SKRIPSI
OLEH :
DEWI NOVITA SARI SARAGIH
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN POTENSI PRODUKSI PADI PADA LAHAN SAWAH
IRIGASI DI KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
DEWI NOVITA SARI SARAGIH 100308037/ KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) (Nazif Ichwan, STP, M.Si)
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.
Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.
Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.
ABSTRACK
DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.
DEWI NOVITA SARI SARAGIH dilahirkan di Desa Bandar Jawa Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun pada 27 September 1992 dari
pasangan Ayah Ayadi Saragih dan Ibu Sutini. Penulis merupakan anak pertama
dari empat orang bersaudara.
Pada tahun 2007 penulis memasuki Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 1 Bandar, lulus pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama melanjutkan
studi ke Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian
Masuk Bersama (UMB-PTN) dan memilih Fakultas Pertanian dengan Program
Studi Keteknikan Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) FP-USU dan menjabat sebagai
bendahara umum dalam kepengurusan IMATETA periode 2013-2014. Penulis
juga sempat mengikuti organisasi eksternal mahasiswa SAHIVA pada tahun 2012.
Selain itu, penulis juga menjadi asisten laboratorium Keteknikan Pertanian
FP-USU pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa
Sawit PTP Nusantara II Kebun Sawit Hulu, Kecamatan Sawit Seberang
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul draft penelitian ini adalah “Kajian Potensi Produksi Padi
Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang”yang merupakan salah satu
syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku komisi
pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan draft penelitian ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan draft ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga draft ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2014
Hal
Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi ... 12
Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 15
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi ... 16
Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah ... 17
Aras Pencapaian Produksi Padi ... 21
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 22
Bahan dan Alat ... 22
Metode Pengambilan Data ... 22
Prosedur Penelitian... 24
Parameter Penelitian... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang ... 25
Kondisi Sumber Irigasi ... 27
Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang ... 28
Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 30
Produktivitas Tanaman Padi ... 31
Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi ... 33
Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi... 38
Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen ... 39
Aras Pencapaian Produksi Padi ... 41
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya ... 8 Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan
Jenis Kebutuhannya ... 14 Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang ... 25 Tabel 4. Potensi Produksi Padi per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat
Beras Bersih dan Berat Padi Kering Giling ... 30 Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 31 Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34 Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya di Kabupaten Deli
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi ... 11
Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34
Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Produksi 2009-2013 ... 35
Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 49 Lampiran 2. Perhitungan Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 50 Lampiran 3. Nilai Radiasi Matahari (Rs, Joule/cm2 hari) di Wilayah
Kabupaten Deli Serdang... 52 Lampiran 4. Lama Penyinaran Matahari di Kabupaten Deli Serdang dan
Sekitarnya ... 53 Lampiran 5. Luas Lahan Sawah (Ha) di Kabupaten Deli Serdang selama Lima
Tahun Terakhir ... 54 Lampiran 6. Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima
Tahun Terakhir ... 57 Lampiran 7. Luas Panen di Kabupaten Deli Serdang selama Lima Tahun
Terakhir ... 58 Lampiran 8. Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Deli
Serdang selama Lima Tahun Terakhir ... 59 Lampiran 9. Luas Puso Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima
Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.
Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.
Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.
ABSTRACK
DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan
penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat,
juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari sektor nonmigas.
Indonesia sendiri tercatat sebagai negara pengimpor beras pada tahun 1960-an.
Untuk memenuhi kebutuhan beras secara nasional melalui Departemen Pertanian
untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan upaya pencapaian swasembada beras
dicanangkan dan mencapai hasilnya pada tahun 1984 dengan pangsa produksi
sebesar 38,138 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata
2,66 ton/ha dengan jumlah penduduk 158.531 juta jiwa (Noor, 1996).
Selanjutnya, program peningkatan ketahanan pangan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dari produksi pangan nasional. Salah
satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang
tahun adalah beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa
Indonesia. Sampai saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu
muncul dalam menu sehari-hari. Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan
dan merupakan sumber energi yang terbesar (Khumaidi, 2008). Padi merupakan
salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik.
Umumnya usaha tani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian
Sejak awal tahun 2007 pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan
produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5%
per tahun hingga tahun 2009. Untuk mencapai target atau sasaran tersebut maka
diluncurkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan
mengimplementasikan 4 (empat) strategi yaitu (1) peningkatan produktivitas, (2)
perluasan areal, (3) pengamanan produksi, dan (4) kelembagaan dan pembiayaan
serta peningkatan koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih
banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan
peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas
memberikan konstribusi sekitar 56,1%, sedangkan peningkatan luas panen dan
interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26,3% dan 17,5%
terhadap peningkatan produksi padi.
Dalam hal ini, irigasi memiliki peranan penting dalam peningkatan
efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan produksi beras Indonesia. Dari
segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis maju,
irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis,
diharapkan penyaluran air semakin efektif dan efisien, namun secara ekonomis
memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan saluran
irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar
dari biaya operasional saluran irigasi (Rusydatulhal, 2004).
Dalam penelitian Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa keterbatasan
cenderung naik, dan ketergantungan yang sangat tinggi dari produksi padi
terhadap sawah beririgasi justru menimbulkan tanggapan tentang kelemahan
kinerja dari jaringan yang ada meupun pelaksanaan pengembangan jaringan
irigasi yang sedang dilaksanakan. Hal ini terutama dikaitkan dengan peran irigasi
sebagai salah satu sarana utama untuk mempertahankan swasembada beras.
Dalam hasil penelitiannya dinyatakan bahwa keandalan jaringan irigasi sebagai
salah satu tolak ukur potensi sistem irigasi di Indonesia yang diperlihatkan dengan
penyajian angka perubahan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan 1x dan 2x
setahun menunjukkan bahwa adanya penyusutan kemampuan pembudidayaan
lahan sawah dari 2x setahun cenderung berkurang dan perlu dikaji lebih lanjut
karena sebagian terjadi dalam bentuk pergeseran luas lahan sawah dari satu klas
irigasi ke klas irigasi yang lebih tinggi sebagai hasil pembangunan.
