• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN POTENSI PENERAPAN EXTENSIVE GREEN ROOF BERBASIS STRUKTUR KAYU DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KAJIAN POTENSI PENERAPAN EXTENSIVE GREEN ROOF BERBASIS STRUKTUR KAYU DI INDONESIA "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI PENERAPAN EXTENSIVE GREEN ROOF BERBASIS STRUKTUR KAYU DI INDONESIA

Ika Rahmawati Suyanto

*1

, Widyastuti Kusuma Wardhani

2

1Dosen, Teknologi Rekayasa Pelaksanaan Bangunan Sipil, Departemen, Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada

2Dosen, Teknologi Rekayasa Pelaksanaan Bangunan Sipil, Departemen, Teknik Sipil, Universitas Gadjah Mada

Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

The availability of green space is decreasing along with the increase in population. Since then, the land has been replaced by buildings as more people need a place to support human activities. As a result, the absorption of heat increases, causing the temperature in urbanized areas are relatively higher than the outlying areas (Urban Heat Island). Therefore, some efforts need to be made to reduce heat absorption, one of which is by applying the green roof. A strong roof structure and roof panel are required to implement green roofs. This study aims to examine the potential use of green roofs which made of wood structures and wood roofing compared to common concrete-deck based green roof. The research was conducted by using simulation using SAP2000 to observe structural characteristic of each roof type. The result shows that in comparison of the structural strength, the roof supported with rafter had the smallest displacement, which was 1,203 mm, whilst the displacement of the one supported with truss system is 1,264 mm. Concrete roof deck system had the highest displacement which was 3,537 mm. Analyzing the cost of each type of roof, the cost of roof supported with wood structure would likely to be the same with the concrete roof deck. These, shows that extensive green roof based on wood structure has a high potential to be used in Indonesia as an alternative to concrete roof deck since it is lightweight, strong, and has a competitive price.

Keyword : extensive green roof, urban heat island, green building

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Populasi manusia mengalami peningkatan sebesar >1% tiap tahunnya (Worldmeter). Tahun 2019 jumlah populasi dunia tercatat sebanyak 7,7 milyar orang [1]

dan sebanyak 56% dari seluruh populasi dunia tinggal di area urban. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa populasi manusia akan terus bertambah dan diperkirakan sebanyak 68% merupakan bagian dari populasi urban. Pertumbuhan populasi menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal, perkantoran, dan segala sarana prasarana pendukung kegiatan manusia semakin meningkat. Hal ini berdampak pada ketersediaan lahan hijau yang semakin berkurang dan tergantikan dengan bangunan serta sarana-prasarana hidup manusia [2].

Permukaan area urban didominasi oleh beton, keramik, kaca, dan material lain menyerap dan mempertahankan panas. Panas yang terserap dan tertahan menyebabkan peningkatan suhu di area urban atau dikenal dengan istilah urban heat island (UHI) [3].

Pada negara beriklim tropis, tercatat kenaikan suhu sebesar 0,7-0,8ºC [4]

dibandingkan dengan satu abad yang lalu akibat global warming. Jika dikombinasikan dengan UHI, maka daerah urban di negara beriklim tropis akan merasakan dampak peningkatan suhu yang signifikan. Peningkatan suhu dapat menyebabkan kenaikan penyakit yang disebabkan oleh panas dan ketidaknyamanan dapat menurunkan produktivitas. Padahal, negara beriklim tropis merupakan tempat tinggal bagi 43% populasi dunia [5]. Oleh karena itu, perlu dilakukan

(2)

penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari peningkatan suhu.

Salah satu cara untuk menanggulangi UHI adalah dengan memperbanyak vegetasi dan lahan terbuka hijau. Namun, keterbatasan lahan pada area urban membuat kita harus lebih pandai dalam mengoptimalkan penggunaan suatu lahan [6][7]. Pengamatan dari citra satelit menunjukan perubahan lahan yang semula hijau kini telah berganti menjadi gedung dan infrastruktur. Lahan yang terpapar sinar matahari kini didominasi oleh atap-atap bangunan. Atap menjadi permukaan yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan vegetasi baru menggantikan permukaan tanah yang tertutup oleh gedung.

