DOI:
Homepage: https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/jps
KEBERMAKNAAN HIDUP BAGI NARAPIDANA YANG BELUM MENIKAH DI RUTAN KELAS IIB BATUSANGKAR
1Laras Hakimi, 2Sisrazeni
Jurusan Psikologi Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, IAIN Batusangkar, Indonesia Jurusan Psikologi Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, IAIN Batusangkar, Indonesia
*Email: [email protected]
Received: 7 February 2022 Revised: 18 April 2022 Accepted: 20 June 2022
Abstrak
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 narapidana yang belum menikah di Rutan Kelas IIB Batusangkar. Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan adalah melalui dokumentasi dan wawancara (interviews), pengelolaan data dilakukan secara deskriptif kualitatif, kemudian diuraikan dan diperjelas aspek-aspek tertentu dari masalah dan dijelaskan melalui kalimat-kalimat yang efektif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebermaknaan hidup narapidana yang belum menikah dilihat dari terpenuhinya dimensi kebermaknaan hidup yang mana ketiga responden dapat mencapai tahap-tahap dari kebermaknaan hidup. Dalam mencapai kebermaknaan hidup ketiga responden melalui proses yang terdiri dari tahap derita, penerimaan diri, perubahan sikap, tahap menemukan makna hidup, tahap keikatan diri , dan tahap kehidupan yang berarti responden lebih menghargai nilai-nilai penghayatan yaitu dengan menjadikan keluarga sebagai tujuan hidup.
Apresiasi ini diwujudkan secara berbeda oleh ketiga responden. Pada responden pertama dan ketiga, N dan R memilih mengarahkan makna hidup mereka menjadi orang yang taat kepada Tuhan dan membanggakan orang tua, responden kedua, SE memilih mengarahkan makna hidupnya bagi keluarga dan pendidikannya.
Abstract
Based on the results of the study, it was found that the meaning of life of unmarried prisoners was seen from the fulfillment of the meaningfulness of life dimensions in which the three respondents could reach the stages of meaningfulness of life. The three respondents reached the meaning of their life after going through processes consisting of the stage of suffering or suffering, the stage of self-acceptance, the stage of changing attitudes, the stage of finding the meaning of life, the stage of self-bonding, and the stage of life which means that the respondent is more appreciative of the values of appreciation, namely by making family as the goal of life. This appreciation is manifested differently by the three respondents. In the first and third respondents, N and R chose to direct the meaning of their lives to become people who obey God and make their parents proud, the second respondent, SE chose to direct the meaning of their lives for their families and education.
Keyword: The Meaning of Life, Prosoners, State Prison
Pendahuluan
Makna hidup adalah bentuk dari sebuah kekuatan hidup manusia untuk memiliki komitmen hidup, sehingga dapat dikatakan bahwa hidup dimulai dengan alasan untuk apa seseorang harus tetap hidup. Keinginan untuk melayani orang lain, baik anak, istri, anggota keluarga, komunitas negara, atau mungkin kemanusiaan, dapat mengungkapkan makna hidup.
Kurangnya inisiatif, rasa hampa dan tidak berarti, serta kebosanan dan sikap apatis, serta ide- ide bunuh diri, semuanya merupakan gejala ketidakbermaknaan dalam hidup.
Menemukan tujuan hidup sendiri adalah kewajiban pribadi yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain, melainkan harus ditemukan oleh individu tersebut. Menurut Bastaman (1997), kebermaknaan hidup adalah kebutuhanatau hasrat pada manusia yang mendasari berbagai aktifitas kehidupannya untuk mendambakan dirinya menjadi seorang pribadi yang bermartabat,terhormat, dan berharga, dan dapat digunakan sebagai tujuan hidup yang bermakna.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi berupa kata-kata dan bahasa dalam konteks alam yang khusus (Moleong, 2006). Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu wawancara, pengamatan, dn pemanfaatan dokumen. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang Kebermaknaan Hidup Narapidana.