Selain itu, kendali tanggung jawab yang terpusat menjadi kendala utama
dalam meningkatkan kualitas pelayanan irigasi. Kebijaksanaan dalam
memperbaiki, memperluas dan memelihara irigasi lebih bersifat turun dari atas
(top down system) daripada dating dari bawah (bottom up system). Dengan
demikian masyarakat pemakai air irigasi tidak dibawa serta sehingga mereka
merasa tidak bertanggung jawab untuk ikut memeliharanya
(Asnawi dalam Varley, 1993)
Di Kabupaten Deli Serdang, salah satu sektor yang dominan
berperan dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 mencapai 4,08 persen.
Sementara pada tahun 2010 sebesar 3,25 persen. Pertumbuhan tersebut
sector pertanian yang turun sebesar 0,63%. Penurunan sektor pertanian sebesar
0,63 persen ternyata berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Deli Serdang dari 4,08 persen pada tahun 2010 menjadi 3,25 persen
pada tahun 2011 (Analisis Sektoral Perkembangan Ekonomi Kabupaten Deli
Serdang tahun 2001 – 2012 dalam Hermanto, 2013).
Hasil penelitian Sembiring dan Daniel (2003) menunjukkan bahwa
perkembangan padi di Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang
mengembirakan. Karena rataan peningkatan produktivitas hanya 0,62% per tahun
dan terjadinya penurunan luas areal panen. Keadaan ini mengkhawatirkan karena
suatu saat nanti Sumatera Utara tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan padinya
sendiri. Untuk ini diperlukan upaya-upaya dalam mempertahankan swasembada
pangan khususnya beras (Hermanto, 2013).
Pada tahun 2011, luas panen tanaman padi (padi sawah dan ladang) di Deli
Serdang mengalami penurunan sebesar 14,55 persen dibanding tahun 2010 yaitu
dari 89.852 Ha menjadi 76.780 Ha, produksi padi sawah dan ladang mengalami
penurunan sebesar 4,62 persen dari 404,404 ton menjadi 385.722 ton pada tahun
2011 (BPS Deli Serdang, 2013).
Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara
yang memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau sekitar 36,27% dari luas
daerah Deli Serdang yang tercatat kurang lebih 249.772 hektar. Sebagai salah satu
daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, untuk menjaga kondisi lahan
persawahan/ladang agar tetap berproduksi, serta meningkatkan produksi padi,
bertahap dengan konsisten (BPS Deli Serdang, 2013). Namun dengan berbagai
keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani khususnya untuk
kawasan lahan irigasi maka perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi
padi yang ada pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras
pencapaian produksi padi yang maksimal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah
irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang
maksimal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Dasar dalam mengkaji keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan
kualitas sarana irigasi pendukungnya dalam upaya memenuhi swasembada
beras
3. Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan tentang kajian keterkaitan
hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi
Irigasi didefinisikan sebagai aplikasi pengadaan atau pengaturan air secara
buatan ke dalam tanah dengan tujuan menjaga kelembaban esensial tanaman
terhadap pertumbuhan tanaman. Air irigasi dapat disalurkan dalam beberapa cara,
diantaranya: melalui genangan/ air permukaan, dengan cara alur, baik besar
maupun kecil, dengan cara pengaplikasian air dari bawah permukaan tanah
melalui sub irigasi sehingga menyebabkan air tanah meningkat, atau dengan
percikan (sprinkle) (Israelsen and Hansen, 1985).
Sistem irigasi menurut Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set
dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari
suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan
perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan
untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan
dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan
yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara
struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai
lingkungannya (Pusposutardjo, 2001).
Dilihat dari segi konstruksi jaringannya, Direktorat Jenderal Pengairan
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat macam, diantaranya:
a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan
b. Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan pintu pengatur dan alat
pengukur hanya terdapat pada bangunan pengambilan (head work) saja dan
diharapkan efisiensinya sedang
c. Irigasi teknis, yaitu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga
efisiensi irigasinya tinggi
d. Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem irigasi dimana airnya dapat diatur dan
diukur pada seluruh jaringan irigasi serta diharapkan efisiensi sangat tinggi
(Wirawan, 1991 dalam Rusydatulhal, 2004).
Menurut Pastowo (1995) dalam Susanto (2006) Suatu sistem irigasi pada
prinsipnya terdiri atas 3 subsistem jaringan irigasi, yaitu:
1. sub-sistem pengembangan air, antara lain sungai, danau, air limbah, mata air,
dan rawa
2. sub-sistem penyaluran, yaitu jaringan saluran (terbuka atau pipa) yang
membawa air dari sumber menuju lahan
3. sub-sistem aplikasi irigasi, yaitu penerapan teknik pemberian air ke lahan
pertanian (petakan lahan)
Tanaman Padi
Beras atau padi adalah salah satu bahan pangan yang merupakan sumber
energi yang mengandung karbohidrat bagi umat manusia. Zat-zat gizi yang
dikandung oleh beras sangat mudah dicerna. Susunan gizi yang membuktikan
beras sebagai bahan pangan unggulan dibandingkan dengan bahan pangan
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya
Padi telah tumbuh sejak lama di negara-negara Asia sebagai negara asal
tanaman padi. Ada banyak varietas padi, baik yang tumbuh di lahan basah
(sawah) maupun di lahan kering. Namun, sejauh ini sebagian besar tanaman padi
di budidayakan di lahan basah dan ada ratusan jenis varietas padi. Di sebagian
besar negara-negara beriklim subtropis dan pada lahan dataran rendah pesisir,
lahan ini terutama digunakan untuk menanam padi. Di daerah pesisir dan aliran
sungai, adanya hujan lebat sering menyebabkan banjir pada waktu tertentu dalam
setahun sehingga menjadi hampir tidak memungkinkan tanaman lain untuk
tumbuh. Di musim lain banyak daerah yang terlalu kering untuk tanaman padi,
oleh karena itu, sangat penting untuk memasok beras untuk kebutuhan penduduk
selama musim hujan (Kheong, et al., 1970).
Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sp. (ada 25 spesies), diantaranya:
Oryza sativa L.
Oryza glabirena Steund
Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya:
Indica (padi bulu)
Sinica (padi cere) atau Japonica
(AAK, 1990).
Beberapa persyaratan tumbuh tanaman padi, antara lain:
1. Iklim
a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45o LU - 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.
b. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000
mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim
kemarau produksi dapat meningkat dengan syarat air irigasi selalu tersedia.
Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena
penyerbukan kurang intensif.
c. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 - 650 m dpl dengan
temperatur 22 - 27 0C sedangkan di dataran tinggi 650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 0C.
d. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan.
e. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu
2. Media Tanam Padi sawah
a. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang
memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.
b. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.
c. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0.
Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral
(7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman
padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi
yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral.
Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan
tanah yang khusus.
3. Ketinggian Tempat
Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai
daratan tinggi.
(BPTP Subang dan Mariam, 2013).
Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk
padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman
sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah
harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung.
Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian
ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk ini kemudian air akan
Tanah sawah yang mempunyai fraksi pasir dalam jumlah besar kurang
baik bagi tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada tanah
sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk tanaman padi yang memerlukan
tanah subur, dengan kandungan ketiga fraksi tanah dalam perbandingan tertentu.
Lumpur merupakan butir-butir tanah halus yang diselubungi air, sehingga pada
tanah sawah diperlukan air dalam jumlah cukup agar butir tanah dapat
mengikatnya (AAK, 1990).
Aktivitas biologis periodik padi merupakan fase-fase pertumbuhan padi
mulai dari berkecambah sampai matang fisiologis. Pertumbuhan padi dapat
dinyatakan sebagai pertumbuhan generative yang diikuti pertumbuhan vegetatif.
Umumnya perbedaan umur padi ditentukan oleh fase vegetatifnya. Fase vegetatif
sendiri ditandai dengan adanya kelebihan hasil fotosintesa (karbohidrat) dan hasil
respirasi yang berlangsung pada siang dan malam hari (Sumono, 2012).
(Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 1980 dalam Sumono, 2012) Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi
Berkaitan dengan pendayagunaan air seefisien mungkin diperlukan
informasi tentang hubungan antara kondisi cuaca atau iklim yang terjadi selama
menentukan waktu, jadwal dan jumlah air irigasi yang diberikan sesuai dengan
fase pertumbuhannya dengan tetap mempertahankan produktivitas yang tinggi
(Sumono, 2012).
Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi
Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air
permukaan sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Namun
tidak semua daerah yang memiliki lahan pertanian dapat dilayani dengan irigasi
teknis yang bersumber dari air permukaan tersebut. Beberapa wilayah di
Indonesia masih mengandalkan air hujan untuk usaha pertanian seperti pada
sawah tadah hujan. Produktivitas sektor tersebut bergantung pada keberadaan air
hujan sebagai input pertanian (Roseline, et al., 2012).
Air dalam kehidupan tanaman berfungsi sebagai penjamin kelangsungan
proses fisiologi dan biologi pertumbuhannya, yaitu:
a. pemakaian konsumtif (evapotranspirasi)
b. proses asimilasi
c. pelarut unsure hara
d. media pengangkut unsur-unsur dalam tubuh tanaman
e. pengatur tegangan sel (turgor)
f. bagian dari tanaman itu sendiri
Di areal pertanian, air irigasi juga berfungsi untuk:
a. memberikan kelembaban yang diperlukan tanah tempat tumbuh tanaman
b. pencucian garam-garam dalam tanah
d. menyuburkan tanah dan memudahkan pengelolaannya
(Dumairy, 1992).
Air menurut Suprayono dan Setyono (1990) memiliki hubungan yang erat
dengan tanaman, khusunya tanaman padi disebabkan fungsi air bagi tanaman itu
sendiri, antara lain: untuk proses evapotranspirasi, asimilasi, pelarut dan
pengangkut zat hara serta sebagai bagian dari tanaman itu sendiri. Dalam hal ini
evapotranspirasi diartikan sebagai jumlah air yang diperlukan oleh tanaman atau
dengan kata lain disebut dengan kebutuhan air tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
Kebutuhan air irigasi (irrigation water requirement, IWR) adalah jumlah
air yang harus dimasukkan ke jaringan irigasi melalui pintu pengambilan utama,
sesuai dengan kebutuhan/permintaan dan dengan memperhitungkan jumlah air
yang hilang (Dumairy, 1992).
Kebutuhan air untuk suatu areal pertanian dapat dilihat secara menyeluruh
dan secara parsial. Secara parsial, kebutuhan air dibedakan atas kebutuhan air
tanaman dan kebutuhan air pada tingkat usaha tani. Dan berdasarkan corak
pertaniannya, dibedakan atas kebutuhan air di persawahan dan kebutuhan air di
perladangan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement, CWR) adalah
jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pemakaian konsumtif
(evapotranspirasi) dan air yang hilang melalui perkolasi. Berdasarkan jenis
Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan Jenis Kebutuhannya
Jenis Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (mm/hari)
Evapotranspirasi 5.0 – 6.5
Perkolasi 1.0 – 10.0
Pengolahan/Penjenuhan Lahan 4.0 – 30.0
Pemeliharaan 9.0 – 20.0
Persemaian 3.0 – 5.0
Sumber: Dumairy (1992).
Kebutuhan air pada tingkat usaha tani (farm water requirement, FWR)
adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu petak persawahan meliputi
kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk penjenuhan/pengolahan tanah dan
kehilangan air (limpasan, evaporasi, dan rembesan dalam tanah).
Kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhan
air dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan
air selama perjalanan, maksudnya air yang hilang selama perjalanan dari
bangunan induk menuju petak persawahan baik karena evaporasi maupun karena
rembesan dalam tanah. Sedangkan kebutuhan air di perladangan dihitung
berdasarkan luas daerah dikalikan dengan laju evapotranspirasi (Dumairy, 1992).