Pada umumnya genteng atap di negara beriklim tropis terbuat dari material tahan air seperti tanah liat atau genteng metal, sedangkan kayu hampir tidak digunakan sebagai material untuk genteng. Hal ini disebabkan negara beriklim tropis memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Melalui penerapan komponen-komponen green roof, diharapkan ketahanan atap kayu terhadap air dapat meningkat. Namun, kemampuan genteng kayu untuk menahan beban dari komponen green roof harus dikaji lebih lanjut.

1.2 Urbanisasi dan Dampaknya

Perkembangan area urban dapat diamati dari tahun ke tahun melalui citra satelit.

Analisis dengan pendekatan poligon dari data citra satelit Provinsi D.I. Yogyakarta menunjukkan bahwa terjadi perluasan daerah urban sebesar 92% selama periode tahun 1999-2009 dan sebesar 114% pada tahun 2009-2019. Pengurangan lahan terbuka hijau selama kurun waktu dua dekade diperkirakan mencapai 150 juta m2, sedangkan luas total Provinsi D.I. Yogyakarta adalah seluas 3186 juta m2. Hal ini berdampak pada kenaikan suhu hingga 2ºC dibandingkan satu dekade yang lalu dan peningkatan UHI hingga 1ºC. Perbedaan suhu area urban dengan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Mengingat kondisi geografis Indonesia yang beriklim panas dan lembab [8], apabila tidak ditanggulangi, UHI dapat menyebabkan serangan gelombang panas di area urban. Li mengkaji bahwa peggunaan green roof dapat mengurangi temperature permukaan hingga

±0.55 ºC (iklim mikro) [9].

Gambar 1. Perbedaan suhu area urban dengan sekitarnya pada Tahun 2021

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi penerapan green roof berbasis kayu di Indonesia yang memiliki iklim tropis, dinilai dari beberapa karakteristik meliputi berat, kekuatan struktur, dan harga.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu survey dan studi literatur serta simulasi analisis struktur sesuai dengan jenis karakteristik yang akan dilihat. Pertama, data luas atap dengan sampel daerah urban di Provinsi DIY dianalisis untuk mengetahui luas area yang berpotensi untuk implementasi green roof. Kemudian, dilakukan simulasi model menggunakan perangkat lunak SAP2000 untuk mengetahui perilaku green roof berbasis rangka kayu (2 tipe rangka) dan dek beton sebagai pembanding.

Sebelum dilakukan simulasi, dilakukan perhitungan terhadap berat komponen dari extensive green roof. Hasil perhitungan terhadap berat tersebut akan digunakan sebagai input beban rangka kayu maupun dek beton.

Dari hasil simulasi pemodelan rangka kayu didapatkan lendutan. Lendutan ini kemudian dibandingkan dengan lendutan dak beton. Selain itu juga dilakukan analisis harga pada beberapa tipe atap sebagai pembanding antara green roof yang diusulkan dengan atap pada umumnya. Data pembanding dikumpulkan dari hasil survey berdasarkan harga umum pada e-commerce di daerah Yogyakarta.

(3)

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Potensi lahan vegetasi

Gambar 3 merupakan daerah urban di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luasan sekitar 10% dari total luas Provinsi D.I.

Yogyakarta. Hasil pengamatan dari citra satelit menunjukkan bahwa area ini didominasi oleh bangunan. Data dari Bappeda Provinsi D.I.

Yogyakarta menyebutkan sebesar 42% dari total penggunaan lahan merupakan bangunan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4 [10].

Dari data tersebut diperkirakan potensi lahan vegetasi di atas atap seluas 133 juta m2. Namun demikian, tantangan dari penerapan green roof adalah pada berat struktur, kemiringan atap, dan pemeliharaan.

Negara tropis khususnya di asia tenggara didominasi oleh bangunan sederhana (low-rise building) hingga bangunan bertingkat sedang (mid-rise building) dengan atap yang pada umumnya memiliki kemiringan 15 - 30º [11]

untuk menghasilkan drainasi yang baik.

