• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

N/A
N/A
annisa sukma

Academic year: 2024

Membagikan "Kepadatan Tanah, CPT dan SPT "

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/359545427

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Book · November 2017

CITATIONS

0

READS

4,745

3 authors, including:

Tri Mulyono Jakarta State University 59PUBLICATIONS   57CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)

0

Program Studi D3 Transportasi Fakultas Teknik

Universitas Negeri Jakarta

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Tri Mulyono, MT

(3)

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Staft Pengajar Program Studi D3 Transportasi. FT UNJ

Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220 Kontak Penulis: [email protected]

(4)

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Fakultas Teknik

Universitas Negeri Jakarta

Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220 Kontak Penulis: [email protected]

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Mulyono, T.

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT /Penulis, Tri Mulyono. Jakarta: Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ, 2017 v, 98 hlm; 21 cm x 29,7 cm; Microsoft Sans Serif 12pt

1. Kepadatan Tanah, CPT dan SPT. 2. Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi

I. Judul II. Universitas Negeri Jakarta Cetakan Pertama: 3 Nopember, 2017.

Hak Cipta© 2017 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis

(5)

PRAKATA

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat menyelesaikan modul ini yang berisi materi untuk matakuliah Mekanika Tanah Dan Pondasi di Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017. Modul ini merupakan rangkaian materi yang terdiri dari:

1 | Sejarah mekanika tanah dan pondasi 2 | Sifat dan karakterisitik tanah

3 | Hubungan antar parameter tanah 4 | Plastisitas dan sturktur tanah 5 | Klasifikasi tanah

6 | Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Referensi yang digunakan berasal dari beberapa referensi yang berhubungan dengan materi dalam modul yang bersumber dari standar ASTM, AASTHO, British Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disesuaikan dengan kebutuhan akademik.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembacanya

Jakarta, November 2017 Penulis

Tri Mulyono

(6)

Daftar Isi

A. Tujuan _____________________________________________________ 1 B. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _ 1 C. Kegiatan (Strategi/Metode) ____________________________________ 2 D. Tugas _____________________________________________________ 2 E. Tes/Evaluasi & Tagihan _______________________________________ 2 F. Sumber dan Media Pembelajaran _______________________________ 3 G. Rangkuman Materi __________________________________________ 3 H. Materi Pembelajaran _________________________________________ 3 6.1 Prinsip Umum Pemadatan _________________________________ 3 6.2 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Laboratorium _____________ 5 6.3 Pengujian Laboratorium Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI

1742:2008 _____________________________________________ 5 6.3.1 Peralatan Pengujian ________________________________ 5 6.3.2 Prosedur Pengujian Kepadatan Ringan ________________ 11 6.3.3 Penghitungan Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI

1742:2008 _______________________________________ 13 6.4 Pengujian Laboratorium Kepadatan Berat untuk Tanah Sesuai SNI

1743:2008 ____________________________________________ 17 6.5 Faktor yang Mernpengaruhi Pemadatan _____________________ 19 6.6 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Lapangan ______________ 22 6.6.1 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir _ 23 6.6.2 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Balon Karet _____ 26 6.7 Pemadatan Tanah Organik _______________________________ 31 6.8 Jenis Penyelidikan Tanah di Lapangan untuk Kapasitas Pondasi _ 32 6.9 Pengujian Sondir _______________________________________ 33 6.9.1 Istilah/Terminology dalam Pengujian Sondir ____________ 35 6.9.2 Peralatan Pengujian Sondir _________________________ 36 6.9.3 Pembacaan Manometer Pengujian Sondir ______________ 41 6.9.4 Prosedur Pengujian Sondir __________________________ 41 6.9.5 Keuntungan dan Kekurangan Pengujian Sondir __________ 43

(7)

6.9.6 Hitungan Pengujian Sondir __________________________ 43 6.9.7 Laporan Pengujian Sondir __________________________ 49 6.10 Pengujian Standar Panetrasi Test __________________________ 55 6.10.1Istilah dan definisi dalam Uji SPT _____________________ 55 6.10.2Peralatan, Bahan dan Perlengkapan Pengujian SPT ______ 56 6.10.3Prosedur Pengujian penetrasi dengan SPT _____________ 57 6.10.4Koreksi hasil uji SPT _______________________________ 61 6.10.5Pelaporan Pengujian penetrasi dengan SPT ____________ 64 6.11 Uji Kipas di Lapangan (Vane Shear Test) ____________________ 70 6.11.1Lingkup dan Prosedur Pengujian Vane Shear Test _______ 71 6.11.2Hitungan Nilai Tahanan Geser Vane __________________ 73 6.11.3Kelebihan dan Kekurangan Pengujian Geser Baling ______ 77 6.12 Uji Beban Pelat ________________________________________ 77 6.12.1Peralatan yang Digunakan __________________________ 79 6.12.2Prosedur pengujian ________________________________ 81 6.12.3Pelaporan _______________________________________ 82 I. Soal ______________________________________________________ 83 J. Referensi _________________________________________________ 90

(8)
(9)

Modul 6:

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

A. TUJUAN

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan mengklasifikasikan tanah.

B. URAIAN MATERI, INDIKATOR KEBERHASILAN DAN ALOKASI WAKTU PEMBELAJARAN

Materi dan indikator keberhasilan dengan rencana pertemuan dua kali (200 menit) tatap muka setelah mempelajari topik ini seperti Tabel berikut:

Substansi Kajian

(Materi) Indikator keberhasilan Alokasi

Waktu (Menit) 6.1 Pemadatan

tanah (soil compaction)

6.1.1 Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan Pemadatan tanah prinsip (soil compaction) di Laboratorium

6.1.2 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan tanah di Laboratorium

6.1.3 Mahasiswa mampu menjelaskan kepadatan lapangan

6.1.4 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan lapangan

6.1.5 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan relatif

80’

6.2 Pengujian Sondir 6.2.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pengujian Sondir

6.2.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian Sondir

60’

6.3 Pengujian SPT 6.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Pengujian SPT

6.3.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian SPT

60’

6.4 Ringkasan - Topik#6:

pengujian tanah (soil tests) di laboratorium dan lapangan

6.4.1 Mahasiswa mampu mengerjakan tugas secara mandiri

6.4.2 Mahasiswa mampu menyelesaikan tepat waktu

3 x 24 Jam

(10)

Substansi Kajian

(Materi) Indikator keberhasilan Alokasi

Waktu (Menit) 6.5 Soal-soal:

pengujian tanah (soil tests) di laboratorium dan lapangan

6.5.1 Mahasiswa mampu mengerjakan tugas secara kelompok

6.5.2 Mahasiswa mampu menyelesaikan tepat waktu

7 x 24 Jam

C. KEGIATAN (STRATEGI/METODE)

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas tentang materi kajian; Membuka sesi diskusi; dan Memberikan tugas individu dan kelompok

D. TUGAS

Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat tugas ringkasan sebagai tugas mandiri dengan lama tugas 3 x 24 Jam dan tugas kelompok dengan waktu 7 x 24 jam.

E. TES/EVALUASI & TAGIHAN

Berisi tes tertulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan dosen untuk mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai, sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan berikutnya. Test akan dilaksanakan pada tengah dan akhir semester dalam bentuk test tertulis pilihan ganda dengan empat pernyataan satu yang benar.

Tagihan setelah mempelajari topik ini adalah sebagai berikut:

1. Tugas#7: Ringkasan (Individu) yaitu mahasiswa meringkas topik dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan di atas kertas A4;

b. Urutan/sistematika sesuai dengan urutan pada subtansi kajian (materi);

c. Batas waktu pengumpulan 3 x 24 Jam dikumpulkan sebelum Jam 12.00 WIB dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;

d. Bobot penilaiannya sebesar 2% (dua persen) dari total penilaian.

