• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Potensi Produksi Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Potensi Produksi Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

DEWI NOVITA SARI SARAGIH

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KAJIAN POTENSI PRODUKSI PADI PADA LAHAN SAWAH

IRIGASI DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

DEWI NOVITA SARI SARAGIH 100308037/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) (Nazif Ichwan, STP, M.Si)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.

Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.

ABSTRACK

DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.

(4)

DEWI NOVITA SARI SARAGIH dilahirkan di Desa Bandar Jawa Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun pada 27 September 1992 dari

pasangan Ayah Ayadi Saragih dan Ibu Sutini. Penulis merupakan anak pertama

dari empat orang bersaudara.

Pada tahun 2007 penulis memasuki Sekolah Menengah Atas di SMA

Negeri 1 Bandar, lulus pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama melanjutkan

studi ke Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian

Masuk Bersama (UMB-PTN) dan memilih Fakultas Pertanian dengan Program

Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) FP-USU dan menjabat sebagai

bendahara umum dalam kepengurusan IMATETA periode 2013-2014. Penulis

juga sempat mengikuti organisasi eksternal mahasiswa SAHIVA pada tahun 2012.

Selain itu, penulis juga menjadi asisten laboratorium Keteknikan Pertanian

FP-USU pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa

Sawit PTP Nusantara II Kebun Sawit Hulu, Kecamatan Sawit Seberang

(5)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat

dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul draft penelitian ini adalah “Kajian Potensi Produksi Padi

Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang”yang merupakan salah satu

syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku komisi

pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan draft penelitian ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan draft ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga draft ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2014

(6)

Hal

Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi ... 12

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 15

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi ... 16

Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah ... 17

Aras Pencapaian Produksi Padi ... 21

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Pengambilan Data ... 22

Prosedur Penelitian... 24

Parameter Penelitian... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang ... 25

Kondisi Sumber Irigasi ... 27

Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang ... 28

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 30

Produktivitas Tanaman Padi ... 31

Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi ... 33

Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi... 38

Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen ... 39

Aras Pencapaian Produksi Padi ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya ... 8 Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan

Jenis Kebutuhannya ... 14 Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang ... 25 Tabel 4. Potensi Produksi Padi per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat

Beras Bersih dan Berat Padi Kering Giling ... 30 Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 31 Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34 Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya di Kabupaten Deli

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi ... 11

Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34

Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Produksi 2009-2013 ... 35

Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 37

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 49 Lampiran 2. Perhitungan Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 50 Lampiran 3. Nilai Radiasi Matahari (Rs, Joule/cm2 hari) di Wilayah

Kabupaten Deli Serdang... 52 Lampiran 4. Lama Penyinaran Matahari di Kabupaten Deli Serdang dan

Sekitarnya ... 53 Lampiran 5. Luas Lahan Sawah (Ha) di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

Tahun Terakhir ... 54 Lampiran 6. Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

Tahun Terakhir ... 57 Lampiran 7. Luas Panen di Kabupaten Deli Serdang selama Lima Tahun

Terakhir ... 58 Lampiran 8. Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Deli

Serdang selama Lima Tahun Terakhir ... 59 Lampiran 9. Luas Puso Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

(10)

Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.

Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.

ABSTRACK

DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat,

juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari sektor nonmigas.

Indonesia sendiri tercatat sebagai negara pengimpor beras pada tahun 1960-an.

Untuk memenuhi kebutuhan beras secara nasional melalui Departemen Pertanian

untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan upaya pencapaian swasembada beras

dicanangkan dan mencapai hasilnya pada tahun 1984 dengan pangsa produksi

sebesar 38,138 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata

2,66 ton/ha dengan jumlah penduduk 158.531 juta jiwa (Noor, 1996).

Selanjutnya, program peningkatan ketahanan pangan ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dari produksi pangan nasional. Salah

satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang

tahun adalah beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

Indonesia.

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa

Indonesia. Sampai saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu

muncul dalam menu sehari-hari. Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan

dan merupakan sumber energi yang terbesar (Khumaidi, 2008). Padi merupakan

salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik.

Umumnya usaha tani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian

(12)

Sejak awal tahun 2007 pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan

produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5%

per tahun hingga tahun 2009. Untuk mencapai target atau sasaran tersebut maka

diluncurkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan

mengimplementasikan 4 (empat) strategi yaitu (1) peningkatan produktivitas, (2)

perluasan areal, (3) pengamanan produksi, dan (4) kelembagaan dan pembiayaan

serta peningkatan koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih

banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan

peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas

memberikan konstribusi sekitar 56,1%, sedangkan peningkatan luas panen dan

interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26,3% dan 17,5%

terhadap peningkatan produksi padi.

Dalam hal ini, irigasi memiliki peranan penting dalam peningkatan

efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan produksi beras Indonesia. Dari

segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis maju,

irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis,

diharapkan penyaluran air semakin efektif dan efisien, namun secara ekonomis

memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan saluran

irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar

dari biaya operasional saluran irigasi (Rusydatulhal, 2004).

Dalam penelitian Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa keterbatasan

(13)

cenderung naik, dan ketergantungan yang sangat tinggi dari produksi padi

terhadap sawah beririgasi justru menimbulkan tanggapan tentang kelemahan

kinerja dari jaringan yang ada meupun pelaksanaan pengembangan jaringan

irigasi yang sedang dilaksanakan. Hal ini terutama dikaitkan dengan peran irigasi

sebagai salah satu sarana utama untuk mempertahankan swasembada beras.

Dalam hasil penelitiannya dinyatakan bahwa keandalan jaringan irigasi sebagai

salah satu tolak ukur potensi sistem irigasi di Indonesia yang diperlihatkan dengan

penyajian angka perubahan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan 1x dan 2x

setahun menunjukkan bahwa adanya penyusutan kemampuan pembudidayaan

lahan sawah dari 2x setahun cenderung berkurang dan perlu dikaji lebih lanjut

karena sebagian terjadi dalam bentuk pergeseran luas lahan sawah dari satu klas

irigasi ke klas irigasi yang lebih tinggi sebagai hasil pembangunan.