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 3 narapidana yang belum menikahsebagai subjek yang di ambil dengan tujuan agar subjek dapat memberikan data terkait gambaran kebermaknaan hidup narapidana yang belum menikah di Rutan Kelas IIB Batusangkar.
JPI: Jurnal Psikologi Islam Vol. 1, No. 1 (2022), pp. 11-18 | doi: -
13
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara.
Analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menyimpulkan.
Keabsahan data diuji menggunakan triangulasi waktu.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data ada beberapa temuan terkait dengan kebermaknaan hidup bagi narapidana yang belum menikah di rutan Kelas II B Batusangkar temuan tersebut yaitu: Faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup bagi narapidana yang belum menikah.
Motif mendasar manusia untuk mengejar kehidupan yang bermakna adalah makna hidup dan keinginan untuk hidup bermakna (will to meaning). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting dan berharga oleh setiap individu dan memiliki nilai khusus dan dapat dijadikan tujuan hidup bagi seseorang. Menurut Bastaman (1996) faktor yang mempengaruhi makna hidup adalah kualitas dan pertemuan.
1. Kualitas-kualitas Insani
Menurut Bastaman (1996) kualitas-kualitas insani yaitu semua kemampuan yang hanya dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain yang Diantaranya adalah karakteristik, sikap, dan kondisi yang unik pada manusia dan tidak dimiliki oleh organisme lain. Kesadaran diri, pengembangan diri, humor, keinginan untuk menjalani kehidupan yang bermakna, moralitas, kreativitas, dan transendensi diri hanyalah beberapa contoh. Berdasarkan hasil penelitian di atas, faktor yang mempengaruhi makna hidup narapidana menurut Bastaman adalah kualitas manusia, yaitu tingkat baik atau buruknya sifat pada manusia yang mana seseorang yang memiliki kebermaknaan hidup akan memiliki kualitas atau mutu yang baik menyangkut dirinya tersebut seperti sifat, kesadaran diri pengembangan diri dan sebagainya, namun dalam hasil penelitian yang peneliti temukan narapidana yang belum menikah mampu menarik kualitas-kualitas diri yang positif untuik dirinya serta orang yang beru dikenalnya.
2. Pertemuan (ecounter)
Berdasarkan teori dan data yang ditemukan dilapangan terkait faktor pertemuan (ecounter) dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain dengan berkomunikasi positif dengan orang-orang dirasanya dekat serta para tahanan yang baru masuk. .
Berdasarkan hasil penelitian diatas terkait pertemuan (ecounter) menurut Bastaman pertemuan yang dimakhsud adalah hubungan yang mendalam antara seseorang dan orang lain sebagai seseorang yang memiliki makna dalam hidup dapat dilihat dari keterbukaan, saling memahami serta menghargai satu sama lain dengan baik, sedangkan menurut hasil penelitian yang peneliti temukan narapidana yang belum menikah dapat menjalin hubungan dengan baik dengan orang-orang yang baru di sekitarnya serta mampu memahami situasi yang dialaminya saat ini.
Tercapainya kebermaknaan hidup merupakan komponen makna hidup, yang merupakan proses yang saling terkait. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
1. Dimensi Personal
Menurut Bastaman (1996) dimensi personal kebermaknaan hidup seseorang adalah meliputi. Kesadaran diri, atau membangkitkan kesadaran individu yang sangat besar untuk menciptakan penyesuaian positif dan mengubah sikap dari negatif ke positif.
Berdasarkan teori dan data yang ditemukan dilapangan terkait dimensi personal kebermaknaan hidup narapidana yang belum menikah dapat disimpulkan bahwa responden memiliki keinginan yang bersar untuk merubah dirinya menjadi lebih baik atau keinginan untuk bersikap lebih baik dari sebelumnya.
2. Dimensi Sosial
Menurut Bastaman (1996) dimensi sosial kebermaknaan hidup seseorang yaitu kehadiran seseorang atau sejumlah orang dekat, yang selalu mendukung individu yang dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan saat dibutuhkan.
