JURNAL PERENCANAAN WILAYAH
e-ISSN: 2502 – 4205 Vol.8, No.2, Oktober 2023 http://ojs.uho.ac.id/index.php/ppw
Analisis Kemampuan Lahan Untuk Permukiman
Berdasarkan Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pulau Masaloka
Land Capability Analysis for Settlements
Based on Land Capability Unit Analysis of Masaloka Island
Rahayu Pratiwi1), Muhammad Ramli1), La Ode Muhammad Golok Jaya2)
1)Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah,Universitas Halu Oleo
2)Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Land as a natural resource that has strategic value, in fact, has limitations both in terms of availability and capabilities. The purpose of this paper is to identify the condition of land capability for settlement based on the analysis of the land capability unit of Masaloka Island based on land capability class as a guide for sustainable development. The method used is a map overlay using the variables SKL Morphology, SKL Ease of Work, SKL Slope Stability, SKL Foundation Stability, SKL Drainage, SKL Water Availability, SKL Against Erosion, SKL Disaster Vulnerability. The results of this study are the largest land for land capability units on Masaloka Island, namely low development capacity with an area of 150 ha with a percentage of 54%.
Keywords: Land Capability, Settlement
ABSTRAK
Lahan sebagai sumberdaya alam yang bernilai strategis, pada kenyataannya memiliki keterbatasan baik berupa ketersediaan maupun kemampuannya. Tujuan dari penulisan ini yaitu mengidentifikasi kondisi kemampuan lahan untuk permukiman berdasarkan analisis satuan kemampuan lahan Pulau Masaloka berdasarkan kelas kemampuan lahan sebagai pedoman pembangunan berkelanjutan. Metode yang digunakan yaitu overlay peta dengan menggunakan variabel SKL Morfologi, SKL Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan Pondasi, SKL Drainase, SKL Ketersediaan Air, SKL Terhadap Erosi, SKL Kerentanan Bencana. Hasil dari penelitian ini yaitu lahan yang paling besar untuk satuan kemampuan lahan di Pulau Masaloka yaitu kemampuan pengembangan rendah dengan luas 150 ha dengan presentase 54%.
Kata Kunci : Kemampuan Lahan, Permukiman
PENDAHULUAN
Besarnya tuntutan akan kebutuhan ruang, seringkali menjadikan pembangunan hanya terfokus pada pembangunan fisik dengan mengabaikan ancaman penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Walaupun pertumbuhan penduduk hanyalah salah satu penyebab, tetapi bila dilihat secara seksama, faktor penduduk dan rumah tangga merupakan
………
Doi: 10.33772/jpw.v8i2.386
faktor dominan yang menyebabkan ketidakseimbangan dengan lingkungan tersebut (Shaw, 1991 dalam (Makarau, 2015). Lahan sebagai sumberdaya alam yang bernilai strategis, pada kenyataannya memiliki keterbatasan baik berupa ketersediaan maupun kemampuannya.
Keterbatasan kemampuan lahan yang dimaksud adalah tidak semua upaya pemanfaatan lahan dapat didukung oleh lahan tersebut (Riyanto, 2003). Pemanfaatan lahan yang melampaui kemampuan lahannya akan menimbulkan dampak negatif berupa penurunan kualitas
lingkungan, yang diindikasikan antara lain dengan terjadinya bencana alam, baik berupa tanah longsor, penurunan muka airtanah, banjir ataupun intuisi air laut. Mengetahui tingkat dukungan dari suatu area/lahan sangat dibutuhkan dalam upaya perencana pembangunan, untuk memperkirakan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi atau memperkirakan tingkat kebutuhan penduduk yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada.
Alokasi pemanfaatan ruang berbasis kemampuan lahan digunakan sebagai indikator penentuan daya dukung lahan. Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah, topografi, drainase dan kondisi lingkungan hidup lainnya (Muta’ali, 2015). Hal ini juga akan berpengaruh pada daerah pinggiran kota karena naiknya penggunaan lahan sendiri sehingga menimbulkan tumpang tindih lahan, sehingga daya dukung lahan perlu diperhitungkan agar dapat melihat kemampuan lahan untuk kegiatan di wilayah tersebut (Pertiwi et al., 2021)
Kemampuan lahan untuk dapat mendukung upaya pemanfaatan diatasnya, akan sangat tergantung dari faktor-faktor fisik dasar yang terdapat pada lahan tersebut, baik berupa lingkungan hidrologi, geomorfologi, geologi, tanah dan atmosfir (Catanese ed, 1993 dalam Riyanto, 2003). Sehingga, diperlukan beberapa indikator sebagai pertimbangan dalam melakukan perencanaan pemanfaatan lahan untuk memperoleh pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan dan menghindari dampak negatif yang dapat menghambat perkembangan suatu wilayah. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pemanfaatan lahan adalah aspek fisik dasar.