Selain itu, kendali tanggung jawab yang terpusat menjadi kendala utama

dalam meningkatkan kualitas pelayanan irigasi. Kebijaksanaan dalam

memperbaiki, memperluas dan memelihara irigasi lebih bersifat turun dari atas

(top down system) daripada dating dari bawah (bottom up system). Dengan

demikian masyarakat pemakai air irigasi tidak dibawa serta sehingga mereka

merasa tidak bertanggung jawab untuk ikut memeliharanya

(Asnawi dalam Varley, 1993)

Di Kabupaten Deli Serdang, salah satu sektor yang dominan

berperan dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 mencapai 4,08 persen.

Sementara pada tahun 2010 sebesar 3,25 persen. Pertumbuhan tersebut

(14)

sector pertanian yang turun sebesar 0,63%. Penurunan sektor pertanian sebesar

0,63 persen ternyata berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Deli Serdang dari 4,08 persen pada tahun 2010 menjadi 3,25 persen

pada tahun 2011 (Analisis Sektoral Perkembangan Ekonomi Kabupaten Deli

Serdang tahun 2001 – 2012 dalam Hermanto, 2013).

Hasil penelitian Sembiring dan Daniel (2003) menunjukkan bahwa

perkembangan padi di Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang

mengembirakan. Karena rataan peningkatan produktivitas hanya 0,62% per tahun

dan terjadinya penurunan luas areal panen. Keadaan ini mengkhawatirkan karena

suatu saat nanti Sumatera Utara tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan padinya

sendiri. Untuk ini diperlukan upaya-upaya dalam mempertahankan swasembada

pangan khususnya beras (Hermanto, 2013).

Pada tahun 2011, luas panen tanaman padi (padi sawah dan ladang) di Deli

Serdang mengalami penurunan sebesar 14,55 persen dibanding tahun 2010 yaitu

dari 89.852 Ha menjadi 76.780 Ha, produksi padi sawah dan ladang mengalami

penurunan sebesar 4,62 persen dari 404,404 ton menjadi 385.722 ton pada tahun

2011 (BPS Deli Serdang, 2013).

Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara

yang memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau sekitar 36,27% dari luas

daerah Deli Serdang yang tercatat kurang lebih 249.772 hektar. Sebagai salah satu

daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, untuk menjaga kondisi lahan

persawahan/ladang agar tetap berproduksi, serta meningkatkan produksi padi,

(15)

bertahap dengan konsisten (BPS Deli Serdang, 2013). Namun dengan berbagai

keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani khususnya untuk

kawasan lahan irigasi maka perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi

padi yang ada pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras

pencapaian produksi padi yang maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah

irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang

maksimal.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Dasar dalam mengkaji keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan

kualitas sarana irigasi pendukungnya dalam upaya memenuhi swasembada

beras

3. Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan tentang kajian keterkaitan

hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi

Irigasi didefinisikan sebagai aplikasi pengadaan atau pengaturan air secara

buatan ke dalam tanah dengan tujuan menjaga kelembaban esensial tanaman

terhadap pertumbuhan tanaman. Air irigasi dapat disalurkan dalam beberapa cara,

diantaranya: melalui genangan/ air permukaan, dengan cara alur, baik besar

maupun kecil, dengan cara pengaplikasian air dari bawah permukaan tanah

melalui sub irigasi sehingga menyebabkan air tanah meningkat, atau dengan

percikan (sprinkle) (Israelsen and Hansen, 1985).

Sistem irigasi menurut Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set

dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari

suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan

perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan

untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan

dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan

yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara

struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai

lingkungannya (Pusposutardjo, 2001).

Dilihat dari segi konstruksi jaringannya, Direktorat Jenderal Pengairan

mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat macam, diantaranya:

a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan

(17)

b. Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan pintu pengatur dan alat

pengukur hanya terdapat pada bangunan pengambilan (head work) saja dan

diharapkan efisiensinya sedang

c. Irigasi teknis, yaitu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan

pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga

efisiensi irigasinya tinggi

d. Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem irigasi dimana airnya dapat diatur dan

diukur pada seluruh jaringan irigasi serta diharapkan efisiensi sangat tinggi

(Wirawan, 1991 dalam Rusydatulhal, 2004).

Menurut Pastowo (1995) dalam Susanto (2006) Suatu sistem irigasi pada

prinsipnya terdiri atas 3 subsistem jaringan irigasi, yaitu:

1. sub-sistem pengembangan air, antara lain sungai, danau, air limbah, mata air,

dan rawa

2. sub-sistem penyaluran, yaitu jaringan saluran (terbuka atau pipa) yang

membawa air dari sumber menuju lahan

3. sub-sistem aplikasi irigasi, yaitu penerapan teknik pemberian air ke lahan

pertanian (petakan lahan)

Tanaman Padi

Beras atau padi adalah salah satu bahan pangan yang merupakan sumber

energi yang mengandung karbohidrat bagi umat manusia. Zat-zat gizi yang

dikandung oleh beras sangat mudah dicerna. Susunan gizi yang membuktikan

beras sebagai bahan pangan unggulan dibandingkan dengan bahan pangan

(18)

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya

Padi telah tumbuh sejak lama di negara-negara Asia sebagai negara asal

tanaman padi. Ada banyak varietas padi, baik yang tumbuh di lahan basah

(sawah) maupun di lahan kering. Namun, sejauh ini sebagian besar tanaman padi

di budidayakan di lahan basah dan ada ratusan jenis varietas padi. Di sebagian

besar negara-negara beriklim subtropis dan pada lahan dataran rendah pesisir,

lahan ini terutama digunakan untuk menanam padi. Di daerah pesisir dan aliran

sungai, adanya hujan lebat sering menyebabkan banjir pada waktu tertentu dalam

setahun sehingga menjadi hampir tidak memungkinkan tanaman lain untuk

tumbuh. Di musim lain banyak daerah yang terlalu kering untuk tanaman padi,

oleh karena itu, sangat penting untuk memasok beras untuk kebutuhan penduduk

selama musim hujan (Kheong, et al., 1970).

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan

(19)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sp. (ada 25 spesies), diantaranya:

Oryza sativa L.

Oryza glabirena Steund

Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya:

Indica (padi bulu)

Sinica (padi cere) atau Japonica

(AAK, 1990).