(11)

2. Tugas#13: Kelompok yaitu mahasiswa secara berkelompok menyelesaikan penyelesaian soal tugas yang diberikan, dengan ketentuan.

a. Jumlah anggota kelompok maksimum 5 (lima) orang;

b. Jumlah soal yang diberikan direncanakan sebanyak 5 (lima) soal;

c. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan atau dengan MS-WORD di atas kertas A4;

d. Batas waktu pengumpulan 7 x 24 Jam dikumpulkan sebelum perkuliahan dimulai pada minggu berikutnya dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;

e. Bobot penilaiannya sebesar 4% (empat persen) dari total penilaian.

F. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN

Sumber dan media pembelajaran menggunakan literatur sesuai dengan referensi untuk topik ini dengan disampaikan pada saat tatap muka akan digunakan Laptop/Notebooks, dan LCD Projector.

G. RANGKUMAN MATERI H. MATERI PEMBELAJARAN

Timbunan tanah untuk lapis tanah dasar atau lapis pondasi jalan raya, tanggul tanah, bendungan tanah dan banyak struktur teknik lainnya, jika menggunakan tanah yang gembur memerlukan suatu proses pemadatan agar terjadi peningkatan kekuatan tanah melalui kenaikan berat volumenya dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi untuk mendukung struktur di atasnya. Selain itu pemadatan dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kestabilan lereng timbunan (embankments). Alat pemadat mekanis seperti smooth-wheel rollers, dan vibratory rollers adalah umumnya digunakan di lapangan untuk pemadatan tanah.

6.1 Prinsip Umum Pemadatan

Kepadatan suatu tanah pada dasarnya merupakan perbandingan antara massa benda uji dan volume. Berat volume kering tanah yang dipadatkan menjadi ukurannya.

Hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan akan memberikan suatu nilai optimum kepadatan tanah. Air pada tanah yang dipadatkan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air,

(12)

lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Menggunakan usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat seperti Gambar 6.1.

Gambar 6.1: Prinsip Pemadatan (Das & Sobhan, 2014)

Saat kadar air 𝑤0 = 0, berat volume basah dari tanah (𝛾) adalah sama dengan berat volume keringnya (𝛾𝑑), atau 𝛾 = 𝛾𝑑(𝑤=0)= 𝛾1. Jika kadar air tanah ditingkatkan terus secara bertahap dengan cara pemadatan yang sama, maka berat padat tanah persatuan volume akan meningkat secara bertahap. Misalnya, pada 𝑤 = 𝑤1, berat volume basah dari tanah sama dengan 𝛾 = 𝛾2. Sehingga berat volume kering dari tanah tersebut pada kadar air, 𝑤1 dapat dinyatakan dalam (Das & Sobhan, 2014).

𝛾𝑑(𝑤=𝑤1) = 𝛾 = 𝛾𝑑(𝑤=0)+ ∆𝛾𝑑

Penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah.

Kadar air dengan berat volume kering maksimum tanah yang dicapai disebut kadar air optimum.

Pengujian di laboratorium yang umum dilakukan untuk mendapatkan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum adalah Uji Pemadatan Proctor (Proctor Compaction Test), sesuai dengan nama penemunya, Proctor, (1933) atau menurut SNI 1743:2008 Cara uji kepadatan berat untuk tanah.

(13)

6.2 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Laboratorium

Pengujian kepadatan di laboratorium menggunakan pengujian proctor.

Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum ini dapat digunakan untuk menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan tanah di lapangan. Peralatan yang digunakan adalah cetakan, alat penumbuk, alat pengeluar benda uji, timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat pencampur, dan cawan. (SNI 1742:2008; SNI 1743:2008)

Cara uji dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm untuk uji kepadatan ringan (SNI 1742:2008) dan penumbuk 4,54 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 457 mm untuk kepadatan berat (SNI 1743:2008).

6.3 Pengujian Laboratorium Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI 1742:2008

Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm (SNI 1742:2008) atau ASTM Test Designation D-698.

6.3.1 Peralatan Pengujian

Cetakan yang digunakan berupa cetakan logam berdinding kokoh dan dibuat sesuai dengan ukuran dan kapasitas yang sesuai Gambar 6.2 untuk cetakan silinder dengan diameter 101,60 ± 0,41 𝑚𝑚 tinggi 116,43 ± 0,13 𝑚𝑚 dengan kapasitas 943 𝑐𝑚3 ± 8 𝑐𝑚3 atau 152,40 ± 0,66 𝑚𝑚 dengan kapasitas 2124 𝑐𝑚3 ± 21 𝑐𝑚3 dan keping alas dan dilengkapi dengan leher sambung yang dibuat dari bahan yang sama dengan cetakan, dengan tinggi kurang lebih 60,33 ± 1,27 𝑚𝑚 mm. Cetakan dan leher sambung harus dipasang kuat-kuat pada keping alas yang dibuat dari bahan yang sama (SNI 1742:2008).

(14)

Alat penumbuk dapat menggunakan alat penumbuk tangan (manual) atau mekanis. Penumbuk terbuat dari logam dengan massa 2,495 ± 0,009 𝑘𝑔 dan mempunyai permukaan berbentuk bundar dan rata, diameter 50,80 ± 0,25 𝑚𝑚 . Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari 50,42 mm. Penumbuk harus dilengkapi dengan selubung yang dapat mengatur jatuh bebas setinggi 305 mm

± 2 mm untuk di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan untuk uji kepadatan ringan (SNI 1742:2008). Selubung harus mempunyai paling sedikit 4 buah lubang udara berdiameter tidak kurang dari 9,50 mm dengan poros tegak lurus satu sama lain berjarak 19,00 mm dari kedua ujung. Selubung harus cukup longgar sehingga batang penumbuk dapat jatuh bebas tidak terganggu. Penggunaan alat penumbuk mekanis dari logam (Gambar 6.3), dilengkapi alat pengontrol tinggi jatuh bebas 305 mm ± 2 mm di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan dan dapat menyebarkan tumbukan secara merata di atas permukaan tanah. Alat dikalibrasi terhadap beberapa macam jenis tanah dan massa penumbuk disesuaikan agar mendapatkan hubungan kadar air dengan kepadatan kering yang sama apabila dipadatkan dengan alat penumbuk manual.

(15)

Gambar 6.2: Alat uji kepadatan ringan untuk tanah (Cetakan silinder diameter 101,60 mm atau 152,90

(16)

Gambar 6.3: Cetakan silinder dan Alat Penumbuk

Tidak praktis untuk mengatur tinggi jatuh alat penumbuk mekanis setiap kali alat penumbuk tersebut dijatuhkan, seperti pada alat penumbuk yang dioperasikan secara manual. Mengatur tinggi jatuhnya, dengan cara sejumlah contoh uji lepas di dalam cetakan yang akan ditumbuk pertama kali ditekan secara pelan-pelan dengan alat penumbuk dengan ketinggian 305 mm dan berikutnya sama atau bila alat penumbuk sudah dilengkapi pengatur ketinggian jatuh, setiap penumbukan tinggi jatuh bebas 305 mm, diukur dari permukaan tanah yang ditumbuk sebelumnya. Cara kalibrasi yang lebih detail untuk alat penumbuk mekanis yang digunakan pada pemadatan tanah di laboratorium dapat dilihat pada ASTM D 2168.

