ADAPTIVE SKILL
Oleh
Istiqamah Hafid, M.Psi Tarmiji, Amd. OT
Sekolah Vokasi
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 2024
A. Definisi
Adaptive skill atau yang lebih dikenal dengan Keterampilan dalam beradaptif meliputi keterampilan konseptual, sosial, dan praktek yang dibutuhkan untuk fungsi kehidupan sehari-hari dan memiliki efek terhadap kemampuan untuk merespon secara efektif berbagai situasi (Frieman, 2002). Kemampuan ini termasuk kemampuan yang menunjukan kemandirian dalam mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan dirinya tanpa mendapatkan masalah, maupun kemampuan untuk mengurus dan mengatur lingkungan sekitarnya. Keterampilan adaptif dapat dipelajari sesuai dengan tugas perkembangan seseorang (Ladd, 2003; Lowenthal, 1996).
Adaptive skill atau keterampilan adaptif bisa kita simpulkan merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pembiasaan diri untuk menyesuaikan dengan lingkungan, keadaan sekitar, dan keadaan-keadaan yang terjadi. Keterampilan ini dapat dimanfaatkan untuk mengelola stres pada diri seseorang. Karena, adaptive skill terdiri dari seperangkat keterampilan yang dapat membantu kamu untuk beradaptasi, membiasakan, dan menyesuaikan diri di setiap situasi, termasuk saat terjadi tantangan, hambatan, atau permasalahan.
B. Kegagalan dalam Adaptasi
Tidak semua anak mudah dalam beradaptasi, beberapa anak membutuhkan waktu yang lebih Panjang dari anak lainnya dalam beradaptasi. Kegagalan beradaptasi (mal-adjusted) disebabkan oleh beberapa faktor (Umami et al., 2020) yaitu:
1. Penyesuaian diri yang cukup sulit dilewati oleh anak. Penyesuaian diri pada anak berhubungan dengan perilaku over protective dari orang tua kepada anak (Sutafti &
Rasyid, 2022). Pengalaman yang kurang dialami oleh anak disebabkan oleh orangtua yang terlalu melindungi, menggantikan anak untuk mengerjakan tugas-tugas perkembangannya, menghindari anak dari segala macam persoalan dan tanggung jawab sehingga anak kurang terstimulasi secara optimal. Anak yang mulai bersekolah akan merasa lebih tidak percaya diri sehingga menggangu dirinya dalam menyesuaikan diri.
2. Rasa frustasi. Salah satu yang menyebabkan tantrum pada anak adalah rasa frustasi yang dihadapi oleh anak. Faktor penyebab tantrum ini bisa karena kurangnya atensi orangtua, hak kasih saying yang diberikan oleh orangtua yang belum terpenuhi, dan anak merasa susah mengungkapkan apa yang sedang dirasakan, atau kesusahan dalam menyampaikan keinginan (Umardi, et all, 2024).
3. Rendah diri. Ketika anak berada di situasi yang ditolak oleh lingkungan atau situasi yang kemampuannya direndahkan anak cenderung akan merasa rendah diri (rahima R, 2015). Terdapat dua sumber rendah diri yaitu inferioritas fisik dan inferioritas psikologis.
C. Domain
Fungsi adaptif dapat dibedakan dari tiga domain:
1. Konseptual. Domain ini mengaitkan kompetensi dalam memory, bahasa, membaca, menulis, penalaran matematika, pengetahuan praktis, problem solving, dan penilaian dalam situasi baru
2. Sosial. Melibatkan kepekaan terhadap pikiran, perasaan, pengalaman orang lain, empati, keterampilan komunikasi interpersonal, keterampilan dalam bersahabat, dan penilaian sosial
3. Praktis. Keterampilan dalam hal-hal yang berhubungan dengan self service, tanggung jawab terhadap pekerjaan, manajemen keuangan, rekreasi, dan mengorganisasikan tugas sekolah dan pekerjaan.