Pertimbangan aspek ini diperlukan karena setiap lahan memiliki karakteristik tersendiri yang merupakan pencerminan kemampuan lahan sebagai bentuk daya dukung lahan dalam mengakomodir upaya pemanfaatannya dan juga untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensinya (Riyanto, 2003).
Kabupaten Bombana secara umum merupakan salah satu Kabupaten yang menunjukan perkembangan yang cukup pesat jika ditinjau dari pertumbuhan jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya. Hingga tahun 2019 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bombana mencapai 184.570 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,52 % dan merupakan laju pertumbuhan terbesar di Sulawesi Tenggara setelah Kota Kendari dan Kota Bau-Bau (Kabupaten Bombana dalam Angka,2020).
Pulau Masaloka merupakan satu-satunya Kecamatan Kepulauan yang menjadi bagian wilayah administratif Kabupaten Bombana.
Sesuai dengan arahan RTRW Kabupaten Bombana 2011-2033, Pulau Masaloka merupakan pulau dengan fungsi sebagai kawasan perkebunan secara umum dalam pola ruang.
(RTRW Kabupaten Bombana 2011-2033).
Hingga saat ini Pulau Masaloka telah dihuni oleh 3.667 jiwa dengan total luas kawasan pulau yang dihuni 190 Ha. Pertambahan jumlah penduduk pada setiap tahunnya berdampak pada peningkatan kebutuhan terhadap sumberdaya serta peningkatan kebutuhan ruang. Pemanfaatan sumberdaya secara terus menerus dapat mengancam ketersediaan sumberdaya tersebut.
Kawasan pesisir pantai pada Pulau Masaloka yang rentan terhadap abrasi dapat mengakibatkan luasan pulau yang semakin berkurang sedangkan jumlah penduduk yang semakin bertambah.
Peningkatan kebutuhan ruang yang terjadi di Pulau Masaloka, didominasi oleh kegiatan permukiman. Perkembangan permukiman di pulau ini tergolong pesat dengan pola pembangunan mengarah ke laut. Kecenderungan pembangunan permukiman yang terjadi yakni pembangunan rumah di pesisir pulau tanpa memperhitungkan jarak aman sempadan pantai.
Selain rawan terhadap bencana, pembangunan permukiman seperti ini juga terjadi pada zona konservasi yang tidak diperuntukkan sebagai lahan terbangun. Sehingga akan berdampak buruk bagi lingkungan.
Berdasarkan isu-isu yang telah disebutkan sebelumnya maka timbul asumsi apabila pembangunan tidak segera dikendalikan, maka akan terjadi penurunan daya dukung yang tercermin dalam kemampuan lahan berdampak buruk bagi lingkungan dan akan mempengaruhi aktivitas serta kualitas hidup masyarakat di dalamnya. Penurunan daya dukung berkaitan erat dengan pertumbuhan penduduk, meningkatnya penggunaan sumberdaya, serta kemampuan lahan dalam mengakomodasi kegiatan di atasnya.
Sehingga dibutuhkan evaluasi untuk mengukur kemampuan pulau dalam menampung aktivitas masyarakat. Kajian daya dukung merupakan penilaian untuk mengidentifikasi keterbatasan pulau dalam mendukung kegiatan manusia yang populasinya semakin bertambah seiring dengan waktu. Kajian daya dukung merupakan salah satu alat yang dimanfaatkan dalam perencanaan pembangunan suatu daerah atau wilayah yang memberikan gambaran hubungan nyata antara manusia, pemanfaatan lahan dan lingkungannya. Selain itu, kajian daya dukung merupakan penilaian atas keseimbangan
antar kegiatan manusia dengan ketersediaan sumberdaya di wilayah tersebut. Dengan teridentifikasinya keseimbangan tersebut, maka perencanaan akan lebih terbuka terhadap alternatif arahan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan. Kajian ini sangat berhubungan dengan konsep pembangunan berkelanjutan tentang bagaimana pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dilakukan tanpa mengorbankan kemampuan generasi berikutnya dalam pemenuhan kebutuhannya.