Peralatan lainnya (SNI 1742:2008) adalah (1) alat pengeluar benda uji (extruder) merupakan dongkrak, pengungkit, rangka, atau alat lain yang sesuai; (2) Timbangan terdiri dari tiga buah timbangan masing-masing berkapasitas 11,5 kg dengan ketelitian 1 gram, kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas 311 gram dengan ketelitan 0,01 gram. Oven pengering dilengkapi dengan pengatur temperatur sampai 110°C ± 5°C untuk mengeringkan contoh tanah basah; (3) Pisau perata terbuat dari baja yang kaku dengan panjang minimum 25 cm. Salah satu sisi memanjang pisau perata harus tajam dan sisi lainnya datar. Batas toleransi pisau perata yang dihitung pada kelurusan sisi memanjang tidak boleh melebihi 0,1% dari panjang; (4) Saringan

(17)

dengan ukuran bukaan 50 mm, saringan 19 mm dan saringan No.4 (4,75 mm), sesuai persyaratan SNI 07-6866-2002; (5) Alat pencampur yang terdiri dari baki, sendok pengaduk, sekop, spatula dan alat-alat bantu lainnya atau alat pencampur mekanik yang sesuai untuk mencampur contoh tanah dan air secara merata; dan (6) Cawan terbuat dari bahan tahan karat dan massanya tidak akan berubah akibat pemanasan dan pendinginan yang berulang kali. Cawan harus dilengkapi penutup yang dapat dipasang dengan rapat untuk mencegah hilangnya air dari benda uji sebelum penentuan massa awal dan untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka setelah pengeringan dan sebelum penentuan massa akhir.

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah (SNI 1742:2008) dapat menggunakan empat pilihan metode uji yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D, seperti Tabel 6.1.

Masing-masing cara tersebut di atas dibagi lagi berdasarkan sifat tanah, pertama untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air seperti jenis contoh tanah berbutir kasar yang bersifat keras. Kedua untuk butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air. Butiran contoh tanah yang mudah pecah umumnya jenis tanah berbutir kasar yang bersifat lunak (seperti batu pasir dan batu kapur) dan lanau, sedangkan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air adalah jenis tanah berbutir halus (lempung). Jika terjadi keraguan dalam menentukan apakah butiran contoh tanah termasuk butiran contoh tanah yang mudah pecah atau tidak, semua contoh tanah berbutir kasar dapat dianggap sebagai contoh tanah berbutir yang mudah pecah.

Contoh uji tanah dipersiapkan sesuai dengan SNI 1742:2008, jika diterima dari lapangan masih dalam keadaan basah atau lembab, contoh tanah tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu sehingga menjadi gembur. Pengeringan dapat dilakukan di udara atau dengan alat pengering lain dengan temperatur tidak lebih dari 60°C.

Kemudian gumpalan-gumpalan tanah tersebut ditumbuk sedemikian rupa untuk menghindari pengurangan ukuran butiran aslinya atau pecah kecuali tanah vulkanik tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Contoh uji tanah gembur yang mewakili kemudian di saring dengan saringan No.4 (4,75 mm) untuk cara A dan cara B, dan dengan saringan 19,00 mm (3/4”) untuk cara C dan cara D.

(18)

Tabel 6.1: Metode uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008

Deskripsi Cara A Cara B Cara C Cara D

Diameter cetakan (mm) 101,6 152,4 101,6 152,4

Tinggi cetakan (mm) 116,43 116,43 116,43 116,43

Volume cetakan (cm3) 943 2124 943 2124

Massa penumbuk (kg) 2,5 2,5 2,5 2,5

Tinggi jatuh penumbuk (mm) 305 305 305 305

Jumlah lapis 3 3 3 3

Jumlah tumbukan per lapis 25 56 25 56

Bahan lolos saringan No.4

(4,75 mm) No.4 (4,75 mm)

19,00 mm 19,00 mm Bahan campuran tanah tertahan saringan No.4

(4,75 mm) sebesar 40%

atau kurang

tertahan saringan 19,00 mm sebesar

30% atau kurang 1. Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam kantong plastik atau wadah lainnya dan

ditutup rapat, kemudian didiamkan selama: 3 jam (kerikil dan pasir kelanauan/ kelempungan);

12 jam (lanau) dan 24 jam (lempung) serta contoh uji berupa kerikil dan pasir tidak perlu didiamkan.

2. Untuk tanah berbutir halus (bersifat plastis), kadar air optimum diperkirakan berada di sekitar kadar air batas plastis (PL). Secara visual dilakukan dengan menggiling sejumlah contoh tanah di antara kedua telapak tangan sampai mencapai diameter 3 mm. Jika pada saat mencapai diameter 3 mm belum menunjukkan adanya retakan (patah), tambahkan sejumlah air kedalam contoh tanah, kemudian diaduk sampai merata. Giling kembali contoh tanah tersebut dengan kedua telapak tangan sampai menunjukkan adanya retakan (patah) pada diameter 3 mm

Masing-masing contoh tanah ditambahkan air dan diaduk sampai merata.

Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, penambahan air dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, penambahan air diatur sedemikian rupa sehingga kadar airnya 2% sampai dengan 6% di bawah kadar air optimum.

Penambahan air tahap berikutnya dilakukan setelah pemadatan dan pemecahan kembali benda uji. Perbedaan kadar air pada masing-masing tahap sekitar 1% sampai dengan 3%.

Butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air seperti tanah lempung, penambahan air diatur sedemikian rupa sehingga 1 contoh mempunyai kadar air mendekati kadar air optimum; 2 contoh di bawah optimum; dan 2 contoh lainnya di atas optimum. Perbedaan kadar air masing-masing sekitar 1% sampai dengan 3%. Jumlah contoh uji untuk masing-masing metode/cara pengujian seperti Tabel 6.2.

(19)

Tabel 6.2: Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008

Deskripsi Cara

A B C D

butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, siapkan 1 contoh tanah paling sedikit (kg)

3 7 5 11

butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, siapkan paling sedikit 5 contoh tanah (kg)

2,5 5 3 6

6.3.2 Prosedur Pengujian Kepadatan Ringan

Prosedur pengujian kepadatan ringan tanah sesuai SNI 1742:2008 menggunakan contoh uji tanah dipersiapkan yang sesuai dengan metode/cara A, B, C atau D.

Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah dan contoh tanah yang mudah menyerap air dengan prosedur:

(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram dinyatakan sebagai (𝐵1) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.

(2) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk sampai merata. Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dalam 3 lapis dengan ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.

(3) Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) untuk lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/3 dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan menggunakan alat penumbuk dengan massa 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali

(20)

(b) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua dan lapisan ketiga dengan cara yang sama seperti untuk lapis pertama.

(c) Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4 inci) untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan seperti Gambar 6.4.

Gambar 6.4: Cara melakukan penumbukan

(4) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan dan ratakan permukaannya menggunakan pisau perata, sehingga betul- betul rata dengan permukaan cetakan. Timbang massa cetakan yang berisi benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1 gram sebagai (𝐵2). Buka keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi dua bagian yang sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari salah satu bagian untuk pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.

Tanah terdrainase bebas seperti pasir seragam dan kerikil yang memungkinkan terjadi rembesan pada bagian bawah cetakan dan keping alas, contoh yang mewakili untuk pengujian kadar air lebih baik diambil dari bak pencampur.

(5) Untuk Cara A dan B Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan No.4 (4,75 mm) dan campurkan dengan sisa contoh uji di dalam baki.

Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai merata.

(6) Untuk Cara C dan D Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan 19,0 mm dan 90% gumpalan tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm),

(21)

kemudian campurkan dengan sisa contoh uji di dalam baki. Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai merata.