Irigasi dapat membantu mendorong pemakaian varietas padi yang
responsif terhadap pemupukan dan lebih peka terhadap kekurangan air dari jenis
tradisional. Walaupun hubungan antara hasil produksi kekurangan air telah ditakar
secara terkontrol, ternyata masih sedikit kajian mengenai mutu jaringan irigasi
yang ada baik secara studi lapangan, maupun dari segi manfaat tambahan yang
Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan
Secara kasar produksi maksimum padi ditentukan oleh faktor pembatas
energi surya yang sampai ke bumi dan dapat dihitung melalui rumus Yoshida
(1983) dalam Pusposutardjo (1991):
... (1)
Dimana,
W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha)
T = lama waktu pertumbuhan (hari)
Rs = rata-rata radiasi matahari yang masuk ke bumi (kal/cm2, hari) K = tetapan (kal/g)
Eu = koefisien konversi energi surya
Untuk kawasan tropis, Yoshida (1983) menyarankan nilai Eu (dengan kemampuan
energi surya dari tanaman padi tengahan sampai tinggi seperti varietas unggul) sebesar
0,025 (2,5 %). Lama waktu pengisian bulir sampai masak T adalah 25 hari, tetapan K
4000 kal/g. Sementara, perhitungan Rs dapat menggunakan rumus empiris Hargreaves
(Hansen, et al., 1980 dalam Pusposutardjo, 1991):
... (2)
Dimana,
Rso = energi surya yang diterima di puncak atmosfer (kal/cm2 hari) S = persentase lama penyinaran (%)
Pusposutardjo (1991) menyebutkan bahwa Indonesia yang terletak antara
Deli Serdang besaran Rs0 dan S akan berkisar diantara nilai-nilai di atas dan secara spesifik akan ditentukan oleh letaknya secara geografis menurut
lintangnya.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain:
1. Tanah
Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah,
yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur
butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974)
atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah
cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan
keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah
sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah
sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH
8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang
memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.
2. Iklim
Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan
udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan
lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm
per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama
intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya
terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen),
karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa
berbunga (Anonimous1, 2013).
Menurut Sumartono, et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan
yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase
pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya
aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada
masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi.
Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses
fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah
230C (Anonimous1, 2013).
Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah
Permasalahan irigasi sebagai bagian dari teknologi yang membudaya
dalam kehidupan global abad 21, memerlukan suatu telaah yang bersifat global
pula. Intensifikasi pertanian dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang di
kawasan tropis mempunyai produksi tinggi karena daya tanggapnya terhadap
nitrogen dan kebutuhan airnya tinggi. Namun, akibat keterbatasan nitrogen di
kawasan tropis, maka kemampuan memanfaatkan energi dari varietas unggul
secara maksimal hanya dapat dicapai bila petani berkemampuan untuk
menggunakan pupuk buatan dan sistem irigasi yang lahannya baik atau lahan
hujan. Oleh karena itu, pendekatan global jangka panjang untuk keamanan pangan
tertumpu pada pengembangan sumber daya air yang disertai dengan
pengembangan teknologi irigasi modern secara luas (Pusposutardjo, 2001).
Pengembangan teknologi irigasi modern sasarannya adalah untuk dapat
memanfaatkan air di dalam suatu sistem irigasi secara efektif dan efisien.
Keefektifan dan efisiensi sistem irigasi dapat ditinjau berdasarkan kinerja jaringan
irigasi dan manajemen irigasinya.
Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada cara eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi serta pengelolaan air. Dengan demikian, kinerja
jaringan irigasi akan ditentukan oleh empat faktor utama yang disebut sebagai
sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam
pengoperasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani pemanfaat air dan ketentuan
atau aturan mengenai pengoperasian dan pemanfaatan. Dalam analisis tinjau,
terdapat tiga indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui potensi sistem irigasi
sebagai sarana pendukung budidaya padi sawah yaitu luas dan perkembangan
lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas lahan panen dengan lahan beririgasi dan
keandalan sistem irigasi untuk stabilisasi produksi (Pusposutardjo, 1991).
1. Luas dan perkembangan lahan irigasi
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,
baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia.
lebih beragam dibanding dengan jenis tanaman lain, dengan demikian sifat tanah
sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Wahyunto, 2009).
Lahan irigasi ialah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air
irigasi di dalam suatu daerah irigasi. Sementara, lahan panen ialah luasan lahan
yang dipanen sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan (padi) yang
merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Perkembangan luas lahan irigasi
secara keseluruhan irigasi merupakan nisbah antara lahan irigasi teknis dengan
semi teknis dan sederhana dapat ditulis secara matematis:
... (3)
(Pusposutardjo, 1991).
Sembiring (2011) mengemukakan bahwa kondisi perpadian di Indonesia
pada tahun 2010 dengan luas lahan sawah 7,796 juta hektar dan luas areal panen
13,12 juta hektar menunjukkan bahwa intensitas tanaman padi sawah sebesar
1,70. Angka tersebut menginformasikan bahwa lahan sawah beririgasi secara
umum belum dapat melakukan panen 2x dalam setahun karena keterbatasan
ketersediaan air.
2. Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi
Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi dapat
digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana
budidaya padi di lahan sawah. Kemampuan pelayanan irigasi secara umum dinilai
luas panen dengan luas lahan beririgasi mencapai 2,0 maka hal ini menunjukkan
bahwa penanaman padi dapat dilakukan 2x setahun (Pusposutardjo, 1991).
3. Keandalan Jaringan Irigasi untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah
Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat
dilihat melalui fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi. Selain itu,
keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal
panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula. Jika angka kerusakan
semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan
jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu
ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).
Keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh
manajemen irigasinya. Varley (1993) mengemukakan bahwa kemajuan
pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan
manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak
berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air,
lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak
merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.
