• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA

N/A
N/A
Nirmal Shope

Academic year: 2023

Membagikan "DOKUMEN PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

DOKUMEN PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA

DOSEN PENGAMPU : Sakir Ridho Wijaya, S.Ip.,M.Ip

DISUSUN OLEH : 1. Satria Wahyu Wijaya 20200520125

2. Diva Nugraha 20200520070

3. Fredyan Davice Muchamad Difa 20200520149 4. Anggi Wahyuni 20200520050

5. Edwin Bagus Saputra 20200520113 6. Raihan Saiful Hakim 20200520205

7. Halifah Shafira Fitri Setiawan 20200520177 8. Ridho Rahmat Ramadan 20190520113 9. Muhammad Miftahul Ahsan 20200520161

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 KONSEPSI UMUM ... 4

1.1.1 Landasan Hukum ... 5

1.1.2 Lingkup ... 6

1.1.3 Kedudukan ... 7

1.1.4 Posisi RPB (Rencana Penanggulangan Bencana) dengan Perencanaan Lain ... 8

1.1.5 Penyusun ... 8

1.1.6 Mekanisme Penyusunan... 9

1.1.7 Masa Berlaku ... 9

1.1.8 Struktur Kepenulisan ... 9

1.2 GAMBARAN UMUM DAERAH ... 10

1.2.1 Geografis ... 11

1.2.2 Demografi ... 13

1.2.3 Tipografi ... 14

1.2.4 Iklim ... 14

1.3 SEJARAH KEBENCANAAN ... 16

1.3.1 Sejarah Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta ... 16

1.3.2 Sejarah Bencana Kabupaten Sleman ... 18

1.3.3 Sejarah Kebencanaan Kalurahan Margokaton ... 19

1.4 ANALISIS KECENDERUNGAN ... 20

1.5 METODE PELAKSANAAN PROYEK SOSIAL ... 21

BAB II RISIKO BENCANA KALURAHAN ... 21

2.1 METODOLOGI PENGKAJIAN RISIKO BENCANA ... 22

2.2 PENILAIAN ANCAMAN BENCANA ... 23

2.2.1 Hama Tanaman ... 23

2.2.2 Kekeringan ... 24

2.2.3 Cuaca Ekstrim ... 24

2.2.4 Gempa Bumi ... 25

2.2.5 Epidemi, Pandemi, dan Wabah Penyakit ... 25

2.3 PENILAIAN KERENTANAN ... 26

2.4 PENILAIAN KAPASITAS ... 27

2.5 PENILAIAN RISIKO BENCANA ... 28

2.5.1 Tingkat Risiko Bencana di Kalurahan Margokaton... 29

(3)

2.5.2 Peta Risiko Bencana di Kalurahan Margokaton ... 30

2.6 ANCAMAN BENCANA PRIORITAS ... 32

BAB III PROGRAM KEBIJAKAN ... 33

3.1 PROGRAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA SKALA DESA .. 33

3.2 SASARAN ... 35

3.3 PIHAK DALAM KEBIJAKAN ... 35

3.4 KEGIATAN DALAM PROGRAM KEBIJAKAN ... 35

3.5 STRATEGI PROGRAM ... 36

3.6 KEBERLANJUTAN PROGRAM ... 36

BAB IV PENGARUSTAMAAN ... 37

4.1 PENGARUSTAMAAN DIFABILITAS ... 37

BAB V PENUTUP ... 38

5.1 KESIMPULAN ... 38

5.2 SARAN ... 39

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Kalurahan Margokaton merupakan salah satu Kalurahan yang terletak di Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan Kalurahan Margokaton didominasi hamparan sawah dengan luas 155,8 m2 dan mengalir selokan Mataram di tengah- tengahnya. Selokan ini dimanfaatkan sebagai pasokan irigasi lahan persawahan petani di wilayah Kalurahan Margokaton. Apabila dianalisis dari kondisi geografisnya, Kalurahan Margokaton merupakan salah satu wilayah kalurahan yang minim terjadi bencana alam seperti hal nya angin kencang, gempa bumi, kekeringan, dll.

Hama pertanian terutama hama tikus, kekeringan yang sifatnya ringan, gangguan teknis, dan bencana sosial adalah beberapa bencana yang berpotensi menimpa Kalurahan Margokaton. Dari beberapa potensi bencana yang ada di Kalurahan Margokaton, bencana yang terjadi di sektor pertanian yakni serangan hama merupakan potensi bencana yang harus menjadi fokus utama pemerintah dalam menanggulangi risiko bencana.

Berdasarkan kemungkinan risiko-risiko yang ditimbulkan oleh bencana, Pemerintah Kalurahan telah menyiapkan rencana kegiatan penanggulangan bencana. Rencana kegiatan ini tercantum dalam program pembangunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan Margokaton. Rancangan kegiatan tersebut digunakan untuk pedoman Kalurahan Margokaton dalam melakukan kegiatan terutama saat bencana terjadi.

1.1 KONSEPSI UMUM

Secara Garis Besar Rencana penanggulangan bencana merupakan sebuah rencana yang dimana isinya merupakan memuat sebuah kebijakan dan strategi serta pilihan untuk sebuah tindakan yang memiliki target sasaran penyelenggaraan penanggulangan bencana desa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, RPB dibuat didasari analisis dari sebuah kebijakan serta strategi Desa / Kalurahan yang terkait oleh sinkronisasi RPJMKal. Rencana Penanggulangan Bencana merupakan sebuah bentuk dari tanggung jawab pemerintah desa dalam hal ini Kalurahan Margokaton dalam melakukan penyelenggaraan dari penanggulangan bencana pada sebuah situasi yang tidak terjadinya bencana. RPB memiliki kegunaan untuk menyambungkan dari sebuah kegiatan-kegiatan dari penanggulangan bencana dimana sampai pemerintah desa atau Kalurahan Margokaton dapat mewajibkannya pelaksanaan RPB kepada para pelaku dari penanggulangan bencana.

(5)

Rencana Penanggulangan Bencana ditujukan untuk Kalurahan Margokaton penanggulangan bencana pada tingkat Desa dalam hal ini Kalurahan Margokaton. Dalam hal ini RPB memiliki posisi yang diharapkan menjadi sebuah perangkat advokasi untuk pembangunan komitmen, penyediaan sumberdaya, serta kesatuan tindak bagi Kalurahan Margokaton terkait dari penyelenggaraan penanggulangan bencana di desa itu sendiri. Oleh karena itu dalam sebuah penyusunan RPB perlunya melibatkan seluruh Pemerintah Daerah maupun non pemerintah serta menggaet Perangkat Daerah dibawah koordinasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Penyusunan RPB didasarkan dari hasil kajian risiko bencana yang terdiri dari komponen indeks tingkat bahaya, penduduk terpapar, kerugian, kapasitas serta kesiapsiagaan. Dua hal itu menjadi salah satu dasar dan masukan untuk penyusunan kebijakan penanggulangan bencana yang akan diintegrasikan kedalam sebuah Indikator Indeks Pengurangan Risiko Bencana, Kebijakan Strategis Untuk Penanggulangan Bencana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan (RPJMKal).

1.1.1 Landasan Hukum

a. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sleman, pembentukan Unit Operasional dan Unit Pelaksana Penanggulangan Bencana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;

b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44)

c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2O14 Nomor 244) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

(6)

e. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan mulai berlakunya UndangUndang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 dari hal Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten di Jawa Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59);

f. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

g. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);

h. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 Nomor 8)

i. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Sleman (Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2008 Nomor 3 Seri E);

j. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2013 Nomor 3 Seri E);

1.1.2 Lingkup

a. Rencana Penanggulangan Bencana meliputi pengenalan dan pengkajian ancaman, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, serta alokasi tugas, kewenangan dan sumberdaya yang tersedia.

b. Lingkup pembahasan RPB seluruhnya merupakan kebijakan dan perencanaan kegiatan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana baik pra, saat, mau pun setelah terjadi bencana.

Agar mempermudah, lingkup pembahasan dibagi menjadi berbagai kelompok, dengan kriteria sebagai berikut:

(7)

1) Seluruh perencanaan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Kelompok Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Kelompok Penanggulangan Kedaruratan Bencana (PKB).

2) Seluruh aksi pada Kelompok PRB menjadi Rencana Aksi Daerah untuk Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB).

3) Seluruh aksi pada RAD PRB yang menjurus spesifik pada suatu bencana menjadi dasar penyusunan masterplan pengurangan risiko bencana nasional (Masterplan PRB).

1.1.3 Kedudukan

Rencana Penanggulangan Bencana sebagai bagian perencanaan pembangunan RPB adalah bagian perencanaan pembangunan daerah. Oleh karenanya RPB sedapat mungkin diintegrasikan dengan RPMKal. Dengan demikian, aksi-aksi penanggulangan bencana menjadi bagian dari Rencana Strategis Perangkat Daerah serta Rencana Kerja Pemerintah Tahunan Daerah sesuai dengan RPB.