(7) Ulangi langkah-langkah pemadatan dengan cara yang sama beberapa kali sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada Butiran contoh tanah yang mudah pecah dan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air dengan prosedur:

(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram dinyatakan sebagai (𝐵1) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas, kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.

(2) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar air yang mendekati kadar air optimum) dan lakukan prosedur seperti langkah sebelumnya, butir (3) dan (4);

(3) Ulangi langkah-langkah sama seperti di atas untuk contoh uji ke dua, contoh uji ketiga dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji dengan kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan dengan contoh uji dengan kadar air yang lebih besar. Hal tersebut dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air paling besar belum berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang semula paling besar. Apabila berat benda uji masih menunjukkan peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan, siapkan contoh tanah yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1% sampai dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

6.3.3 Penghitungan Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI 1742:2008

Kepadatan basah (𝜌) merupakan perbandingan antara massa benda uji basah dan volume dihitung dengan Persamaan 6.1, dimana 𝐵1 adalah massa cetakan dan keping alas, dinyatakan dalam gram, 𝐵2 adalah massa cetakan, keping alas dan benda

(22)

uji dinyatakan dalam gram, serta 𝑉 adalah volume benda uji atau volume cetakan, dinyatakan dalam cm3.

𝜌 =𝐵2− 𝐵1 𝑉

(6.1) Kadar air (𝑤) merupakan perbandingan antara massa air dan massa kering tanah sesuai dengan Persamaan 6.2

𝑤 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑖𝑟

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑥100 (6.2) Kepadatan (berat isi) kering (𝜌𝑑) merupakan perbandingan antara massa benda uji kering dan volume dengan hitungan sesuai Persamaan 6.3 dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3, dimana 𝜌 adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

𝜌𝑑 = 𝜌

100 + 𝑤𝑥100 (6.3)

Kepadatan kering jenuh merupakan perbandingan antara massa kering tanah dan volume total pada kondisi jenuh air (rongga berisi udara nol) yaitu untuk derajat kejenuhan 100 dengan hitungan sesuai Persamaan 6.4 dimana 𝐺𝑠 adalah berat jenis tanah, 𝜌𝑤 adalah kapadatan air, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

𝜌𝑑 = 𝐺𝑠. 𝜌𝑤

100 + 𝐺𝑠. 𝑤𝑥100 (6.4)

Menggunakan hubungan antara kepadata tanah dengan kadar air dapat dicari nilai kadar air optimum yaitu kadar air yang paling cocok untuk cara pemadatan tertentu yang menghasilkan kepadatan paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan atau kepadatan maksimum yang merupakan kepadatan kering yang paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan.

Contoh 6.1

Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 15,57% dan berat jenis tanah 2,425 di uji menggunakan cara A. Penambahan kadar air dengan interval 2%

dimulai dengan 10% penambahan kadar air menghasilkan Data seperti Tabel C6.1, dimana cetakan dengan massa 4410 gram dan volume cetakan 944 cm3.

a. Tentukan kepadatan basah tanah b. Tentukan kepadatan kering tanah

(23)

c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void) d. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.

Tabel C6.1: Hasil uji kepadatan ringan

Deskripsi Contoh

1 2 3 4 5

massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500

Kadar air awal (%) 12,57 12,57 12,57 12,57 12,57

Penambahan air (%) 10 12 14 16 18

Penambahan air 250 300 350 400 450

Massa tanah basah + cetakan (gr) 5951 6043 6096 6092 6075 Pengujian Kadar Air setelah dipadatkan

Massa Cawan 44,6 41,2 46,3 44,7 42,8

Massa tanah basah + cawan 278,8 269,2 295,5 315,5 268,5 Massa tanah kering + cawan 235,6 224,2 243,2 255,3 215,7

Penyelesaian:

a. Menghitung Kepadatan basah (𝝆) untuk contoh 1 𝝆 =𝑩𝟐− 𝑩𝟏

𝑽 =(𝟓𝟗𝟓𝟏) − (𝟒𝟒𝟏𝟎)

𝟗𝟒𝟒 = 𝟏, 𝟔𝟑𝟐𝟒 𝒈/𝒄𝒎𝟑 b. Tentukan kepadatan kering tanah

Kadar air untuk contoh 1, 𝒘 = 𝟏𝟐, 𝟓𝟕% + 𝟏𝟎%

𝜌𝑑 = 𝜌

100 + 𝑤𝑥100 = 1,6324

100 + (12,57 + 10)%𝑥100 = 1,3318 𝑔/𝑐𝑚3 c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)

Kadar air setelah dipadatkan untuk contoh 1 Massa tanah basah + cawan = 278,8 gram Massa tanah kering + cawan = 235,6 gram Massa cawan = 44,6 gram

𝑤 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑖𝑟

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑥100 =(278,8 − 235,6)

(235,6 − 44,6) 𝑥100 = 22,62%

kepadatan kering tanah jenuh (zero air void) dengan 𝐺𝑠 = 2,425 dan 𝜌𝑤 = 1

(24)

𝜌𝑑 = 𝐺𝑠. 𝜌𝑤

100 + 𝐺𝑠. 𝑤𝑥100 = 2,425. (1)

100 + 2,425 (22,62)𝑥100 = 1,566 𝑔/𝑐𝑚3 Hitungan selanjutnya seperti Tabel C6.2.

d. Menentukan kadar air dan kepadatan kering optimum dengan menggambarkan kurva hubungan antara kepadatan dan kadar air.

Tabel C6.2: Hitungan uji kepadatan ringan

No Deskripsi Contoh Uji

1 2 3 4 5

1 Massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500

2 Kadar air awal (%) 12,57 12,57 12,57 12,57 12,57

3 Penambahan air (%) 10 12 14 16 18

4 Penambahan air 250 300 350 400 450

5 Massa tanah basah + cetakan (gr) 5951 6043 6096 6092 6075 HITUNGAN

6 Massa tanah basah (gr)

(𝟓𝟗𝟓𝟏) − (𝟒𝟒𝟏𝟎) 1541 1633 1686 1682 1665 7 Kepadatan basah, 𝝆 =(𝟔)

𝑽, 𝑔/𝑐𝑚3 1,6324 1,7299 1,7860 1,7818 1,7638 8 Kepadatan kering,

𝜌𝑑 = 𝜌

100+((2)+(3))𝑥100, 𝑔/𝑐𝑚3 1,3318 1,3887 1,4111 1,3858 1,3508 Hitungan Kadar Air

9 Massa tanah basah + cawan 278,8 269,2 295,5 315,5 268,5 10 Massa tanah kering + cawan 235,6 224,2 243,2 255,3 215,7

11 Massa air, gr (9) – (10) 43,2 45 52,3 60,2 52,8

12 Massa cawan, gr 44,6 41,2 46,3 44,7 42,8

13 Massa tanah kering , gr (10) – 12) 191 183 196,9 210,6 172,9 14 Kadar air

𝑤 =(11) (13 𝑥100

22,62 24,59 26,56 28,59 30,57 15 Kepadata kering jenuh, 𝐺𝑠 = 2,425

𝜌𝑑= 2,425

100 + 2,425 (14)𝑥100

1,566 1,519 1,475 1,432 1,393

Menggunakan Tabel C6.2 digambarkan grafiknya seperti Gambar C6.1, didapatkan nilai kadar air optimum sebesar 26,6% dan kepadatan kering maksimum sebesar 1,411 𝑔/𝑐𝑚3.

(25)

Gambar C6.1: Kepadatan dan Kadar Air Hasil Uji

6.4 Pengujian Laboratorium Kepadatan Berat untuk Tanah Sesuai SNI 1743:2008

Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum digunakan untuk menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan tanah di lapangan. Pengujian kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 merupakan pengujian dari modifikasi uji proctor atau sesuai atau ASTM Test Designation D-1557 dan AASHTO Test Designation T-180.