Berdasarkan teori dan data yang ditemukan dilapangan terkait dimendi sosial yang merupakan sosial support yang diterima oleh responden dapat disimpulkan bahwa
JPI: Jurnal Psikologi Islam Vol. 1, No. 1 (2022), pp. 11-18 | doi: -
15
resonden menerima dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman- teman, namun responden sendiri tidak memiliki teman dekat perempuan yang dapat mendukungnya disaat kondisi yang dialaminya saat ini.
3. Dimensi Nilai-nilai
Menurut Bastaman (1996) dimensi nilai-nilai memiliki unsur-unsur yang meliputi makna hidup, yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi sebagai pedoman kegiatannya. Komitmen diri adalah keinginan seseorang untuk menemukan makna hidup dan tujuan keberadaan yang mengatur dan memimpin aktivitasnya, yaitu upaya sadar dan disengaja dalam bentuk pengembangan potensi pribadi yang positif (bakat, kemampuan, keterampilan) serta penggunaan hubungan interpersonal untuk mendukung pencapaian makna dan tujuan hidup
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dimensi makna hidup menurut Bastaman dikelompokkan menjadi tiga yaitu, dimensi Personal, dimensi Sosial dan Dimensi Nilai.
Melalui dimensi-dimensi tersebut dapat dilihat seseorang yang memiliki makna hidup adalah seseorang yang dapat memenuhi komponen keberhasilan dari hidup tak bermakna menjadi bermakna yaitu seperti makna pemahaman diri yaitu tingkat kesadaran atas kondisi yang dihadapinya serta perubahan sikap seseorang agar lebih tepat dalam menghadapai masalah. Dimensi sosial yaitu berupa dukungan dari orang- orang sekitar merupakan komponen yang dapat dikatakan mampu melihat keberhasilan dalam menemukan makna hidup, dalam penelitian diatas ditemukan responden mendapatkan dukungan sosial dari sejumlah orang disekitarnya.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebermaknaan hidup terhadap tiga responden yang dilakukan di Rutan Kelas II Batusangkar, ditemukan bahwa ketiga responden telah menempuh tahapan kehidupan yang bermakna. Ketiga responden tersebut melewati fase-fase menemukan makna hidup setelah melalui proses yang meliputi penderitaan, penerimaan diri, perubahan sikap, dan pencarian makna hidup. Penemuan makna hidup mereka berdampak pada tindakan
yang harus diselesaikan, setelah mereka mampu merencanakan masa depan setelah hukuman selesai. Makna hidup mereka diperkuat oleh komponen-komponen yang terintegrasi satu sama lain dan tercermin dalam perilaku para responden selama dalam tahanan.
Dibandingkan dengan kehidupan masa lalu mereka, saat ini ketiga responden lebih menghargai penghargaan, yaitu menghargai keluarga dan menghargai kehidupan sebagai manusia. Ketiga responden memandang kebermaknaan hidup dengan cara yang berbeda.
Pada responden pertama dan ketiga, N dan R memilih untuk mengarahkan makna hidupnya menjadi orang yang taat kepada Allah dan membanggakan orang tua, responden kedua, SE memilih untuk mengarahkan makna hidupnya bagi keluarganya dan bagi pendidikannya.
Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa batasan yang peneliti temukan saat melakukan penelitian yang mana tempat dan subjek penelitian peneliti yaitu di Rumah Tahanan Negara yang dapat dikatakan tempat yang sangat sulit dimasuki oleh orang umum, maka dari itu dalam pengambilan data peneliti mendapat waktu yang singkat dan sedikit. Selain itu dalam proses pengambilan data pada narapidana yang belum menikah cukup menjadi tantangan bagi peneliti karena beberapa kasus dari narapidana yang membuat proses pengambilan data mengalami sedikit kesulitan.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada, Ayahanda, Ibunda yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan karya ini. Selain itu, pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu pembimbing yang selalu mendukung dan menuntun saya dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini. Selanjutnya juga saya ucapkan terimakasih kepada kepala serta seluruh pegawai lembanga Rumah Tahanan Negara Batusangkar yang telah memberikan saya kesempatan dalam melakukan penelitian ini hingga ilmu yang berharga ini, dan tak lupa juga saya ucapakan terimakasih banyak kepada para narapidana dan subjek penelitian yang telah mau membantu saya dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini.
