• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAS : C KELOMPOK : 2 NAMA (NIM) : 1. Dhabita Syaurah Nurrosna (H0919035) 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "KELAS : C KELOMPOK : 2 NAMA (NIM) : 1. Dhabita Syaurah Nurrosna (H0919035) 2."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS : C KELOMPOK : 2

NAMA (NIM) : 1. Dhabita Syaurah Nurrosna (H0919035) 2.Fannisa Wardhani (H0919044) 3.Hanif Zaki Pratama (H0919049) 4.Raifadila Bariza E. (H0919080) 5.Siti Nirmala Dewi (H0919094)

Aplikasi dengan Metode Perendaman Ekstrak Jamur Tiram sebagai Bahan Pengawet Pada Tahu

A. Tahu Ekstrak Jamur Tiram

Jamur dikategorikan sebagai makanan yang dapat memberikan manfaat kesehatan dari kandungan nutrisi yang dimiliki. Jamur yang dikenal memiliki khasiat kesehatan salah satunya adalah spesies Pleurotus (jamur tiram). Jamur merupakan makanan sumber antioksidan seperti vitamin A, C, karoten, polifenol, dan flavonoid. Spesies Pleurotus (jamur tiram) diketahui mengandung manfaat bagi kesehatan seperti aktivitas antitumor, immunomodulatory, antigenotoik, antioksidan, anti inflamasi, hypocholesterolaemic, anti hipertensi, antiplatelet-aggregating, anti hiperglikemik, antimikroba, dan antiviral (Patel dkk., 2012).

Pada produk inovasi, dilakukan ekstraksi jamur tiram pada tahu. Tahu merupakan produk fermentasi rendah kalori dan tinggi protein. Tahu adalah sumber yang baik dari berbagai mineral seperti kalsium, besi, magnesium, fosfor, seng, dan kalium, serta kandungan vitamin pada tahu seperti vitamin D, A, B6, C, thiamin, riboflavin, niasin, dan asam folat. Kandungan gizi dalam 100 gram tahu adalah air 82,2 gram; kalori 78-80 kal;

protein 10,9 gram; lemak 4,7 gram; karbohidrat 0,8 gram; serat 0,1 gram; kalsium 223 mg; fosfor 183 mg; besi 3,4 mg; natrium 2 mg; kalium 50,6 mg; tembaga 0,19 mg; seng 0,8 mg; betakaroten 118 mg; thiamin 0,01 mg; riboflavin 0,08 mg; serta niasin 0,1 mg (Aladin dan Syarif, 2020).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016-2019, konsumsi tahu masyarakat Indonesia sebesar 0,15 kg per kapita. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada pertengahan yaitu tahun 2017-2018 sebesar 0,16 kg per kapita.

(2)

Sedangkan konsumsi tempe masyarakat Indonesia pada tahun 2016-2019 lebih rendah yaitu sebesar 0,14 kg per kapita. Jika dibandingkan berdasarkan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia, inovasi tahu memiliki peluang yang lebih besar untuk dilakukan dan diproduksi karena masyarakat lebih banyak mengonsumsi tahu dibandingkan produk olahan kacang kedelai sejenisnya, yaitu tempe.

Inovasi produk tahu ekstrak jamur tiram memiliki potensi pasar yang tinggi selain karena konsumsi produk tahu masyarakat Indonesia yang tinggi. Ekstrak jamur tiram menjadikan tahu memiliki aroma dan cita rasa khas jamur yang gurih dan disukai masyarakat pada umumnya. Untuk mengembangkan produksi tahu ekstrak jamur tiram dapat dimulai melalui swalayan atau pasar modern dengan target konsumen yang mementingkan kandungan gizi produk ataupun konsumen yang menyukai produk-produk baru.

Tahu memiliki kelemahan yaitu mempunyai masa simpan yang relatif pendek. Pada umumnya, tahu segar hanya dapat disimpan selama dua hari pada suhu kamar. Apabila penyimpanan tahu dilakukan lebih dari dua hari, maka dapat mengakibatkan tahu terasa asam dan semakin lama semakin membusuk sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Singkatnya masa simpan produk tahu mengakibatkan produksi tahu harus dilakukan setiap hari dengan jumlah produksi terbatas untuk menghindari kerusakan produk tahu (Annisa dkk., 2017).