Peralatan yang digunakan untuk kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 sama seperti SNI 1742:2008 adalah cetakan, alat penumbuk, alat pengeluar benda uji, timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat pencampur, dan cawan. Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum yang digunakan adalah uji kepadatan ringan (standard). Cara tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D (Tabel 6.1).

Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam spesifikasi bahan tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan menggunakan cara A. Cara A dan cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4 sebesar 40% atau

(26)

kurang. - Cara C dan cara D digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan 19,00 mm sebesar 30% atau kurang (SNI 1743:2008).

Jumlah contoh uji untuk masing-masing metode/cara pengujian seperti Tabel 6.2. Persiapan contoh uji pada setiap contoh tanah yang ditambahkan air dan diaduk sampai merata sama seperti SNI 1742:2008 seperti yang diuraikan sebelumnya.

Prosedur pengujian kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 menggunakan contoh uji tanah dipersiapkan yang sesuai dengan metode/cara A, B, C atau D sama seperti SNI 1742:2008. Pada prosedur pemadatan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher sambung) dipadatkan dalam 5 lapis dengan ketebalan yang sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm. Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit melebihi 1/5 dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas atau rata.

(2) Padatkan secara merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan menggunakan alat penumbuk dengan massa 4,54 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 457 mm di atas permukaan contoh uji tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali untuk cara B dan D;

(3) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua, lapisan ketiga, lapisan keempat dan lapisan kelima dengan cara yang sama seperti untuk lapisan pertama.

Prosedur lainnya mengikuti cara sesuai SNI 1742:2008, sampai dengan pengambilan untuk pengujian kadar air tanah setelah proses pemadatan.

Penghitungan kepadatan basah, kadar air, kepadatan (berat isi) kering, dan kepadatan (berat isi) kering pada kondisi jenuh atau zero air void, dapat menggunakan Persamaan yang sama dengan SNI 1742:2008.

Penggambaran grafik dengan cara menggambarkan titik-titik hubungan antara kepadatan kering (sumbu X) dan kadar air (sumbu Y) dari hasil uji pada sebuah grafik, kemudian gambarkan sebuah kurva yang halus yang menghubungkan titik-titik tersebut. Dari kurva yang telah digambarkan, tentukan kepadatan kering maksimum pada puncak kurva dan kadar air optimum. Pada grafik yang sama gambarkan

(27)

hubungan antara kepadatan kering dan kadar air pada derajat kejenuhan 100% (garis jenuh). Grafik pemadatan tidak boleh memotong garis jenuh dan pada harga kadar air yang tinggi grafik pemadatan menjadi sejajar dengan garis jenuh tersebut.

6.5 Faktor yang Mernpengaruhi Pemadatan

Pemadatan tanah dipengaruhi banyak faktor antara lain, kadar air tanah, jenis tanah, dan energi pemadatan. Kadar air mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kepadatan yang dapat dicapai oleh suatu tanah. Pada kadar air mendekati nol kepadatan tanah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan optimumnya dan kembali menurun saat kadar air lebih besar dari optimumnya, karena air menempati pori-pori yang seharusnya di isi oleh udara.

Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran-butiran, bentuk butiran tanah, berat spesifik bagian padat tanah, dan jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap nilai berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Bentuk umum kurva-kurva pemadatan yang didapat dari empat jenis tanah seperti Gambar 6.5 (Das & Sobhan, 2014). Uji laboratorium dilaksanakan sesuai dengan prosedur ASTM Test Designation D-698 (SNI 1742:2008 atau SNI 1743:2008).

Gambar 6.5: Tipikal kurva pemadatan untuk empat jenis tanah (Das & Sobhan, 2014)

(28)

Berdasarkan Gambar 6.5 bahwa untuk pasir, harga berat volume kering umumnya cenderung untuk menurun dahulu dengan naiknya kadar air, kemudian naik sampai mencapai harga maksimum dengan penambahan kadar air lebih lanjut.

Penurunan berat volume kering pada awal kurva disebabkan karena pengaruh peristiwa kapiler pada tanah. Pada kadar air yang lebih rendah, adanya tegangan terik kapiler pada pori-pori tanah mencegah kecenderungan partikel tanah untuk bergerak dengan bebas untuk menjadi lebih padat. Kemudian tegangan kapiler tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga partikel-partikel menjadi mudah bergerak dan menjadi lebih padat (Das & Sobhan, 2014).

Lee dan Suedkamp (1972) dalam Das & Sobhan, (2014) telah mempelajari kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah. Kesimpulannya bahwa kurva pemadatan tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum seperti Gambar 6.6. Kurva pemadatan tipe A adalah kurva yang mempunyai hanya satu puncak. Tipe ini biasanya ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai batas cair antara 30 dan 70. Kurva tipe B adalah untuk tipe yang mempunyai satu-setengah puncak, dan kurva tipe C adalah untuk yang mempunyai puncak ganda. Kurva-kurva pemadatan tipe B dan C dijumpai pada tanah-tanah dengan batas cair kurang dari 30.

Tipe kurva pemadatan D adalah tipe yang tidak mempunyai puncak tertentu. Tipe ini disebut sebagai berbentuk ganjil. Tanah dengan batas cair lebih besar daripada 70 kemungkinan mempunyai bentuk kurva pemadatan seperti tipe C atau D.

Energi yang dibutuhkan untuk pemadatan (𝐸) pada uji Proctor standar (Das &

Sobhan, 2014) dapat ditulis sebagai berikut:

𝐸 = (

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠

) 𝑥 (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ

𝐿𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛) 𝑥 ( 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡

𝑃𝑒𝑛𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘) 𝑥 (

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐽𝑎𝑡𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘

) 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛

(6.5)

Jika jumlah tumbukan setiap lapisan 25 dengan banyak 3 lapisan dan berat penumbuk 2,5 kg serta tinggi jatuh bebas setinggi 305 mm, maka Persamaan 6.5 untuk volume cetakan 944 cm3, dapat ditulis menjadi:

𝐸 =(25)(3)(2,5 𝑥 9,81𝑘𝑁

1000 )(0,305 𝑚)

944 𝑥 10−6 𝑚3 = 594,29 𝑘𝑁. 𝑚/𝑚3

(29)

Gambar 6.6: Tipikal kurva pemadatan yang sering dijumpai pada tanah (Das & Sobhan, 2014)

Energi pemadatan per satuan volume tanah yang berubah akan menyebabkan perubahan kurva pemadatan seperti Gambar 6.7 yang menunjukkan empat buah kurva pemadatan untuk tanah lempung berpasir dengan berat jenis 2,7 dan batas cair 31% serta batas plastis 26% (Das & Sobhan, 2014). Cetakan dan penumbuk menggunakan Proctor standar dengan jumlah tumbukan setiap lapisan bervariasi mulai dari 20 sampai 50 (tumbukan per lapisan). Menggunakan Persamaan 6.5, energi pemadatan per satuan volume untuk masing-masing percobaan juga dapat dicari. Jika energi pemadatan bertambah, harga berat volume kering maksimum tanah hasil pemadatan juga bertambah, dan jika energi pemadatan bertambah, nilai kadar air optimum (garis optimum) akan berkurang. Hal ini berlaku untuk semua jenis tanah akan tetapi tingkat kepadatan suatu tanah tidak langsung secara proporsional

(30)

sebanding dengan energi pemadatannya, untuk desain yang ekonomis di lapangan, suatu harga batas atas dari energi pemadatan haruslah ditentukan lebih dahulu.