Beberapa persyaratan tumbuh tanaman padi, antara lain:

1. Iklim

a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45o LU - 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.

b. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000

mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim

kemarau produksi dapat meningkat dengan syarat air irigasi selalu tersedia.

Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena

penyerbukan kurang intensif.

c. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 - 650 m dpl dengan

temperatur 22 - 27 0C sedangkan di dataran tinggi 650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 0C.

d. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan.

e. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu

(20)

2. Media Tanam Padi sawah

a. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang

memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.

b. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.

c. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0.

Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral

(7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman

padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi

yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral.

Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan

tanah yang khusus.

3. Ketinggian Tempat

Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai

daratan tinggi.

(BPTP Subang dan Mariam, 2013).

Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk

padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman

sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah

harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung.

Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian

ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk ini kemudian air akan

(21)

Tanah sawah yang mempunyai fraksi pasir dalam jumlah besar kurang

baik bagi tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada tanah

sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk tanaman padi yang memerlukan

tanah subur, dengan kandungan ketiga fraksi tanah dalam perbandingan tertentu.

Lumpur merupakan butir-butir tanah halus yang diselubungi air, sehingga pada

tanah sawah diperlukan air dalam jumlah cukup agar butir tanah dapat

mengikatnya (AAK, 1990).

Aktivitas biologis periodik padi merupakan fase-fase pertumbuhan padi

mulai dari berkecambah sampai matang fisiologis. Pertumbuhan padi dapat

dinyatakan sebagai pertumbuhan generative yang diikuti pertumbuhan vegetatif.

Umumnya perbedaan umur padi ditentukan oleh fase vegetatifnya. Fase vegetatif

sendiri ditandai dengan adanya kelebihan hasil fotosintesa (karbohidrat) dan hasil

respirasi yang berlangsung pada siang dan malam hari (Sumono, 2012).

(Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 1980 dalam Sumono, 2012) Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi

Berkaitan dengan pendayagunaan air seefisien mungkin diperlukan

informasi tentang hubungan antara kondisi cuaca atau iklim yang terjadi selama

(22)

menentukan waktu, jadwal dan jumlah air irigasi yang diberikan sesuai dengan

fase pertumbuhannya dengan tetap mempertahankan produktivitas yang tinggi

(Sumono, 2012).

Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi

Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air

permukaan sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Namun

tidak semua daerah yang memiliki lahan pertanian dapat dilayani dengan irigasi

teknis yang bersumber dari air permukaan tersebut. Beberapa wilayah di

Indonesia masih mengandalkan air hujan untuk usaha pertanian seperti pada

sawah tadah hujan. Produktivitas sektor tersebut bergantung pada keberadaan air

hujan sebagai input pertanian (Roseline, et al., 2012).

Air dalam kehidupan tanaman berfungsi sebagai penjamin kelangsungan

proses fisiologi dan biologi pertumbuhannya, yaitu:

a. pemakaian konsumtif (evapotranspirasi)

b. proses asimilasi

c. pelarut unsure hara

d. media pengangkut unsur-unsur dalam tubuh tanaman

e. pengatur tegangan sel (turgor)

f. bagian dari tanaman itu sendiri

Di areal pertanian, air irigasi juga berfungsi untuk:

a. memberikan kelembaban yang diperlukan tanah tempat tumbuh tanaman

b. pencucian garam-garam dalam tanah

(23)

d. menyuburkan tanah dan memudahkan pengelolaannya

(Dumairy, 1992).

Air menurut Suprayono dan Setyono (1990) memiliki hubungan yang erat

dengan tanaman, khusunya tanaman padi disebabkan fungsi air bagi tanaman itu

sendiri, antara lain: untuk proses evapotranspirasi, asimilasi, pelarut dan

pengangkut zat hara serta sebagai bagian dari tanaman itu sendiri. Dalam hal ini

evapotranspirasi diartikan sebagai jumlah air yang diperlukan oleh tanaman atau

dengan kata lain disebut dengan kebutuhan air tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Kebutuhan air irigasi (irrigation water requirement, IWR) adalah jumlah

air yang harus dimasukkan ke jaringan irigasi melalui pintu pengambilan utama,

sesuai dengan kebutuhan/permintaan dan dengan memperhitungkan jumlah air

yang hilang (Dumairy, 1992).

Kebutuhan air untuk suatu areal pertanian dapat dilihat secara menyeluruh

dan secara parsial. Secara parsial, kebutuhan air dibedakan atas kebutuhan air

tanaman dan kebutuhan air pada tingkat usaha tani. Dan berdasarkan corak

pertaniannya, dibedakan atas kebutuhan air di persawahan dan kebutuhan air di

perladangan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement, CWR) adalah

jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pemakaian konsumtif

(evapotranspirasi) dan air yang hilang melalui perkolasi. Berdasarkan jenis

(24)

Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan Jenis Kebutuhannya

Jenis Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (mm/hari)

Evapotranspirasi 5.0 – 6.5

Perkolasi 1.0 – 10.0

Pengolahan/Penjenuhan Lahan 4.0 – 30.0

Pemeliharaan 9.0 – 20.0

Persemaian 3.0 – 5.0

Sumber: Dumairy (1992).

Kebutuhan air pada tingkat usaha tani (farm water requirement, FWR)

adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu petak persawahan meliputi

kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk penjenuhan/pengolahan tanah dan

kehilangan air (limpasan, evaporasi, dan rembesan dalam tanah).

Kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhan

air dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan

air selama perjalanan, maksudnya air yang hilang selama perjalanan dari

bangunan induk menuju petak persawahan baik karena evaporasi maupun karena

rembesan dalam tanah. Sedangkan kebutuhan air di perladangan dihitung

berdasarkan luas daerah dikalikan dengan laju evapotranspirasi (Dumairy, 1992).