1. Konseptual a. Memory
Usia anak jauh lebih mudah dalam memberikan stimulasi secara verbal, meskipun tugas-tugas yang berikan masih sangat sederhana. Anak masih sangat membutuhkan waktu untuk mengidentifikasi stimulasi tertentu sebelum melakukan perintah-perintah yang diminta (Desmita & Bawani, 2020). Terdapat dua memory yaitu, memory jangka pendek (short term memory) dan memory jangka Panjang (long term memory).
Memory jangka pendek, dimana informasi dapat disimpan selama 15-30 detik tanpa pengulangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan bahwa anak-anak usa yang lebih kecil lebih dapat menyimpan materi berupa visual dalam ingatan jangka pendek.
Memory jangka panjang, merupakan kemampuan kesadaran atas suatu objek, seseorang atau peristiwa yang pernah didapatkannya, atau yang pernah dipelajari, sehingga memory memanggil Kembali ingatannya.
Seorang anak yang sering dikenalkan dan diminta untuk mengulang kembali apa yang kita sebutkan atau yang kita katakan, hal ini bisa kita lakukan secara berulang kembali. Kemudian bisa diminta untuk menunjukkan kembali tanpa diberikan stimulus terlebih dahulu.
b. Bahasa
Pada kemampuan kosakata atau kamus pembedaharaan kata pada anak akan meningkat pesat. Semakin tinggi usia anak, kalimat yang diucapkan anak semakin panjang.
c. Membaca
Membaca merupakan melibatkan berbagai aktivitas yang kompleks. Membaca dapat melibatkan keterampilan seperti sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Proses dalam membaca ada
memahami, pengambilan makna, gagasan, ide, konsep dan informasi yang ada dalam tulisan (Suwarni, 2021).
d. Menulis
Menulis salah satu Gerakan motorik halus, yang bentuk kegiatannya dengan menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan. Pada anak-anak, menulis salah satu cara untuk dapat menuangkan imajinasinya melalui tulisan atau gambar. Tahapan perkembangan menulis pada anak dapat dibagi menjadi beberapa yaitu tahapan pra menulis, membuat coretan/goresan (scribble stage), tahapan pengulangan secara linier (muncul diusia 4 tahun), tahapan memahami konsep tulisan (sudah mulai menuliskan huruf, melafalkan bunyi, mengeja satu kata), tahap membentuk huruf (usia 4-7 tahun), tahapan menulis secara acak, tahapan menuliskan nama, tahapan menulis kalimat pendek).
2. Praktis
a. Perawatan Diri (Self Service)
Anak berkebutuhan khusus menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA), anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya (Simorangkir &
Lumbantoruan, 2021).
Kemampuan perawatan diri merupakan sesuatu keterampilan yang wajib dikuasai oleh anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan daily living skills in individuals with autism spectrum disorder from 2 to 21 years of age, anak-anak dengan keterampilan bahasa reseptif yang lebih tinggi menunjukan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari lebih cepat (Pursitasari & Allenidekania, 2019).
Perawatan diri ini sangat penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian anak, semakin anak mampu mengerjakan kebutuhan dirinya maka membuat anak tidak tergantung pada orang lain dan dan bertanggung jawab sesuai dengan kondisi mereka sendiri. Perawatan diri ini juga bertujuan agar anak dapat menjaga kebersihan tubuh dan kesehatan dirinya, pada saat anak tumbuh semakin dewasa maka anak sudah memiliki keterampilan mengurus diri dan dapat survive beradaptasi di lingkungan, kesadaran akan kebutuhan dirinya, juga meningkatkan rasa percaya diri karena bisa tanpa bantuan orang lain.