Penyebab utama pembusukan tahu sehingga memperpendek masa simpan tahu yakni mikroorganisme. Mikroorganisme perusak pada produk tahu adalah bakteri asam laktat yang berbentuk Streptokokus, golongan koliform, golongan psikotropik gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif yang dominan yang terdapat di dalam tahu segar. Ada pula bakteri pembentuk lendir penyebab pelendiran pada tahu yaitu dari golongan Pseudomonas, Lactobacillus, dan Streptococcus. Adanya bakteri perusak tersebut erat kaitannya dengan kandungan air pada tahu yang relatif tinggi yang berkisar 86-89%. Menurut Pakpahan dkk., (2015), air dalam bahan pangan merupakan komponen penting karena ikut menentukan kesegaran daya tahan atau daya awet suatu bahan. Kadar air yang tinggi pada tahu menyebabkan tahu sangat cepat mengalami proses kerusakan.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya memperpanjang umur simpan tahu agar dapat dikonsumsi pada jangka waktu yang lama.

(3)

Metode yang umum digunakan pada proses pengawetan tahu adalah pencelupan sehingga terbentuk edible coating. Metode lain yang dapat digunakan adalah dengan pencampuran bahan koagulan pada tahu. Contohnya ada pada penelitian yang dilakukan oleh Indrawijaya dkk (2017) terhadap umur simpan tahu yang menggunakan kitosan sebagai edible coating dan campuran bahan koagulan. Kitosan digunakan sebagai bahan pengawet karena kemampuannya dalam menekan pertumbuhan bakteri. Hal ini disebabkan karena kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Harjanti, 2014). Berdasarkan hasil penelitian oleh Indrawijaya dkk (2017), diperoleh data bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang diaplikasikan pada produk tahu maka semakin tinggi tingkat ketahanan dan umur simpan produk tahu. Adapun sampel dengan umur simpan paling baik yaitu produk tahu dengan konsentrasi kitosan sebesar 5%. Dimana, pengaplikasian kitosan dengan metode koagulan menghasilkan produk tahu yang dapat bertahan dengan kondisi baik selama 14 hari, sedangkan produk tahu yang menggunakan metode edible coating menghasilkan produk tahu yang mampu bertahan selama 13 hari.

Pengawetan pada tahu juga dapat dilakukan dengan perendaman. Metode ini dilakukan pada penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2007), dimana tahu direndam pada larutan konsentrasi kunyit sebanyak 1%, 2%, dan 3% dengan lama perendaman selama 2, 4, dan 6 hari. Proses pengawetan tahu dengan bubuk kunyit ini dapat memperpanjang umur simpan tahu selama 2 hari, dimana perlakuan terbaik yang merupakan perlakuan dengan konsentrasi bubuk kunyit yang optimal diperoleh dari kombinasi perlakuan dengan konsentrasi bubuk kunyit 2% dengan lama perendaman 4%.

Larutan kunyit dipilih karena memiliki senyawa bioaktif yang berperan sebagai antimikroba adalah kurkumin, desmetoksikumin dan bidestometoksikumin dimana di dalamnya terdapat saponin yang terkandung surfaktan yang berfungsi sebagai emulgator (Berlian dkk, 2017).

(4)

B. Rancangan Inovasi Pengawetan Produk

Prosedur aplikasi pengawetan tahu menggunakan bahan alami jamur tiram (Pleurotus spp.) yang pertama yaitu dilakukan pembuatan bubuk jamur tiram dengan cara jamur tiram segar dibersihkan dari kotoran-kotorannya, ditimbang 100 g, dipotong potong, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama 5 jam lalu digiling sampai halus dengan grinder dan diayak sampai mendapatkan bubuk jamur tiram yang lebih halus (Widyastuti dan Sri, 2004). Bubuk jamur tiram tersebut kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol 70% di incubator shaker dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:10 (b/v) selama 72 jam pada suhu ruang dengan kecepatan 150 rpm. Kemudian memisahkan filtrat dengan ampas menggunakan kertas saring, lalu memekatkan filtrat dengan alat rotary evaporator pada suhu 40±1,82°C selama 1±0,25 jam hingga pelarut etanol tidak menetes lagi dari kondensor sehingga dihasilkan ekstrak jamur tiram pekat (Saskiawan dkk., 2017).

Kemudian dilakukan pengawetan tahu dengan metode perendaman.

Perendaman tahu dilakukan selama 15 menit dengan cara melarutkan ekstrak kental bahan ke dalam 300 ml air (Pakpahan dkk., 2015). Setiap jenis ekstrak diaplikasikan pada tahu dengan variasi konsentrasi 0% (tanpa perendaman), 12,5%, 18,75%, 25%, 31,25%, dan 37,5%, kemudian disimpan dalam wadah berbahan kaca atau keramik pada suhu ruang (26oC) selama 15 menit dan selanjutnya dilakukan uji total mikroba, jumlah bakteri E. coli, jumlah bakteri S. aureus , uji pH (Bouton & Harris 1972), uji kebusukan, dan uji organoleptik terhadap warna, aroma dan tekstur (Saskiawan dkk., 2017).