Irigasi dapat membantu mendorong pemakaian varietas padi yang

responsif terhadap pemupukan dan lebih peka terhadap kekurangan air dari jenis

tradisional. Walaupun hubungan antara hasil produksi kekurangan air telah ditakar

secara terkontrol, ternyata masih sedikit kajian mengenai mutu jaringan irigasi

yang ada baik secara studi lapangan, maupun dari segi manfaat tambahan yang

(25)

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Secara kasar produksi maksimum padi ditentukan oleh faktor pembatas

energi surya yang sampai ke bumi dan dapat dihitung melalui rumus Yoshida

(1983) dalam Pusposutardjo (1991):

... (1)

Dimana,

W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha)

T = lama waktu pertumbuhan (hari)

Rs = rata-rata radiasi matahari yang masuk ke bumi (kal/cm2, hari) K = tetapan (kal/g)

Eu = koefisien konversi energi surya

Untuk kawasan tropis, Yoshida (1983) menyarankan nilai Eu (dengan kemampuan

energi surya dari tanaman padi tengahan sampai tinggi seperti varietas unggul) sebesar

0,025 (2,5 %). Lama waktu pengisian bulir sampai masak T adalah 25 hari, tetapan K

4000 kal/g. Sementara, perhitungan Rs dapat menggunakan rumus empiris Hargreaves

(Hansen, et al., 1980 dalam Pusposutardjo, 1991):

... (2)

Dimana,

Rso = energi surya yang diterima di puncak atmosfer (kal/cm2 hari) S = persentase lama penyinaran (%)

Pusposutardjo (1991) menyebutkan bahwa Indonesia yang terletak antara

(26)

Deli Serdang besaran Rs0 dan S akan berkisar diantara nilai-nilai di atas dan secara spesifik akan ditentukan oleh letaknya secara geografis menurut

lintangnya.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain:

1. Tanah

Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah,

yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur

butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974)

atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah

cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan

keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah

sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah

sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan

tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH

8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang

memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

2. Iklim

Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan

udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai

ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan

lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm

(27)

per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama

intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya

terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen),

karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa

berbunga (Anonimous1, 2013).

Menurut Sumartono, et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan

yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase

pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya

aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada

masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi.

Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses

fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah

230C (Anonimous1, 2013).

Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah

Permasalahan irigasi sebagai bagian dari teknologi yang membudaya

dalam kehidupan global abad 21, memerlukan suatu telaah yang bersifat global

pula. Intensifikasi pertanian dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang di

kawasan tropis mempunyai produksi tinggi karena daya tanggapnya terhadap

nitrogen dan kebutuhan airnya tinggi. Namun, akibat keterbatasan nitrogen di

kawasan tropis, maka kemampuan memanfaatkan energi dari varietas unggul

secara maksimal hanya dapat dicapai bila petani berkemampuan untuk

menggunakan pupuk buatan dan sistem irigasi yang lahannya baik atau lahan

(28)

hujan. Oleh karena itu, pendekatan global jangka panjang untuk keamanan pangan

tertumpu pada pengembangan sumber daya air yang disertai dengan

pengembangan teknologi irigasi modern secara luas (Pusposutardjo, 2001).

Pengembangan teknologi irigasi modern sasarannya adalah untuk dapat

memanfaatkan air di dalam suatu sistem irigasi secara efektif dan efisien.

Keefektifan dan efisiensi sistem irigasi dapat ditinjau berdasarkan kinerja jaringan

irigasi dan manajemen irigasinya.

Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada cara eksploitasi dan

pemeliharaan jaringan irigasi serta pengelolaan air. Dengan demikian, kinerja

jaringan irigasi akan ditentukan oleh empat faktor utama yang disebut sebagai

sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam

pengoperasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani pemanfaat air dan ketentuan

atau aturan mengenai pengoperasian dan pemanfaatan. Dalam analisis tinjau,

terdapat tiga indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui potensi sistem irigasi

sebagai sarana pendukung budidaya padi sawah yaitu luas dan perkembangan

lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas lahan panen dengan lahan beririgasi dan

keandalan sistem irigasi untuk stabilisasi produksi (Pusposutardjo, 1991).

1. Luas dan perkembangan lahan irigasi

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,

baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia.

(29)

lebih beragam dibanding dengan jenis tanaman lain, dengan demikian sifat tanah

sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Wahyunto, 2009).

Lahan irigasi ialah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air

irigasi di dalam suatu daerah irigasi. Sementara, lahan panen ialah luasan lahan

yang dipanen sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan (padi) yang

merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Perkembangan luas lahan irigasi

secara keseluruhan irigasi merupakan nisbah antara lahan irigasi teknis dengan

semi teknis dan sederhana dapat ditulis secara matematis:

... (3)

(Pusposutardjo, 1991).

Sembiring (2011) mengemukakan bahwa kondisi perpadian di Indonesia

pada tahun 2010 dengan luas lahan sawah 7,796 juta hektar dan luas areal panen

13,12 juta hektar menunjukkan bahwa intensitas tanaman padi sawah sebesar

1,70. Angka tersebut menginformasikan bahwa lahan sawah beririgasi secara

umum belum dapat melakukan panen 2x dalam setahun karena keterbatasan

ketersediaan air.

2. Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi

Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi dapat

digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana

budidaya padi di lahan sawah. Kemampuan pelayanan irigasi secara umum dinilai

(30)

luas panen dengan luas lahan beririgasi mencapai 2,0 maka hal ini menunjukkan

bahwa penanaman padi dapat dilakukan 2x setahun (Pusposutardjo, 1991).

3. Keandalan Jaringan Irigasi untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah

Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat

dilihat melalui fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi. Selain itu,

keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal

panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula. Jika angka kerusakan

semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan

jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu

ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).

Keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh

manajemen irigasinya. Varley (1993) mengemukakan bahwa kemajuan

pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan

manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak

berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air,

lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak

merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.

Pusposutardjo (1991) mengemukakan beberapa kendala dalam

meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam stabilisasi produk padi sawah,

antara lain:

1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan

(31)

2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal

waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara

stokhastik

3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan

berlangsung cepat

4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi

yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan

Aras Pencapaian Produksi Padi

Aras pencapaian produksi padi dapat diartikan sebagai target atau angka

pencapaian hasil produksi padi per satuan luas lahan untuk suatu daerah atau

lahan pertanian. Angka pencapaian ini dapat dibandingkan dengan angka teoritis

produksi padi per ha (rerata produksi maksimum) untuk memperoleh persentase

angka produksi padi. Angka ini menunjukkan tingkat nilai produksi padi dan

efisiensi penerapan teknologi. Jika aras pencapaian produksi padi mencapai

≥ 90% maka berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi

sangat efisien. Namun, dengan nilai produksi ≥ 90 % dari nilai potensial padi akan

sulit menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set teknologi

yang ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak lagi, seperti

penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih banyak

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan April – Juni 2014 dengan

lokasi penelitian yaitu lahan sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang, Sumatera

Utara.