Tujuan dari penelitian ini yaitu teridentifikasinya kondisi kemampuan lahan untuk permukiman berdasarkan analisis satuan kemampuan lahan Pulau Masaloka berdasarkan kelas kemampuan lahan sebagai pedoman pembangunan berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Wilayah studi dalam penelitian ini ditetapkan di Pulau Masaloka Raya yang merupakan wilayah administratif Kecamatan
Kepulauan Masaloka Raya Kabupaten Bombana.
Wilayah yang dilakukan analisis adalah kawasan pulau yang berpenghuni meliputi Desa Batu Lamburi, Desa Masaloka Timur, Desa Masaloka Selatan, Desa Masaloka, dan Desa Masaloka Barat (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil studi literatur, variable dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel Penelitian
Sasaran Penelitian Indikator Variabel Penelitian
Teridentifikasinya kondisi kemampuan lahan berdasarkan analisis Satuan Kemampuan Lahan
Kemampuan Lahan ✓ SKL Morfologi
✓ SKL Kemudahan dikerjakan
✓ SKL Kestabilan Lereng
✓ SKL Kestabilan Pondasi
✓ SKL Drainase
✓ SKL Ketersediaan Air
✓ SKL Terhadap Erosi
✓ SKL Kerentanan Bencana
Sumber: Hasil Olah Peneliti Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yaitu analisis daya dukung pulau dengan dua pendekatan, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Terdapat beberapa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut;
a. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Analisi Satuan Kemampual Lahan (SKL) juga dilakukan oleh Wirawan dkk (2019), Ahmada (2023). Menggunakan overlay sebagaimana Bhermana, dkk (2015), Larasati (2017), Rachman (2018), dan Cholidah (2021) dengan mengoverlay peta-peta yang telah diperoleh dalam pengumpulan data berdasarkan kebutuhan data dan mendapatkan informasi yang baru, dan dikerjakan pada system informasi geografis. Masing-masing data yang dioverlay untuk masing-masing SKL dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Data untuk Masing-masing SKL
No. Jenis SKL Jenis Data Shapefile 1 SKL Morfologi Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng 2 SKL Kemudahan
Dikerjakan
Data Morfologi Data Kemiringan Lereng Data Guna Lahan Data Jenis Tanah 3 SKL Kestabilan
Lereng
Data Morfologi Data Kemiringan Lereng Data Guna Lahan Data Bencana Gempa Bumi
4 SKL Kestabilan Pondasi
Peta Kestabilan Lereng Data Jenis Batuan Data Jenis Tanah Data Guna Lahan 5 SKL Drainase Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng Data Jenis Batuan Data Jenis Tanah
No. Jenis SKL Jenis Data Shapefile Data Guna Lahan
6 SKL
Ketersediaan Air
Data Curah Hujan Tahunan
Data Morfologi Data Kemiringan Lereng Data Guna Lahan Data Pelayanan Air Bersih 7 SKL Terhadap
Erosi
Data Morfologi Data Kemiringan Lereng Data Jenis Batuan Data Jenis Tanah Data Guna Lahan 8 SKL Kerentanan
Bencana
Data Morfologi Data Kemiringan Lereng Data Jenis Batuan Data Jenis Tanah Data Guna Lahan Data Risiko Bencana
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
Sebelum melakukan teknik overlay masing-masing data diberi nilai berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya.
Nilai yang diberikan antara lain pada Tabel 3.
Tabel 3. Niai dan Klasifikasi Jenis Data
Jenis Data Klasifikasi Nilai
Kemiringan
Lereng 0% - 2% 5
>2% - 5% 4
>5% - 15% 3
>15% - 40% 2
>40% 1
Morfologi Datar 5
Bergelombang 4
Perbukitan Landai 3 Perbukitan Sedang 2 Perbukitan Terjal 1 Jenis Tanah Aluvial, Tanah, Glei,
Planossol, Hidromorf Kelabu, Literite Air Tanah.