(5)

Metode pengawetan tahu dengan ekstrak jamur tiram dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini :

a. Ekstraksi Jamur Tiram

Gambar 1 Ekstraksi Jamur Tiram Jamur tiram

Pembersihan dan penimbangan sebesar 100 gr Pemotongan dan pengeringan dalam oven pada suhu

40°C selama 5 jam

Penggilingan hingga halus dan pengayakan Pemaserasian menggunakan etanol 70% dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:10 (b/v) selama 72 jam pada suhu ruang dengan kecepatan incubator

shaker150 rpm

Pemisahan filtrat menggunakan kertas saring Pemekatan filtrat dengan rotary evaporator pada

suhu 40±1,82°C selama 1±0,25 jam Ekstrak jamur tiram

(6)

b. Pengaplikasian Pengawet Ekstrak Jamur Tiram pada Sampel Tahu

Gambar 2. Diagram Alir Pengaplikasian Pengawet Ekstrak Jamur Tiram pada Sampel Tahu

Perlakuan terbaik didapatkan dengan konsentrasi ekstrak jamur tiram sebesar 31,25%, dimana pada perlakuan tersebut, jumlah total mikroba mengalami penurunan yang signifikan menjadi 8.6 x 105 cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak jamur tiram, maka semakin sedikit jumlah mikroba yang terdapat pada sampel. Jamur tiram memiliki senyawa saponin, flavonoid, tannin dan alkaloid dengan kandungan terbesar pada alkaloid yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen (Kayode et al. 2013). Adapun untuk parameter pembusukan, tidak terjadi pembusukan pada sampel karena kebusukan terjadi saat jumlah bakteri mencapai 5,0 x 106 cfu/g, dan ketika jumlah bakteri mencapai lebih dari 107 cfu/g mulai tercium bau busuk (Suradi, 2012). Nilai pH untuk sampel juga sebesar 5,53 dimana nilai pH tersebut masih tergolong normal. Menurut panelis, warna dari sampel memiliki nilai agak suka dan teksturnya memiliki nilai suka hingga agak suka (Saskiawan dkk., 2017).

Ekstrak jamur tiram

Pemasukkan ke dalam tabung reaksi 15 ml Pengambilan konsentrasi ekstrak jamur tiram masing-masing sebanyak 0%, 12,5%, 18,75%, 25%,

31,25%, dan 37,5%

Pelarutan kedalam 300 ml akuades steril Perendaman selama 15 menit

Penyimpanan dalam wadah kaca pada suhu ruang 26°C selama 15 menit

Sampel tahu

Pengujian total mikroba

(7)

Proses terbaik pengawetan tahu dengan metode perendaman dapat menghasilkan daya simpan tahu mencapai 3 hari dalam suhu ruang (Pakpahan, 2015).

Menurut Buckle dkk (2009), bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat pembusukan terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan biasanya ditambahkan ke dalam pangan yang mudah rusak, atau pangan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau kapang. Dalam hal ini, tahu merupakan bahan pangan yang ideal sebagai media pertumbuhan mikroba sehingga mudah rusak. Hal ini menyebabkan tahu membutuhkan bahan tambahan pangan untuk mengawetkan produk tahu. Adapun pemilihan jamur tiram sebagai bahan pengawet alami untuk produk tahu didasari oleh komponen bioaktif yang dikandung oleh jamur tiram, seperti terpenoid, steroid, fenol, alkaloid, lektin, dan nukleotida yang berperan sebagai zat antimikroba dan terbukti dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa bioaktif jamur tiram yang dapat berperan sebagai senyawa antimikroba tersebut dapat diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dengan pelarut dilakukan untuk mendapatkan senyawa yang terdapat pada bahan.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Cara ini dapat menjaga senyawa yang diekstrak tidak rusak karena dilakukan pada suhu ruang. Menurut Tambekar (2006), aktivitas antimikroba dapat dipengaruhi oleh sifat pelarut dan komponen bioaktif yang terlarut. Ekstrak jamur tiram dengan pelarut etanol memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak jamur tiram dengan pelarut methanol, xilen, benzene, ether dan aseton terhadap bakteri gram negatif.

Metode Perendaman dipilih karena dengan metode perendaman, ekstrak jamur akan terserap lebih efektif ke dalam tahu sehingga proses pengawetannya lebih efektif dan tahu dapat awet dengan lebih baik. Semakin lama perendaman maka semakin banyak air larutan yang terserap ke dalam produk (Lutfi dan Hawa, 2015). Akan tetapi, semakin lama perendaman akan membuat warna dari tahu juga berubah dan terjadi kontaminasi mikroorganisme (Saskiawan dkk., 2017).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Aladin, Andi dan Syarif, Takdir. 2020. Tahu Potensi Mengatasi Covid-19. Penerbit Nas Media Pustaka. Yogyakarta.

