• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. R DENGAN MALFORMASI ANORECTAL POST RECOLOSTOMI ET-CAUSA POST POSTERIOR SAGITTAL ANORECTO PLASY DI RUANG BAITUNNISA 1 RUMAHSAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

N/A
N/A
Gemilang Makmur .P

Academic year: 2023

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. R DENGAN MALFORMASI ANORECTAL POST RECOLOSTOMI ET-CAUSA POST POSTERIOR SAGITTAL ANORECTO PLASY DI RUANG BAITUNNISA 1 RUMAHSAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG "

Copied!
98
0
0

Teks penuh

Terima kasih atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada hamba-Mu dalam menyelesaikan tugas penulisan ilmiahnya. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian gelar Ahli Madya pada program studi Diploma III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Dalam penyusunan artikel ilmiah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak.

Anak sebagai pembimbing yang sabar membimbing dan meluangkan masa untuk memberi tunjuk ajar dan tunjuk ajar dalam penyediaan penulisan ilmiah ini.

Latar belakang

Salah satu solusi untuk mengatasi kelainan bentuk anorektal atau atresia ani adalah dengan melakukan tindakan pembedahan dengan 3 tahap, yaitu yang pertama melakukan kolostomi segera setelah lahir, yang kedua melakukan Posterio Sagittal Ano Rectal Plasy (PSARP) untuk membuat anus, yang berikutnya fase melebarkan anus atau bisnis. Berdasarkan data rekam medis RS Islam Sultan Agung Semarang, prevalensi pasien kasus MAR cenderung meningkat pada tahun 2020. MAR banyak terjadi pada anak usia prasekolah, dengan rentang usia 1-3 tahun ditemukan pada 37 kasus atau 74% dari total pasien malformasi anorektal yang dirawat di RSI Sultan Agung dan dipulangkan ke rumah dalam keadaan sembuh.

Berdasarkan pernyataan di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat dan mendiskusikan materi lebih lanjut terkait dengan “Asuhan Keperawatan Malformasi Anorektal Pasca Rekolostomi Et-Causa Post Posterio Sagittal Ano Rectal Plasy di Ruang Baitunnisa 1 RSI Sultan Agung Semarang”.

Tujuan

Manfaat Penelitian

  • Konsep Balita
  • Konsep Dasar Malformasi Anorektal
    • Definisi
    • Etiologi
    • Patofisiologi
    • Manifestasi Klinis
    • Pemeriksaan Diagnostik
    • Komplikasi
    • Penatalaksanaan Medis
  • Pathways
  • Konsep Asuhan Keperawatan Malformasi Anorektal
  • Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi
  • Fokus Intervensi menurut (SIKI,2018), (SLKI,2019)

Malformasi anorektal atau atresia ani merupakan salah satu dari berbagai kelainan bawaan yang banyak menyerang anak. Sehingga dapat diartikan bahwa Atresia ani yang sekarang dikenal dengan sebutan malformasi anorektal (MAR) merupakan suatu kelainan bawaan yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau anus yang tidak sempurna. Tindakan terakhir bagi penderita Atresia ani biasanya adalah anak mulai buang air besar melalui anus setelah operasi.

Pada penderita atresia ani, biasanya penderita mengalami gangguan pola tidur dan istirahat akibat nyeri perut akibat operasi rekolostomi.

  • Pengkajian
  • Pemeriksaan penunjang
  • Analisa Data
  • Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi
  • Planning/Intervensi
  • Implementasi
  • Evaluasi

Ibu klien mengatakan bahwa sebelum ke rumah sakit, beliau ingin mengajak klien bermain dengan orang lain. Pukul 08.30 WIB dilakukan diagnosa pertama yaitu penentuan skala nyeri, diperoleh data subjektif, ibu klien mengatakan nyeri yang dialami anaknya masih dalam skala 0-5 yaitu 5. Data objektif ditentukan. ibu klien tampak memahami, apa yang dijelaskan perawat tentang strategi manajemen nyeri.

Data obyektif yang ditemukan adalah ibu klien menyetujui peningkatan asupan cairan oral, dan ibu klien tampak antusias. Data subjektif dari respon ibu klien menunjukkan bahwa ia sudah mengetahui bahwa anaknya hanya boleh makan makanan lunak. Data obyektif yang ditemukan adalah ibu klien sepertinya sudah mengetahui pola makan yang diprogramkan pada anaknya, pada pukul 19.00 WIB dilakukan diagnosa kedua yaitu pemantauan asupan dan ekskresi cairan.

Data subyektif respon ibu klien menyatakan bahwa skala nyeri pada anaknya adalah 0-5, dengan angka 3 adalah nyeri yang dirasakan datang dan pergi dalam waktu ±5 detik. Data subjektif dari respon ibu klien mengatakan bahwa setiap kali kantong kolostomi diganti, lukanya tetap mengeluarkan darah, namun tidak sebanyak hari sebelumnya. Data subyektif respon ibu klien menyatakan setelah dilakukan kompres hangat, anaknya merasa nyaman dan nyeri berkurang.