5
Latosol 4
Brown Forest Soil, Non
Calcic 3
Andosol, Laterictic
Gromusol, Podsolik 2 Regosol, Litosol Organosol,
Renzine 1
Jenis Batuan berdasarkan
tingkat permeabilitas
Sangat Permeabel 5
Cukup Permeabel 4
Kurang Permeabel 3
Sangat Kurang Permeabel 2
Impermeabel 1
Curah Hujan 0 – 1000 5
1000 – 2000 4
2000 – 3000 3
3000 – 4000 2
>4000 1
Jenis Data Klasifikasi Nilai
Guna Lahan Kawasan Terbangun 2
Kawasan Tidak Terbangun 1 Ketersediaan Air Kawasan Terlayani Air
Bersih 2
Kawasan Tidak Terlayani
Air Bersih 1
Risiko Bencana Rendah 3
Sedang 2
Tinggi 1
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
Setelah menentukan nilai, selanjutnya teknik overlay masing-masing jenis data sesuai kebutuhan masing-masing SKL. Hasil overlay masing-masing SKL akan dikelompokan berdasarkan kelasnya dengan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk kondisi lahan yang paling cocok untuk permukiman dan 1 (satu) untuk kondisi lahan yang paling tidak cocok pengembangan permukiman (Tabel 4).
Tabel 4.Nilai dan Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan
Satuan Kemampuan
Lahan Klasifikasi Nilai Akhir
SKL Morfologi
Tinggi 1
Cukup 2
Sedang 3
Kurang 4
Rendah 5
SKL Kemudahan Dikerjakan
Sangat
Mudah 5
Mudah 4
Cukup
Mudah 3
Sulit 2
Sangat
Sulit 1
SKL Kestabilan Lereng
Tinggi 5
Cukup 4
Sedang 3
Kurang 2
Rendah 1
SKL Kestabilan Pondasi
Tinggi 5
Cukup 4
Sedang 3
Kurang 2
Rendah 1
Satuan Kemampuan
Lahan Klasifikasi Nilai Akhir
SKL Ketersediaan Air
Tinggi 5
Cukup 4
Sedang 3
Kurang 2
Rendah 1
SKL Terhadap Erosi
Tinggi 1
Cukup 2
Sedang 3
Kurang 4
Rendah 5
SKL untuk drainase
Tinggi 5
Cukup 4
Sedang 3
Kurang 2
Rendah 1
SKL Terhadap Bencan Alam
Tinggi 5
Cukup 4
Sedang 3
Kurang 2
Rendah 1
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
b. Analisis Kemampuan Lahan
Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan sebagi dasar pengembangan kawasan sesuai dengan fungsinya. Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk mengetahui peruntukan kawasan lindung dan peruntukan kawasan budidaya.
Dalam penelitian ini, analisis kemampuan lahan
dilakukan untuk mengetahui kemampuan lahan kawasan permukiman sebagai salah satu fungsi budidaya. Metode yang digunakan adalah metode pembobotan/skoring satuan kemampuan lahan mengacu pada Permen PU No.
20/PRT/M/2007 tentang Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan (Wirawan, dkk, 2019).
Berikut adalah Tabel 5 dan Gambar 1 pembobotan satuan kemampuan lahan;
Tabel 5. Pembobotan Satuan Kemampuan Lahan
No. Indikator Bobot
1 SKL Morfologi 5
2 SKL Kemudahan Dikerjakan 1
3 SKL Kestabilan Lereng 5
4 SKL Kestabilan Pondasi 3
5 SKL Drainase 5
6 SKL Ketersediaan Air 5
7 SKL Terhadap Erosi 3
8 SKL Kerentanan Bencana 5
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
Setelah melakukan pembobotan sesuai dengan satuan kemampuan lahan, kemudian akan didapatkan hasil berupa klasifikasi pengembangan lahan (Tabel 6). Pembagian klasifikasi berdasarkan pembagian dari total nilai, dibuatkan beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum dari total nilai, perhitungan tersebut menggunakan rumus/formula yang dirumuskan oleh Effendi (1987) dalam Ridha (2016).
I = R/N Dimana:
I = Lebar interval
R = Jarak Interval (skor minimum- skor maksimum)
N= Jumlah Interval
Tabel 6. Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan No Kelas
Kemampuan Lahan
Klasifikasi Pengembangan
1 Kelas 1 Kemampuan Pengembangan Tinggi 2 Kelas 2 Kemampuan Pengembangan Cukup Tinggi 3 Kelas 3 Kemampuan Pengembangan Sedang
4 Kelas 4 Kemampuan Pengembangan Rendah - Sangat Rendah
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
Analisis Daya Dukung Permukiman
Setelah memperoleh luasan kemampuan lahan secara spasial, selanutnya dilakukan
perhitungan daya dukung permukiman.
