JURNAL PRAKTIKUM KFIII
KINETIKA REAKSI SAPONIFIKASI ETIL ASETAT
Disusun Oleh:
Zesi Nur Albaina KC2020 22030234118
PRODI KIMIA JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi- reaksi yang bersangkutan. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi yang cepat atau lambat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat reaktan, konsentrasi reaktan, katalis yang digunakan, dan juga suhu saat reaksi terjadi. Proses saponifikasi atau pembuatan sabun juga termasuk dalam kinetika kimia
Pembuatan sabun dilakukan dengan cara hidrolisis antara basa dengan lemak ataupun dengan minyak. Sabun bekerja untuk mencuci sekaligus mengemulsi. Sabun memiliki komponen yang terkandung yaitu asam lemak dan sodium. Proses netralisasi minyak dan saponifikasi adalah rangkaian dari tahap untuk membuat sabun, sehingga akan menghasilkan produk gliserol yang sebagai produk sampingan. Sedangkan trigliserida adalah proses saponifikasi alkali yang direaksikan dengan asam lemak merupakan netralisasi
Praktikum kali ini melakukan kinetika saponifikasi etil asetat. Hasil akhirnya digunakan pada nilai orde, konstanta laju, energi aktivasi, serta faktor pra eksponensial yang dicari dari reaksi etil asetat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengetahui bahwa reaksi penyabunan hidroksida merupakan reaksi orde dua?
2. Bagaimana cara menentukan konstanta kecepatan reaksi 1.3 Tujuan
1. Bagaimana memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan hidroksida merupakan reaksi orde dua?
2. Menentukan konstanta konstanta kecepatan reaksi
BAB II DASAR TEORI 2.1 Kinetika Kimia
Kinetika kimia mempelajari laju berlangsungnya reaksi kimia, dan energi yang berlangsung pada proses itu, serta mekanisme berlangsungnya proses tersebut. Kinetika merupakan dasar untuk mengetahui berbagai perubahan termasuk laju dan kecepatan berbagai proses yang terjadi selama pengolahan dan penyimpanan. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa produk yang dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Partana, 2003).
Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksiyang kecepatannya dapat diukur. Ditinjau dari fase zat yang bereaksi, dikenaldua macam reaksi, yaitu :
a) Reaksi homogen, yaitu reaksi dimana tidak terjadi perubahan fase.
b) Reaksi heterogen, yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase.
Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi terhadap waktu, jadi tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bilawaktu bertambah. (Sukarjo, 1997)
2.2 Laju Reaksi
Laju reaksi suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi yang terlibat dalam reaksi terhadap satuan waktu. Laju atau kecepatan reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya/bertambahnya konsentrasi suatu produk. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam mol per liter. Laju reaksi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi dibawah ini:
A + B AB
Persamaan laju reaksi secara umum ditulis sebagai berikut:
r = k [A]m[B]n
Dimana k sebagai konstanta laju reaksi, m dan n orde parsial masing-masing pereaksi.
Besarnya laju reaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
a) Konsentrasi
Konsentrasi merupakan jumlah zat terlaru yang terdapat di dalam suatu larutan. Apabila jumlahnya semakin banyak maka konsentrasi semakin besar. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit jumlahnya maka konsentrasi semakin kecil. Di dalam larutan yang memiliki konsentrasi tinggi terdapat lebih banyak
b) Luas Permukaan
Luas permukaan memiliki pengaruh besar terhadap laju reaksi.
Apabila permukaannya semakin luas, akan mempercepat laju reaksi.
Namun, jika luas bidang sentuhnya semakin kecil maka laju reaksi semakin lambat karena tumbukan partikel-partikelnya kecil. Karakteristik dari setiapkepingan yang direaksikan juga akan memberikan pengaruh.
