• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Kapur (CaO) dan Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Kapur (CaO) dan Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM

2.1.1 Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama

lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)

disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara

partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).

Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada bebagai macam pekerjaan

teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari

bangunan.Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu,

tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah

yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti

tanah berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara

butir-butirnya, contohnya tanah lempung.

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara

dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi

sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya

dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah

dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Bagian-bagian

tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan pada

(2)

( a ) ( b )

Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk

menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va (2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh

tanah (W) dapat dinyatakan dengan:

W = Ws + Ww (2.2)

Dimana :

V : Isi (Volume) (cm3)

Vg : Isi udara (Volume of air) (cm3)

Vw : Isi air (Volume of water) (cm3)

Vv : Isi pori/rongga (Volume of void) (cm3)

Vs : Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)

W : Berat (Weight) (gr)

Wg : Berat udara (Weight of air) (gr)

(3)

2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah

2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat

butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

(2.3)

Dimana:

W = Kadar air (%)

Ww = Berat air (gr)

Ws = Berat butiran (gr)

2.1.2.2 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat Jenis atau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan

antara berat volume butiran tanah ( ) dengan berat volume air ( ) dengan isi

yang sama pada temperatur tertentu. Berat Jenis ( ) dapat dinyatakan dalam

persamaan:

(2.4)

Dimana:

Gs = berat jenis

= berat volume padat (gr/cm3)

(4)

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel

perbandingan antara volume air ( ) dengan volume total rongga pori tanah ( ).

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka r = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (Sr)

dapat dinyatakan dalam Persamaan :

Sr (%)= x 100 (2.5)

Dimana:

(5)

: volume total rongga pori tanah (cm3)

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25

Tanah lembab 0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

Tanah jenuh 1

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.4 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah

menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg meneliti pada tanah

yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut

merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah

bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk

cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada

tanah tersebut. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. yaitu

(6)

Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi (Cohesion Limit). Tetapi

pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak digunakan (Bowles, 1991).

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,

yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan

mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Tanah yang batas cairnya tinggi

biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,

sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh

karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat dipisahkan ke

dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti

yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg (Das, 1991)

2.1.2.4.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada

diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis.

Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan

(7)

pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan

dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah

dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan

sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki

batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair

kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair

(8)

2.1.2.4.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah

dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk

mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung

tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan

menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami

retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah

Batas Plastis.

2.1.2.4.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks

Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena

itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika tanah mempunyai

interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah

kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar

disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan Persamaan 2.6

berikut :

(9)

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.4.4 Indeks Kecairan (Liquidity Index)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat

didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan

perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks

Plastisitasnya. Dapat dilihat pada Persamaan 2.7 berikut :

(2.7)

Dimana :

LI = Liquidity Index (%)

WN = Kadar air asli (%)

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL

(10)

Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan

1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk

lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai

Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>

LL akan mempunyai LI > 1.

2.1.2.5 Gradasi Ukuran Butiran

Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat

butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.

Karakteristik pengelompokkan tanah :

1. Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir

2. Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung

Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan

grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial

Size Distribution Curve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran

butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama)

disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.

Ada beberapa jenis tes yang digunakan untuk mendapatkan ukuran

(11)

• Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)

• Tes Hidrometer (Hydrometer Test)

1. Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)

Gambar 2.6 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)

2. Tes Hidrometer (Hydrometer Test)

Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan)

butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel

partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung

pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga

digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk

(12)

Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa

hidrometer (Hydrometer Analysis).

Gambar 2.7 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)

Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:

• Cu (uniformity coefficient) adalah koefiseien keseragaman dimana

menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform)

tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam.

Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti

semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada

Persamaan 2.8 berikut :

(2.8)

Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan

(13)

• Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi

-Tanah bergradasi sangat baik bila Cu > 15 .

-Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk

tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan

-Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.9 berikut :

(2.9) Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan

D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan

D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

2.1.3 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem Klasisfikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis

tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya

(Das,1991). Sistem Klasisfikasi Tanah didasarkan atas ukuran partikel yang

diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya.Tujuan dari pengklasifikasian

tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan

mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan

menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah bagi para ahli.

Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis

(14)

kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih

objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji

laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian

tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir

2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Namun dalam penyusunan tugas akhir ini, menggunakan klasifikasi tanah

sistem USCS dan AASTHO. Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks

tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks

plastisitasnya (Hardiyatmo, 1992).