Rencana Penanggulangan Bencana sebagai tolok ukur penilaian keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana nasional. Arah Kebijakan Nasional Penanggulangan Bencana pada RENAS PB 2015-2019 mensyaratkan kesatuan sasaran penanggulangan bencana pada seluruh tingkat pemerintahan. Oleh karenanya, sasaran dan indikator target nasional untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi acuan dalam penyusunan RPB. Keberhasilan implementasi RPB memberi andil pada penilaian keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana nasional.

Rencana Penanggulangan Bencana menjadi dasar bagi perencanaan teknis yang lebih detail terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah. Rencana Penanggulangan Bencana berlaku untuk multibahaya dan terbatas pada tatanan kebijakan, mekanisme dan aksi secara komprehensif.

Dibutuhkan perencanaan yang lebih mendetail untuk perencanaan teknis pada masa aman, masa siaga, masa krisis dan darurat serta masa pemulihan.

Perencanaan detail tersebut tetap harus mengacu kepada garisan yang telah diberikan dalam RPB.

(8)

1.1.4 Posisi RPB (Rencana Penanggulangan Bencana) dengan Perencanaan Lain a. Dalam menjalankan fungsi sebagai perangkat advokasi pemerintahan, RPB wajib mengacu dan senada dengan dokumen perencanaan nasional lainnya.

Pada proses penyelarasan, RPB harus mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan RPJMKal Kalurahan Margokaton provinsi serta RPJMKal Kalurahan Margokaton.

b. RPB juga harus mengacu kepada perencanaan penanggulangan bencana pada tingkat pemerintah yang paling tinggi. Berikut merupakan posisi terhadap dokumen perencanaan yang lain.

c. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) meliputi pengenalan dan pengkajian ancaman, pemahaman tentang kerentanan masyarakat, analisisi kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

d. Seluruh aspek yang dibahas dalam RPB menjadi acuan bagi perencanaan lanjutan yang bersifat teknis baik pada masa aman, siaga, krisis dan darurat masa pemulihan.

1.1.5 Penyusun

Tim penyusun RPB terdiri dari 3 kelompok: yaitu Tim Substansi, Tim Penulis, dan Tim Asistensi (pendukung).

a. Tim substansi yang bertanggung jawab membahas dan menetapkan isi RPB 2022-2027. Tim ini mewakili lembaga penanggulangan

(9)

bencana setempat yang masing-masing diwakili oleh unit teknis atau perencana.

b. Tim penulis bertanggung jawab atas pembuatan dokumen RPB 2022-2027. Tim penulis telah ditunjuk untuk menyusun dokumen ini bekerja sama dengan Pemerintah Kalurahan dan BPBD.

c. Tim pendukung yang bertanggung jawab memastikan kualitas hasil BPS 2021-2022. Tim pendukung memastikan kecukupan metodologi kebijakan, proses dan hubungan politik nasional, regional dan kabupaten/kota. Tim Pelayanan BNPB merupakan gabungan dari praktisi nasional dan profesional yang ditunjuk oleh BNPB.

1.1.6 Mekanisme Penyusunan

a. Rencana Penanggulangan Bencana disusun selama kurang lebih 5 (lima) tahun, dari tahun 2022 hingga Tahun 2027. Penyusunan RPB mengikuti dimensi-dimensi perencanaan pada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dimensi tersebut yaitu dimensi teknokratik, top-down, bottom-up, partisipatif dan politis.

b. Rencana Penanggulangan Bencana disusun dari tahun 2022 hingga tahun 2027 dan terbagi dalam 3 (tiga) tahapan. Tahapan tersebut adalah persiapan, pelaksanaan kegiatan, dan pelaporan.

1.1.7 Masa Berlaku

a. Rencana Penanggulangan Bencana berlaku dari tahun 2022 hingga Tahun 2027.

b. Dokumen ini dapat diubah pada tahun ke 3 perencanaan bila dibutuhkan.

c. Dokumen ini juga dapat diubah pada saat terjadi bencana yang berdampak besar dan masif

1.1.8 Struktur Kepenulisan

Rencana Penanggulangan Bencana terdiri dari tiga bagian.

a. Bagian Pertama: Konsepsi Umum

Ringkasan Eksekutif adalah ringkasan yang memberikan gambaran umum dan poin kunci berupa matriks, diagram dan/atau uraian. Ringkasan

(10)

Eksekutif ditujukan untuk menjadi perkenalan, pengingat, bahan sosialisasi, dan kebutuhan praktis lainnya untuk para pelaku dan pemegang kebijakan terkait penanggulangan bencana.

b. Bagian Kedua: Gambaran Umum Daerah

Gambaran umum wilayah penelitian merupakan aspek spasial (berkenaan ruang dan tempat) dalam suatu penelitian, karena menyangkut wilayah daerah tertentu yang menjadi ruang dan tempat adanya suatu aturan (hukum) tertentu dalam suatu wilayah. Dalam aspek spasial inilah tergambar sejarah kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi penduduk. Begitu juga halnya dalam penulisan Kajian Risiko Bencana, yang mengambil kelurahan Margokaton sebagai aspek spasialnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat latar belakang lahirnya suatu risiko bencana kelurahan Margokaton.

c. Bagian Ketiga: Sejarah Kebencanaan

Sejarah kebencanaan yang terjadi di beberapa wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian ketiga ini dijabarkan sejarah kebencanaan yang terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti erupsi gunung merapi dan gempa bumi di Kabupaten Bantul. Hal ini bisa mampu menggambarkan kesiapsiagaan terhadap bencana dengan memperhatikan faktor historis kejadian di masa lalu sebagai antisipasi dalam penanggulangan bencana di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2 GAMBARAN UMUM DAERAH

Kalurahan Margokaton adalah salah satu daerah kawasan pengembangan bagian barat dari Kabupaten Sleman. Berdasarkan RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2010-2015, Kalurahan Margokaton Kapanewon Seyegan termasuk dalam kawasan strategis yang memiliki karakteristik khusus sebagai Kawasan pertanian dan industri terutama dalam hal Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT). Kemudian, dalam dokumen perencanaan pengembangan Kawasan yang ada di Kalurahan Margokaton Kapanewon Seyegan dikhususkan sebagai pusat pemukiman, agrikultur, IKRT, dan berbagai pengambangannya sebagai bagian dari pusat keamanan dan ketahanan pangan wilayah sebagaimana di dalam dokumen RTRW Kabupaten Sleman yang tertuang dalam Perda No. 12 Tahun 2012.

Sehubungan dengan fungsi Kalurahan Margokaton Kapanewon Seyegan sebagai pusat keamanan dan ketahanan pangan wilayah Kabupaten Sleman, maka perlu dilakukan

(11)

identifikasi kewilayahan guna mendukung fungsi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Subbab ini memaparkan gambaran umum wilayah Kalurahan Margokaton yang ditinjau dari aspek geografis, demografi, topografi, dan iklim. Aspek-aspek tersebut memiliki pengaruh terhadap kerentanan wilayah yang menyebabkan potensi terhadap bencana- bencana di Kalurahan Margokaton. Selanjutnya aspek-aspek tersebut dijadikan acuan untuk menentukan langkah-langkah atau kebijakan penanggulangan bencana di Kalurahan Margokaton yang dituangkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana. Diharapkan Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun mampu mengamankan aset-aset Kalurahan Margokaton sebagai Pusat keamanan dan ketahanan pangan wilayah terhadap ancaman bencana yang akan terjadi.

1.2.1 Geografis

Kalurahan Margokaton merupakan salah satu dari 86 daerah tingkat 4 yang ada di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalurahan ini termasuk salah satu dari 5 wilayah kalurahan yang ada di bawah Kapenawon Seyegan. Kalurahan Margokaton secara administrasi memiliki luas wilayah seluas 515 Ha/5,15 km2 atau 19,35% dari luas Kapanewon Seyegan yang memiliki luas 2.663 Ha /26,63 Km2.

Peta administrasi Kalurahan Margokaton dan tampilan peta Kalurahan terhadap Kapenawon Seyegan dapat dilihat pada gambar (nomor gambar). Letak Kalurahan Margokaton berada di daerah yang strategis dan berada di jalur jalan raya Jogja – Kebonagung, dengan batas-batas wilayah Kalurahan Margokaton adalah:

1) Sebelah Utara: Kalurahan Banyurejo di Kapanewon Tempel, Kalurahan Margoagung;

2) Sebelah Timur: Kalurahan Margodadi;

3) Sebelah Selatan: Kalurahan Margodadi;

4) Sebelah Barat: Kalurahan Sendangrejo di Kapanewon Minggir.