Pusposutardjo (1991) mengemukakan beberapa kendala dalam
meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam stabilisasi produk padi sawah,
antara lain:
1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan
2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal
waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara
stokhastik
3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan
berlangsung cepat
4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi
yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan
Aras Pencapaian Produksi Padi
Aras pencapaian produksi padi dapat diartikan sebagai target atau angka
pencapaian hasil produksi padi per satuan luas lahan untuk suatu daerah atau
lahan pertanian. Angka pencapaian ini dapat dibandingkan dengan angka teoritis
produksi padi per ha (rerata produksi maksimum) untuk memperoleh persentase
angka produksi padi. Angka ini menunjukkan tingkat nilai produksi padi dan
efisiensi penerapan teknologi. Jika aras pencapaian produksi padi mencapai
≥ 90% maka berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi
sangat efisien. Namun, dengan nilai produksi ≥ 90 % dari nilai potensial padi akan
sulit menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set teknologi
yang ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak lagi, seperti
penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih banyak
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan April – Juni 2014 dengan
lokasi penelitian yaitu lahan sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara.
Bahan dan Alat
Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta
daerah irigasi, kamera, alat tulis, kuisioner, kalkulator dan beberapa peralatan lain
yang dianggap perlu. Populasi dalam penelitian sebagai bahan yaitu masyarakat
desa atau petani pemilik lahan sawah yang menjadi sentra produksi padi.
Metode Pengambilan Data
Metode penelitian adalah observasi lapang dengan data yang digunakan
dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung dengan petani padi sawah yang dipilih secara acak
sederhana. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/ lembaga pemerintah
terkait, meliputi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Daerah
Kabupaten Deli Serdang, PSDA Provinsi Sumatera Utara dan Daerah Kabupaten
Deli Serdang serta Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan.
Pengamatan dilakukan terhadap sistem irigasi lahan sawah, luas lahan
pertumbuhan padi. Sistem irigasi meliputi jenis irigasi yang digunakan dan lama
waktu pertumbuhan meliputi lama waktu pengisian bulir padi hingga panen.
Pelaksanaan Penelitian
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian ini, antara lain:
1. Pendeskripsian daerah irigasi yang meliputi: letak dan luas daerah irigasi
2. Pengumpulan data sekunder dari dinas atau pemerintah setempat yang
meliputi:
a. Varietas padi yang ditanam
b. Lama waktu pertumbuhan
c. Rata-rata radiasi matahari
d. Koefisien konversi energi surya
e. Luas lahan sawah
f. Luas lahan beririgasi
g. Luas panen
h. Produktivitas total tanaman
4. Analisa data secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan rumus,
meliputi:
a. Potensi produksi padi per satuan luas lahan digunakan persamaan (1)
b. Rata-rata radiasi matahari dihitung dengan persamaan (2)
c. Perkembangan Lahan Irigasi dapat diketahui melalui persamaan (3)
d. Nisbah antara luas panen dengan luas lahan beririgasi diperoleh melalui
persamaan statistik luas panen dengan lama pengamatan minimal 5 tahun
5. Pengkajian keandalan jaringan irigasi berdasarkan perkembangan kerusakan
areal panen minimal dalam 5 tahun terakhir
6. Penentuan nilai potensi produksi padi dalam aras pencapaian produksi padi
maksimal
Parameter Penelitian
Adapun parameter penelitian ini yaitu:
1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan
2. Lama Waktu Pertumbuhan
3. Rata-Rata Radiasi Matahari
4. Koefisien Konversi Energi Surya
5. Luas Lahan Sawah
6. Luas Lahan Irigasi
7. Luas Lahan Panen
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang
Letak geografis Kabupaten Deli Serdang adalah di 2°57' - 3°16' LU dan
98°33' - 99°27' BT, yang berada pada posisi silang di kawasan palung pasifik
barat, dengan luas wilayah 2.497,72 km² atau 6,21% dari luas Provinsi Sumatera
Utara.
Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Propinsi
Sumatera Utara dengan batas-batas administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka;
Di bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun;
Di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; dan
Di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat.
(Pemkab Deli Serdang, 2009).
Secara rinci, penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang
Jenis Lahan Luas (Ha) Persentase Penggunaan Lahan (%)
Perkampungan / Pemukiman 12.907 5,39
Persawahan 44.444 18,56
Tegalan / Kebun Campuran 52.897 22,09
Perkebunan Besar 54.286 22,67
Perkebunan Rakyat 29.908 12,49
Dari total luas wilayahnya, sebagian besar (85,43%) adalah merupakan
areal pertanian dan perkebunan; 8,15% kawasan hutan; dan 4,12% merupakan
pemukiman dan untuk penggunaan lainnya. Jumlah penduduk menurut hasil
Sensus Ekonomi Tahun 2011 adalah sebanyak 2.047.488 jiwa dengan tingkat
pertumbuhan 2,10% dan kepadatan rata-rata 455 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Deli Serdang merupakan jumlah penduduk terbesar kedua di Propinsi Sumatera
Utara setelah Medan dengan mata pencaharian utama penduduk adalah petani
(60,22%) (Abidi, 2011).
Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari
permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan
iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Pada wilayah dengan ketinggian
0-500 meter dari permukaan laut, beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis,
sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub
tropis. Pada kawasan hulu yang konturnya mulai bergelombang sampai terjal,
berhawa tropis pegunungan, sementara kawasan dataran rendah yang landai serta
kawasan pantai berhawa subtropis pegunungan. Curah hujan rata-rata pertahun
1.936,3 mm. Umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober,
Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda
yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik,
sedangkan temperatur rata-rata 26,7°dan kelembaban 84% (Hutasuhut, 2011).
Menurut tipe iklim Oldeman, daerah Deli Serdang dibagi kedalam tiga tipe
1. Tipe Iklim A, meliputi wilayah Naga Raja, Sibolangit, Hutaimbaru,
Sinembah, Tanjung Muda, Hulu, Gunung Meriah.
2. Tipe Iklim D1 meliputi daerah Pancur Batu, Patumbak, Tanjung Morawa,
Sampali, Kelambir Lima, Tanjung Selamat, Bulu Cina, Asam Kumbang,
Marendal, Klumpang, Saentis, Medan Krio, Binjai, Amplas, Silau Dunia,
Kotarih, Sei Karang, Tuntungan.