Data subyektif respon ibu klien menyatakan anaknya tetap meminum air puruh sebanyak 50 ml setiap 3 jam. P : intervensi dilanjutkan Pukul 20.00 WIB diperoleh hasil evaluasi diagnosis kedua S : ibu klien mengatakan bahwa setiap kali tas diganti.

Figure 1Genogram
Figure 1Genogram

Diagnosa Keperawatan

Dalam melaksanakan intervensi, penatalaksanaan nyeri non farmakologi merupakan tindakan mandiri yang dilakukan perawat dalam mengatasi respon klien. Untuk menunjang tindakan keperawatan juga diberikan obat antipiretik yaitu kompres hangat, dan selain pemberian kompres hangat dan pemberian obat juga dikenali lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri untuk menentukan nyeri yang dialami klien kemudian dilakukan intervensi Identifikasi Skala Nyeri yang tujuannya untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan klien. Setelah dilakukan kompres hangat pada hari ketiga terjadi penurunan skala nyeri (dari skala 5 menjadi 3).

Permasalahan tersebut belum terselesaikan karena sangat singkatnya waktu pemberian asuhan keperawatan di bangsal. Keterbatasan ciri utama klien hipovolemik adalah denyut nadi meningkat, denyut nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, selaput lendir kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat. Karena klien mengalami pendarahan atau kehilangan cairan secara aktif, obat antipiretik diberikan bekerja sama dengan dokter untuk membantu menghentikan pendarahan.

Intervensi yang dilakukan meliputi pemberian cairan oral, pemeriksaan tanda dan gejala hipovolemia, pemantauan intake dan output cairan, serta rekomendasi peningkatan cairan oral hingga 96 mL untuk memenuhi kebutuhan cairan harian klien. Setelah peningkatan asupan oral dan pemberian antipiretik suportif yaitu asam traneksamat 3 x 125 mg, perdarahan klien menurun pada hari kedua, dan pada hari ketiga perdarahan klien meningkat dibandingkan hari pertama. Permasalahan tersebut belum terselesaikan karena sangat singkatnya waktu pemberian asuhan keperawatan di bangsal.

Dalam upaya mengatasi diagnosa risiko defisiensi gizi yang dibuktikan dengan adanya keengganan makan, penulis mengembangkan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme klien. Permasalahan tersebut tidak terselesaikan karena sangat singkatnya waktu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien.

Diagnosa Tambahan

Alasan penulis tidak memastikan diagnosis defisiensi nutrisi adalah karena hasil penilaian tidak menunjukkan penurunan berat badan 10% di bawah kisaran ideal.

Intervensi Utama

Pada tanggal 18 Februari pukul 09.35 hari pertama penerapan kompres hangat, diperoleh hasil sebelum penerapan kompres hangat dikategorikan nyeri akut dengan skala 0 sampai 5 yaitu 5. Setelah dilakukan penerapan kompres hangat, kompres hangat selama 10-15 menit, klien menunjukkan ekspresi wajah “sangat mengganggu”, terbukti dari tabel skala penilaian Wong Baker. Pada tanggal 19 Februari pukul 10.45 hari kedua sebelum pemasangan kompres hangat, skala nyeri 3 dari 0 sampai 5. Setelah penerapan kompres hangat selama 10-15 menit, klien menunjukkan ekspresi wajah yang “agak mengganggu”, yang dapat dilihat pada grafik rating grafik Wong Baker.

Pada tanggal 20 Februari pukul Pukul 09.15 hari ketiga klien menolak diberikan kompres hangat oleh perawat. Berdasarkan penerapan keperawatan yaitu pemberian kompres hangat selama 10-15 menit dalam kurun waktu 2 hari terdapat penurunan nyeri pada klien. Penurunan tersebut terjadi karena pemberian kompres hangat mampu memberikan rasa nyaman pada klien, memperlancar peredaran darah hingga mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan klien.

Namun pada hari ke 4 terjadi peningkatan nyeri kembali akibat adanya peradangan pada luka sehingga menyebabkan tingkat nyeri klien semakin meningkat. Dari hasil yang diperoleh, pemberian kompres hangat berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada klien pasca operasi khususnya pada klien rekolostomi. Pada saat melakukan terapi kompres hangat sebaiknya dilakukan penilaian yang tepat pada luka klien apakah dapat dilakukan kompres atau tidak.

Selain itu, perhatikan juga suhu air dan lama pemberiannya selama tindakan, sehingga pemberian kompres dengan air yang sangat panas dan dalam waktu lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada klien. Terapi kompres hangat pada klien pasca operasi sebaiknya dilakukan oleh perawat yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan teknik tindakan terapeutik dan sesuai dengan SOP.