Jika kepingan halus maka reaksi akan berlangsung lebih cepat. Namun, saat kepingannya kasar maka setiap reaksi memerlukan waktu semakin lama (Adiguna, 2004).
c) Suhu Reaksi
Perubahan suhu mempengaruhi sebuah laju reaksi. Saat suhu dinaikkan maka setiap partikel akan mempunyai energi lebih banyak sehingga semakin bergerak aktif. Frekuensi tumbukan pun akan meningkat. Dengan demikian, reaksi kimia akan berlangsung cepat. Lain halnya saat suhu diturunkan, laju reaksi akan menurun karena partikel- partikel dari zat menjadi kurang aktif bergerak.
d) Katalis
Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk mempercepat jalannyareaksi. Katalis biasanya ikut bereaksi sementara dan kemudian terbentuk kembali sebagai zat bebas. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme. Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan diatas tanda panah (Petrucci,1987)
2.3 Orde Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yangmempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan
percobaan. (Keenan, 1996) menyatakan uatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi
v = k [A][B]
Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimanahasil perubahan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secaraeksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksidiketahui seluruh orde reaksi yang dapat ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya eksponen untukmasing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu.
Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial
2.4 Saponifikasi
Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak danminyak, dan reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasilmula- mula dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa.
Setelah campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat.
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produksamping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dariasam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudahlarut dan memiliki struktur sabun yang lenih keras. Sabun memiliki kelarutanyang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebihkecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Hidrolisis suatu ester dalam basa atau penyabunan (saponifikasi) merupakan suatu reaksi tak reversibel. Karena tak reversibel penyabunanseringkali menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dengan rendemen yanglebih baik daripada hidrolisis asam. Asam karboksilat yang diperoleh darihidrolisis suatu lamak atau minyak disebut asam lemak. Karena hidrolisis berlangsung pada suasana basa, hasil penyabunan ialah garam karboksilat.Asam bebas akan diperoleh bila larutan itu diasamkan. Kata saponifikasi berasal dari kata “sabun” (Fessenden, 1984).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan
Alat
- Corong Kaca - Stopwatch - Gelas Kimia - Erlenmeyer - Buret
- Statif dan Klem - Gelas Ukur - Termometer
Bahan
- Etil Asetat 0,02 N - Indikator PP
- Larutan NaOH 0,02 N - Aquades
- Larutan HCl 0,02 N 3.2 Alur Bagan
25 mL larutan etil asetat 0,02 N - Dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
- Ditempatkan pada thermostat untuk mendapatkan suhu yang sama dengan NaOH
Etil asetat dengan suhu yang sama dengan NaOH
Reaksi:
CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + C2H5OH(aq)
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
20 mL larutan NaOH 0,02 N
- Dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
- Ditempatkan pada thermostat untuk mendapatkan suhu yang sama dengan NaOH
NaOH dengan suhu yang sama dengan etil asetat Larutan HCl 0,02 N
- Dipipet 10 mL
- Dimasukkan ke dalam 7 erlenmeyer Hasil
25 ml larutan etil asetat dengan suhu yang sama dengan NaOH - Ditambahkan 20 ml larutan NaOH dengan suhu yang
sama dengan etil asetat
- Dicampurkan dengan cepat dan dikocok
- Jalankan stopwatch saat kedua larutan bercampur
Campuran larutan etil asetat dan NaOH dengan suhu yang sama - 3 menit setelah reaksi dipipet 5 ml
- Dimasukkan kedalam salah satu labu Erlenmeyer berisi 10 ml HCl
- Diaduk
- Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,02 N
- Dilakukan pengambilan seperti pekerjaan diatas pada menit ke 8, 15, 25, 40 dan 65
Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Adiguna, MS. 2004). Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia.
Dalam:Budimulja U, Kuswadji, Bramono,K; Menaldi,SL; Dwihastuti,P;
Widaty,S. Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan mahasiswa kedokteran. Balai penerbit FK UI, 5-6: Jakarta.
Fessenden, Ralph.J dan Joan S.Fessenden .
1982. Fessenden dan Fessenden Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Keenan, dkk. 1984. Edisi Keenam Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Partanan, CF., dkk. 2003. Common Texbook (Edisi Revisi) Kimia Dasar 2.
Yogyakarta: Proyek Kerja bersama JICA, DIKTI, dan FMIPA UNY pada Program IMSTP.
Petrucci, R. (1987). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Sukarjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: PT Aneka Cipta