Gambar 3. Peta area urban di Yogyakarta Sumber. Google Earth

Mulai

Survey dan studi literatur

Pembuatan model Perhitungan beban

Simulasi Kesimpulan

Survey material

Selesai Analisis

(4)

Gambar 4. Persentase penggunaan lahan di Yogyakarta

Tabel 1. Perbandingan jenis atap

Jenis Atap Berat (kg/m2) Keterangan

Dak beton 230 - 260 Tebal 100 mm

Genteng beton 36.3 - 62.4

Genteng tanah liat 36.0 - 43.2

Onduline 4.1 - 4.2 Tebal 3 mm

Genteng metal pasir 4.2 - 7.0

Genteng kayu 8.7 - 11.6 Tebal 15 mm

10.4 - 13.9 Tebal 18 mm

3.2. Potensi Extensive Green Roof berbasis kayu

Penerapan green roof dapat dilakukan apabila genteng memiliki permukaan yang tidak bergelombang dan didukung oleh kekuatan material yang mampu menahan beban. Oleh sebab itu, green roof umumnya dijumpai pada bangunan beratap dak beton.

Namun, atap dak beton memiliki berat yang cukup besar dibandingkan dengan atap jenis lain sehingga penggunaannya tidak sebanyak atap tanah liat. Perbandingan berat genteng berdasarkan jenis material dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa genteng dengan material kayu memiliki berat yang cukup ringan dibandingkan dengan dak beton, genteng beton, dan genteng tanah liat, Meskipun berat jenisnya tergolong ringan, kayu juga meiliki kekuatan yang cukup kuat untuk menopang beban yang berat. Durabilitas kayu juga dapat dikatakan cukup baik apabila dilakukan perawatan secara rutin. Kuil Horyuji di Jepang merupakan salah satu contoh struktur kayu yang berumur hingga 1400 tahun [12].

Kajian terhadap green roof berbasis kayu

yang harus ditopang baik oleh panel kayu (genteng kayu) maupun dari struktur rangka atap. Pada kajian ini digunakan asumsi awal berupa spesifikasi per tipe komponen untuk memperkirakan berat dari masing-masing komponen green roof seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Berat tersebut mempertimbangkan keadaan tanah jenuh air dengan asumsi tinggi tanah pada lapisan green roof setinggi 8 cm dan vegetasi yang tertanam berupa jenis rerumputan.

Hasil analisa terhadap berat komponen green roof pada Tabel 2 kemudian dijumlahkan untuk memperoleh berat total per satuan luas untuk dijadikan input untuk menghitung kebutuhan elemen struktural pendukung atap.

Berat total komponen green roof adalah 168.4 kg/m2. Apabila menggunakan genteng kayu, maka berat yang harus ditopang oleh struktur penyangga atap adalah sebesar 178.8 - 202.3 kg/m2. Berat ini masih lebih ringan dari berat atap dak beton yaitu sekitar 23% dari berat atap dak beton. Berat ini kemudian digunakan sebagai input untuk menganalisa struktur rangka atap berbasis kayu.

(5)

Tabel 2. Berat komponen green roof Komponen Berat

(kg/m2) Spesifikasi Vegetasi 8 Jenis rerumputan Tanah 160 Tanah jenuh air setebal

8 cm Papan

retention 0.2 Lapisan

waterproof 0.2

Total 168.4

Ada dua tipe struktur atap yang digunakan pada penelitian ini yaitu rafter dan rangka (truss) untuk bentang 6 m. Perbedaan

dari kedua rangka ini terdapat pada jarak antar kuda-kuda dan dimensi kayu yang digunakan.

Tampak dari struktur rangka atap beserta dimensinya dapat dilihat pada Gambar 5.

Perbandingan antara tipe struktur menggunakan rafter dan truss dikontrol dengan variable berupa lendutan pada titik pengukuran dan lendutan terbesar pada elemen kayu. Hasil analisa terhadap momen dan lendutan dapat dilihat pada Tabel 3. Kedua tipe rangka kayu menghasilkan momen dan lendutan yang lebih kecil daripada struktur dak beton. Hal ini menunjukkan potensi besar dari struktur kayu dalam menahan beban dari green roof.