Perhitunga daya dukung permukiman mengambil luas akumulasi seluruh kawasan yang
mendukung pengembangan permukiman dari kelas pengembangan 1 sampai kelas pengembangan 3. Perhitungan dilakukan berdasarkan pendapat Muta’ali (2015) dengan persamaan sebagai berikut
DDPm =𝐿𝑃𝑚/𝐽𝑃 𝛼 Perkiraan Daya Tampung
Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas lahan
yang digunakan untuk permukiman hanya 50%
dari luas lahan yang boleh tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian dengan asumsi 1KK yang terdiri dari 4 orang (bedasarkan rata jumlah jiwa dalam 1 KK pada BPS Kecamatan Kep.Masaloka Raya) memerlukan lahan seluas 100 m2. Maka dapat diperoleh peesamaan daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum NO 20/PRT/M/2007) ini sebagai berikut:
Daya Tampung (n) =50%{𝑛% 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛 (𝑚2)}
100 𝑥 4(𝐽𝑖𝑤𝑎) HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Satuan Kemampuan Lahan 1. SKL Morfologi
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerajaan Umum No.20/PRT/M/2007, kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu kawasan kompleks.
Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang.
SKL morfologi diperoleh dengan melakukan overlay peta kemiringan lereng dan peta morfologi. Hasil analisis SKL Morfologi dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis SKL Morfologi
SKL Morfologi Nilai Luas
(Ha) %
Morfologi Rendah 5 3 1,1
Morfologi Kurang 4 7 2,5
Morfologi Sedang 3 26 9,3
Morfologi Cukup 2 139 49,6
Morfologi Tinggi 1 105 37,5
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Hasil analisis menunjukan bahwa SKL Morfologi kawasan Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya didominasi oleh kemampuan lahan morfologi cukup yaitu sebanyak 49,6 persen dengan luas 139 Ha, diikuti kemampuan lahan tinggi sebanyak 37,5% dengan luas 105 ha dari total luas kawasan keseluruhan.
Gambar 1. Peta Analisis SKL Morfologi Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 2. SKL Kemudahan Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/ pengembangan kawasan. SKl kemudahan dikerjakan merupakan hasil overlay data topografi, morfologi, kemiringan lereng, jenis tanah dan guna lahan dengan penilaian berdasarkan hasil peninjauan kepustakaan. Hasil overlay SKL kemudahan dikerjakan dijelaskan pada Tabel 5 dan Gambar 2.
Tabel 7. Analisis SKL Kemudahan dikerjakan
SKL Kemudahan
dikerjakan
Nilai Luas
(Ha) %
Sangat Mudah 5 1.5 0.6
Mudah 4 10 3.4
Cukup Mudah 3 11 4
Sulit 2 25 9
Sangat Sulit 1 232 83
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 2. Peta Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 3. SKL Kestabilan Lereng
Wilayah Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya yang memiliki morfologi wilayah yang berbukit-bukit dengan memiliki tingkat kelas lereng sampai 40% maka analisis ini diterapkan untuk mengetahui kawasan-kawasan yang dapat dikembangkan atau berhabaya untuk dikembangkan. Terdapat beberapa data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis SKL kestabilan lereng, salah satunya adalah data risiko bencana alam berupa gempa bumi kaitannya dengan pergerakan tanah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 3.
Tabel 8. Analisis SKL Kestabilan Lereng
SKL Kestabilan Lereng Nilai Luas (Ha) % Kestabilan Lereng Tinggi 5 3.8 1.4 Kestabilan Lereng Cukup 4 19 6.8 Kestabilan Lereng Sedang 3 73 26.1 Kestabilan Lereng Kurang 2 184 65.7 Kestabilan Lereng Rendah 1 0.2 0.1
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Tingkat kemampuan kestabilan lereng rendah merupakan tingkat kestabilan lereng yang mendominasi di Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya dengan pesentasi 65,7 persen dan luas 184 Ha. Lokasi permukiman eksisting berada pada SKL kestabilan lereng tinggi dengan persentasi 1,4 persen dari total luas kawasan.