3. Tipe Iklim E2, meliputi daerah Galang, Sei Kemayang, Pematang Sijoman,
Tanjung Gorbus, Kwala Namu, Batang Kuis, Deli Tua, Pagar Merbau, Sei
Putih.
(BMKG Sampali, 2013).
2. Kondisi Sumber Irigasi
Dua sungai besar di Deli Serdang yaitu Sungai Ular dan Sungai Kuala
Namu merupakan sumber air irigasi terbesar di daerah tersebut. Daerah-daerah
irigasi di Deli Serdang mempunyai masalah utama yaitu tingginya tingkat
sedimentasi yang telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai serta
tertutupnya intake ke saluran irigasi. Tingkat sedimentasi yang selalu meningkat
setiap tahunnya dan kurangnya dana untuk pengelolaan saluran irigasi telah
menyebabkan saluran irigasi ke persawahan penduduk semakin terganggu,
terutama karena tidak tercukupinya kebutuhan air bagi ±5.920 Ha areal
persawahan pada musim kemarau. Sering terjadinya banjir di musim hujan yang
disebabkan oleh tidak mampunya sungai untuk menampung air dalam jumlah
Masalah kerawanan banjir dan proses sedimentasi sungai telah mendorong
inisiatif Pemda untuk melakukan pengelolaan saluran irigasi secara serius bersama
masyarakat dan pihak swasta FD-UKM (Forum Daerah-Usaha Kecil dan
Menengah) pada awal tahun 2002. Strategi yang dipakai dan tindakan karena
program pengelolaan saluran irigasi tidak menggunakan dana dari APBD, maka
kerjasama dengan pihak FD-UKM dilakukan dengan penunjukan secara langsung.
Pada awal pelaksanaan kegiatan pengelolaan saluran irigasi , Pemda Deli Serdang
telah melakukan hal-hal yang penting seperti survey lapangan melalui: mengajak
masyarakat (petani dan pekerja perkebunan) untuk terlibat dalam pengerukan
sedimen di lokasi irigasi primer; pemetaan jaringan, perencanaan pelurusan sungai
dan pengerukan sedimen.
Kegiatan pengelolaan saluran irigasi yang dilakukan yaitu pelurusan
Sungai Kuala Namu sepanjang ± 4.870 m pada tahun 2002 s.d 2003 yang meliputi
kegiatan: pendalaman, pengerukan sedimen, dan pelebaran, pengerukan sedimen
di bahu sungai dan penggalian tanah di bahu sungai (Abidi, 2011).
3. Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang
Menurut Sunu dan Wartoyo (2006), beberapa komponen faktor
lingkungan yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman
di antaranya adalah : radiasi matahari, suhu, tanah, dan air. Intensitas radiasi
matahari adalah jumlah energi matahari yang sampai pada suatu luasan tertentu
dari suatu permukaan pada waktu tertentu. Radiasi matahari berhubungan dengan
laju pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan
Di daerah penelitian, rata-rata radiasi matahari digunakan untuk
mengetahui nilai produksi beras bersih atau nilai potensi produksi padi per satuan
luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi surya juga sangat mempengaruhi
hasil produksi tanaman padi. Radiasi matahari sendiri dipengaruhi oleh energi
surya yang diterima serta lama penyinaran matahari setiap harinya atau biasa
disebut panjang hari. Untuk wilayah Deli Serdang yang terletak pada posisi 2o57’
– 3o16’ LU, berdasarkan energi matahari yang masuk dan lama penyinarannya
memiliki rata-rata radiasi matahari seperti tampak pada Tabel 3.
Radisasi matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman
yang mempunyai hijau daun, karena dapat dikatakan bahwa produksi tanaman
dipengaruhi oleh tersedianya sinar matahari. Akan tetapi pada umumnya terjadi
fluktuasi hasil panen (hasil fotosintesis) dari tahun ke tahun, hal tersebut
dikarenakan faktor-faktor lain seperti curah hujan, suhu udara, hama penyakit dan
lainnya turut mempengaruhi hasil panen (hasil fotosintesis) (Tjasjono, 1995).
Pengaruh unsur cahaya pada tanaman tertuju pada pertumbuhan vegetatif
dan generatif. Tanggapan tanaman terhadap cahaya ditentukan oleh sintesis hijau
daun, kegiatan stomata (respirasi, transpirasi), pembentukan anthosianin, suhu
dari organ-organ permukaan, absorpsi mineral hara, permeabilitas, laju
pernafasan, dan aliran protoplasma (Jumin, 2008 dalam Khoiriyah, 2014). Secara
teoritis, semakin besar jumlah energi yang tersedia akan memperbesar jumlah
4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan
Dalam suatu set sistem produksi terdapat suatu batas nilai maksimum
produktivitas yang tidak dapat dilampaui tanpa merubah set sistem produk itu
sendiri (Pusposutardjo, 1991). Hasil perhitungan nilai pertambahan berat kering
tanaman padi (W) sebagai potensi produksi padi per satuan luas lahan selama 5
tahun terakhir disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat Beras
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)
Tabel 4 menunjukkan nilai W sebagai nilai karbohidrat (fotosintesis)
bersih yang dihasilkan per tahun. Jika nilai W ini dianggap sebagai berat beras
maka dengan mengkonversikan 0,50 dari berat gabah kering giling akan diperoleh
produksi padi kering giling per ha seperti ditunjukkan pada Tabel 4 kolom 5
diatas. Rata-rata produksi gabah kering bersih atau berat beras di wilayah
Kabupaten Deli Serdang yaitu 4417,54 kg/ha atau setara dengan 44,18 kw/ha.
Sementara, rata-rata potensi produksi padi kering giling yang dihasilkan yaitu
88,35 kw/ha.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa potensi produksi padi tertinggi terjadi
tahun lainnya potensi produksi padinya lebih rendah. Hal ini diakibatkan salah
satunya oleh karena nilai Rs tertinggi yang terjadi pada tahun 2012.