(12)

Sumber: https://margokatonsid.slemankab.go.id/

Sumber: Bappeda Kabupaten Sleman

Kalurahan ini secara administratif dibagi lagi menjadi 12 padukuhan, yaitu:

1. Padukuhan Susukan I 7. Padukuhan Grajegan 2. Padukuhan Susukan II 8. Padukuhan Bolu 3. Padukuhan Susukan III 9. Padukuhan Nyamplung 4. Padukuhan Somokaton 10. Padukuhan Seyegan 5. Padukuhan Ngaran 11. Padukuhan Sonoharjo 6. Padukuhan Planggok 12. Padukuhan Bantulan

Dari 12 Pedukuhan tersebut, Kalurahan Mergokaton terdiri dari 25 RT dan 57 RW. Menurut Data BPS, Kalurahan Mergokator secara geografis dan

(13)

berdasarkan peta diatas juga dilalui oleh dua sungai besar yakni Sungai Mataram (Selokan Mataram) dan Sungai Sipol.

1.2.2 Demografi

Berdasarkan data Kapenawon Seyegan Dalam Angka 2020, jumlah penduduk Kalurahan Margokaton tahun 2019 tercatat sebanyak 7.853 jiwa atau 2.721 Kepala Keluarga yang terdiri dari 3.886 (49,48 persen) laki-laki dan 3.967 (50,52 persen) perempuan. Kemudian, dari jumlah penduduk tersebut jika dibandingkan dengan jumlah wilayah yang ada maka Kalurahan Margokaton memiliki rata-rata 654 penduduk/pedukuhan, 138 penduduk/RT, dan 314 penduduk/RW. Berdasarkan luas wilayah yang dimiliki, Kalurahan Margokaton memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.525 penduduk/Km2.

Detail Kepadatan dan komposisi penduduk Kalurahan Margokaton dan Kapenawon Seyegan dapat dilihat pada Kapenawon Seyegan Dalam Angka 2020, seperti yang terangkum di dalam tabel 1.0

Tabel 1.0 Nama

Kalurahan/Kalurahan

Laki- laki

Perempuan Jumlah Penduduk

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan Penduduk/Km2

Margoluwih 5.282 5.335 10.617 5 2.123

Margodadi 4.514 4.698 9.212 6,1 1.510

Margomulyo 6.403 6.465 12.868 5,19 2.479

Margoagung 5.138 5.277 10.415 5,18 2.011

Margokaton 3.886 3.967 7.853 5,15 1.525

Sumber: BPS Kabupaten Sleman

Jika dibandingkan dengan Kalurahan lain yang ada di Kapenawon Seyegan, Kalurahan Margokaton memiliki rasio jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan tergolong kecil. Kalurahan Margokaton juga memiliki jumlah penduduk paling sedikit di antara empat Kalurahan/Kelurahan lain yang ada di Kapanewon Seyegan.

Di Kalurahan Margokaton juga menempati peringkat ke-2 dari jumlah penyandang disabilitas yang paling banyak dimiliki di antara kalurahan lain di Kapanewon Seyegan.

(14)

Detail jumlah penyandang disabilitas berdasarkan Kapanewon Seyegan Dalam Angka 2020 dapat dilihat pada table 1.1

Tabel 1.1 Nama

Kalurahan/Kalu rahan

Tuna Netra

Disabilitas Tubuh

Disabilitas Mental/Jiwa

Disabilitas Tubuh & Mental

Tuna Rungu

Jumlah

Margoluwih 3 6 9 1 1 20

Margodadi 3 3 6 1 1 14

Margomulyo 2 2 5 1 1 11

Margoagung 2 4 5 4 2 16

Margokaton 2 4 5 2 5 18

Sumber: BPS Kabupaten Sleman Tahun 2020

1.2.3 Tipografi

Secara keadaan umumnya Kalurahan Margokaton masuk dalam wilayah Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan area seluas 19,33% (515 Ha) dari luas Kapanewon Seyegan (26,63 Ha). Dengan keadaan luas daerah yang cukup besar, Kalurahan Margokaton sebagian besar adalah daerah persawahan. Kalurahan Margokaton Sebagian besar adalah daerah persawahan dinilai cocok karena memiliki ketinggian 250 mdpl. Dengan suhu pada kisaran 26.5°–28.8 °C.

1.2.4 Iklim

Beberapa bencana terjadi dikarenakan oleh keadaan iklim atau curah hujan yang terjadi. Secara umum, kondisi iklim di Kelurahan Margokaton berciri iklim tropis yang ditandai dengan pergantian musim kemarau dan musim hujan sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan di Kelurahan Margokaton sama

(15)

dengan di daerah sekitarnya di Kapanewon Seyegan, yaitu berkisar antara 1900 - 2334 mm/tahun. Temperatur udara di Kelurahan Margokaton berkisar antara 26.5°–28.8 °C.

Curah hujan tahunan rata-rata di Kelurahan Margokaton dan sekitarnya berkisar antara 1.895 – 2.326 mm/th. Bila berdasarkan perhitungan imbangan air secara klimatologis, surplus air tahunan berkisar antara 566 – 5.180 mm/th.

Dari data yang ada Kelurahan Margokaton mempunyai curah hujan sedang. Meskipun wilayah Kelurahan Margokaton dapat dikatakan mempunyai curah hujan sedang namun hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya bencana.

Musim panas berlangsung selama 1,3 bulan, dari 29 September sampai 7 November, dengan suhu tertinggi harian rata-rata di atas 31°C. Bulan terpanas dalam setahun di Sleman adalah Mei, dengan rata-rata suhu terendah 31°C dan tertinggi 23°C. Musim dingin berlangsung selama 2,5 bulan, dari 8 Desember

(16)

sampai 24 Februari, dengan suhu tertinggi harian rata-rata di bawah 30°C.

Bulan terdingin dalam setahun di Sleman adalah Agustus, dengan rata-rata terendah 22°C dan tertinggi 30°C.

Bencana dapat datang kapan pun itu. Dengan keadaan geografi Kelurahan Margokaton masih memungkinkannya terjadi kekeringan, dan banjir. Hal ini dapat terjadi karena keadaan iklim yang akhir – akhir ini sulit diprediksi kapan datang musim hujan dan kapan datangnya musim kemarau.

1.3 SEJARAH KEBENCANAAN

Catatan historis kejadian bencana suatu daerah perlu dijabarkan dalam dokumen rencana penanggulangan bencana. Hal ini berkaitan dengan potensi kejadian bencana yang berulang. Selain itu, catatan secara historis bencana suatu daerah akan mempengaruhi harmonisasi kebijakan yang akan diambil oleh para pemangku kebijakan.

1.3.1 Sejarah Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta Kejadian Jumlah

Kejadia n

Meningg al

Luka- luka

Hila ng

Mend erita

Mengung si

Rumah Rusak Berat

Ruma h Rusak Ringa n

Banjir 34 2 5 - 3.090 869 139 -

Epidemi &

Wabah

1 16 - - - -

Gelombang Pasang/Abr asi

1 - - - 29

Gempa Bumi

10 4.293 22.40

6

- - 1.403.617 95.903 107.04 8

Tsunami 1 3 3 - - - - -

Kegagalan Teknologi

2 75 119 - - - - -

Kekeringan 34 - - - -

(17)

Letusan Gunung Api

7 4.249 186 - - 10.759 2 -

Cuaca Ekstrim

24 16 83 - - 790 226 1.417

Tanah Longsor

12 32 5 - - 589 47 500

Total 127 9.316 22.80

7

- 3.090 1.416.624 96.317 108.99 4 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah provinsi yang terletak di bagian tengah dan selatan Pulau Jawa. Provinsi ini merupakan salah satu daerah dengan kerawanan bencana cukup tinggi. Kejadian bencana yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta pun sangatlah beragam seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, longsor, dan angin puting beliung. Beberapa peristiwa bencana yang terjadi di DIY mengakibatkan dampak yang besar seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.

Tabel 1 menunjukkan jumlah seluruh kejadian bencana dalam jangka waktu 1.885- 2016 yakni sebanyak 127 kejadian bencana. Dari total 127 bencana, kekeringan dan cuaca ekstrem merupakan yang tertinggi secara kuantitas. Sementara itu apabila dianalisis secara dampak yang dihasilkan, gempa bumi dan letusan gunung api merupakan bencana yang paling berdampak kepada masyarakat.

Berikut merupakan tabel rekapitulasi kejadian di DIY sepanjang lima tahun ke belakang pada tahun 2021.