Gambar 5. Tipe struktur kayu penopang green roof (a) Rafter dan (b) Rangka (Truss) Tabel 3. Perbandingan jenis struktur atap

Jenis Struktur Atap

Jarak antar kuda-kuda

Momen terbesar pada elemen

(kNm)

Lendutan tengah bentang

(mm)

Lendutan terbesar

elemen (mm)

Dak beton - 7.43 3.537 3.537

Rafter kayu 1 m 2.81 0.797 1.203

Truss kayu 1,5 m 1.82 0.663 1,264

(a)

(b) 6000 mm

6000 mm

160 mm

100 mm

50 mm 60 mm

Titik pengukuran lendutan Titik pengukuran lendutan

(6)

Annual Journal of Hydraulic Engineering, JSCE, VOL.42, 1998, February

Selain itu, untuk membandingkan antara sistem rafter dengan truss dibandingkan efisiensi struktur berdasarkan volume kayu yang digunakan pada bangunan dengan luas tapak 6x6m yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Penggunaan struktur dengan truss menghasilkan berat 50% lebih ringan dari rafter. Namun demikian, struktur truss memiliki lebih banyak sambungan daripada rafter sehingga diperlukan perhatian agar beban dapat terdistribusi secara semestinya kepada tiap komponen truss.

Tabel 4. Perbandingan volume kayu yang digunakan

Tipe struktur Volume

(m3) Kuda-kuda terpasang

Rafter 0.83 7; jarak per 1 m

Truss 0.41 5; jarak per 1,5 m

Selain kekuatan, potensi penggunaan material kayu juga dikaji berdasarkan harga komponennya. Perbandingan harga genteng untuk setiap jenis material dapat dilihat pada Tabel 5. Harga material kayu cukup mahal bila dibandingkan dengan genteng konvensional namun masih lebih murah dari dak beton bertulang. Harga penutup atap dengan genteng Namun, apabila genteng kayu digabungkan dengan seluruh komponen green roof maka diperkirakan harga gengteng kayu green roof adalah sekitar Rp600.000,- per m2. Hal ini tentunya tergolong mahal bila dibandingkan dengan hanya menggunakan atap biasa namun mendekati harga atap dak beton.

Hasil analisa terhadap kekuatan, volume kayu, dan harga dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa potensi penerapan green roof berbasis struktur kayu masih cukup baik apabila dibandingkan dengan atap pada umumnya.

Tabel 5. Harga jenis penutup atap per m2

Jenis Atap Harga/m2 Keterangan

Dak beton Rp 300,000.00 - Rp 600,000.00 Tebal 100 mm Genteng beton Rp 62,700.00 - Rp 82,000.00 Genteng tanah liat Rp 76,800.00 - Rp 178,800.00 Onduline Rp 83,333.33 - Rp 98,765.43 Tebal 3 mm Genteng metal Rp 102,000.00 - Rp 228,420.00 Genteng kayu Rp 63,658.96 - Rp 185,416.67 Tebal 15 mm

Rp 79,861.11 - Rp 233,333.33 Tebal 18 mm

7. KESIMPULAN

Potensi penerapan green roof berbasis struktur kayu cukup besar. Dengan beban lapisan green roof yang sama, panel kayu dan struktur rangka kayu memberikan lendutan yang lebih kecil dibandingkan dengan atap dak beton. Pada rangka atap, lendutan terbesar yang terjadi pada elemen adalah sebesar 1,264 mm sedangkan pada struktur rafter lendutan terbesar elemen tercatat sebesar 1,203 mm.

Sedangkan pada atap dak beton dengan ketebalan 10 mm lendutan yang terjadi adalah sebesar 3,537 mm. Dikaji dari volume kayu yang digunakan untuk mencapai nilai lendutan yang hampir sama, struktur rangka kayu truss memiliki volume yang lebih kecil sehingga lebih efisien dibandingkan dengan rafter.