JPI: Jurnal Psikologi Islam Vol. 1, No. 1 (2022), pp. 11-18 | doi: -
17 Daftar Pustaka
Alina, m. y. (2012). Penempatan Narapidana di dalam Rumah Tahanan Dalam Konteks Sistem Penegakan Hukum Pidana di Indonesia. Jurnal Hukum, 2.
Angraeni, T., & Cahyanti, I. Y. (2012). Perbedaan Psychological well-being Pada Penderita Diabetes Tipe 2 Usia Dewasa Madya Ditinjau dari Strategi Coping. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 81-82.
Bastaman, H. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jurnal Psikologi.
Halim, C. F., & Dariyo, A. (2016). Hubungan Psychological Well-Being dengan Loneliness pada Mahasiswa yang Merantau. Psikogenesis, 173.
Kusbadini, W., & Suprapti, V. (2014). Psychological Well Being Perempuan Dewasa Awal yang Pernah Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 83.
Machali, I. (2012). Jurnal Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan, 276-277.
Machdi, R. (2013). Bagaimana Hidup Saya Setelah Ini? Aspirasi Masa Depan Narapidana Ditinjau dari Perspektif Kepemudan. Jurnal Stusi Pemuda, 63.
Moleong, L. J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Prabowo, A. (2017). Gratitude dan Psychological Well Being pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 262.
Putri, A. F. (2019). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya. Jurnal Konseling, 35.
Ramadhani, T., Djunaedi, & S., A. S. (2016). Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) Siswa yang Orangtuanya Bercerai (Studi Deskriptif yang Dilakukan pada Siswa di SMK Negeri 26 Pembangunan Jakarta). Jurnal Bimbingan Konseling, 109-110.
Ramadhani, T., Djunaedi, & Sismiati, A. (2016). Kesejahteraan Psikologis (Psychological well-being) siswa yang orangtuanya bercerai (Studi Deskriptif yang Dilakukan pada Siswa di SMK Negeri 26 Pembangunan Jakarta). Jurnal Bimbingan Konseling, 110-111.
Ritonga, B., & Listiari, E. (2006). Kebermaknaan Hidup MahasiswaSekolah Tinggi Theologia Nazarene Indonesia Ditinjau dari Tingkat Religiusitasnya. Jurnal Psikologi.
Situmorang, V. H. (2018). Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Bagian dari Penegak Hukum. Jurnal Kementrian Hukum dan HAM R.I, 86.
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV.Alvabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alvabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Sumanto. (2006). Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi.
Tanujaya, W. (2014). Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kesejahteraan Psikologis (Psychological well being) pada Karyawan Cleaner (Studi pada karyawan cleaner yang menerima gaji tidak sesuai standar Ump di PT. Sinergi Integra Service, Jakarta). Psikologi, 70.
Tasema, J. K. (2018). Hubungan Antara Psychological Well Being dan Kepuasan Kerja pada Karyawan di Kantor X. Jurnal Maneksi, 40.
Ula, S. T. (2014). Makna Hidup Bagi Narapidana. Jurnal Hisbah, Vol. 11, No.1, Juni, 16.
Utami, P. N. (2017). Keadilan Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Penelitian HukumDE JURE, 382-383.
Widiyastana, M. H., & Zahro, I. F. (2018). Kebermaknaan Hidup Narapidana Ditinjau Dari Pendekatan Eksistensial. Jurnal Psikologi, 4.