Gambar 6.7: Efek energi pemadatan pada tanah lempung kepasiran (Das & Sobhan, 2014)

6.6 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Lapangan

Spesifikasi untuk pekerjaan tanah, pelaksana diharuskan untuk mencapai suatu kepadatan lapangan yang berupa berat volume kering antara 90% - 95% berat volume kering maksimum tanah tersebut. Berat volume kering maksimum itu didapat dari hasil uji laboratorium. Berat volume yang ditentukan dalam spesifikasi dapat dicapai atau tidak dapat ditentukan di lapangan menggunakan metode kerucut/konus pasir (sand cone method) atau metode balon karet (rubber balloon method) ataupun penggunaan alat ukur kepadatan nuklir.

(31)

6.6.1 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir

Pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir sesuai SNI 03-2828- 1992 atau sesuai ASTM Designation D-1556 digunakan untuk tanah dengan partikel butir tidak lebih dari 50 mm.

Kerucut/konus pasir (sand cone) terdiri atas sebuah botol plastik atau kaca dengan sebuah kerucut logam dipasang di atasnya (Gambar 6.8). Botol plastik dan kerucur ini diisi dengan pasir Ottawa kering bergradasi buruk. Botol plastik merupakan botol transparan dengan kapasitas volume + 4 liter dilengkapi dengan corong pasir (SNI 03-2828-1992). Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol telah tertentu dinyatakan sebagai 𝑊1. Sebuah lubang kecil digali pada permukaan tanah yang telah dipadatkan di lapangan kemudian diletakan pelat untuk dudukan corong pasir dengan ukuran 30,48 cm x 30,48 cm. Setelah katup konus dibuka pasir akan mengisi lubang yang digali, kemudian timbang berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang sebagai 𝑊2, jika berat pasir dalam konus dinyatakan sebagai 𝑊𝑐 maka berat pasir dalam lubang diketahui (Persamaan 6.6) dan jika berat isi pasir diketahui, volume lubang dapat dicari menggunakan Persamaan 6.7.

Nilai 𝑊𝑐 dan 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) ditentukan dengan kalibrasi di lahoralorium.

𝑊3 = 𝑊1− 𝑊2 (6.6)

𝑉 =𝑊3− 𝑊𝑐 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟)

(6.7) Dimana:

𝑊1 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol

𝑊2 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang 𝑊3 = Berat dari pasir yang mengisi lubang dan kerucut

𝑊𝑐 = Berat dari pasir dalam kerucut

𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = Berat volume kering dari pasir Ottawa yang dipakai

Berat tahah basah yang digali dari lubang tersebut ditimbang (𝑊4) dan kadar air dari tanah galian itu juga diketahui (𝑤), maka kepadatan tanah basah dapat ditentukan menggunakan Persamaan 6.8 dan berat isinya sesuai Persamaan 6.9. Berat volume

(32)

𝜌(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)= 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑙𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 = 𝑊4

𝑉

(6.8)

𝛾(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)(𝑘𝑁/𝑚3) =𝜌(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ)(9,81) 1000

(6.9)

𝛾𝑑(𝑘𝑁/𝑚3) = 𝛾(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) 1 +𝑤%

100

(6.10)

Gambar 6.8: (a) Alat Uji Konus Pasir, (b) Pengujian konus pasir (Das & Sobhan, 2014)

Penerimaan pekerjaan didasarkan dengan kepadatan relatif pada rentang 90 – 95% dibandingkan dengan hasil laboratorium, yang dinyatakan dengan Persamaan 6.11:

𝑅 = 𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛)

𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚)

(6.11) Contoh 6.2

Hasil uji laboratorium untuk tanah lempung seperti Tabel C6.3,

a. Tentukan kepadatan lapangan dengan menggunakan uji konus pasir (Sand Cone), jika hasil Kalibrasi berat isi pasir ottawa denganBerat volume kering dari pasir Ottawa yang dipakai, 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = 1575 𝑘𝑔/𝑚3. Kalibrasi berat dari pasir

(33)

dalam kerucut, 𝑊𝑐 = 0,550 𝑘𝑔. Hasil uji sebelum dibuka katup konusnya berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol, 𝑊1 = 7,65 𝑘𝑔 dan berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang, 𝑊2 = 4,85 𝑘𝑔.

Kadar air tanah, 𝑤 = 10,5%. Berat tanah yang di timbang hasil penggalian lubang contoh sebesar 𝑊4 = 3,125 𝑘𝑔.

b. Hitung kepadatan relatif tanah Tabel C6.3: Hasil uji kepadatan Lempung

Kadar Air (%) Berat Isi Kering (kN/m3)

6 14,50

8 17,65

9 19,75

11 20,25

12 19,25

14 16,50

Penyelesaian:

a. Menentukan kepadatan lapangan

Berat pasir yang mengisi lubang dan konus, 𝑊5

𝑊3 = 𝑊1 − 𝑊2 = 7,65 − 4,85 = 2,8 𝑘𝑔 Berat pasir yang mengisi lubang, 𝑊3− 𝑊𝑐

𝑊3 − 𝑊𝑐 = 2,8 − 0,55 = 2,25 𝑘𝑔 Volume lubang,

𝑉 =𝑊3− 𝑊𝑐

𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = 2,25 𝑘𝑔

1575 𝑘𝑔/𝑚3 = 0,001429𝑚3 Kepadatan Basah

𝜌𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ= 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑙𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 = 𝑊4

𝑉 = 3,125 𝑘𝑔

0,001429 𝑚3 = 2187,5 𝑘𝑔/𝑚3 Berat isi basah

𝛾𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ = 2187,5 (9,81)

1000 = 21,459 𝑘𝑁/𝑚3 Berat isi kering

(34)

𝛾𝑑 = 21,459 1 +10,5

100

= 19,42 𝑘𝑁/𝑚3

b. Menetukan kepadatan laboratorium

Sesuai data, digambarkan hubungan antara berat isi dengan kadar air, seperti Gambar C6.2, didapatkan kepadatan optimum laboratorium sebesar 20,10 𝑘𝑁/𝑚3.

Gambar C6.2: Kepadatan optimum laboratorium Contoh Soal 6.2

Sehingga kepadatan relatif didapatkan 𝑅 = 𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛)

𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚)

=19,42

20,10 = 0,9662 = 96,62%

6.6.2 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Balon Karet

Metode pengujian kepadatan berat isi tanah di lapangan dengan balon karet (SNI-03-6371-2000) atau sesuai dengan Rubber Balloon Method (ASTM Designation D-2167). Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau lapisan tanah yang teguh dengan menggunakan alat balon karet.

Metode ini cocok digunakan untuk menguji urugan tanah di lapangan atau timbunan yang dipadatkan dari bahan tanah berbutir halus atau tanah berbutir kasar yang persentase kandungan batuan dan material kasarnya relatif kecil. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan kepadatan dan berat isi dan tanah di lapangan yang tidak terganggu, asalkan tanah tersebut tidak mengalami deformasi karena

(35)

tekanan yang bekerja selama pengujian. Metode ini tidak cocok untuk tanah organik, tanah jenuh air atau sangat plastis yang akan mengalami deformasi karena tekanan yang bekerja selama pengujian ini.

Metode pengujian ini memerlukan perhatian khusus dalam penggunaan pada tanah yang terdiri dari materi berbutir lepas dan tidak terjaga kestabilan dinding lubang ujinya; tanah yang banyak mengandung material kasar melebihi 37,5 mm; tanah berbutir kasar yang mempunyai angka pori tinggi; atau material urugan yang mengandung partikel bersisi tajam.

Volume dari lubang tanah yang digali ditentukan dengan volume air yang mengisi balon karet tipis dan lentur. Balon ini akan mengembang mengisi lubang tanah yang diuji. Kepadatan basah yang diuji di lapangan ditentukan dengan membagi massa tanah basah yang diambil dari hasil galian lubang dengan volume lubang.

Kadar air kepadatan basah ditempat digunakan untuk menghitung kepadatn kering dan berat kering di lapangan (SNI-03-6371-2000).

Gambar 6.9: (a) Skema yang menunjukkan tabung yang telah dikalibrasi (tanpa skala) (SNI 19-6413- 2000), (b) Alat uji balon karet (Das & Sobhan, 2014)

Peralatan balon merupakan tabung yang telah dikalibrasi berisi air yang di dalamnya dilengkapi dengan membran (balon karet) relatif tipis, lentur dan elastis yang didesain unuk pengukuran volume lubang uji dengan persyaratan dari metode ini. Alat ini harus dilengkapi dengan alat pompa tekan dan isap sehingga air dapat diisikan dan diisap dengan sempurna. Alat harus sedemikian sehingga berat dan ukurannya tidak

(36)

pelaksanaan pengujian. Alat harus dilengkapi dengan pengukur tekanan sebagai satu kesatuan alat lain untuk mengontrol tekanan selama kalibrasi dan pengujian (Gambar 6.9).

Persiapan untuk menempatkan beban pemberat harus dilakukan pada alat tersebut. Serta harus dilengkapi dengan indikator untuk menentukan volume lubang uji dengan ketelitian 1%. Membran yang lentur harus mempunyai ukuran dan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat mengisi lubang uji secara sempurna tanpa kerutan atau lipatan bila digembungkan dalam lubang uji, dan kekuatan membran harus cukup kuat untuk menahan tekanan yang diperlukan untuk menjamin pengisian sempurna lubang uji tanpa ada air yang hilang. Pengeluaran membran dari lubang uji harus dilakukan dengan mengisap udara sehingga air kembali ke dalam tabung. Deskripsi dan syarat-syarat yang diberikan masih memiliki toleransi. Peralatan lainnya yang menggunakan membran lentur (karet) dan air yang dapat digunakan dengan memuaskan untuk mengukur volume dengan ketelitian 1% terhadap volume lubang uji pada tanah yang sesuai dengan syarat-syarat dari metode SNI 19-6413-2000. Alat dari volume lubang uji yang lebih besar akan diperlukan bila ukuran partikel lebih besar dan 37,5 mm terdapat dalam material yang sedang diuji.

Prosedur pengujiannya dengan cara mempersiapkan permukaan tanah yang akan diuji sehingga cukup datar dan rata. Tergantung dari kadar air dan tekstur tanah dan permukaannya dapat diratakan dengan bulldozer atau peralatan lainnya, asalkan daerah pengujian tidak berubah bentuk, memadat, pecah, atau gangguan lainnya.

Pasang pelat dasar berupa pelat logam kaku dipasang di bawah dasar peralatan balon. Pelat dasar harus mempunyai ukuran minimum dua kali diameter ukuran lubang uji untuk mencegah perubahan bentuk lubang uji sewaktu mendukung alat atau pembebanan dan peralatan balon karet pada lokasi pengujian. Dengan menggunakan tekanan dan pembebanan yang sama yang ditentukan pada waktu kalibrasi peralatan, lakukan pembacaan awal pada indikator volume dan catat. Plat dasar harus tetap pada tempatnya sampai pengujian selesai. Pindahkan peralatan dari lokasi lubang uji. Dan menggunakan sendok, trowel, dan alat lain yang perlu, gali lubang di dalam pelat dasar. Lakukan dengan hati-hati dalam menggali lubang uji agar tanah sekitar bibir atas lubang tidak terganggu. Lubang uji harus mempunyai volume minimum berdasarkan pada ukuran partikel maksimum tanah yang sedang diuji, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.3. Bila bahan yang sedang diuji mengandung sedikit bahan

(37)

berukuran lebih besar, dan ditemui partikel-partikel besar secara terpisah, pengujian dapat dipindahkan pada lokasi yang baru. Bila tanah ini umumnya terdiri dari ukuran partikel lebih besar dari 37,5 mm, diperlukan peralatan dan volume pengujian yang lebih besar.

Tabel 6.3: Volume lubang uji minimum berdasarkan ukuran partikel maksimum

Ukuran Partikel Maksimum Volume Lubang Uji Minimum, (cm3)

Ayakan no. 4 (4,75 mm) 1130

19,0 mm (3/4”) 1700

37,5 mm (11/2”) 2840

Volume lubang uji minimum meningkat 280 cm3 untuk setiap kenaikan ukuran partikel

maksimum 6,4 mm sampai ukuran 31,75 mm dan meningkat 560 cm3 untuk setiap kenaikan 6,4 mm untuk ukuran di atas 31,75 mm (SNI 19-6413-2000)

Volume lubang uji yang lebih besar akan meningkatkan ketelitian dan harus digunakan agar lebih praktis. Ukuran optimum lubang uji disesuaikan dengan desain peralatan dan tekanan yang digunakan. Pada umumnya, ukurannya akan mendekati ukuran yang digunakan dalam prosedur kalibrasi. Lubang uji harus dipertahankan agar mudah pelaksanaannya dan bebas dari celah-celah dan tonjolan tajam, karena dapat mempengaruhi ketelitian atau dapat merobek membran karet. Tempatkan semua tanah yang dipindahkan dari lubang uji ke dalam wadah kedap kadar air untuk penentuan massa dan kadar air (kandungan air) nantinya. Setelah lubang uji digali, tempatkan peralatan di atas pelat dasar pada posisi yang sama seperti pada waktu pembacaan awal. Berikan tekanan dan beban sama dengan yang digunakan pada waktu kalibrasi, lakukan pembacaan pada indikator volume dan catat. Perbedaan pembacaan awal dan akhir merupakan volume lubang uji.

Tentukan massa semua tanah yang dipindahkan dari lubang uji dengan ketelitian 0,005 kg. Campur semua tanah secara sempurna dan pilih kadar air yang mewakili contoh uji dan tentukan kadar air menurut metode SNI 03-1965-1990. Metode cepat untuk penentuan kadar air dapat digunakan untuk memperoleh nilai pendekatan yang kemudian diperiksa atau dikoreksi menurut nilai yang diperoleh sesuai dengan metode uji pada SNI 03-1965-1990.

Volume wadah atau cetakan kalibrasi, 𝑉 dihitung menggunakan Persamaan 6.12 dengan 𝑀1 adalah massa cetakan atau wadah dan plat kaca (g) dan 𝑀2 adalah

(38)

massa cetakan atau wadah plat, kaca, dan air (g) serta 𝑉𝑤 adalah volume air per gram berdasarkan temperatur yang diambil dari Tabel 6.4, (mL/g).

𝑉 = (𝑀2− 𝑀1)𝑉𝑤 (6.12)

Tabel 6.4: Volume air per gram berdasarkan temperatur Temperatur (°C) Volume air (mL/g)

12 1,00048

14 1,00073

16 1,00103

18 1,00138

20 1,00177

22 1,00221

24 1,00268

26 1,00320

28 1,00375

30 1,00435

32 1,00497

Kepadatan basah tanah di lapangan 𝜌 yang dipindahkan dari lubang uji menggunakan Persamaan 6.13 dengan 𝑀1 adalah massa cetakan atau wadah dan plat kaca (g) dan 𝑀2 adalah massa cetakan atau wadah plat, kaca, dan air (g) serta 𝑉𝑤 adalah volume air per gram berdasarkan temperatur yang diambil dari Tabel 6.4, (mL/g).