Bahan dan Alat

Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta

daerah irigasi, kamera, alat tulis, kuisioner, kalkulator dan beberapa peralatan lain

yang dianggap perlu. Populasi dalam penelitian sebagai bahan yaitu masyarakat

desa atau petani pemilik lahan sawah yang menjadi sentra produksi padi.

Metode Pengambilan Data

Metode penelitian adalah observasi lapang dengan data yang digunakan

dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

melalui wawancara langsung dengan petani padi sawah yang dipilih secara acak

sederhana. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/ lembaga pemerintah

terkait, meliputi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Daerah

Kabupaten Deli Serdang, PSDA Provinsi Sumatera Utara dan Daerah Kabupaten

Deli Serdang serta Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan.

Pengamatan dilakukan terhadap sistem irigasi lahan sawah, luas lahan

(33)

pertumbuhan padi. Sistem irigasi meliputi jenis irigasi yang digunakan dan lama

waktu pertumbuhan meliputi lama waktu pengisian bulir padi hingga panen.

Pelaksanaan Penelitian

Adapun prosedur pelaksanaan penelitian ini, antara lain:

1. Pendeskripsian daerah irigasi yang meliputi: letak dan luas daerah irigasi

2. Pengumpulan data sekunder dari dinas atau pemerintah setempat yang

meliputi:

a. Varietas padi yang ditanam

b. Lama waktu pertumbuhan

c. Rata-rata radiasi matahari

d. Koefisien konversi energi surya

e. Luas lahan sawah

f. Luas lahan beririgasi

g. Luas panen

h. Produktivitas total tanaman

4. Analisa data secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan rumus,

meliputi:

a. Potensi produksi padi per satuan luas lahan digunakan persamaan (1)

b. Rata-rata radiasi matahari dihitung dengan persamaan (2)

c. Perkembangan Lahan Irigasi dapat diketahui melalui persamaan (3)

d. Nisbah antara luas panen dengan luas lahan beririgasi diperoleh melalui

persamaan statistik luas panen dengan lama pengamatan minimal 5 tahun

(34)

5. Pengkajian keandalan jaringan irigasi berdasarkan perkembangan kerusakan

areal panen minimal dalam 5 tahun terakhir

6. Penentuan nilai potensi produksi padi dalam aras pencapaian produksi padi

maksimal

Parameter Penelitian

Adapun parameter penelitian ini yaitu:

1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan

2. Lama Waktu Pertumbuhan

3. Rata-Rata Radiasi Matahari

4. Koefisien Konversi Energi Surya

5. Luas Lahan Sawah

6. Luas Lahan Irigasi

7. Luas Lahan Panen

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang

Letak geografis Kabupaten Deli Serdang adalah di 2°57' - 3°16' LU dan

98°33' - 99°27' BT, yang berada pada posisi silang di kawasan palung pasifik

barat, dengan luas wilayah 2.497,72 km² atau 6,21% dari luas Provinsi Sumatera

Utara.

Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Propinsi

Sumatera Utara dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka;

 Di bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun;

 Di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; dan

 Di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat.

(Pemkab Deli Serdang, 2009).

Secara rinci, penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang

Jenis Lahan Luas (Ha) Persentase Penggunaan Lahan (%)

Perkampungan / Pemukiman 12.907 5,39

Persawahan 44.444 18,56

Tegalan / Kebun Campuran 52.897 22,09

Perkebunan Besar 54.286 22,67

Perkebunan Rakyat 29.908 12,49

(36)

Dari total luas wilayahnya, sebagian besar (85,43%) adalah merupakan

areal pertanian dan perkebunan; 8,15% kawasan hutan; dan 4,12% merupakan

pemukiman dan untuk penggunaan lainnya. Jumlah penduduk menurut hasil

Sensus Ekonomi Tahun 2011 adalah sebanyak 2.047.488 jiwa dengan tingkat

pertumbuhan 2,10% dan kepadatan rata-rata 455 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Deli Serdang merupakan jumlah penduduk terbesar kedua di Propinsi Sumatera

Utara setelah Medan dengan mata pencaharian utama penduduk adalah petani

(60,22%) (Abidi, 2011).

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari

permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan

iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Pada wilayah dengan ketinggian

0-500 meter dari permukaan laut, beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis,

sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub

tropis. Pada kawasan hulu yang konturnya mulai bergelombang sampai terjal,

berhawa tropis pegunungan, sementara kawasan dataran rendah yang landai serta

kawasan pantai berhawa subtropis pegunungan. Curah hujan rata-rata pertahun

1.936,3 mm. Umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober,

Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda

yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik,

sedangkan temperatur rata-rata 26,7°dan kelembaban 84% (Hutasuhut, 2011).

Menurut tipe iklim Oldeman, daerah Deli Serdang dibagi kedalam tiga tipe

(37)

1. Tipe Iklim A, meliputi wilayah Naga Raja, Sibolangit, Hutaimbaru,

Sinembah, Tanjung Muda, Hulu, Gunung Meriah.

2. Tipe Iklim D1 meliputi daerah Pancur Batu, Patumbak, Tanjung Morawa,

Sampali, Kelambir Lima, Tanjung Selamat, Bulu Cina, Asam Kumbang,

Marendal, Klumpang, Saentis, Medan Krio, Binjai, Amplas, Silau Dunia,

Kotarih, Sei Karang, Tuntungan.

3. Tipe Iklim E2, meliputi daerah Galang, Sei Kemayang, Pematang Sijoman,

Tanjung Gorbus, Kwala Namu, Batang Kuis, Deli Tua, Pagar Merbau, Sei

Putih.

(BMKG Sampali, 2013).