5. Produktivitas Tanaman Padi
Produktivitas total adalah jumlah produksi total dalam satu tahun untuk
satu satuan luas lahan, dinyatakan dalam kw/ha/tahun. Produktivitas tanaman padi
sawah irigasi di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dari Tabel 5.
Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang
Tahun Luas Lahan Keterangan: *Luas total (termasuk lahan non irigasi)
**Puso untuk lahan sawah total (dari lahan irigasi dan non irigasi)
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama 5 tahun terakhir (2009-2013)
terjadi perkembangan terhadap kenaikan total produktivitas tanaman padi dimana
nilai produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 56,24 Kw/Ha. Dari tabel
juga dapat dilihat bahwa kenaikan nilai produktivitas ini turut dipengaruhi oleh
kenaikan nilai produksi atau dengan kata lain produktivitas berbanding lurus
dengan total produksi. Sementara, luas panen pada tabel diatas tampak tidak
sebanding dengan nilai produksi dan produktivitas totalnya. Hal ini dapat dilihat
bahwa pada tahun 2013 luasan panen padi menurun dari tahun sebelumnya yaitu
hanya 79.741 Ha. Salah satu penyebab penurunan luas panen ini ialah angka
kerusakan panen (puso) yang tinggi pada tahun 2013 (Tabel 5). Kerusakan panen
umumnya diakibatkan oleh kekurangan air baik di sawah tadah hujan maupun
sawah irigasi serta penggunaan pupuk tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Asnawi dalam Varley (1993) yang menyatakan bahwa air irigasi tidak
saja meningkatkan hasil produksi secara langsung tetapi juga memberikan respon
tanaman terhadap pupuk kimia.
Kenaikan nilai produksi dan produktivitas padi ini dipengaruhi oleh
kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi lahan oleh Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang. Dalam BPS Deli Serdang (2013) dinyatakan bahwa Pemkab Deli
Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan persawahan dan peningkatan
produksi secara bertahap dengan konsisten.
Menurut Minardi (2009), pembangunan pertanian di Indonesia selama
ini terfokus pada peningkatan produksi pangan, terutama beras
(Manuwoto, 1991), sehingga sebagian besar dana dan daya telah dialokasikan
untuk program-program seperti intensifikasi, jaringan-jaringan pengairan dan
pencetakan sawah. Usaha intensifikasi pertanian di lahan sawah lebih efektif
apabila dibandingkan dengan lahan kering, sehingga wajar kalau lahan sawah
memberikan sumbangan yang paling besar terhadap tingginya peranan
subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian. Dalam
Setyorini et al. (2013) juga dinyatakan bahwa melalui berbagai kegiatan
intensifikasi seperti Bimas (bimbingan massal), Insus (intensifikasi khusus),
Inmas, Inmun, Opsus (Operasi khusus) dan supra Insus dapat diproduksi padi
6. Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi
Pada Tabel 5 dapat dilihat perkembangan luas lahan baik luas tanam
maupun luas panen cenderung terjadi penurunan atau pengurangan luas setiap
tahunnya. Selisih antara luas tanam dan luas panen terbesar pada tahun 2009 yaitu
mencapai 10.672 Ha yang turut mempengaruhi penurunan produksi total tanaman
padi pada tahun tersebut. Penurunan luas lahan ini dipengaruhi oleh adanya
konversi lahan, baik konversi untuk lahan perkebunan maupun konversi lahan
untuk pembuatan bangunan. Mengingat letak strategis Deli Serdang dan
pertumbuhan penduduk yang turut mempengaruhi pengembangan wilayah
perkotaan, maka bukan tidak mungkin penurunan lahan ini akan terus terjadi
hingga tahun-tahun berikutnya. Dalam Minardi (2009) dinyatakan bahwa pada
periode 1999-2002 terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 563.156 ha di
seluruh Indonesia, karena alih fungsi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan
luas lahan sawah yang diperlukan pada tahun 2010 sekitar 9,29 jt ha
(Nasution, 2004 dalam Minardi 2009).
Menurut Pusposutardjo (1991) dinyatakan bahwa luas lahan irigasi ialah
luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air irigasi di dalam suatu daerah
irigasi (DI). Berdasarakan hasil penelitian, diperoleh data perkembangan luas
lahan irigasi Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2009-2013 seperti tampak pada
Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)
Gambar 2 menunjukkan grafik nisbah antara luas lahan irigasi teknis
dengan semi teknis dan sederhana sebagai perubahan klas irigasi di Kabupaten
Deli Serdang.
Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang
Gambar 3 menunjukkan perkembangan luas lahan sawah dan luas
produksi padi dengan indeks pertanaman 2x setahun di Kabupaten Deli Serdang.
Dari Gambar 3 dapat dilihat grafik perbandingan luas tanam dengan luas produksi
Tabel 6 kolom 2 maka dapat dilihat perbandingan antara luas lahan irigasi dengan
lahan non irigasi. Dari perbandingan ini tampak bahwa lahan yang belum
mendapat irigasi masih cukup luas. Namun, secara keseluruhan lahan sawah di
Kabupaten Deli Serdang merupakan lahan irigasi, baik teknis, semi teknis,
sederhana maupun irigasi desa (non PU).
Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Lahan Irigasi 2009-2013
Luas dan perkembangan lahan irigasi juga dapat digambarkan melalui
indeks tanam padi serta perkembangan jaringan irigasi yang digunakan dalam
usaha tani seperti tampak pada Tabel 7.
Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya Padi di Kabupaten Deli Serdang
Tahun
Luas Lahan Irigasi (Ha)
Teknis Semi Teknis Sederhana
Ditanami Padi
Dari Tabel 7 tampak perbandingan masa tanam 1x, 2x dan 3x tanam dalam
setahun. Baik irigasi teknis, semi teknis maupun sederhana lebih didominasi oleh
indeks 2x tanam setahun. Untuk irigasi teknis dan semi teknis, beberapa daerah
telah mencapai IP 3x setahun. Namun, untuk irigasi sederhana masih belum
mampu mencapai IP 3x setahun. IP rata-rata 2x setahun telah menunjukkan
kemajuan Kabupaten Deli Serdang dalam mengelola lahan irigasinya. Namun,
beberapa daerah yang memiliki IP 1x setahun masih perlu adanya pengembangan
jaringan irigasi untuk meningkatkan IP nya menjadi 2x setahun. Pengembangan
IP ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas jaringan irigasi yang
ada, memperbaiki sistem pergiliran air, serta pengelolaan tanah yang lebih baik.