𝜌 =𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑉

(6.13) Kepadatan (berat isi) kering (𝜌𝑑) terhadap tanah sebagai merupakan perbandingan antara massa benda uji kering dan volume dengan hitungan sesuai Persamaan 6.14 dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3, dimana 𝜌 adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

𝜌𝑑 = 𝜌 1 +𝑤%

100

(6.14)

(39)

6.7 Pemadatan Tanah Organik

Bahan-bahan organik pada suatu tanah cenderung mengurangi kekuatan tanah umumnya, tanah dengan kadar bahan organik yang tinggi tidak dipakai (disukai) sebagai tanah urug. Akan tetapi, karena alasan-alasan ekonomis tertentu, kadang- kadang tanah dengan kadar organik rendah terpaksa harus dipakai dalam pemadatan.

Kadar organik (OC = organic content) dari suatu tanah didefinisikan sesuai Persamaan 6.15 sebagai berikut (Franklin, Orozco, dan Semrau, 1973) dalam (Das &

Sobhan, 2014)

𝑂𝐶 =𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑜𝑣𝑒𝑛 105𝑜𝐶 − 400𝑜𝐶 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 105𝑜𝐶

(6.15)

Gambar 6.10: Variasi Nilai berat volume kering maksimum terhadap kadar organik (menurut Franklin, Orozco, dan Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)

Franklin., et al (1973) melakukan beberapa penyelidikan di laboratorium untuk menyelidiki pengaruh kadar organik terhadap sifat komposisi tanah yang menyatakan pengaruh kadar organik terhadap berat volume kering maksimum. Bila kadar organik melebihi 8 sampai 10%, maka berat volume kering maksimum pada pemadatan akan menurun tajam. Kadar air optimum untuk suatu usaha pemadatan tertentu sebaliknya

(40)

akan meningkat dengan bertambahnya kadar organik dalam tanah. Kecenderungan ini terlihat pada Gambar 6.10. Besarnya kekuatan tekan tak terbatas maksimum (maximum unconfined compression strength) yang didapat dari suatu tanah yang sudah dipadatkan dengan suatu usaha pemadatan tertentu, iustru berkurang dengan bertambahnya kadar organik dalam tanah (Gambar 6.11). Dari faktor-faktor ini, dapat disimpulkan bahwa tanah dengan kadar organik lebih tinggi dari 10% adalah tidak baik untuk pekerjaan pemadatan (Das & Sobhan, 2014).

Gambar 6.11: Variasi kadar air optimum terhadap kadar organik (menurut Franklin, Orozco, dan Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)

6.8 Jenis Penyelidikan Tanah di Lapangan untuk Kapasitas Pondasi Jenis penyelidikan tanah di lapangan untuk menentukan kapasitas daya dukung pondasi merupakan salah satu hal yang penting untuk merencanakan pondasi sebagai verifikasi atas data-data hasil uji laboratorium. Karena jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contoh didalam tanah. Untuk menanggulanginya sering dilakukan beberapa pengujian-pengujian tersebut antara lain : Uji penetrasi standart atau uji SPT (standard penetration test); Uji penetrasi kerucut statis (static penetration test); Uji beban plat (plate load test); dan Uji geser kipas atau geser baling-baling (vane shear test).

(41)

Pengujian dilapangan sangat berguna untuk mengetahui karakter tanah dalam mendukung beban pondasi dengan tidak dipengaruhi oleh kerusakan Contoh: tanah akibat operasi pengeboran dan penanganan, contoh. Khususnya berguna untuk menyelidiki tanah lempung sensitive, lanau dan tanah pasir tidak padat.

Perlu diperhatikan bahwa hasil-hasil uji geser kipas dan uji penetrasi, hanya memberikan informasi kuat geser (kekuatan) tanah saja, oleh karena itu pengujian- pungujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti pengeboran, namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan. Suatu yang tidak dapat diidentifikasikan oleh pengujian tersebut adalah mengenai jenis tanah yang ditembusnya secara pasti, atau perbedaan jenis tanahnya. Sebagai contoh, pengujian tidak dapat memberikan informasi mengenai tanah yang diuji apakah tanah organik atau lempung lunak, atau tanah berupa pasir tak padat atau lempung kaku, karena yang diketahui hanya tahanan penetrasi atau kuat gesernya saja. Demikian pula, hasil- hasil pengujian tidak dapat memberikan informasi mengenai kondisi air tanah. Untuk itu, kekurangan-kekurangan data dapat dilengkapi dengan mengadakan pengeboran tanah. Bagian berikut hanya akan membahas tentang pengujian di lapangan.

6.9 Pengujian Sondir

Perencanaan sebuah struktur pondasi sering dilakukan analisis stabilitas dan perhitungan desain pondasi suatu bangunan dengan menggunakan parameter tanah baik tegangan total maupun tegangan efektif.

Parameter perlawanan penetrasi dapat diperoleh dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pengujian sondir untuk mendapatkan data yang sesuai dengan Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir (SNI 2827:2008) yang merupakan revisi dari SNI 03-2827-1992, Metode Pengujian Lapangan dengan alat sondir atau sesuai dengan Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil (ASTM D 3441 - 05). Bagan alir pengujian sondir seperti Gambar 6.12. Uji penetrasi lapangan ini digunakan metode pengujian lapangan dengan alat sondir (SNI 2827:2008) yang berlaku baik untuk alat penetrasi konus tunggal maupun ganda yang ditekan secara mekanik (hidraulik).

Peralatan uji penetrasi ini antara lain terdiri atas peralatan penetrasi konus, bidang geser, bahan baja, pipa dorong, batang dalam, mesin pembeban hidraulik, dan

(42)

di lapangan untuk keperluan interpretasi perlapisan tanah dan bagian dari desain pondasi suatu bangunan.

Gambar 6.12: Bagan Alir Pengujian Sondir (SNI 2827:2008)

Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam uji laboratorium geser dengan cara uji langsung terkonsolidasi dengan drainase pada benda uji tanah.

Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter-parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah di lapangan, dengan alat sondir (penetrasi quasi statik).

Gambar

Gambar 6.1: Prinsip Pemadatan (Das & Sobhan, 2014)
Gambar 6.2: Alat  uji kepadatan ringan untuk tanah (Cetakan silinder diameter 101,60 mm atau 152,90
Gambar C6.1: Kepadatan dan Kadar Air  Hasil Uji
Gambar 6.5: Tipikal kurva pemadatan untuk empat jenis tanah (Das & Sobhan, 2014)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil pengujian kepadatan tanah standard proctor kadar air optimum dan berat volume kering tanah mengalami peningkatan seiring bertambahnya campuran dan proses

Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat dan menurun setelah berat volume kering

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah untuk menemukan kadar air optimum pada berat volume kering maksimum

Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat dipadatkan) meningkat.. Kadar air yang ditingkatkan

Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa berat volume maksimum (γ dmaks ) sebesar 1,62 gr/cm 3 pada pengujian tanah timbunan pilihan metode standard proctor dengan

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah hubungan regresi linear dari nilai parameter pemadatan laboratorium (berat isi kering maksimum dan kadar air optimum) dengan data

Pada awal pemadatan , berat volume kering bertambah dengan penambahan kadar air, pada saat kadar air nol (w = 0), berat volume tanah basah (b) = berat volume kering (d)..

Hasil pengujian pemadatan Pengaruh penambahan penambahan limbah cangkang tiram terhadap kepadatan Grafik hubungan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dengan