Gambar 3. Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 4. SKL Kestabilan Pondasi
Analisis SKL kestabilan pondasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan dalam pengembangan suatu kawasan. Adi dkk, (2022) menyatakan bahwa mengukur SKL kestabilan pondasi untuk perencanaan pembangunan, berat bangunan dan jenis-jenis pondasi yang sesuai.
Berdasaekan hasil overlay yang dijelaskan pada Tabel 9 dan Gambar 4 dapat diketahuai bahwa kestabilan pondasi berbanding lurus dengan kestabilan lereng. Kestabilan pondasi tinggi berada pada kawasan dengan guna lahan
eksisting permukiman dengan luas 3,5 ha atau hanya sekitar 1,3 persen dari total luas kawasan.
Tabel 9. Analisis SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan Pondasi Nilai Luas (Ha) % Kestabilan Pondasi Tinggi 5 3,5 1,3 Kestabilan Pondasi Cukup 4 19 6,8 Kestabilan Pondasi Sedang 3 73 26 Kestabilan Pondasi Kurang 2 184 66 Kestabilan Pondasi
Rendah 1 0,5 0,2
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 4. Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 5. SKL Ketersediaan Air
Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya termaksud kawasan DAS Mataoleo, tidak terdapat sungai yang mengalir diseluruh
permukaan wilayah Kecamatan
KepulauanMasaloka Raya. Hingga awal tahun 2021, masyarakat sehari-hari memanfaatkan air tanah menggunakan sumur gali dengan kedalaman 7-10 meter. Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan dinas terkait, saat ini
Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya telah dialiri air yang bersumber dari mata air Desa Lampata Kecamatan Mataoleo melalui pipa bawa laut. Ketersediaan air terpengaruh karena berubahnya kemampuan lahan menjadi permukiman sehingga menurunnya daya air yang meresap ke permukaan tanah (Agustina, 2012).
Adapun SKL Ketersediaan Air pada Tabel 10 dan Gambar 5.
Tabel 10. Analisis SKL Ketersediaan Air
SKL
Ketersediaan Air Nilai Luas
(Ha) % Ketersediaan Air
Tinggi 5 1,3 0,5
Ketersediaan Air
Cukup 4 10 3,6
Ketersediaan Air
Sedang 3 10.7 3,8
Ketersediaan Air
Kurang 2 25 8,9
Ketersediaan Air
Rendah 1 233 83,2
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 5. Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 6. SKL Terhadap Erosi
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. SKL terhadap erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air, sedangkan SKL terhadap erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Keluaran dari analisis ini adalah Peta SKL terhadap Erosi, deskripsi/ gambaran batasan pada tiap tingkat kemampuan lahan terhadap erosi dan daerah
yang peka terhadap erosi. Hasil analisis SKL erosi dijelaskan pada Tabel 11 dan Gambar 6.
Tabel 11. Analisis SKL Terhadap Erosi
SKL Kestabilan
Lereng Nilai Luas (Ha) %
Erosi Tinggi 1 233 83,2
Erosi Cukup 2 25 8,9
Erosi Sedang 3 10.7 3,8
Erosi Kurang 4 10 3,6
Erosi Rendah 5 1.3 0,5
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 6. Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 7. SKL Untuk Drainase
SKL untuk drainase dalam penentuannya menggunakan tingkat kemudahan pematusan berdasarkan peta morfologi, kemiringan lereng, dan topografi. Untuk memperjelas dan memperkuat tingkat kemudahan pematusan maka perlu mengamati/melihat kemampuan batuan/tanah dalam menyerap air guna mempercepat proses pematusan berdasarkan kondisi geologi dan geologi permukaan. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 7.
Tabel 12. Analisis SKL Untuk Drainase
SKL Untuk
Drainase Nilai Luas (Ha) %
Drainase Tinggi 5 232 82,9
Drainase Cukup 4 25 8,9
Drainase Sedang 3 11 3,9
Drainase Kurang 2 7 2,5
Drainase Rendah 1 5 1,8
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 7. Peta Analisis SKL Untuk Drainase Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya 8. SKL Terhadap Bencana Alam
Analisis SKL Rawan Bencana ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/mengurangi
kerugian dan korban akibat bencana tersebut.