Kejadian 2016 2017 2018 2019 2020

Angin Kencang 138 89 147 168 162

Gempa Bumi 26 89 124 122 135

Letusan Gunung Api 0 0 12 4 9

Kebakaran 151 343 217 343 205

Kebakaran Hutan/Lahan 3 0 50 199 35

Tanah Longsor 394 1.097 216 506 436

Gelombang Pasang 4 2 1 2 1

Abrasi 0 2 0 0 0

Banjir 14 14 12 12 13

Kekeringan 1 1 1 1 1

(18)

Konflik Sosial 1 0 1 1 0 Epidemi dan Wabah Penyakit

(Covid-19)

0 0 0 1 1

Sumber: Data & Informasi Pusdalops PB DIY, update 1 Januari 2021.

Dari tabel di atas, dapat dianalisis bahwa dalam kurun waktu lima tahun ke belakang hingga tahun 2021 menunjukan adanya jumlah yang fluktuatif dari tahun ke tahun. Hanya saja pada klasifikasi epidemi dan wabah penyakit, hanya terjadi dua kali yakni pada tahun 2019 dan 2020.

Sementara itu, persentase kejadian utama masing-masing kabupaten/kota di DIY adalah sebagai berikut.

Sumber: Data & Informasi Bencana Indonesia 1885-2016

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul menjadi wilayah dengan tingkat kejadian tertinggi dengan persentase 28,35% yang diikuti oleh Kabupaten Kulon Progo dengan persentase 27,87%. Sementara itu, persentase kejadian paling rendah ditempati oleh Kota Yogyakarta dengan persentase 9.11%. Kabupaten Sleman sebagai wilayah sasaran menempati peringkat ketiga dengan persentase 19.95% dari total kejadian DIY.

1.3.2 Sejarah Bencana Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman merupakan satu-satunya kabupaten/kota di DIY yang memiliki gunung api. Tentu keberadaan gunung api ini menjadi kerentanan tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Sleman. Catatan kejadian bencana Kabupaten Sleman menjadi sebuah hal yang penting untuk diuraikan

28.35%

27.87%

19.95%

14.73%

9.11%

Bantul Kulon Progo Sleman Gunung Kidul Kota Yogyakarta

(19)

guna menyelaraskan kerentanan bencana yang terjadi dengan kebijakan yang hendak ditetapkan.

Catatan kejadian bencana Kabupaten Sleman ini bersumber dari Data dan Informasi Bencana (DIBI) di mana dalam rentang waktu 2011-2020, total terdapat 137 kejadian bencana dari berbagai klasifikasi kejadian bencana.

Berikut merupakan tabel kejadian bencana Kabupaten Sleman dalam kurun waktu 9 tahun terakhir.

Kejadian Jumla h Kejadi an

Menin ggal

Luka- luka

Mend erita

Mengung si

Rumah Rusak Berat

Jemba tan

Banjir lahar hujan

20 2 7 28 3.979 48 11

Tanah Longsor 16 7 7 29 30 22 1

Cuaca Ekstrem 89 6 66 123 20 3.916 -

Gempa Bumi 1 - - - -

Letusan Gunung Api

11 - - 8.915 1.576 - -

Total 137 15 80 9.095 5.905 3.986 12

Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia Tahun 2021

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Sleman kejadian bencana paling banyak adalah cuaca ekstrem dengan total 89 kejadian.

Di posisi kedua terdapat banjir lahar hujan dengan total 20 kejadian. Sementara itu apabila ditinjau dari segi dampak, maka letusan gunung api yang paling berdampak. Terlihat angka penderitaan masyarakat mencapai 8.915 jiwa dan jumlah masyarakat mengungsi sebanyak 1.576 jiwa. Banjir lahar hujan juga memiliki dampak yang besar yakni dengan tingginya angka pengungsian yakni 3.979 jiwa.

1.3.3 Sejarah Kebencanaan Kalurahan Margokaton

Berdasarkan wawancara yang dilakukan bersama dengan Carik Kalurahan Margokaton, dalam kurun waktu lima tahun terakhir Kalurahan Margokaton jarang sekali dan bahkan tidak pernah mengalami bencana.

(20)

Bencana dalam hal ini adalah bencana yang berdampak di daerah Kalurahan Margokaton itu sendiri. Akan tetapi, Ibu Carik menyampaikan bahwa apabila bencana yang berdampak pada keseluruhan DIY seperti letusan gunung api, gempa, dsb, akan ada dampak yang ditimbulkan di wilayah Kalurahan Margokaton walaupun tidak terlalu signifikan. Bahkan, ketika terjadi letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 silam, Kalurahan Margokaton justru menyediakan tempat pengungsian bagi warga terdampak letusan Gunung Merapi tersebut.

Selain itu, Carik Kalurahan Margokaton juga menyampaikan bahwa kerentanan yang ada bukan berasal dari kerentanan bencana, tetapi dari sektor lain seperti sektor pangan dan pertanian. Ibu Carik juga menyampaikan bahwa, meskipun terdapat beberapa dusun yang berada di perbukitan, tetapi karakteristik tanah di dusun tersebut seperti tanah liat sehingga kerentanan untuk longsornya kecil. Untuk kerentanan di sektor pertanian sendiri berupa serangan wabah tikus dan kurang meratanya irigasi. Sementara itu, terkait dengan bencana kekeringan, pernah terjadi juga di Kalurahan Margokaton, tetapi tidak sampai surut.

1.4 ANALISIS KECENDERUNGAN

Potensi bencana di Kalurahan Margokaton diketahui berdasarkan pencatatan sejarah kejadian bencana dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) tahun 2015 sampai 2022 dan kemungkinan terjadinya bencana berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana Kabupaten Sleman. Berdasarkan kedua hal tersebut, keseluruhan potensi bencana di Kabupaten Sleman berjumlah 5 Setiap bencana mengalami perubahan-perubahan dengan frekuensi kejadian berbeda setiap tahunnya. Kecenderungan perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat berdasarkan sejarah kejadian bencana 6 tahun terakhir di Kabupaten Sleman. Dari analisis kecenderungan tersebut dapat ditentukan pula bencana prioritas Kabupaten Sleman dengan menghubungkannya pada tingkat risiko bencana daerah.

Kecenderungan kejadian bencana Kabupaten Sleman disepakati dalam diskusi publik penyusunan RPB di Kalurahan Margokaton. Kecenderungan tersebut mengalami perubahan berupa peningkatan, tetap, dan penurunan dalam rekapan tahun tersebut.

Kecenderungan bencana di Kabupaten Sleman.

(21)

Grafik diatas menunjukkan kecendrungan bencana-bencana yang terjadi di kabupaten Sleman. Secara umum kecenderungan kejadian bencana setiap tahun mengalami peningkatan.

Bencana tersebut dikatakan tetap karena mengalami perubahan jumlah kejadian setiap tahunnya yang mengalami peningkatan.

Secara umum, bencana seperti banjir, kebakaran, tanah longsor, letusan gunung berapi, putting beliung, memiliki kecenderugan meningkat. Peningkatan ini terjadi karena bencana tersebut selalu terjadi secara berkelanjutan setiap waktu dan dipengaruhi iklim dan curah hujan yang terus meningkat. Sedangkan bencana-bencana dengan kecenderungan tetap adalah banjir, gempabumi, kebakaran, dan letusan gunung berapi.

Berdasarkan perubahan-perubahan kejadian bencana setiap tahun tersebut maka dapat dilihat beberapa bencana yang menjadi prioritas. Semakin meningkatnya kejadian bencana, maka semakin besar pula kemungkinan bencana tersebut masuk ke dalam bencana prioritas penanggulangan bencana. Hal ini juga dipengaruhi oleh hasil tingkat risiko untuk bencana tersebut.

1.5 METODE PELAKSANAAN PROYEK SOSIAL

BAB II RISIKO BENCANA KALURAHAN

Pembahasan akan pengkajian risiko bencana yang berada pada Kalurahan Margokaton berdasarkan kepada kesiapsiagaan akan bahaya bencana, dan penanganan pasca bencana.

Dengan melihat kepada kesiapsiagaan akan bahaya bencana, dan penanganan pasca bencana

0 2 4 6 8 10 12

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Banjir Kebakaran Tanah Longsor

Letusan Gunung Api Putting Beliung

(22)

di Kalurahan Margokaton dapat membantu melihat potensi dampak yang ditimbulkan dari suatu potensi bencana. Potensi dampak yang dimaksud dalam pembahasan ini merupakan dampak positif maupun dampak negative dari bencana. Sehingga dapat menjadi data terbarukan untuk mengkalkulasi ulang akan tingkat bahaya, tingkat kerentanan, dan tingkat kapasitas untuk menanggapi atau merespon akan resiko terjadi bencana kedepannya.