Perawatan diri juga berpengaruh pada perawatan kesehatan, dimana dibutuhkan perencanaan, ketepatan waktu (konsistensi) dari lingkungan dan keluarga membantu dalam perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu penting sekali keterlibatan orang tua dalam perawatan diri dan kesehatan anak karena orang tua merupakan yang paling dekat dan tahu tentang kondisi anak tersebut. Ketersediaan
dukungan sekitar juga menjadi faktor penting ahli-ahli yang membantu dan akhirnya terbentuk kolaborasi yang baik untuk membantu anak berkebutuhan khusus.
Anak dengan hambatan perkembangan intelektual atau yang lebih dikenal dengan tunagrahita dapat diberikan
b. Self Regulation
Regulasi diri menfokuskan pada bagaimana individu mampu mengolah pikiran, perasaan, dan tingkah laku dalam melaksanakan proses belajar di sekolah maupun di rumah. Proses belajar yang ditekankan dalam hal ini adalah kemampuan individu mengolah tiga komponen yaitu pribadi, lingkungan dan tingkah laku, sehingga ketiga komponen tersebut dapat saling memengaruhi kelangsungan hidup individu (Alwisol, 2008)
Regulasi diri adalah kemampuan berfikir dan memanipulasi lingkungan sehingga individu dapat mengontrol perilakunya sendiri, dan proses pada regulasi diri adalah tentang bagaimana individu mengaktifasi pemikiran, prilaku, perasaan yang terus menerus muncul dalam proses untuk mencapai tujuan sehari-hari.
Proses regulasi diri menurut bandura terdiri dari beberapa faktor internal, yaitu : 1. Observasi diri, individu melihat diri dan perilaku individu sendiri, serta terus
mengawasinya.
2. Penilaian, melakukan penilaian pada diri sendiri berdasarkan standar yang telah ditentukan sendiri oleh individu. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru yang dianggap sebagai figur dengan nilai-nilai yang patut dicontoh.
3. Reaksi diri, setelah proses observasi dan penilaian telah dilakukan, individu melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri. Evaluasi positif akan menghasilkan hadiah dan evaluasi negatif akan menghasilkan hukuman.
ketiga faktor diatas sangat mempengaruhi dalam pengembangan regulasi diri individu, misalnya dalam beberapa kasus anak-anak dalam sekolah memiliki banyak tugas dituntut untuk memahami dengan cepat, dan muncullah kecemasan dan stress dan dalam proses ini pentingnya kemampuan regulasi diri pada anak-anak, agar anak dapat mampu keluar dari rasa cemas tersebut dan tidak nyaman itu. saat proses diri sudah menjadi lebih tenang dan stabil anak-anak akan menjadi lebih rileks dan proses pembelajaran akan lebih mudah dan target akan tercapai dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (Mursyidawati, Siswati & Widodo, 2010) memaparkan bahwa siswa yang memiliki regulasi diri dalam proses belajar
merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar. Regulasi diri juga dapat dikatakan sebagai usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, perilaku dan emosi. Regulasi diri membuat individu mampu berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik menggambarkan bagaimana aplikasi teori regulasi diri dalam proses belajar siswa?
Hasil proses belajar optimal yang diperoleh siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kondisi siswa itu sendiri. Siswa umumnya mengalami kendala dalam proses belajar karena individu tersebut tidak mampu mengatur pencapaian yang diinginkan, tidak mengetahui target yang akan dicapai, dan tidak mampu mengevaluasi, serta memberikan penghargaan terhadap diri sendiri setelah target tercapai. Kenyataannya dunia pendidikan saat ini menuntut individu mampu mengatur pencapaian yang diinginkan, mengetahui target yang akan dicapai, dan mampu mengevaluasi, serta memberikan penghargaan terhadap diri sendiri setelah target tercapai. Kondisi-kondisi tersebut dalam psikologi positif lebih lazimnya disebut dengan istilah regulasi diri.
