Kelebihan dan kekurangan
Keefektifan Bacillus subtilis dalam menghambat perkembangbiakan patogen dalam pengendalian berbagai jenis penyakit telah memberikan hasil yang signifikan, seperti
penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora (Suriani et al. 2014), R. solani, Colletotrichum panacicola, dan Pseudomonas syringae (Bais et al.
2004; Muis et al. 2014; Ryu et al. 2014).
Bakteri B. subtilis PGPR merupakan salah satu bakteri antagonis yang dapat menginduksi resistensi sistemik atau induksi sistemik pada tanaman (Pieterse et al., 2014). Menurut Berendsen (2018), Penggunaan konsorsium mikroba antagonis dapat bekerja secara sinergis sehingga lebih efektif dalam menekan perkembangan penyakit dibandingkan dengan aplikasi tunggal. Mengontrol patogen tanaman menggunakan mikroorganisme antagonis
membutuhkan bahan pembawa dengan umur simpan yang lebih lama dan aplikasi yang mudah untuk tanaman . (Hanudin dkk., 2011). Bakteri ini tidak hanya menghambat
perkecambahan konidia dan pembentukan apressoria patogenik, tetapi juga perkembangan haustorium dan pemanjangan miselia. Ashwini dan Srividya (2014) melaporkan bahwa B.
subtilis dapat menghambat perkembangan penyakit antraknosa terhadap cabai yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides
B. subtilis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroorganisme lain.
Kemampuan B. Subtilis menghasilkan endospora hidup yang tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim adalah keunggulan utamanya. Bakteri ini juga mudah diformulasikan menjadi berbagai produk. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa B. subtilis dapat mengkolonisasi berbagai jenis tumbuhan. Selain mengendalikan patogen tanaman, B. subtilis merupakan bakteri PGPR yang dapat meningkatkan daya berkecambah benih, vigor tanaman, pertumbuhan akar, dan biomassa tanaman. (Muis et al. 2014).
B. subtilis telah mengurangi viabilitas ketika diformulasi dan disimpan selama beberapa waktu. Perbedaan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap viabilitas sediaan Bacillus subtilis. Muis et al. (2014) membuktikan bahwa Sediaan B. subtilis yang disimpan pada suhu rendah (16°C) menunjukkan viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu kamar (30°C). Faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah aerasi, agitasi, pH, suhu, dan lama penyimpanan, selain nutrisi dalam medium. Perbedaan suhu formulasi dan lama penyimpanan dapat mempengaruhi konsentrasi nutrisi dan mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
Dapus
Ashwini, N. and S. Srividya. 2014. Potentiality of Bacillus subtilis as biocontrol agent for management of anthracnose disease of chilli caused by Colletotrichum gloeosporioides OGC1. Biotechnology 4: 127–136.
Bais, H.P., R. Fall, and J.M. Vivanco. 2004. Biocontrol of Bacillus subtilis against infection of Arabidopsis roots by Pseudomonassyringae is facilitated by biofilm formation and surfactin production. Plant Physiol. 134: 307–319.
Berendsen, RL, G Vismans, K Yu, Y Song, RD Jonge, WP, Burgman, M Burmolle, J Herschend, PAHM Bakker, and CMJ Pieterse. 2018. Disease-induced assemblage of a plant- beneficial bacterial consortium. Journal The ISME 12: 1496-1507.
Hanudin, W Nuryani, ES Yusuf, dan B Marwoto. 2011. Biopestisida organik berbahan aktif Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada anyelir. Jurnal Hortikultura. 21(2): 152-163.
Pieterse, CMJ, C Zamioudis, RL Berendsen, DM Weller, SCMV Wees, and PAHM Bakker.
2014. Induced systemic resistance by benefical microbes. Annual Review of Phytopathology.
52: 347-375.
Ryu, H., H. Park, D.S. Suh, G.H. Jung, K. Park, and B. D. Lee. 2014. Biological control of Colletotrichum panacicola on Panax ginseng by Bacillus subtilis HK-CSM-1. J. Ginseng Res.
(38): 215–219.