2. Kondisi Sumber Irigasi

Dua sungai besar di Deli Serdang yaitu Sungai Ular dan Sungai Kuala

Namu merupakan sumber air irigasi terbesar di daerah tersebut. Daerah-daerah

irigasi di Deli Serdang mempunyai masalah utama yaitu tingginya tingkat

sedimentasi yang telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai serta

tertutupnya intake ke saluran irigasi. Tingkat sedimentasi yang selalu meningkat

setiap tahunnya dan kurangnya dana untuk pengelolaan saluran irigasi telah

menyebabkan saluran irigasi ke persawahan penduduk semakin terganggu,

terutama karena tidak tercukupinya kebutuhan air bagi ±5.920 Ha areal

persawahan pada musim kemarau. Sering terjadinya banjir di musim hujan yang

disebabkan oleh tidak mampunya sungai untuk menampung air dalam jumlah

(38)

Masalah kerawanan banjir dan proses sedimentasi sungai telah mendorong

inisiatif Pemda untuk melakukan pengelolaan saluran irigasi secara serius bersama

masyarakat dan pihak swasta FD-UKM (Forum Daerah-Usaha Kecil dan

Menengah) pada awal tahun 2002. Strategi yang dipakai dan tindakan karena

program pengelolaan saluran irigasi tidak menggunakan dana dari APBD, maka

kerjasama dengan pihak FD-UKM dilakukan dengan penunjukan secara langsung.

Pada awal pelaksanaan kegiatan pengelolaan saluran irigasi , Pemda Deli Serdang

telah melakukan hal-hal yang penting seperti survey lapangan melalui: mengajak

masyarakat (petani dan pekerja perkebunan) untuk terlibat dalam pengerukan

sedimen di lokasi irigasi primer; pemetaan jaringan, perencanaan pelurusan sungai

dan pengerukan sedimen.

Kegiatan pengelolaan saluran irigasi yang dilakukan yaitu pelurusan

Sungai Kuala Namu sepanjang ± 4.870 m pada tahun 2002 s.d 2003 yang meliputi

kegiatan: pendalaman, pengerukan sedimen, dan pelebaran, pengerukan sedimen

di bahu sungai dan penggalian tanah di bahu sungai (Abidi, 2011).

3. Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang

Menurut Sunu dan Wartoyo (2006), beberapa komponen faktor

lingkungan yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman

di antaranya adalah : radiasi matahari, suhu, tanah, dan air. Intensitas radiasi

matahari adalah jumlah energi matahari yang sampai pada suatu luasan tertentu

dari suatu permukaan pada waktu tertentu. Radiasi matahari berhubungan dengan

laju pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan

(39)

Di daerah penelitian, rata-rata radiasi matahari digunakan untuk

mengetahui nilai produksi beras bersih atau nilai potensi produksi padi per satuan

luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi surya juga sangat mempengaruhi

hasil produksi tanaman padi. Radiasi matahari sendiri dipengaruhi oleh energi

surya yang diterima serta lama penyinaran matahari setiap harinya atau biasa

disebut panjang hari. Untuk wilayah Deli Serdang yang terletak pada posisi 2o57’

– 3o16’ LU, berdasarkan energi matahari yang masuk dan lama penyinarannya

memiliki rata-rata radiasi matahari seperti tampak pada Tabel 3.

Radisasi matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman

yang mempunyai hijau daun, karena dapat dikatakan bahwa produksi tanaman

dipengaruhi oleh tersedianya sinar matahari. Akan tetapi pada umumnya terjadi

fluktuasi hasil panen (hasil fotosintesis) dari tahun ke tahun, hal tersebut

dikarenakan faktor-faktor lain seperti curah hujan, suhu udara, hama penyakit dan

lainnya turut mempengaruhi hasil panen (hasil fotosintesis) (Tjasjono, 1995).

Pengaruh unsur cahaya pada tanaman tertuju pada pertumbuhan vegetatif

dan generatif. Tanggapan tanaman terhadap cahaya ditentukan oleh sintesis hijau

daun, kegiatan stomata (respirasi, transpirasi), pembentukan anthosianin, suhu

dari organ-organ permukaan, absorpsi mineral hara, permeabilitas, laju

pernafasan, dan aliran protoplasma (Jumin, 2008 dalam Khoiriyah, 2014). Secara

teoritis, semakin besar jumlah energi yang tersedia akan memperbesar jumlah

(40)

4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Dalam suatu set sistem produksi terdapat suatu batas nilai maksimum

produktivitas yang tidak dapat dilampaui tanpa merubah set sistem produk itu

sendiri (Pusposutardjo, 1991). Hasil perhitungan nilai pertambahan berat kering

tanaman padi (W) sebagai potensi produksi padi per satuan luas lahan selama 5

tahun terakhir disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat Beras

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Tabel 4 menunjukkan nilai W sebagai nilai karbohidrat (fotosintesis)

bersih yang dihasilkan per tahun. Jika nilai W ini dianggap sebagai berat beras

maka dengan mengkonversikan 0,50 dari berat gabah kering giling akan diperoleh

produksi padi kering giling per ha seperti ditunjukkan pada Tabel 4 kolom 5

diatas. Rata-rata produksi gabah kering bersih atau berat beras di wilayah

Kabupaten Deli Serdang yaitu 4417,54 kg/ha atau setara dengan 44,18 kw/ha.

Sementara, rata-rata potensi produksi padi kering giling yang dihasilkan yaitu

88,35 kw/ha.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa potensi produksi padi tertinggi terjadi

(41)

tahun lainnya potensi produksi padinya lebih rendah. Hal ini diakibatkan salah

satunya oleh karena nilai Rs tertinggi yang terjadi pada tahun 2012.