Selain respon dari potensi bencana, kajian ini diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Kajian dan peta risiko bencana ini diaharapkan mampu menjadi dasar yang memadai bagi kalurahan untuk menyusun rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana. Hasil pengkajian diharapkan di tingkat masyarakat dapat menjadi dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana di Kalurahan Margokaton.

Kajian ini menjadi landasan untuk memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi resiko dampak dari bencana. Namun dalam menentukan nilai dari resiko terjadinya bencana semua berdasarkan kepada keadaan setiap daerahnya. Keadaan daerah yang dimaksud berupa interaksi ancaman, kerentanan, dan faktor luar dalam menentukan kajian resiko terjadinya bencana.

2.1 METODOLOGI PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

Pengkajian risiko bencana disusun dengan metodologi yang disesuaikan dengan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana dan referensi pedoman lainnya. Aturan ini memuat dasar dalam pelaksanaan pengkajian risiko bencana terkait dengan metode pengkajian risiko bencana dan dasar parameter yang digunakan untuk perhitungan bahaya, kerentanan, dan kapasitas masing-masing bencana yang berpotensi di Kalurahan Margokaton. Proses dalam perhitungan keseluruhan pengkajian risiko bencana tersebut dimulai dari pengambilan data di Kalurahan Margokaton yang terkait dengan pengkajian sampai kepada hasil dari kajian risiko bencana. Data ini akan diolah sehingga menghasilkan indeks pengkajian risiko bencana. Dari hasil indeks ini maka disusunlah peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko bencana.

Peta risiko bencana diperoleh dari penggabungan peta bahaya, kerentanan, dan peta kapasitas. Peta bahaya didapatkan dari komponen probabilitas dan intensitas kejadian bencana. Peta kerentanan terdiri dari komponen sosial budaya, ekonomi, fisik, dan lingkungan. Peta kapasitas dipengaruhi oleh komponen kelembagaan kebijakan,

(23)

peringatan dini, peningkatan kapasitas, mitigasi. Masing-masing komponen tersebut diukur berdasarkan parameter masing-masingnya. Rangkuman hasil pemetaan tersebut akan disimpulkan menjadi sebuah tingkat risiko bencana di suatu daerah.

Mekanisme penyusunan peta risiko bencana saling terkait dengan mekanisme penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). Peta risiko bencana menghasilkan landasan penentuan tingkat risiko bencana yang merupakan salah satu komponen capaian Dokumen KRB. Selain itu, dokumen kajian ini juga harus menyajikan kebijakan minimum penanggulangan bencana daerah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan.

2.2 PENILAIAN ANCAMAN BENCANA

Pengkajian ancaman bencana menghasilkan potensi luas bahaya per bencana di Kalurahan Margokaton ini dan beserta kelas bahaya. Analisa untuk menentukan tingkat bahaya dari masing-masing jenis potensi didasarkan pada kelas bahaya (rendah, sedang, tinggi) yang memiliki luasan bahaya terbesar untuk masing-masing bahaya dan pengkajian nilai indeks. Perhitungan tersebut diperoleh dari beberapa parameter untuk setiap jenis potensi bahaya.

Dalam membagikan jenis kelas bahaya Kalurahan Margokaton, didapatkan dari kelas bahaya maksimal masing – masing jenis potensi bahaya dusun. Dan adapun rekapitulasi penilaian bahaya masing – masing jenis bahaya berdasarkan pada analisis risiko bencana di Kalurahan Margokaton. Sejauh ini dari data yang kami dapat terdapat beberapa potensi bahaya yang berada di Kalurahan Margokaton yakni adanya hama tanaman, kekeringan saat kemarau Panjang, cuaca ekstrim, epidemi, pandemi, dan wabah penyakit dan adanya gempa bumi.

2.2.1 Hama Tanaman

Tikus merupakan hama utama tanaman padi (Oryza sativa L.) yang dapat menurunkan hasil produksi cukup tinggi. Pada umumnya, tikus sawah (Rattus argentiventer) tinggal di persawahan dan sekitarnya, mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat pesat. Secara teori, sepasang ekor tikus mampu berkembangbiak menjadi 1.270 ekor per tahun. Kerusakan dan penurunan hasil panen padi sangat besar akibat dari serangan hama tikus dan susah untuk dikendalikan. Hal ini dikarenakan tikus mulai beraktifitas pada malam hari. Tikus

(24)

dapat merusak secara langsung yaitu mencari makan pada saat tanaman sudah mulai berbuah sedangkan secara tidak langsung yaitu tikus merusak batang tanaman padi hanya untuk mengasah gigi depannya. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang terpotong dan membentuk 45oC serta masih mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong. Dengan kondisi kerusakan dan cepatnya peningkatan populasi tikus akan menurunkan hasil produksi secara drastis.

Kajian bahaya hama tikus menunjukkan bahwa semua daerah di Kalurahan Margokaton sangat berpotensi terdampak bencana ini. Dengan total luas keseluruhan lahan sawah yang dimiliki yaitu 155,8 Ha, yang termasuk kategori kelas bahaya rendah.

2.2.2 Kekeringan

Kekeringan merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada musim kemarau, apalagi ketika musim kemarau panjang melanda. Definisi kekeringan secara umum adalah kondisi di mana suatu wilayah, lahan, maupun masyarakat mengalami kekurangan air sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kekeringan dapat disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau kemarau dalam kurun waktu yang cukup lama atau curah hujan di bawah normal, sehingga kandungan air di dalam tanah berkurang atau bahkan tidak ada.

Pengkajian bahaya kekeringan yang dilakukan berdasarkan parameter ukur tersebut menghasilkan luas paparan bahaya dan kelas bahaya kekeringan di Kalurahan Margokaton. Besarnya luas paparan bahaya disesuaikan dengan kondisi wilayah rentan terhadap kekeringan. Berdasarkan histori bencana di Kalurahan Margokaton, kekeringan merupakan bencana yang dapat dikategorikan sedang. Hal ini ditunjukan dengan minimnya terjadi bencana ini. Selain itu potensi bencana ini terjadi karena beberapa hal seperti kemarau Panjang yang terjadi pada tahun 2019 lalu. Namun jika kemarau biasa potensi terjadinya kekeringan bisa dibilang rendah.

2.2.3 Cuaca Ekstrim

Cuaca ekstrim adalah dampak dari terhambatnya siklus hidrologi. Cuaca ekstrim dikarenakan desakan angin dari salah satu belahan bumi yang kering pada belahan bumi yang basah. Kategori cuaca ekstrim adalah suhu udara permukaan

(25)

lebih dari 35°C, kecepatan angin melebihi 35 knot, dan curah hujan dalam satu hari melebihi 50 mm. Bencana cuaca ekstrim didasarkan pada distribusi klimatologi, yang tipenya sangat bergantung pada lintang tempat, ketinggian, topografi, dan kondisi atmosfer.

Meski terbilang rendah namun cuaca ekstrim masih saja menjadi bayang – bayang yang cukup mengerikan. Cuaca ekstrim tidak selamanya dapat dinilai dengan bencana seperti badai, namun terkadang kemarau Panjang hingga hujan angin masih cukup sering terjadi di Kalurahan Margokaton. Hal ini cukup meresahkan bagi para warga karena Sebagian besar masyarakat adalah petani yang dengan kata lain cuaca juga mempengaruhi hasil dari tani mereka.

2.2.4 Gempa Bumi

Menurut Bath (Saputra, 2012), mendefinisikan gempa bumi adalah guncangan di permukaan bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat adanya pergeseran batuan kerak bumi di sepanjang zona sesar 10 (subduksi). Energi yang dilepaskan berupa getaran seismic, getaran seismik tersebut dapat dirasakan sebagai gempa bumi setelah mencapai di permukaan bumi.

Kajian bahaya gempa bumi dapat menghasilkan luas paparan bahaya dan kelas bahaya. Meski daerah Kalurahan Margokaton memiliki kelas bahaya yang tidak setinggi daerah Kabupaten Sleman bagian tengah dan timur, namun untuk kelas gempa bumi masih dikategorikan sebagai kelas bahaya tinggi. Hal ini meliputi gempa bumi vulkanik yang didapatkan karena pemaparan dampak dari adanya erupsi gunung Merapi.

2.2.5 Epidemi, Pandemi, dan Wabah Penyakit

Epidemi dan wabah penyakit adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang terjadi pada suatu daerah maupun dunia dalam kurun waktu tertentu.

Pertumbuhan epidemi, pandemi dan wabah dengan laju yang melebihi laju dugaan yang didasarkan pada pengalaman mutakhir. Epidemi digolongkan dalam berbagai jenis, berdasarkan pada asal-muasal dan pola penyebarannya. Epidemi dapat melibatkan paparan tunggal (sekali), paparan berkali-kali, maupun paparan terus- menerus terhadap penyebab penyakitnya.