Selain itu, keberhasilan seseorang dalam menjalankan proses belajar tidak hanya ditentukan oleh tingkat intelegensi (IQ) yang dimiliki, tetapi dibutuhkan juga kemampuan regulasi diri selama mengikuti proses belajar. Regulasi diri pada siswa meliputi kemampuan untuk mulai mencoba menentukan nilai yang ingin diperoleh, merencanakan membuat jadwal pelajaran, membagi waktu antara belajar dan bermain, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa di sekolah (Susanto, 2006).
Pintrich dan Groot (1990) memaparkan hasil penelitiannya yang berdasarkan analisis regresi bahwa regulasi diri sebagai unsur penting yang mempengaruhi prestasi siswa.
Kemampuan untuk mengatur diri penting bagi siswa di tingkat manapun, karena siswa dihadapkan dengan banyak materi dan tugas-tugas dalam waktu yang relatif singkat. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang memiliki prestasi belajar yang optimal memiliki regulasi diri yang tinggi begitupun sebaliknya.
Raver (2012) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa 21% anak-anak di Amerika berasal dari keluarga miskin. Anak yang terlahir dari keluarga miskin umumnya memiliki regulasi diri yang kurang optimal sehingga berdampak negatif terhadap masa depan anak, khususnya masa depan pendidikan anak. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan Raver menekankan pada intervensi diri dalam membentuk regulasi diri yang optimal sehingga walaupun anak berasal dari keluarga miskin tetap
akan menjalani pendidikan secara optimal. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin akan memperoleh prestasi akademik yang tinggi karena mampu melakukan regulasi diri dalam proses belajar.
Jonker, Gemser, dan Visscher (2011) juga melakukan penelitian mengenai penerapan konsep regulasi diri dalam proses belajar siswa. Penelitian tersebut memaparkan bahwa kesuksesan dalam bidang olahraga dan akademik dipengaruhi oleh kemampuan regulasi diri siswa. Idealnya siswa yang mampu berprestasi dalam bidang olahraga juga dapat menunjukkan prestasi dalam bidang akademik. Namun, terdapat beberapa kasus menggambarkan kondisi anak yang memiliki prestasi akademik rendah disebabkan individu tersebut lebih tertarik pada bidang lain, misalnya olahraga. Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua kelompok siswa.
Kelompok siswa yang menggeluti bidang olahraga sebagai kelompok kontrol dan kelompok siswa yang tidak menggeluti bidang olahraga. Partisipan penelitian terdiri dari 160 laki-laki dan 170 perempuan dengan rentang usia 12-16 tahun. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner meliputi pertanyaan umum dan item regulasi diri.
Item regulasi diri mengacu pada 6 aspek, yaitu planning, self-monitoring, evaluating, reflection, effort, dan self efficacy. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok kontrol menunjukkan kemampuan regulasi yang tinggi sehingga menunjukkan prestasi yang tinggi dalam bidang olahraga dan akademik.
Mursyidawati, Siswati, dan Widodo (2010) melakukan penelitian lain mengenai hubungan antara regulasi diri dalam belajar dengan perilaku mencari bantuan akademik dalam pelajaran matematika pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di kota Semarang. Pelajaran Matematika masih dianggap sulit oleh siswa. Siswa yang mengalami kesulitan dapat menggunakan orang lain sebagai sumber untuk mendapatkan bantuan yang diperlukan sehingga dapat melanjutkan proses belajar.
Perilaku Bantuan pencarian dalam penelitian ini adalah bantuan adaptif perilaku mencari. Peningkatan perilaku mencari bantuan dapat melalui pengembangan regulasi diri dalam proses belajar. Sampel penelitian terdiri dari 124 orang dengan siswa yang memiliki karakteristik tinggi di sekolah dalam rentang usia 15-18 tahun.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik proportional cluster random sampling. Data yang dikumpulkan oleh alat ukur skala regulasi diri dalam proses belajar berjumlah 44 aitem dan skala bantuan akademik mencari perilaku dalam pembelajaran matematika 30 aitem Alwisol. (2008). Psikologi kepribadian.