Data bencana alam yang digunakan untuk melakukan analisis SKL bencana merupakan data hasil kajian risiko bencana yang meliputi bencana gelombang abrasi, gampa bumi, longsor,
kekeringan dan tsunami. Data bencana alam berupa peta selanjutnya di overlay dengan peta topografi, kemiringan lereng, morfologi, guna lahan. Ketahanan bencana tinggi menunjukan tingkat ketahanan suatu kawasan terhadap bencana berdasarkan data bencana yang ada (Tabel 13 dan Gambar 8).
Tabel 13. Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
SKL Terhadap
Bencana Alam Nilai Luas
(Ha) %
SKL Terhadap
Bencana Alam Nilai Luas
(Ha) %
Ketahanan Bencana
Tinggi 5 5 1.8
Ketahanan Bencana
Cukup 4 46 16.4
Ketahanan Bencana
Sedang 3 96 34.3
Ketahanan Bencana
Kurang 2 110 39,3
Ketahanan Bencana
Rendah 1 23 8,2
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 8. Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya Kelas Kemampuan Lahan
Kelas kemampuan lahan dirujuk dari Peraturan Menteri Pekerajaan Umum No.20/PRT/M/2007, dan Pembobotan didasarkan
pada seberapa jauh pengaruh suatu satuan kemampuan lahan (SKL) terhadap perkembangan pembangunan permukiman (Tabel 14).
Tabel 14. Hasil Perkalian Nilai dan Bobot
No Satuan Kemampuan
Lahan Klasifikasi Nilai Akhir Bobot
Skor (Nilai Akhir x
Bobot)
1 SKL Morfologi
Tinggi 1
5
5
Cukup 2 10
Sedang 3 15
Kurang 4 20
Rendah 5 25
2 SKL Kemudahan Dikerjakan
Sangat Mudah 5
1
5
Mudah 4 4
Cukup Mudah 3 3
Sulit 2 2
Sangat Sulit 1 1
3 SKL Kestabilan Lereng
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
Kurang 2 10
Rendah 1 5
4 SKL Kestabilan Pondasi
Tinggi 5
3 15
Cukup 4 12
No Satuan Kemampuan
Lahan Klasifikasi Nilai Akhir Bobot
Skor (Nilai Akhir x
Bobot)
Sedang 3 9
Kurang 2 6
Rendah 1 3
5 SKL Ketersediaan Air
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
Kurang 2 10
Rendah 1 5
6 SKL Terhadap Erosi
Tinggi 1
3
3
Cukup 2 6
Sedang 3 9
Kurang 4 12
Rendah 5 15
7 SKL untuk drainase
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
Kurang 2 10
Rendah 1 5
8 SKL Terhadap Bencan Alam
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
Kurang 2 10
Rendah 1 5
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil skoring satuan kemampuan lahan yang telah diberi nilai dan bobot pada lokasi studi menunjukkan kisaran kumulatif skor akhir mulai dari 52 sampai 140.
Selanjutnya dilakukan penentuan klasifikasi kemampuan lahan permukiman menggunakan metode aritmatika, dengan persamaan berikut;
Keterangan:
IK = Interval Kelas
Range = Skor Maksimum- Skor Minimum K = Banyaknya Kelas yang diinginkan
Berdasarkan hasil perhitungan aritmatika diatas diperoleh interval kelas senilai 22.
Selanjutnya dilakukan klasifikasi kemampuan lahan dengan membagi kelas sesuai interval yang telah dilakukan perhitungan sebelumnya. Hasil klasifikasi kemampuan lahan dijelaskan pada Tabel 15 dan Gambar 9.
Tabel 15. Klasifikasi Kemampuan Lahan No Total Nilai Kelas Klasifikasi Kemampuan
Lahan
Luas (Ha) %
1 >120 1 Kemampuan Pengembangan
Tinggi 16 6
2 98-120 2 Kemampuan Pengembangan
Sedang 32 11
3 75-97 3 Kemampuan Pengembangan
Kurang 82 29
4 52 – 74 4 Kemampuan Pengembangan
Rendah 150 54
Sumber: Hasil Pengolahan Data IK = Range/K
IK = (140-52)/4 IK = 22
Gambar 9. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terdapat sebanyak 16 Ha atau sekitar 6% dari total luas kawasan yang merupakan kategori kelas kemampuan lahan tinggi, yang dapat dibangun dengan persentasi 70% kawasan terbangun dan 30% kawasan peruntukan ruang terbuka hijau. Selain itu, dari total luas 70%
kawasan yang boleh terbangun pada kelas kemampuan lahan tinggi (kelas 1), sebanyak 37% lahan eksisting yang sudah terbangun saat ini. Sehingga, kawasan tersebut masih direkomendasikan untuk perkembangan permukiman untuk tahun-tahun mendatang.