(26)

Sejak tahun 2020 lalu seluruh dunia tengah menghadapi sebuah wabah yang cukup mematikan. Covid – 19 merupakan wabah yang melanda dunia kurang lebih sudah 2 tahun. Hal ini tentu saja termasuk salah satu bencana yang cukup lama dalam penangannya. Meski kini keadaan sudah kian membaik namun, pemerintah Kalurahan Margokaton menghimbau kepada warga masyarakat Margokaton tetap menjaga Kesehatan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan baik di lingkungan padukuhan maupun di wilayah luar margokaton , karena kita tau pandemi Covid- 19 di negara kita Indonesia belum benar - benar sepenuhnya hilang.

2.3 PENILAIAN KERENTANAN

Pengkajian kerentanan diperoleh dari komponen sosial budaya, fisik, ekonomi, dan lingkungan. Kajian komponen sosial budaya menjadi dasar penilaian untuk menentukan potensi penduduk terpapar, sedangkan kajian komponen fisik, ekonomi, dan lingkungan menjadi dasar penilaian untuk menentukan potensi kerugian bencana.

Komponen lainnya dalam menentukan kerentanan adalah komponen fisik, ekonomi, dan lingkungan. Dalam penghitungan komponen fisik didasarkan kepada parameter jumlah rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis. Parameter ini sama untuk seluruh jenis bahaya, kecuali kekeringan dan epidemi dan wabah penyakit, karena bencana tersebut tidak berpengaruh atau berdampak pada infrastruktur

Kedua komponen ekonomi, Parameter komponen ekonomi sama untuk seluruh jenis bencana, kecuali epidemi dan wabah penyakit karena epidemi dan wabah penyakit tidak berdampak pada kerugian ekonomi.

Ketiga komponen lingkungan. Komponen ini dilihat dari parameter penutupan lahan (luas hutan lindung, hutan alam, hutan bakau/mangrove, rawa, dan semak belukar). al. Khusus bahaya gempabumi, cuaca ekstrim, dan epidemi dan wabah penyakit tidak memiliki perhitungan kerugian lingkungan dikarenakan kejadian tersebut tidak akan berpengaruh atau mengubah fungsi lingkungan. Komponen kerentanan (sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan) tersebut merupakan komponen dasar dalam menentukan indeks penduduk terpapar dan indeks kerugian yang akan menghasilkan tingkatan kelas. Indeks penduduk terpapar dilihat dari komponen sosial dan indeks kerugian dilihat dari komponen ekonomi, fisik, dan lingkungan.

(27)

2.4 PENILAIAN KAPASITAS

Kapasitas daerah adalah bagian penting dalam peningkatan upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui upaya pengurangan risiko bencana di daerah. Penilaian kapasitas daerah digunakan untuk menilai, merencanakan, mengimplementasikan, memonitoring dan mengembangkan lebih lanjut kapasitas daerah yang dimiliki untuk mengurangi risiko bencana. Pengkajian kapasitas daerah Kalurahan Margokaton dilaksanakan berdasarkan masukan dan kondisi terkini dari beberapa parameter yang diukur dalam pelaksanaan penanggulangan bencana daerah.

Penilaian ketahanan daerah dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah. Penentuan kapasitas daerah dilakukan berdasarkan indeks ketahanan daerah dan indeks kesiapsiagaan daerah untuk setiap jenis bahaya. Komponen ketahanan daerah berfungsi untuk mengukur kapasitas pemerintah dalam penanggulangan bencana, sedangkan komponen kesiapsiagaan ditujukan untuk menilai kemampuan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana yang ada.

Penilaian kesiapsiagaan dilakukan menggunakan kuisioner kesiapsiagaan kepada perwakilan masyarakat di setiap dusun yang ada di Kalurahan Margokaton.

Kesiapsiagaan dinilai dengan menggunakan 5 (lima) parameter ukur, yaitu pengetahuan kesiapsiagaan bencana, pengelolaan tanggap darurat, pengaruh kerentanan masyarakat, ketidaktergantungan masyarakat terhadap dukungan pemerintah, dan partisipasi masyarakat. Detail perhitungan kapasitas daerah berdasarkan komponen ketahanan daerah dan kesiapsiagaan desa di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel (angka) Tabel 1.1 Parameter Kapasitas Daerah

Parameter Kapasitas Bobot (%) Kelas

Rendah Sedang Tinggi

Kesiapsiagaan Masyarajat Spesifik

Bencana (Level Kalurahan) 60 ≤ 0,333 0,334 – 0,666 > 0,666 Ketahanan Daerah Kalurahan 40 0,4 0,4 – 0,8 0,8 – 1 Kapasitas = (0,6 x Ksiapsiagaan) + (0,4 x Ketahanan Daerah)

Sumber: Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

Berdasarkan parameter dan perhitungan serta penggabungan kajian ketahanan daerah dan kesiapsiagaan menghasilkan kapasitas dalam menghadapi potensi bencana

(28)

yang ada di Kalurahan Margokaton. Maka kapasitas yang dimiliki Kalurahan Margokaton dapat dilihat pada Tabel (angka).

Tabel 1.2 Rekapitulasi Kajian Kapasitas Daerah di Kalurahan Margokaton

Jenis Bencana Kelas Tingkat

Kapasitas Ketahanan Daerah Kesiapsiagaan

1. Banjir Sedang Rendah Rendah

2. Kekeringan Sedang Rendah Rendah

3. Cuaca Ekstrem Sedang Rendah Rendah

4. Gempa Bumi Sedang Rendah Rendah

5. Hama Tanaman Sedang Rendah Rendah

6. Konflik Sosial Sedang Sedang Rendah

7. Kebakaran Rumah/Lahan Sedang Rendah Rendah

8. Letusan Gunung Berapi Sedang Rendah Rendah

9. Epidemi, Pandemi dan

Wabah Penyakit Tinggi Sedang Tinggi

Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Sleman 2020

Berdasarkan Tabel 1.2, diketahui bahwa Kalurahan Margokaton memiliki tingkat kapasitas rendah untuk hampir seluruh bencana yang ada kecuali pada bencana Pandemi dan konflik social yang memiliki tingkat kapasitas sedang. Hal ini dikarenkan adanya Pandemi COVID-19 yang merebak di seluruh Indonesia. Tabel ini menunjukkan bahwa Kalurahan Margokaton, Seyegan, Sleman masih membutuhkan penguatan untuk dapat meningkatkan kapasitas masyarakat desa dan mengoptimalkan kapasitas pemerintah daerah untuk dapat mengurangi risiko yang akan ditimbulkan dari kejadian bencana.

2.5 PENILAIAN RISIKO BENCANA

Kajian risiko bencana memberikan gambaran umum tingkat risiko suatu bencana pada suatu daerah. Proses kajian dilaksanakan untuk seluruh bencana yang berpotensi di suatu daerah. Selanjutnya, kajian risiko bencana menjadi landasan untuk

(29)

memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi risiko bencana melalui analisis setiap komponen bahaya, kerentanan, kapasitas untuk setiap bencana. Pengkajian ketiga komponen tersebut dilakukan untuk menentukan sifat dan besarnya risiko dilakukan dengan menganalisis bahaya potensial dan mengevaluasi kerentanan yang menyebabkan potensi bahaya dengan risiko jiwa terpapar, rupiah yang hilang, dan hektar lingkungan yang rusak.

Pengkajian risiko bencana juga digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan implementasi rekomendasi-rekomendasi kebijakan penanggulangan bencana daerah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengenal dan mempelajari kelemahan dalam penanggulangan bencana dalam upaya pengurangan risiko bencana.

Pengenalan daerah dalam informasi kebencanaan dimulai dengan mengetahui tingkat bahaya, tingkat kerentanan, tingkat kapasitas, dan tingkat risiko bencana terhadap masing-masing bencana. Penilaian risiko bencana tersebut akan menghasilkan kelas risiko bencana di Kalurahan Margokaton, baik kelas rendah, sedang, dan tinggi.

2.5.1 Tingkat Risiko Bencana di Kalurahan Margokaton

Tingkat risiko bencana dihitung dengan menggabungkan tingkat-tingkat yang ada dalam pengkajian risiko bencana, yaitu tingkat bahaya, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas daerah. Analisis penentuan tingkat risiko yang digabungkan tersebut selaras dengan nilai tingkat yang dihasilkan oleh peta risiko untuk setiap jenis bahaya yang berpotensi.