2.1.3.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai

sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army

Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah

dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan

untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and

Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan

(15)

1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan

no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G

atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah

untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos

ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf

awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan

O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk

tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:

1. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)

2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40

3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi

(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no.

200

(16)

Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS

Simbol Nama Klasifikasi Tanah

G Kerikil (gravel)

S Pasir (sand)

C Lempung (clay)

M Lanau (silt)

O Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay)

L Plastisitas rendah (low plasticity)

H Plastisitas tinggi (high plasticity)

W Bergradasi baik (well graded)

(17)
(18)

2.1.3.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (American Association of State

Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public

Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh

Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road

of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang

diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau

kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah

A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.

200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke

kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data

pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan

data-data sebagai berikut :

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.

3. Batas Susut.

Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus

diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Bagan

(19)

Gambar 2.9 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.3.3 Kriteria Tanah Berdasarkan Tingkat Ekspansive Berikut adalah 6 kriteria menurut para ahli :

1. Kriteria Prof. Seed (1962)

(20)

Skempton (1953), mendefinisikan sebvuah besaran yang dinamakan

aktivitas dalam rumus sebagai berikut :

(2.10)

2. Menurut Prof. William (1958)

(21)

3. Menurut Raman (1967)

Tabel 2.5 Klasifikasi tanah Ekspansif Berdasarkan Indeks Plastisitas dan Batas Susut

Tabel 2.6 Klasifikasi berdasarkan Indeks Plastisitas

Potensi Pengembangan PI

(22)

6. Menurut Snethen (1977)

Tabel 2.8 Klasifikasi Potensial Pengembangan Menurut Snethen.

LL (%) PI (%) Mengembang (%) Potensi Klasifikasi Potensi Mengembang

> 60 > 35 > 1,5 High

pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis (digilas/ditumbuk) sehingga

partikel-partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, Pemadatan Tanah adalah

densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan

udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini

merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan

kekuatan dukung tanah.

Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo (1992), antara lain :

1. Mempertinggi kuat geser tanah

2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)

3. Mengurangi permeabilitas

4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan

lainnya.

Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki

(23)

yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis

tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi

Satrio 1998).

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana

terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi Compaction, yaitu:

- Usaha pemadatan

- Jenis tanah

- Kadar Air tanah

- Berat Isi Kering tanah (Bowles, 1991).

Hubungan berat volume kering ( ) dengan berat volume basah ( ) dan

kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

(2.11)

Pada pengujian Compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder

mould dengan volume 9,34 x , dan penumbuk dengan berat 2,5 kg

dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian Compaction tanah dipadatkan dalam

3 lapisan (Standard Proctor) dan 5 lapisan (Modified Proctor) dengan pukulan

sebanyak 25 kali pukulan.

Perbedaan antara pengujian Pemadatan Standard Proctor dan pengujian

(24)

Tabel 2.9 Pengujian Pemadatan Proctor

Standar (ASTM D698) Modifikasi (ASTM D1557)

Palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)

Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah

basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan

tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan

dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM maupun

AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk

menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat

isi kering maksimum (Maximum Dry Density = ). Percobaan-percobaan tersebut

ialah percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan

pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami

pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan

(25)

Gambar 2.12 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah

Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering

dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali

tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu

menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan

biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva

pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka

hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan

mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan

pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air

Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar

(Standard Compaction Test).

2.1.4.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur

(26)

kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.

Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah

perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar

0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi

0,1”/0,2”(Sukirman,1995)

Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban

percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam

prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam

kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah

dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai

nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli

di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk

perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan

dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan

yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan

direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai

CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan

(swelling) yang maksimum.

(27)

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap

penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)

terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit

karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR

laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini

selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR

laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa

rendaman.

(28)

Nilai Kuat Geser Tanah perlu diketahui untuk mengukur kemampuan tanah

menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material lainnya, tanah

mengalami penyusutan volume jika mendapat tekanan merata di sekelilingnya.

Apabila menerima tegangan geser, tanah akan mengalami distorsi dan apabila

distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu

sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.

Kuat Geser Tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir

tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah

mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

• Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi

tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.

• Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan

tegangan vertikal pada bidang gesernya.

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :

(29)

o Pengujian Geser Langsung (Direct Shear Test)

o Pengujian Triaksial (Triaxial Test)

o Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

o Pengujian Baling-Baling (Vane Shear Test)

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah

adalah Pengujian Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).

Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya

kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam

keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan

bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami

keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%. Bila maksud pengujian

adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian ini hanya

cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat,air

tidak sempat mengalir keluar dari benda uji.

Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

(30)

Tegangan aksial yang diterapkan diatas benda uji berangsur-angsur

ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,

karena σ3= 0,maka:

(2.13)

Dimana:

= kuat geser (kg/cm2)

σ1 = tegangan utama (kg/cm2)

qu = kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)

cu = kohesi (kg/cm2)

Gambar 2.14 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined

Compression Test (UCT).

Gambar 2.14 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai

(31)

Tabel 2.10 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung

diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada

kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs,

1981):

1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di

dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga

kekuatan benda uji bertambah.

2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain.

Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.

3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa

penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah

(32)

4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah

mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu

lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan

kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang

cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

2.1.4.4 Sensitivitas Tanah Lempung

Pengujian Kuat Tekan Bebas dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed)

dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada Uji Tekan Bebas yang diukur

adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap Kuat Tekan Bebas, sehingga

didapat nilai Kuat Tekan maksimum. Dari nilai Kuat Tekan maksimum yang

diperoleh maka akan didapat nilai Sensitivitas tanah. Nilai Sensitivitas adalah

ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.15 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung

yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang

(33)

Gambar 2.16 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah

disebut Sensitivitas (Sensitivity). Tingkat Sensitivitas adalah rasio (perbandingan)

antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah

terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara

tekanan tak tersekap. Jadi, Sensitivitas dinyatakan dalam persamaan:

(2.14)

Umumnya, nilai Rasio Sensitivitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai

8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai

tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai Sensitivitas berkisar antara 10 sampai

80.

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan

yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang

berhubungan dengan nilai Sensitivitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada

(34)

Tabel 2.11 Sensitivitas Lempung

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:

1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 – 2% per menit

2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

c. Ambil pada ε = 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu

maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

(2.15)

Dimana :

ε = Regangan axial (%)

∆L = Perubahan panjang (cm)

(35)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :

(2.16)

Dimana :

A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2)

Ao = Luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :

(2.17)

Dimana :

σ = Tegangan (kg/cm2)

P = Beban (kg)

k = Faktor kalibrasi proving ring

N = Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

(2.18)

Dimana :

St = Nilai sensitivitas tanah

σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)

(36)

2.2 Bahan-Bahan Penelitian

2.2.1 Tanah Lempung (Clay)

2.2.1.1 Defenisi Lempung

Beberapa definisi tanah lempung antara lain:

1. Terzaghi (1987)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran

mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan

unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam

keadaan kering dan permeabilitas lempung sangat rendah. Sehingga bersifat

plastis pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi

tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Das (1991)

Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel

mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila

hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan

pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung

(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung

sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.

Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket

(37)

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel

berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah apabila

lebih dari 50%.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain

ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,

kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut

yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

5. Grim (1953)

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan

sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis

biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan

partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan

mineral-mineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang

disebut tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai

partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada

tanah bila dicampur dengan air.”

Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki

diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Di beberapa

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan

sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung

(38)

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

6. Proses konsolidasi lambat

2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri

dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah

silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat

atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari

enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).

Ciri tanah lempung adalah sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat

plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung

akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa pada

keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar

sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas

merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa

perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi

retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Bowles (1991) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung

adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

(39)

Mika (Muskovit)

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan

aluminium octahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur

lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi

susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara

masing-masing lembaran.

Unit- unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika

(silicasheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran

oktahedra (gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk diatas lembaran

oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil

pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 2.17 Struktur Atom Mineral Lempung (a )silica tetrahedra; (b)silica

sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ;

(40)

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral

lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain

dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).

1. Kaolinite

Istilah “Kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari

nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite

putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1991). Kaolinite

adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur

sedang. Dimana kaolinite murni umumnya berwarna putih, putih kelabu,

kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti

lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000Å sampai 20000Å dan

ketebalan dari 100Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik perunit massa

±15m2/gr.

Struktur unit Kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran Silika Tetrahedral

yang digabung dengan lembaran Alumina Oktahedran (Gibbsite). Lembaran

Silika dan Gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1:1 dengan tebal

kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite memiliki rumus kimia sebagai

berikut: (OH)8Al4Si4O10

(41)

Gambar 2.18

(a) Diagram sistematik kolinite (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

2. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847, Yang memiliki rumus

kimia:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

Dimana nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral

Montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan

susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng Silika Tetrahedral

mengapit satu lempeng Alumina Oktahedral ditengahnya

Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang

dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite).

Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung

tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk

(42)

Gambar 2.19 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh

magnesium. Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah di antara

ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran

oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan

lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu

mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung

montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang

selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan

perkerasan jalan raya.

3. Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.

Mineral Illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena Illite mempunyai

(43)

dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara

dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi

parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra

terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium. Lembaran-lembaran terikat

besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara

lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan

hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan

ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang

oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 .Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,

tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya

ada pada :

➢ Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai

penyeimbang muatan.

➢ Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng

tetrahedral.

➢ Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

(44)

Gambar 2.20 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953)

2.2.1.3 Sifat-Sifat Tanah Lempung

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut

(Hardiyatmo, 1992) :

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002

b. Permeabilitas rendah

c. Kenaikan air kapiler tinggi

d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi

f. Proses konsolidasi lambat

Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)

(45)

1. Hidrasi

Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung

biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya

memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi

ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas

(IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam

persamaan:

(2.19) Dimana :

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuk nilai A

(Aktivitas),

A >1,25 : Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif

1,25<A<0,75 : Tanah digolongkan normal

(46)

Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.12 Aktivitas Tanah Lempung

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

Montmorillonite 1,0–7,0

(Sumber: Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1994)

3..Flokulasi dan Disperse

Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang

bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan

mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan

yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali

akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat

ditambahkan zat asam.

Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan

kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan

antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut

telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang

menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari

lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung

lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di

(47)

sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya

adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4..Pengaruh Zat Cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair

berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu

sisi dan muatan negatif di sisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air

merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21 Sifat Dipolar Molekul Air (Das,2008)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan

negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung

secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan hydrogen bonding,

yaitu:

1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif

dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif

dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel

lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu ikatan hidrogen antara

(48)

Gambar 2.22 Tarik Menarik Molekul Dipolar Pada Lapisan Ganda

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kekuatan tanah kohesif. Sebagai

contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh

air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis

seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya.

Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak

dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik

menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya.

2.2.2 Kapur

Kapur merupakan salah satu bahan bangunan yang dapat digunakan untuk

perbaikan tanah. Alternatif penggunaan kapur sebagai bahan perbaikan tanah

merupakan suatu proses perbaikan tanah secara kimiawi. Batu kapur merupakan

bahan dasar pembuatan kapur yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3).

Apabila diberi air maka akan menghasilkan kalsium hidroksida (Ca(OH)2)

(49)

Apabila kapur dengan mineral lempung bereaksi, maka akan membentuk

gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang mengikat butir-butir atau

partikel tanah. Gel silika bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat partikel

lempung dan menutup pori-pori tanah sehingga dapat memperkecil indeks

plastisitas tanah. Penurunan nilai indeks plastisitas disebabkan karena naiknyaa

nilai batas plastis dan disertai dengan penurunan batas cair (Ingless & Metcalf

dalam Sujatmaka 1998).

Pozzolanisasi merupakan proses kimia yang relative lambat berupa proses

hidrasi, seperti pada proses pengerasan semen, dan proses berlangsung terus

sampai beberapa tahun. Reaksi pozzolanisasi menghasilkan Kristal Ca(SiO3) yang

bersifat mengikat butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung

dengan Ca(SiO3). Reaksi pozzolanisasi tersebut sebagai berikut (wijaya,1994

dalam sujatmaka 1998) : SiO2 +Ca(OH2 ) + H2O Ca(SiO3) + 2H2O

(50)

2.2.3 Abu Gunung Vulkanik (AGV) 2.2.3.1 Umum

Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar. Material vulkanik

terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran

besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang

berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan

oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya

dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan

material batu.

Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di

dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang

disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam

air, sangat kasar dan agak korosif.

Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan

Kuarsa,sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan.

Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan

alumina. Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian,

pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa,

abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal

di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah

liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu

(51)

Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan

senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:

- Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi

mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang

bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini

dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu

subur.

- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu

vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar

pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan

bangunan.Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan

campuran untuk membuat semen dan material beton.

Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda

uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya.

Pengujian dilakukan di Badan Riset dan Standarisasi Industri, Medan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan,

(52)

Tabel 2.14 Komposisi Kimia Abu Vulkanik

No. Parameter Hasil Metode

1. SiO2 82,4% Gravimetri

2. Kadar Air 1,89% Gravimetri

3. Al2O3 4,52% Perhitungan

4. CaO 5,10% Titrimetri

5. MgO Tak Ternyata Titrimetri

(Sumber : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri).