Annisa, Hida Arliani Nur., Yusi Prasetyaningsih., Lusi Marlina. 2017. Pengaruh Bubuk Bawang Putih dan Garam Dapur terhadap Masa Simpan Tahu pada Suhu Kamar dalam Lingkungan Asam. Jurnal Teknik - Media Pengembangan Ilmu dan Aplikasi Teknik, 16(2): 17-24

Berlian, Z., Pane, E. R., & Hartati, S. 2017. Efektivitas Kunyit (Curcuma Domestica) Sebagai Pereduksi Formalin Pada Tahu. Jurnal SainHealth, 1(1), 1-14.

Harjanti, R. S. 2014. Kitosan dari limbah udang sebagai bahan pengawet ayam goreng. Jurnal Rekayasa Proses, 8(1), 12-19.

Kayode, RMO, TF. Olakulehin, AA. Annongu, FE. Sola-ojo, SA. Oyeyinka, & BI. Kayode.

2013. Evaluation of The Nutritional Composition and Phytochemical Screening Of An Extotic and Wild Species of Oyster Mushrooms (Pleurotus sajor-caju). Nigerian Journal of Agriculture, Food and Environment, 9(3):48-53.

Lutfi, M., & Hawa, L. C. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik–Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 3(2), 26-32.

Mahmudah, I. 2007. Peningkatan Umur Simpan Tahu Menggunakan Bubuk Kunyit serta Analisa Usaha: kajian lama perendaman dan Konsentrasi Bubuk Kunyit (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Pakpahan, Rahel Asriani, Siti Khotimah, dan Masnur Turnip. 2015. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) dan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Alternatif Pengawet Tahu. Jurnal Protobiont. 4(1):115-119.

(9)

Patel, Y., R. Naraian, dan V. K. Singh. 2012. Medicinal Properties of Pleurotus Species (Oyster Muchrooms) : A Review. World Journal of Fungal and Plant Biology, 3(1): 1-12.

Sari, S. A. 2017. Uji Organoleptik Dan Tingkat Ketahanan Produk Tahu Berpengawet Kitosan. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia, 1(2), 70-76.

Saskiawan, I., Sukarminah, E., Lanti, I., Marta, H., & Nabila, P. 2017. Pemanfatan Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Penyimpanan Daging Ayam pada Suhu Ruang (26oC).

Jurnal Biologi Indonesia, 13(2).

Saskiawan, Iwan, Een Sukarminah, Indira Lanti, Herlina Marta, & Putri Nabila. 2017.

Pemanfatan Ekstrak Jamur Tiram (Pleurotus spp.) pada Penyimpanan Daging Ayam pada Suhu Ruang (26oC). Jurnal Biologi Indonesia.13(2): 279-287.

Suradi, K. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Terhadap Perubahan Nilai pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau. Jurnal Ilmu Ternak (2) : 9-12

Tambekar, DH., TP. Sonar, MV. Khodke, & BS. Khante. 2006. The Novel antibacterials from two edible mushrooms: Agaricus bisporus and Pleurotus sajor caju. International Journal Pharmacology, 2: 584 – 587.

Widyastuti, Netty dan Sri Istini. 2004. Optimasi Proses Pengeringan Tepung Jamur Tiram Putih.

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1-5

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi dekok daun binahong yang tepat untuk mendapatkan kualitas tahu putih terbaik selama masa simpan adalah konsentrasi 60%3. Konsentrasi dekok daun

Pengadaan bahan baku yang mempunyai umur simpan yang panjang seperti terigu, margarin, gula, ragi instan, susu bubuk dan meises direncanakan selama 20 hari.. Bahan baku yang

• Kombinasi dengan metode penyimpanan lain (pengemasan dan kontrol atmosfir) akan memperpanjang umur simpan dengan mutu komoditas yang terbaik.

digunakan adalah dengan mengamati pengawetan tahu dengan konsentrasi air kelapa hasil fermentasi dan lama penyimpanan yaitu analisis kimia (kadar air, kadar

Mengetahui pengaruh edible coating alginat dengan kombinasi essential oil vanili dengan konsentrasi yang berbeda untuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan

Pada perlakuan konsentrasi kunyit 20% dengan lama perendaman selama 60 menit warna tahu menjadi kuning dan berubah kuning buram selama penyimpanan 72 jam,

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperlambat proses kerusakan mutu fisik dan memperpanjang umur simpan buah manggis varietas saburai selama 4 minggu.. Kata

Jurnal 3 Perlakuan terbaik pada pengawetan sosis ikan terdapat pada penambahan bakteri asam laktat dengan spesies tunggal Lactobacillus plantarum yang menggunakan suhu fermentasi