Tabel 1.3 Tingkat Risiko Bencana di Kalurahan Margokaton Jenis Bencana Tingkat

Bahaya

Tingkat Kerentanan

Tingkat Kapasitas

Tingkat Risiko

1. Banjir Sedang Sedang Rendah Rendah

2. Kekeringan Sedang Sedang Rendah Sedang

3. Cuaca Ekstrem Sedang Sedang Rendah Sedang

4. Gempa Bumi Tinggi Sedang Rendah Ringan

5. Hama Tanaman Sedang Sedang Rendah Sedang

6. Konflik Sosial Sedang Sedang Rendah Sedang

7. Letusan Gunung Berapi Rendah Rendah Rendah Rendah

(30)

8. Kebakaran Rumah/Lahan Rendah Sedang Rendah Rendah 9. Epidemi, Pandemi dan

Wabah Penyakit Tinggi Sedang Sedang Tinggi

Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Sleman 2020, RPJMKal Margokaton 2022-2027, dan Wawancara dengan Carik

Kalurahan Margokaton

Tingkat risiko bencana di Kabupaten Sleman pada tabel di atas menunjukkan berada pada tingkat rendah dan tinggi. Tingkat risiko sedang berpotensi terhadap bencana kekeringan, cuaca ekstrem, hama tanman, dan konflik social. Sedangkan bencana lainnya memiliki tingkat risiko tinggi adalah Pandemi/wabah penyakit dan yang lainnya ialah risiko rendah. Gambaran tingkat risiko tersebut, menjadi acuan bagi Pemerintah Kalurahan Margokaton dan pihak terkait agar menyusun berbagai upaya untuk mengurangi risiko bencana yang akan terjadi guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kalurahan Margokaton.

2.5.2 Peta Risiko Bencana di Kalurahan Margokaton

Peta risiko bencana didefinisikan sebagai suatu peta yang memberikan petunjuk atas suatu zonasi mengenai tingkat risiko bencana yang ada di suatu daerah pada waktu tertentu. Penyusunan peta risiko bencana dapat dilakukan dengan penggabungan peta bahaya, peta kerentanan, dan peta kapasitas bencana. Peta risiko bencana dapat dibuat untuk setiap bahaya yang ada dan memungkinkan untuk terjadi di suatu daerah. Peta risiko telah dipersiapkan berdasarkan grid indeks atas peta bahaya, peta kerentanan dan peta kapasitas. Berikut beberapa peta risiko bencana yang ada di Kabupaten Sleman yang didalamnya termasuk daerah Kalurahan Margokaton, Kapanewon Seyegan.

Gambar (…) Risiko Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Sleman 2017

(31)

Sumber: https://geoportal.slemankab.go.id/

Gambar (…) Risiko Bencana Cuaca Ekstrem di Kabupaten Sleman

Sumber: https://bpbd.slemankab.go.id/

Gambar (….) Peta Risiko Bencana Kekeringan di Kabupaten Sleman Keterangan:

: Ringan

: Sedang

: Berat

(32)

Sumber: https://bpbd.slemankab.go.id/

2.6 ANCAMAN BENCANA PRIORITAS

Bencana prioritas merupakan bencana-bencana yang mempunyai tingkat risiko sedang hingga tinggi. Tingkat risiko tinggi ialah memiliki kecenderungan tetap maupun meningkat serta tingkat risiko sedang dengan tingkat kecenderungan kejadian meningkat tiap periode tertentu. Sedangkan bencana non prioritas adalah bencana- bencana yang memiliki tingkat risiko sedang dan rendah dengan kecenderungan kejadian tetap dan menurun. Penentuan bencana ini ditujukan untuk memberikan gambaran kepada pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan bencana.

Lebih lanjut lagi, pemerintah daerah dapat mengambil Langkah dan kebijakan penanggulangan bencana yang terfokus dan terintegrasi dalam rencana penanggulangan bencana daerah.Penentuan ancaman bencana prioritas dilakukan untuk menentukan aksi penanganan dan pengalokasian anggaran penanggulangan bencana di suatu daerah.

Penentuan bencana prioritas berdasarkan penggabungan tingkat risiko bencana daerah dan analisis kecenderungan bencana daerah. Tingkat risiko bencana dikelompokkan pada tingkat rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan analisis kecenderungan bencana dikelompokkan pada kecenderungan meningkat, sedang, dan menurun.

Tabel 1.4 Matriks Penentuan Bencana Prioritas di Kalurahan Margokaton Ancaman Bencana

Prioritas

Tingkat Risiko

Rendah Sedang Tinggi

Kecenderu ngan

Menur un

(33)

Tetap

Banjir, Letusan Gunung Berapi,

Kebakaran Rumah/Lahan

Kekeringan, Konflik

Sosial, Hama tanaman,

Cuaca Ekstrem

Epidemi/Pand emi/ Wabah

Penyakit

Menin gkat

Gempa Bumi

Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Sleman 2020, RMPMKal Margokaton 2022-2027, dan Wawancara dengan Carik

Kalurahan Margokaton Keterangan:

: Ancaman Bencana Non-Prioritas : Ancaman Bencana Prioritas

BAB III PROGRAM KEBIJAKAN

3.1 PROGRAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA SKALA DESA Berdasarkan wawancara yang telah dilaksanakan bersama dengan Carik Kalurahan Margokaton, wilayah Kalurahan Margokaton merupakan suatu daerah yang memiliki potensi bencana alam rendah. Hal ini dipertegas dari hasil observasi yang telah dilaksanakan oleh tim. Akan tetapi, potensi bencana non alam seperti bencana sosial masih terjadi sebagaimana adanya situasi pandemi. Selain itu, bencana di Kalurahan Margokaton justru didominasi oleh bencana di sektor pertanian.

Sebagaimana hasil analisis lampiran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan (RPJMKal), Kalurahan Margokaton memiliki lahan persawahan yang luas yakni 155,8 Ha. Selain itu, di Kalurahan Margokaton juga dialiri selokan mataram dimana secara keseluruhan sungai di Kalurahan Margokaton adalah 51,29 Ha. Maka dari itu, sektor pertanian merupakan sektor yang kuat di Kalurahan Margokaton.

Namun, berdasarkan wawancara yang dilakukan bersama dengan Carik Kalurahan Margokaton, potensi bencana yang dihadapi oleh masyarakat justru berasal dari sektor pertanian, lebih tepatnya gangguan hama tikus dan belum menyebarnya secara luas

(34)

perairan yang bersumber dari selokan mataram. Kalurahan ini juga memiliki potensi bencana kekeringan ketika musim kemarau tiba. Akan tetapi tidak terlalu berdampak kepada masyarakat secara luas.

Dari adanya hasil analisis tersebut, maka tim, menggagas adanya proyek yang harapannya dapat mengakomodir seluruh masyarakat terutama para petani sebagai kelompok terdampak dalam menanggulangi potensi bencana di sektor pertanian tersebut. Program kebijakan Penanggulangan Bencana hama tikus di sektor pertanian, dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan yaitu:

a. Manual

Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan membersihkan saluran- saluran air, menghilangkan penumpukan jerami di lahan sawah, penggunaan musuh alami seperti burung hantu, menggunakan orang-orangan, dan lain sebagainya. Selain untuk mengusir tikus, orang-orangan sawah memiliki fungsi untuk mengusir berbagai hama burung yang memakan tanaman padi saat fase pematangan bulir.

b. Mekanis

Pengendalian secara mekanis yaitu dengan menggunakan alat semprot api, dengan menyasar lubang-lubang tikus. Kegiatan ini tentu membutuhkan kerjasama antar pemilik lahan (kelompok tani). Disamping itu, menggunakan perangkap dan racun tikus pada sudut-sudut yang dianggap potensial yaitu sarang, tempat sering dilewati, dan tempat berkumpulnya hama tikus.

c. Elektrik

Pengendalian secara elektrik yaitu dapat dilakukan dengan sengatan listrik, pengusir tikus menggunakan suara ultrasonic, dan cahaya yang dapat digunakan untuk menyinari lahan secara periodik. Salah satu pengusir tikus yang telah dirancang oleh Fakultas Pertanian Universitas Lampung adalah pengusir tikus berbasis Ultrasonik.

Sementara itu, program kebijakan penanggulangan bencana kekeringan dibagi menjadi 5 (lima) kegiatan yaitu:

a. Membangun dan melakukan rehabilitasi jaringan irigasi.

(35)

b. PPTG Pembangunan untuk penyedia Air Bersih c. Pembuatan pompa hidrolik dititik yang tidak ada air

d. Memelihara atau melakukan rehabilitasi konservasi lahan dan air.

e. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghemat penggunaan air.

3.2 SASARAN

Sasaran utama dari program ini adalah kelompok petani di wilayah Kalurahan Margokaton dengan tujuan menurunkan potensi bencana non-alam yakni dalam sektor pertanian.