5. Produktivitas Tanaman Padi

Produktivitas total adalah jumlah produksi total dalam satu tahun untuk

satu satuan luas lahan, dinyatakan dalam kw/ha/tahun. Produktivitas tanaman padi

sawah irigasi di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun Luas Lahan Keterangan: *Luas total (termasuk lahan non irigasi)

**Puso untuk lahan sawah total (dari lahan irigasi dan non irigasi)

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama 5 tahun terakhir (2009-2013)

terjadi perkembangan terhadap kenaikan total produktivitas tanaman padi dimana

nilai produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 56,24 Kw/Ha. Dari tabel

juga dapat dilihat bahwa kenaikan nilai produktivitas ini turut dipengaruhi oleh

kenaikan nilai produksi atau dengan kata lain produktivitas berbanding lurus

dengan total produksi. Sementara, luas panen pada tabel diatas tampak tidak

sebanding dengan nilai produksi dan produktivitas totalnya. Hal ini dapat dilihat

bahwa pada tahun 2013 luasan panen padi menurun dari tahun sebelumnya yaitu

hanya 79.741 Ha. Salah satu penyebab penurunan luas panen ini ialah angka

kerusakan panen (puso) yang tinggi pada tahun 2013 (Tabel 5). Kerusakan panen

(42)

umumnya diakibatkan oleh kekurangan air baik di sawah tadah hujan maupun

sawah irigasi serta penggunaan pupuk tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Asnawi dalam Varley (1993) yang menyatakan bahwa air irigasi tidak

saja meningkatkan hasil produksi secara langsung tetapi juga memberikan respon

tanaman terhadap pupuk kimia.

Kenaikan nilai produksi dan produktivitas padi ini dipengaruhi oleh

kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi lahan oleh Pemerintah Kabupaten Deli

Serdang. Dalam BPS Deli Serdang (2013) dinyatakan bahwa Pemkab Deli

Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan persawahan dan peningkatan

produksi secara bertahap dengan konsisten.

Menurut Minardi (2009), pembangunan pertanian di Indonesia selama

ini terfokus pada peningkatan produksi pangan, terutama beras

(Manuwoto, 1991), sehingga sebagian besar dana dan daya telah dialokasikan

untuk program-program seperti intensifikasi, jaringan-jaringan pengairan dan

pencetakan sawah. Usaha intensifikasi pertanian di lahan sawah lebih efektif

apabila dibandingkan dengan lahan kering, sehingga wajar kalau lahan sawah

memberikan sumbangan yang paling besar terhadap tingginya peranan

subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian. Dalam

Setyorini et al. (2013) juga dinyatakan bahwa melalui berbagai kegiatan

intensifikasi seperti Bimas (bimbingan massal), Insus (intensifikasi khusus),

Inmas, Inmun, Opsus (Operasi khusus) dan supra Insus dapat diproduksi padi

(43)

6. Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi

Pada Tabel 5 dapat dilihat perkembangan luas lahan baik luas tanam

maupun luas panen cenderung terjadi penurunan atau pengurangan luas setiap

tahunnya. Selisih antara luas tanam dan luas panen terbesar pada tahun 2009 yaitu

mencapai 10.672 Ha yang turut mempengaruhi penurunan produksi total tanaman

padi pada tahun tersebut. Penurunan luas lahan ini dipengaruhi oleh adanya

konversi lahan, baik konversi untuk lahan perkebunan maupun konversi lahan

untuk pembuatan bangunan. Mengingat letak strategis Deli Serdang dan

pertumbuhan penduduk yang turut mempengaruhi pengembangan wilayah

perkotaan, maka bukan tidak mungkin penurunan lahan ini akan terus terjadi

hingga tahun-tahun berikutnya. Dalam Minardi (2009) dinyatakan bahwa pada

periode 1999-2002 terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 563.156 ha di

seluruh Indonesia, karena alih fungsi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan

luas lahan sawah yang diperlukan pada tahun 2010 sekitar 9,29 jt ha

(Nasution, 2004 dalam Minardi 2009).

Menurut Pusposutardjo (1991) dinyatakan bahwa luas lahan irigasi ialah

luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air irigasi di dalam suatu daerah

irigasi (DI). Berdasarakan hasil penelitian, diperoleh data perkembangan luas

lahan irigasi Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2009-2013 seperti tampak pada

(44)

Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Gambar 2 menunjukkan grafik nisbah antara luas lahan irigasi teknis

dengan semi teknis dan sederhana sebagai perubahan klas irigasi di Kabupaten

Deli Serdang.

Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

Gambar 3 menunjukkan perkembangan luas lahan sawah dan luas

produksi padi dengan indeks pertanaman 2x setahun di Kabupaten Deli Serdang.

Dari Gambar 3 dapat dilihat grafik perbandingan luas tanam dengan luas produksi

(45)

Tabel 6 kolom 2 maka dapat dilihat perbandingan antara luas lahan irigasi dengan

lahan non irigasi. Dari perbandingan ini tampak bahwa lahan yang belum

mendapat irigasi masih cukup luas. Namun, secara keseluruhan lahan sawah di

Kabupaten Deli Serdang merupakan lahan irigasi, baik teknis, semi teknis,

sederhana maupun irigasi desa (non PU).

Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Lahan Irigasi 2009-2013

Luas dan perkembangan lahan irigasi juga dapat digambarkan melalui

indeks tanam padi serta perkembangan jaringan irigasi yang digunakan dalam

usaha tani seperti tampak pada Tabel 7.

Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun

Luas Lahan Irigasi (Ha)

Teknis Semi Teknis Sederhana

Ditanami Padi

(46)

Dari Tabel 7 tampak perbandingan masa tanam 1x, 2x dan 3x tanam dalam

setahun. Baik irigasi teknis, semi teknis maupun sederhana lebih didominasi oleh

indeks 2x tanam setahun. Untuk irigasi teknis dan semi teknis, beberapa daerah

telah mencapai IP 3x setahun. Namun, untuk irigasi sederhana masih belum

mampu mencapai IP 3x setahun. IP rata-rata 2x setahun telah menunjukkan

kemajuan Kabupaten Deli Serdang dalam mengelola lahan irigasinya. Namun,

beberapa daerah yang memiliki IP 1x setahun masih perlu adanya pengembangan

jaringan irigasi untuk meningkatkan IP nya menjadi 2x setahun. Pengembangan

IP ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas jaringan irigasi yang

ada, memperbaiki sistem pergiliran air, serta pengelolaan tanah yang lebih baik.

Dari tabel 5, indeks pertanaman padi di Kabupaten Deli Serdang dengan

rata-rata luas panen 80.771 Ha dan luas lahan sawah 44.895 adalah 1,8. Hal ini

menurut Sumono (2012) menginfirmasikan bahwa lahan sawah beririgasi tersebut

secara umum belum dapat melakukan panen dua kali dalam setahun, karena

keterbatasan air. Varley (1993) juga mengemukakan bahwa pembangunan

kemajuan fisik irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen

irigasi. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi

dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya

perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air tidak merata serta

jadawal giliran pemakaian air yang tidak tertib.

Perbandingan antara luas lahan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana

(47)

Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

Jaringan irigasi yang paling dominan digunakan di wilayah Kabupaten

Deli Serdang ialah jaringan irigasi semi teknis, dimana perbandingan antara

jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana masing-masing 1:15:2 (seperti

ditunjukkan Tabel 7 dan Gambar 4. Biaya pembangunan jaringan irigasi serta

perawatannya yang cenderung mahal serta kesulitan teknis kontruksi yang terus

meningkat sebagai keterbatasan air dan lahan turut mempengaruhi perkembangan

jaringan irigasi ini. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan

program intensifikasi lahan sawah melalui perbaikan pengelolaan air irigasi

dengan pembangunan jaringan irigasi teknis, seperti bendung, intake, dll sangat

diperlukan guna meningkatkan kualitas jaringan irigasi di Kabupaten Deli

Serdang.

I. Teknis I. Semi Teknis I. Sederhana

(48)

Gambar 5. Perkembangan Klas Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

7. Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi

Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan irigasi digunakan

sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya

padi di lahan sawah. Menurut Pusposutardjo (1991), perkembangan pelayanan

jaringan irigasi dapat dilihat dari perkembangan luas panen. Untuk wilayah Deli

Serdang, perkembangan luas panen dan tanam padi sawah total (baik irigasi

maupun non irigasi) dapat dilihat pada Tabel 5 kolom 2 dan 3. Jika dibandingkan

antara luas panen dengan luas lahan irigasi, maka akan diperoleh data

perbandingan luas untuk 5 tahun terakhir masing-masing 1,6; 1,9; 1,8; 1,8; 1,9.

Perkembangan nisbah ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 juga dapat

dilihat perbandingan luas lahan sawah total dengan luas lahan irigasi di Kabupaten

Deli Serdang.

Jika diperhatikan, selama 5 tahun terakhir terjadi peningkatan pelayanan

(49)

panen dengan luas lahan irigasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang masih

dibawah 2,0. Ini menunjukkan bahwa sasaran 2x tanam padi dalam setahun di

lahan sawah irigasi masih belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat

disebabkan oleh debit air kurang, manajemen irigasi yang kurang baik, serta

efisiensi irigasi yang masih rendah. Menurut Sumono (2012), perbaikan

manajemen irigasi padi sawah untuk meningkatkan efisiensi irigasi dapat

dilakukan dengan meningkatkan daya dukung irigasi dan pemahaman watak

tanaman yang tercermin dari aktivitas biologis periodik padi sawah sesuai dengan

fase-fase pertumbuhannya yang dipengaruhi oleh faktor iklim wilayah.

Dalam Sumono (2012) juga dinyatakan perbaikan manajemen irigasi ini

diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman padi sawah dan

dampaknya terhadap kelestarian daya dukung lingkungan. Sementara upaya yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan daya dukung irigasi, antara lain: perawatan

dan pemeliharaan jaringan irigasi, irrinase (keserasian antara irigasi dan drainase),

jadwal pergiliran air yang merata serta perbaikan teknik irigasi untuk

meningkatkan efisiensi irigasi.

8. Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen

Berdasarakan nisbah antara luas panen dengan luas lahan irigasi di

Kabupaten Deli Serdang menunjukkan nilai fluktuasi yang mengarah pada

keandalan jaringan irigasi untuk stabilisasi produk padi sawah di wilayah tersebut.

Selain itu, keandalan jaringan irigasi juga dapat ditunjukkan dari fluktuasi luas

kerusakan panen yang terjadi selama 5 tahun terakhir. Kerusakan panen (Puso)

(50)

Menurut Kepala Bagian Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Puso ini

disebabkan oleh kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Deli

Serdang. Faktor hama penyakit juga turut mempengaruhi tingkat kerusakan panen

ini, namun tidak sebesar angka kerusakan yang diakibatkan oleh kekeringan.

Sementara, kekeringan umumnya terjadi pada lahan sawah tadah hujan.

Jika dilihat Tabel 5 diatas, angka kerusakan panen yang terjadi masih

sangat tinggi. Hal ini menunjukkan keandalan jaringan irigasi untuk menunjang

produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan.

Keadaan jaringan irigasi di daerah Kabupaten Deli Serdang juga dapat

diperlihatkan dari angka perubahan luas lahan irigasi yang dibudidayakan 1x, 2x

bahkan 3x setahun. Tabel 7 menunjukkan luas lahan sawah yang dapat

dibudidayakan 2x setahun umumnya meningkat, meskipun ada beberapa tahun

yang mengalami penyusutan luas 2x tanam setahun. Bahkan pada beberapa irigasi

teknis dan setengah teknis di daerah ini, padi juga telah dibudidayakan 3x setahun,

meskipun perkembangannya tidak sebesar pembudidayaan 2x setahun.

Kondisi infrastruktur pertanian di Kabupaten Deli Serdang yang

menggambarkan keadaan dan keandalan jaringan irigasi di wilayah ini dapat

dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kondisi Infrastruktur Pertanian di Kabupaten Deli Serdang

No Uraian Volume

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya
Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi
Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi  Sawah Berdasarkan Jenis Kebutuhannya
Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua Puluh Empat bulan Pebruari tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Pokja Pelelangan Konsultansi Pengawasan Pembangunan Gedung Kuliah Kampus II

Solo sebagai kota heritage tersusun oleh elemen elemen pembentuk kota antara lain kawasan hunian khususnya kampung, kawasan karya (tempat kerja, industri,

The mean ( 6 SD) salivary levels of DHEA, cortisol, and the molar cortisol/DHEA ratio at either 8:00 AM (gray bars) or 8:00 PM (patterned bars) in three groups of subjects

[r]

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak balita,

[r]

Dalam pembuatan situs tampilan halamannya dapat dibuat lebih menarik dengan menggunakan Dreamweaver MX, Dreamweaver MX pun memberikan kemudahan-kemudahan bagi perancang situs web

“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecahan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,