Dari tabel 5, indeks pertanaman padi di Kabupaten Deli Serdang dengan
rata-rata luas panen 80.771 Ha dan luas lahan sawah 44.895 adalah 1,8. Hal ini
menurut Sumono (2012) menginfirmasikan bahwa lahan sawah beririgasi tersebut
secara umum belum dapat melakukan panen dua kali dalam setahun, karena
keterbatasan air. Varley (1993) juga mengemukakan bahwa pembangunan
kemajuan fisik irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen
irigasi. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi
dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya
perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air tidak merata serta
jadawal giliran pemakaian air yang tidak tertib.
Perbandingan antara luas lahan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana
Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang
Jaringan irigasi yang paling dominan digunakan di wilayah Kabupaten
Deli Serdang ialah jaringan irigasi semi teknis, dimana perbandingan antara
jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana masing-masing 1:15:2 (seperti
ditunjukkan Tabel 7 dan Gambar 4. Biaya pembangunan jaringan irigasi serta
perawatannya yang cenderung mahal serta kesulitan teknis kontruksi yang terus
meningkat sebagai keterbatasan air dan lahan turut mempengaruhi perkembangan
jaringan irigasi ini. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan
program intensifikasi lahan sawah melalui perbaikan pengelolaan air irigasi
dengan pembangunan jaringan irigasi teknis, seperti bendung, intake, dll sangat
diperlukan guna meningkatkan kualitas jaringan irigasi di Kabupaten Deli
Serdang.
I. Teknis I. Semi Teknis I. Sederhana
Gambar 5. Perkembangan Klas Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang
7. Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi
Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan irigasi digunakan
sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya
padi di lahan sawah. Menurut Pusposutardjo (1991), perkembangan pelayanan
jaringan irigasi dapat dilihat dari perkembangan luas panen. Untuk wilayah Deli
Serdang, perkembangan luas panen dan tanam padi sawah total (baik irigasi
maupun non irigasi) dapat dilihat pada Tabel 5 kolom 2 dan 3. Jika dibandingkan
antara luas panen dengan luas lahan irigasi, maka akan diperoleh data
perbandingan luas untuk 5 tahun terakhir masing-masing 1,6; 1,9; 1,8; 1,8; 1,9.
Perkembangan nisbah ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 juga dapat
dilihat perbandingan luas lahan sawah total dengan luas lahan irigasi di Kabupaten
Deli Serdang.
Jika diperhatikan, selama 5 tahun terakhir terjadi peningkatan pelayanan
panen dengan luas lahan irigasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang masih
dibawah 2,0. Ini menunjukkan bahwa sasaran 2x tanam padi dalam setahun di
lahan sawah irigasi masih belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat
disebabkan oleh debit air kurang, manajemen irigasi yang kurang baik, serta
efisiensi irigasi yang masih rendah. Menurut Sumono (2012), perbaikan
manajemen irigasi padi sawah untuk meningkatkan efisiensi irigasi dapat
dilakukan dengan meningkatkan daya dukung irigasi dan pemahaman watak
tanaman yang tercermin dari aktivitas biologis periodik padi sawah sesuai dengan
fase-fase pertumbuhannya yang dipengaruhi oleh faktor iklim wilayah.
Dalam Sumono (2012) juga dinyatakan perbaikan manajemen irigasi ini
diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman padi sawah dan
dampaknya terhadap kelestarian daya dukung lingkungan. Sementara upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan daya dukung irigasi, antara lain: perawatan
dan pemeliharaan jaringan irigasi, irrinase (keserasian antara irigasi dan drainase),
jadwal pergiliran air yang merata serta perbaikan teknik irigasi untuk
meningkatkan efisiensi irigasi.
8. Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen
Berdasarakan nisbah antara luas panen dengan luas lahan irigasi di
Kabupaten Deli Serdang menunjukkan nilai fluktuasi yang mengarah pada
keandalan jaringan irigasi untuk stabilisasi produk padi sawah di wilayah tersebut.
Selain itu, keandalan jaringan irigasi juga dapat ditunjukkan dari fluktuasi luas
kerusakan panen yang terjadi selama 5 tahun terakhir. Kerusakan panen (Puso)
Menurut Kepala Bagian Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Puso ini
disebabkan oleh kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Deli
Serdang. Faktor hama penyakit juga turut mempengaruhi tingkat kerusakan panen
ini, namun tidak sebesar angka kerusakan yang diakibatkan oleh kekeringan.
Sementara, kekeringan umumnya terjadi pada lahan sawah tadah hujan.
Jika dilihat Tabel 5 diatas, angka kerusakan panen yang terjadi masih
sangat tinggi. Hal ini menunjukkan keandalan jaringan irigasi untuk menunjang
produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan.
Keadaan jaringan irigasi di daerah Kabupaten Deli Serdang juga dapat
diperlihatkan dari angka perubahan luas lahan irigasi yang dibudidayakan 1x, 2x
bahkan 3x setahun. Tabel 7 menunjukkan luas lahan sawah yang dapat
dibudidayakan 2x setahun umumnya meningkat, meskipun ada beberapa tahun
yang mengalami penyusutan luas 2x tanam setahun. Bahkan pada beberapa irigasi
teknis dan setengah teknis di daerah ini, padi juga telah dibudidayakan 3x setahun,
meskipun perkembangannya tidak sebesar pembudidayaan 2x setahun.
Kondisi infrastruktur pertanian di Kabupaten Deli Serdang yang
menggambarkan keadaan dan keandalan jaringan irigasi di wilayah ini dapat
dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Kondisi Infrastruktur Pertanian di Kabupaten Deli Serdang
No Uraian Volume