3.3 PIHAK DALAM KEBIJAKAN

Pelaksana kegiatan kalurahan yang akan dilaksanakan oleh Pamong Kalurahan, unsur masyarakat kalurahan, kerjasama antar kalurahan, dan/atau kerjasama kalurahan dengan pihak ketiga.

3.4 KEGIATAN DALAM PROGRAM KEBIJAKAN

Guna melaksanakan program yang dicanangkan, maka kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh tim tertulis dalam tabel berikut:

No. Nama Kegiatan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Pendekatan dengan

Masyarakat

2. Mengurus Perizinan untuk Melaksanakan Program Kerja di Kalurahan

3. Penyuluhan tentang Bahaya Hama Tikus kepada Masyarakat Terutama Petani 4. Penyuluhan tentang Cara

Mengatasi Hama Tikus kepada Masyarakat Terutama Para Petani

5. Penguatan Kelembagaan

(36)

6. Pelaksanaan Program 7. Pendampingan Program 8 Monitoring dan Evaluasi 9. Rencana Tindak Lanjut

3.5 STRATEGI PROGRAM

Dalam menyukseskan program yang telah disusun, berikut merupakan beberapa strategi yang akan dilakukan oleh tim:

a. Bonding/Pendekatan secara kultural kepada masyarakat

Bonding merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengajak masyarakat berpartisipasi dalam program yang akan dilaksanakan. Hal ini untuk meminimalisir adanya miss komunikasi antar elemen yang ada dalam program.

b. Pendekatan kepada seluruh stakeholders yang ada di Kalurahan Margokaton.

Pendekatan yang dilakukan kepada seluruh stakeholders ini adalah agar mendapat dukungan baik secara moral maupun material.

c. Refreshing bersama Masyarakat

Refreshing ini dapat berupa hal yang sederhana dan berkesan bagi masyarakat.

3.6 KEBERLANJUTAN PROGRAM

Tahun Pertama Penguatan

Kelembagaan dan Pelaksanaan Program

Tahun Kedua Pendampingan Program

Tahun Ketiga

Masyarakat

Berdaya dan

Tangguh dalam

Menghadapi

Bencana.

(37)

BAB IV PENGARUSTAMAAN 4.1 PENGARUSTAMAAN DIFABILITAS

Pada saat ini Kalurahan Margokaton belum memiliki program atau kebijakan yang dimana untuk mengakomodasi lansia dan disabilitias (kaum difabel). Di dalam RPJMKal Margokaton itu sendiri di Bidang Bencana pemerintah Margokaton sendiri tidak membuat nya. Pentingnya program prioritas Kebijakan yang mengakomodasi Lansia dan Disabilitas karena mereka juga sebagai masyarakat republik indonesia perlunya untuk mendapatkan keadilan sosial. Dan mereka tidak bisa disamakan dengan masyarakat yang yang kondisinya berbeda dengan mereka ketika terjadi suatu bencana, pada penanganan nya itu berbeda serta mitigasi bencananya pun berbeda dan ini akan menjadikan adil terhadap seluruh masyarakat mereka mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kemampuan fisik masing-masing.

4.2 PENGARUSTAMAAN GENDER

Istilah gender dihuraikan sebagai perbezaan antara lelaki dan perempuan hasil dari pada konstruksi sosio-budaya. Dengan kata lain, ia merujuk kepada sifat maskulin (masculinity) dan feminin (femininity) yang dipengaruhi dengan kebudayaan, simbolik, stereotaip dan pengenalan diri. Walaupun pada dasarnya gender membincangkan tentang lelaki dan perempuan tetapi perbincangan banyak difokuskan kepada perempuan. Menurut Ursula King, senario ini disebabkan golongan perempuan telah lama dipinggirkan dalam sejarah dan budaya masyarakat. Pada saat ini desa Margokaton sendiri belum memiliki program atau kebijakan yang dimana untuk memberi jaminan kesetaraan gender. Dalam RPJMKal Margokaton sendiri dalam bidang menjamin kesetaraan gender belum diatur. Kesetaraan gender sajati nya sangat penting untuk menjamin hak perempuan dalam masyarakat, ditambah pentingnya hak perempuan di dalam suatu bencana yang terjadi. Kejadian bencana menyebabkan dampak yang dirasakan secara berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari lebih tingginya kerentanan perempuan untuk meninggal dunia. Selain itu, setelah kejadian bencana perempuan lebih rentan mengalami kekerasan dan serangan seksual serta tindakan eksploitasi terhadap pekerjaan yang membuat perempuan bekerja lebih lama dibandingkan laki-laki. Karna dalam pandangan laki-laki merupakan sebagai sebuah pengambil keputusan dengan mengesampingkan adanya hak perempuan yang ada. Sejatinya apabila perempuan

(38)

diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam penanggulangan bencana itu bisa menjadi hal yang positif dalam penanganan bencana, akan tetapi adanya dominasi nilai hak dari laki-laki membuat ruang untuk perempuan terhalang. Dengan adanya mitigasi bencana dengan menggunakan sensitif gender bisa diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat dan mendorong perubahan mendasar yang mengurangi kerentanan perempuan dalam bencana. Dengan demikian, jaminan perlindungan dan keamanan mengantisipasi bencana yang menjadi hak laki-laki dan perempuan dapat terwujud.

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

Pengarusutamaan penanggulangan bencana adalah sebuah mekanisme untuk menjamin penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penanggulangan bencana oleh Pemerintah Kalurahan Margokaton. Hal ini menjadi suatu mekanisme yang efektif. Untuk itu, Rencana Penanggulangan Bencana Kalurahan Margokaton adalah salah satu langkah untuk memperkuat proses penanggulangan bencana di Kalurahan Margokaton. Pelaksanaan RPB Kalurahan Margokaton membutuhkan komitmen kuat secara politis maupun teknis.

Beberapa strategi advokasi dalam dokumen ini diharapkan dapat membangun komitmen tersebut secara optimal pada seluruh jenjang Pemerintahan Kalurahan Margokaton hingga terbangun dan terlestarikannya budaya aman terhadap bencana dan juga meningkatnya ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana sesuai dengan Visi Penanggulangan Bencana Kalurahan Margokaton yaitu masyarakat semakin tangguh menghadapi bencana. Dengan demikian RPB berperan sebagai panduan dan arahan Kalurahan Margokaton dalam penanggulangan bencana.

Dokumen ini perlu selalu dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan Kalurahan Margokaton dan perubahan-perubahan lingkungan serta kemajuan yang mempengaruhi terjadinya bencana. Selain proses evaluasi, dokumen ini juga perlu diterjemahkan menjadi Rencana Aksi Daerah untuk Pengurangan Risiko Bencana.

Rencana Aksi ini juga memberikan ruang bagi para mitra pemerintah untuk turut serta berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan budaya aman dan peningkatan ketangguhan masyarakat terhadap bencana di Kalurahan Margokaton.

(39)

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, tingkat risiko bencana pada Kalurahan Margokaton terbilang cukup rendah. Walaupun risiko bencana yang kemungkinan terjadi terbilang cukup rendah, namun terdapat beberapa permasalahan serius yang menjadi ancaman bagi masyarakat Kalurahan Margokaton, seperti ancaman gempa bumi, kerusakan hasil pertanian akibat hama dan juga kekeringan. Maka dari itu, terdapat beberapa saran sebagai usaha penanggulangan permasalahan yang kemungkinan terjadi pada Kalurahan Margokaton:

a. Perencanaan dan pelaksanaan program edukasi terkait gempa bumi sebagai langkah preventif dan upaya mitigasi bencana gempa bumi, baik pada pra, saat dan pasca kejadian.

b. Perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (hama) guna terciptanya kualitas pertanian yang baik di Kalurahan Margokaton. Harapannya program ini juga dapat disosialisasikan kepada para petani sehingga terciptanya pengetahuan dalam mengendalikan dan mengolah hasil pertanian.

c. Pelaksanaan program penyebarluasan perairan di Kalurahan Margokaton. Program ini dilatarbelakangi oleh beberapa kawasan pertanian yang tidak dijangkau oleh perairan irigasi dengan baik sehingga muncul kemungkinan terjadinya kekeringan.

Gambar

Tabel 1.0  Nama
Tabel 1.1  Nama
Tabel  1  menunjukkan  jumlah  seluruh  kejadian  bencana  dalam  jangka  waktu  1.885- 1.885-2016  yakni  sebanyak  127  kejadian  bencana
Grafik diatas menunjukkan kecendrungan bencana-bencana yang terjadi di kabupaten  Sleman
+4

Referensi

Dokumen terkait

Desa dengan tingkat risiko multi ancaman bencana terendah adalah Desa Sukadame dengan indeks tingkat risiko di daerah ini lebih rendah untuk bencana gempa bumi, bencana cuaca

Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang