Kematian merupakan bagian yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan individu. Kematian itu sendiri dapat dialami oleh individu lanjut usia, dewasa, remaja, bahkan anak. Penyebab kematian pun beragam seperti akibat penyakit fisik, psikis, hingga peristiwa tidak terduga. Menurut Turner & Helms peristiwa kematian juga ikut dirasakan oleh individu lain, yaitu orang-orang yang ditinggalkannya. Hal tersebut dapat menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang ditinggalkannya (Cahyasari, 2011). Salah satunya adalah peristiwa kematian yang juga dirasakan oleh anak ketika orangtuanya meninggal.
Kematian salah satu atau kedua orangtua akan menyisakan luka yang mendalam hingga memungkinkan anak akan merasa sangat terpukul. Krisis yang ditimbulkan akibat kematian orangtua memiliki dampak serius dalam tahap perkembangan seorang anak. Hal tersebut terjadi akibat kematian orangtua menjadi peristiwa yang tidak pernah dibayangkan oleh anak sebelumnya. Menurut Holmes & Rahe kematian orangtua adalah perubahan hidup yang menimbulkan stres pada anak, sehingga menuntut individu untuk merespon dalam melakukan proses penyesuaian diri (Fitria et al., 2013). Dalam prosesnya, anak memiliki reson yang berbeda-beda seperti muculnya perasaan terkejut, merasa kehilangan, sedih, atau marah (Santrock, 2010). Terlebih apabila peristiwa tersebut dialami oleh anak yang belum dapat menghadapi persoalan tersebut dengan baik. Hal tersebut akan menghambat proses perkembangannya hingga dewasa (Christ et al., 2002).
Anak yang mengalami peristiwa kematian orangtua selama masa kanak- kanak memiliki risiko melukai diri sendiri dan memunculkan perilaku kriminalitas dengan kekerasan pada pertengahan masa remaja atau dewasa awal (Carr et al., 2020).
Menariknya, penerimaan dianggap tidak secara langsung menimbulkan respon emosional yang tidak menyakitkan.