Simpulan

Masalah keperawatan yang timbul pada An.R adalah diagnosa keperawatan pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, dibuktikan dengan keluhan nyeri, meringis, bertindak protektif (menahan nyeri dan menahan perut), diagnosa kedua, yaitu hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yang dibuktikan dengan perdarahan, nadi teraba lemah dan hematokrit meningkat, namun akan lebih tepat untuk menegakkan diagnosis risiko hipovolemia karena hasil pengkajian data yang ditemukan pada klien. saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis Hipovolemia, dan diagnosis ketiga adalah Risiko defisit nutrisi, yang ditunjukkan dengan faktor psikologis (kecenderungan makan) untuk mendiagnosis risiko defisit, sebenarnya akan lebih tepat jika diagnosis defisit nutrisi dibuat, karena dari hasil penilaian diketahui berat badan 8 kg. Dari hasil tersebut terlihat adanya penurunan garis dibawah garis normal -2 SD menjadi -3 SD menurut WHO pada tabel grafik pertumbuhan yang diberikan mean lean. Rencana tindakan ditentukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu fokus intervensi yang diberikan pada An.R, prioritas diagnosis utama dengan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri pada klien. Namun akan lebih efektif jika dilakukan terapi visualisasi distraksi non farmakologi karena anak lebih menyukai video yang mengandung unsur warna, gambar dan cerita, sehingga nyeri yang dirasakan anak dapat teralihkan tanpa menimbulkan efek samping.

Hasil pengkajian tidak dicantumkan termasuk penulis tidak mencantumkan diagnosa tambahan seperti risiko infeksi.

Saran

Efektivitas kompres hangat terhadap perubahan tingkat nyeri pada pasien TURP pasca operasi di ruang rawat inap RSI Siti Aisyah Mediun. Perbandingan pengaruh kompres hangat dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pascalaparotomi di Ruang Mawar RSUD. R Dengan Deformitas Anorektal Pasca Rekolostomi Et-causa Post Posterior Sagittal Anorecto Plasy di Ruang Baitunnisa 1 RS Islam Sultan Agung Semarang.

Menyatakan bahwa mahasiswa sebagaimana tersebut di atas memang telah berkonsultasi dengan tutor KTI pada tanggal 26 Januari 2021 sampai dengan 26 Mei 2021 secara online di Program Studi DIII Keperawatan FIK UNISSULA Semarang. R Dengan Malformasi Anorektal Pasca Rekolostomi Et-causa Pasca Plasy Anorektal Sagittal Posterior di ruang Baitunnisa 1 RS Islam Sultan Agung Semarang. Ibu mampu memberikan gizi yang baik pada anaknya dan dapat menerapkan gizi yang baik pada anaknya setelah dilakukan penyuluhan pendidikan kesehatan dengan capaian 80% penyampaian edukasi pada ibu klien.

Atau gizi adalah makanan dan zat-zat yang diperlukan tubuh yang berkaitan dengan kesehatan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan dan fungsi organ-organ tubuh serta menghasilkan energi. Makanan yang paling cocok untuk bayi adalah ASI, karena ASI diperuntukkan bagi bayi dan dijadikan sebagai makanan pokok bayi. Namun asam lemak tersebut diperoleh dari luar, bukan disintesis oleh tubuh (Boyle & Roth, 2010).

Gizi buruk adalah kekurangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga menyebabkan perubahan fisik (kekeringan, lemas, pucat). Dalam mengolah makanan perlu memperhatikan jenis bahan makanan yang tersedia, misalnya mencuci sayuran terlebih dahulu sebelum dipotong, dan pada saat memasak atau mengukus sebaiknya tidak lebih dari 20 menit, sedangkan pada saat menggoreng ikan sebaiknya tidak lebih dari 20 menit. kering. Gunakan bahan makanan yang baik dan aman, bersihkan peralatan dapur dengan cara memasak yang benar.

Gambar

Figure 1Genogram
Tabel 2 Darah Rutin  Tanggal : 18-02-2021
Tabel 4 Darah Rutin   Tanggal : 19-02-2021

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosa keduaa : yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post SC, evaluasi dilakukan pada tanggal 1 Mei 2014 pukul 07.25 WIB, data subyektif

Ibu klien mengatakan sebelum sakit anaknya BAB 1x/hari konsistensi feses lunak dan BAK kurang lebih 6-7x/hari. Ibu klien mengatakan selama sakit anaknya BAB lebih dari

Evaluasi yang didapatkan dari tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko infeksi adalah data subjektif klien mengatakan rasa panas pada luka jahitan sudah berkurang,

Diagnosa keperawatan yang utama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post op ganglion), data subjektif : pasien mengatakan luka operasi terasa nyeri

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 24 April 2013 pukul 08.00 WIB adalah mengkaji ulang nyeri, dengan respon subjektif adalah pasien mengatakan nyeri pada

Selanjutnya pada jam 12:00, data subjektif pasien mengatakan sudah tahu yang menyebabkan kolelitiasis, dan cara untuk menguranginya, data objektif pasien tampak sudah mulai paham, dan

Pada tanggal 18 Februari 2021 pukul 11.00 dilakukan implementasi pada diagnosa yang pertama adalah mengidentifikasi lokasi karakteristik durasi frekuensi dan intensitas nyeri, respon

Implementasi yang pertama dilakukan pukul 07.30 WIB yaitu memonitor ikterik pada sklera dan kulit bayi dengan respon obyektif klien sklera mata klien sudah lebih memutih dan kulit klien