Namun, terdapat tantangan yaitu harga green roof cenderung mahal apabila dibandingkan dengan atap pada umunya. Meskipun demikian,

penerapan extensive green roof berbasis struktur kayu memiliki harga yang kompetitif dengan dek beton sehingga dapat menjadi alternatif struktur penopamng green roof,

Selain itu, penggunaan atap kayu bagi negara beriklim tropis dengan curah yang cukup tinggi, rayap, dan juga terkait dengan kemiringan atap. Kajian terhadap ketahanan kayu dan teknologi kayu (engineered wood product) perlu dikaji lebih dalam untuk mendapatkan analisa Life Cycle yang akurat sekligus memberikan alternatif lebih banyak dalam penggunaan kayu sebagai material konstruksi. Dampak penggunaan green roof perlu dikaji lebih dalam sehingga dapat diketahui apakah dengan harga green roof yang lebih tinggi dibandingkan atap pada umumnya akan efektif menanggulangi UHI.

(7)

8. DAFTAR PUSTAKA

[1] United Nation. (2019). World Population Prospects 2019, Volume II: Demographic Profiles.

[2] Cahya, D. L., Widyawati, L. F., Ayodhia, F.

W. (2016). Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi. Jurnal Planesa, Vol 7(1)

[3] Virk, G., Jansz., A, Mavrogianni, A., Mylona, A., Stocker, J., Davies, M.

(2015). Energy and Building Vol 88 pp 214-288

[4] Corlett, R. (2014). The impacts of climate change in the Tropics. State of the Tropics 2014 Report.

[5] Salinas, J.G., Barrio, A.M., Kishnani, N., Fidalgo, J.L., Ostiz, A.S. (2021). Passive cooling design strategies as adaptation measures for lowering the indoor overheating risk in tropical climates.

Energy and Building Vol 252

[6] Aguspriyanti, C. D. (2021). Green Corridors: Potensi Peningkatan Ruang Terbuka Hijau Publik Ramah Di Kota Padat (Studi Kasus Kota Malang). Jurnal Arsitektur Zonasi, Vol 4(2) pp 234-24 [7] Chandra, B. dan Fatimah, T. (2019).

Pemanfaatan Keterbatasan Lahan untuk

Ruang Terbuka Hijau di Kampung Luar Batang. Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Kota Berkelanjutan Vol 1 (1) 25 Juli 2019, Jakart

[8] Feng, W., et.al. (2019). A review of net zero energy buildings in hot and humid climates:

Experience learned from 34 case study buildings. Renewable and Sustainable Energy Review Vol 114.

[9] Li, W.C., Yeung, K.K.A. (2014). A comprehensive study of green roof performance from environmental perspective. Sustainable Built Environment [10] Aplikasi Dataku Daerah Istimewa

Yogyakarta. (2021). Retrieved from http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku [11] Chen, B., Cheng, H., Kong, H., Chen, X.,

Yang, Q. (2019). Interference effects on wind loads of gable-roof buildings with different roof slopes. Journal of Wind Engineering and Industrial Aerodynamics Vol. 189 pp 198-217

[12]Woodard, A.C., Milner, H.R. (2016).

Sustainability of timber and wood in construction. Sustainability of Construction Materials pp 129–157

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.. Dalam penelitian

Penelitian ini diarahkan pada identifikasi potensi keunggulan atau keunikan pada kawasan / area terminal tersebut untuk pembangunan pusat niaga, dari sekian banyak kepentingan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kebutuhan air bersih penduduk dan sumber- sumber air bersih di daerah penelitian, (2) mengkaji karasteristik potensi air

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.. Dalam penelitian

Penelitian yang secara spesifik mengkaji potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah setidaknya telah dilakukan di 11 Propinsi, yaitu Sumatera Utara,

Laporan Keuangan Syariah 2021 Indonesia sebagai negara pertama yang menerbitkan sovereign green sukuk telah memperlihatkan kontribusinya dalam pembangunan berkelanjutan dan

Dsb Transportasi yang berkelanjutan juga penting untuk diterapkan di area perguruan tinggi yang menerapkan konsep green campus, transportasi berkelanjutan itu sendiri dapat diartikan

Skema pilot kebijakan perbankan syariah diatas dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi konsep Green Sharia Banking dalam mendukung upaya penekanan emisi yang dihasilkan kegiatan