yaitu sebagai modus eksistensi), dan pada gilirannya berimplikasi pada pemahaman yang eksistensial tentang nilai-nilai moral. Bermula dari refleksi mendalam terhadap makna Wujud, filsafat wujud atau filsafat eksistensialis Islam berbeda dengan eksistensialisme Barat, karena memiliki landasan metafisika yang kukuh, epistemologi realis-konstruktif.

Sedangkan Islam dalam tataran Psikologis adanya kaitannya antara ilmu kejiwaan ( Psikologi ) yang mengonsntrasikan kajiannya pada ajaran islam.

Terbentuknya psikologi agama yang lebih mengarah kepada agama Islam, hanya bagian dari rekonstruksi Islami pada studi kejiwaan ( Psikologi ) dan bukan rekonstruksi Islami secara keseluruhannya.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, Fauzan.2018. Filsafat Islam Sebuah Wacana Kefilsafatan Klasik Hingga Kontemporer.Malang.Literasi Nusantara

Al Rasyidin. 2014."Psikologi Dalam Persfektif Sains Islam". Jurnal.Vol 4.No 2.Medan.UINSU Ancok, Djamaluddin dan Fuad Nashori.2005. Buku Psikologi Agama.Yogyakarta.Pustaka

Pelajar

Hermawan, Agus. 2020. Psikologi Islam. Kudus. Yayasan Hj. Kartini Kudus.

Husaini, Adian.2019. Filsafat Ilmu Presfektif Barat dan Islam. Jakarta. Gema Insan

Heriyanto, Husain.2014."Peran Filsafat Islam Dalam Membangun Tradisi Keilmuan".Vol 13, No.2.Jakarta.ACRoSS

Kosim, Mohammad. 2008. “ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM (Perspektif Filosofis- Historis)”. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam 3 (2).

https://doi.org/10.19105/tjpi.v3i2.232.

Sholikin, Muhammad.2008.Filsafat dan Metafisika Dalam Islam.Yogyakarta.Narasi Taufiq, Muhammad Izzudddin.2006.Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi

Islam.Jakarta.Gema Insani

Warto, Ahmad Saifuddin.2019."Ilmu dalam Presfektif Islam".Vol35.No.1.SSRN Yudiani,Ema.2013."Pengantar Psikologi Islam".jurnal. Nomor 2.ISSN :175-186

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Sejarah Pendidikan Islam Indonesia adalah ilmu yang membahas pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari masa ke

Melalui telaah filosofis terhadap dimensi ontologi, epistemologi dan aksiologi pendidikan Islam, maka hasil konkretnya adalah formulasi Ilmu Pendidikan Islam yang

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa modul biologi berintegrasi nilai Islam dengan pendekatan inkuiri pada sub materi

Kesalahan berbahasa tataran fonologi dalam Kumpulan Makalah mahasiswa Universitas Islam Riau terdapat beberapa kesalahan berbahasa di antaranya, kesalahan perubahan

Dengan melihat ayat-ayat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hakekat ilmu hukum yang berketuhanan ( Islam ) adalah ilmu hukum yang menerapkan prinsip- prinsip keadilan

Dari pemaparan bagian terdahulu, menurut penulis, perspektif filosofis Sir Muhammad Iqbal terhadap pendidikan Islam adalah bermuara pada bagaimana menciptakan Insan Kamil, atau

14 Melihat pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam dapat mempengaruhi keterbukaan diri remaja, karena di dalam

Saran bagi para pendidik, orang tua, dan pemangku kepentingan dalam mengadopsi pendekatan pendidikan anak holistik berbasis Ihsan adalah berdasarkan pandangan filosofis tentang