2.3 Stabilisasi Tanah

Dalam pengertian luas, yang dimaksud stabilisasi tanah adalah pencampuran

tanah dengan bahn tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat

pula, stabilisasi tanah adalah usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat

teknis tanh agar memenuhi syarat teknis tertentu.

Proses stabilisasi tanah meliputi pencampuran tanah dengan tanah lain untuk

memperoleh gradasi yang diinginkan, atau pencampuran tanah dengan

bahan-tambah buatan pabrik, sehingga sifat-sifat teknis tanah menjadi lebih baik. Guna

merubah sifat-sifat teknis tanah, seperti : kapsitas dukung, kompresibilitas,

permeabilitas, kemudahan dikerjakan, potensi pengembangan dan sensitifitas

terhadap perubahan kadar air, mak dapat dilakukan dengan cara penanganan dari

(53)

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan, bila tanah di tempat tidak memenuhi

syarat untuk pembangunan struktur, adalah :

1. Membongkar material di lokasi dan menggantikannya dengan material

yang sesuai.

2. Merubah atau memperbaiki sifat-sifat tanah ditempat, sehingga material

tersebut memenuhi syarat.

Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau

kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan

secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Merendahkan permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.

Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu :

1. Mekanis

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan

dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas

(roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,

tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

(54)

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan

menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna

mencapai gradasi yang rapat.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan

kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat

berupa portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen,

aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan

bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu

sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

2.3.1. Stabilisasi Tanah dengan Kapur

Menurut Rollings dan Rolling (1996), mekanisme reaksi tanah-kapur

adalah sebagai berikut:

Penambahan kapur ke dalam tanah, memberikan ion-ion kalsium yang

berlimpah (ion-ion Ca2+ dan Mg2+ ). Ion-ion Ca ini cenderung menggantikan

kation-kation pada umumnya, seperti sodium (Na+ ) atau potassium (K+ ) yang

berada pada partikel lempung. Proses ini disebut pertukaran kation (cation

exchange). Penggantian sodium atau potassium dengan kalsium akan mereduksi

indeks plastisitas partikel lempung secara signifikan. Penambahan kapur yang

memberikan kenaikan pH tanah, juga menambah kapasitas pertukaran kation.

Akibatnya, walaupun tanah mempunyai kalsium yang tinggi, stabilisasi tanah

(55)

kemudahan kehilangan kekuatan oleh perubahan kadar air., dan reduksi

kelengketan.

Kapur, bila ditambahkan dalam tanah lempung basah, kapur menjadi

terhidrasi dan menyebabkan tanah menjadi kering dengan segera. Karena itu,

kapur dapat berfungsi untuk mengeringkan tanah area proyek yang basah. Jika

kapur ditambahkan dalam tanah plastis, plastisitas tanah menjadi berkurang, dan

teksturnya berubah (butiran tanah menjadi lebih besar). Kapur tohor (CaO) lebih

cepat mengeringkan tanah dibandingkan kapur terhidrasi {Ca(OH)2}.

2.3.2. Stabilisasi Tanah dengan Abu Vulkanik

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan

negatif. Ion positif seperti ion Hidrogen (H+), ion Sodium (Na+), dan ion Kalium

(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran

lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah

dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang

berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran

lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya

(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat

Gambar

Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969)
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg (Das, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya pada bagian jari tengah memegang pangkal atau tepian dari ujung tali bagian belakang lembing yaitu dengan cara melingkarkan, ditopang dengan ibu jari berada di tepi

Hasil analisis data sampai pada kesimpulan, bahwa penyingkapan diri lebih sering dilakukan ketika berkaitan dengan hal-hal yang memang lazim di dalam perbincangan

Leterature an Introduction to Reading and Writing.. New Jersey: Pretience

Dan yang menarik bahwa I ndonesia juga termasuk dalam indeks yang dikeluarkan oleh lembaga komunitas LGBT dunia ini yaitu memiliki 1 majalah cetak (GAYa Nusantara) yang

The point of this character make these choices are usually lead the story to the climactic moment, and the effect or implication of this choice usually represents the conclusion

Segala tindakan redaksi Okezone.com dalam menerjemahkan baik pada judul, lead, paragraf pertama, tubuh berita dan penutup dan akhirnya pada keseluruhan teks dalam upaya mencapai

[r]

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa konsonan yang mengalami interferensi bahasa Jawa yaitu bunyi konsonan hambat atau stop, ﺽ [ ɖ ] yang berdistribusi di awal kata,