Sedangkan kawasan dengan kategori kelas 4 atau kelas pengembangan rendah tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembangunan. Kawasan kelas 4 merupakan kawasan peruntukan lindung yang berfungsi untuk melindungi kawasan budidaya dalam hal ini kawasan permukiman.
Ucapan Terimakasih: penelitian mengenai Analisis Kemampuan Lahan Pulau Masaloka dapat terselesaikan dengan baik, karena bantuan dari berbagai pihak. Terimakasih atas bantuannya baik secara materi dan moril.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Wiwit Bayu., Sukuryadi, Agum Muladi, Fathul Rakhman, Ahmad Kutbi Rais.
(2022). Analisis Kemampuan Lahan Desa Bengkaung Untuk Arahan Pengembangan Kawasan Destinasi Wisata. Geo Image
(Spatial-Ecological-Regional), 11(2), https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ge oimage/article/view/58148/22259
Agustina, D., Setyowati, D. L., & Sugiyanto.
(2012). Analisis Kapasitas Infiltrasi Pada Beberapa Penggunaan Lahan Di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. GeoImage,
1(1), 87–93.
https://doi.org/10.15294/geoimage.v1i1.95 2
Ahmada, Naufal Haidar. (2023). Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pada Penggunaan Kawasan Strategis Pendidikan Gunungpati (Studi Kasus : Kawasan Sekaran, Universitas Negeri Semarang Dan Sekitarnya). Perwira Journal of Sains &
Engineering (PJSE), 3 (1), 30-37
Bhermana, A., Sunarminto, B. H., Utami, S. N.
H., & Gunawan, T. (2015). Evaluasi Kemampuan Lahan Dengan Pendekatan Sistem Lahan Dan Aplikasi GIS Untuk Menentukan Ketersediaan Lahan Pertanian. Agro UPY, VI(2)(2), 4.
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/841 Cholidah, Nina Nila Ziyana, dan Heni Masruroh.
(2021). Analisis kemampuan lahan sebagai arahan penggunaan lahan dengan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Nganjuk. 1(11), 1167-
1181. DOI:
10.17977/um063v1i112021p1167-1181 Larasati, N. M., Subiyanto, S., & Sukmono,
A. (2017). Analisis penggunaan dan pemanfaatan tanah (P2T) menggunakan sistem informasi geografis Kecamatan
Banyumanik tahun 2016. Jurnal Geodesi Undip,6(4), 89-97.
https://doi.org/10.14710/jgundip.2017.181 31
Makarau, Vicky H. n.d. 2011 Penduduk, Perumahan Pemukiman Perkotaan Dan Pendekatan Kebijakan. Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Sabua Vol.1: 53-57.
Muta’ali, L. 2015. Teknik Analisis Regional.
Yogyakarta : Fakultas Geografi (BPFG) UGM.
Pertiwi, N., Dewanti, A., & Kadri, M. K. (2021).
Analisis Daya Dukung Permukiman di Kelurahan Manggar Baru, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Ruang, 7(1), 9–21.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/rua ng/article/download/8740/pdf
Rachmah, Z., Rengkung, M. M., &
Lahamendu, V. (2018). Kesesuaian lahan permukiman di kawasan kaki Gunung Dua Sudara. SPASIAL, 5(1), 118- 129.
https://doi.org/10.35793/sp.v5i1.19285 Republik Indonesia Teknik Analisis Regional.
2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Fisik dan Lingkungan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta.
Riyanto, Anton. 2003. Kajian Kemampuan Lahan untuk Arahan kegiatan Permukiman Berdasarkan Kajian fisik Dasar (Studi Kasus Sub Wilayah Pembangunan I Kabupaten Cirebon)”.
Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Undip.
Wirawan, Rivaldo Restu, Veronica A. Kumurur dan Fela Warouw. (2019). Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan Di Kota Palu. Jurnal Spasial (6)1:137- 148.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spas ial/article/download/23294/22987