Malang: UMM Press.
Mursyidawati, A., Siswati., Widodo, P. B. (2010). Hubungan antara regulasi diri dalam belajar dengan perlaku mencari bantuan akademik dalam pelajaran matematika pada siswa sekolah menengah atas (SMA) di Kota Semarang (Online).
https://www.eprints.undip.ac.id/24781/1/JURNAL_ANITA.pdf. Diunduh pada tanggal 19 September 2014.
C. Instrinsic
Dalam setiap aktivitas ada sebuah nilai dalam setiap aktifitas tersebut karena dalam diri anak terdapat sebuah keinginan untuk mengendalikan lingkungan mereka, agar dalam mengerjakan sesuatu mereka menemukan suatu kepuasan yang dipengaruhi oleh kesadaran diri sendiri, keinginan serta hobi.
Menurut teori motivasi dari H.A Murray menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari seseorang dalam memenuhi kebutuhan diri yang tinggi sampai terendah kebutuhan tersebut di urutkan sebagai berikut :
1. kebutuhan untuk berprestasi 2. kebutuhan untuk maju 3. kebutuhan untuk mandiri 4. kebutuhan untuk bergabung 5. kebutuhan untuk pangan 6. kebutuhan untuk sex.
berdasarkan beberapa teori motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi memiliki posisi penting dalam berkegiatan terutama pendidikan karena mempengaruhi pada motivasi, keinginan dan harapan. untuk diri sendiri peranan motivasi dalam belajar menjadi sangat penting baik menentukan penguatan diri dalam belajar yang berperan dalam pemecahan masalah apabila terdapat permasalahan, motivasi dalam belajar juga membantu memperjelas sebuah tujuan belajar yang erat kaitanya dengan memaknai sebuah pembelajaran yang akhirnya dapat memperkuat pembelajaran,motivasi belajar juga mempengaruhi anak dalam ketekunan dalam belajar agar tetap dalam proses pembelajaran.
ketika meningkatkan motivasi belajar terutama pada anak-anak berkebutuhan khusus itu tidak lah mudah diperlukan sebuah strategi untuk memberikan motivasi dalam belajar. Dalam memberikan strategi pembelajaran guru banyak menemukan kendala dalam memberikan motivasi, untuk mengatasi hal tersebut maka pentingnya mencari tahu motivasi setiap anak.
Identifikasi Awal
Permasalah dilapangan:
Nama Anak (inisial) Usia
Kelas
Jenis Kelamin
Pekerjaan Orangtua Ayah
Ibu
Permasalahan anak:
Kemampuan sesuai usia perkembangan:
Skema Program (Semua target yang ingin dicapai)
Identifikasi (target yang sesuai tahapan pencapaian dari yang mudah sampai tersulit)
Skema Program
Target Capaian
No Kegiatan Waktu Bahasa
Instruksi
Situasi Hambatan
1 2
Kesimpulan Program
Keterangan tabel:
Skema Program: Kegiatan yang ingin dicapai
Target capaian: Total Waktu yang ingin dicapai untuk keberhasilan satu skema Nomor: Berdasar urutan
Kegiatan: aktivitas yang dilakukan secara dijelaskan bertahap Waktu: durasi target pencapaian aktiivitas
Bahasa Instruksi: bersifat perintah, singkat, jelas, dan sederhana
Situasi: kondisi yang terjadi saat perlakuan aktivitas (lingkungan dan kondisi anak) Hambatan: kesulitan yang didapatkan saat perlakuan aktivitas
Kesimpulan program: Hasil akhir yang di dapatkan seluruh aktivitas
Contoh Lembar Kerja Permasalah dilapangan:
Nama Anak (inisial) ZZ
Usia 10 tahun
Kelas V
Jenis Kelamin P
Pekerjaan Orangtua Ayah : Wiraswasta Ibu : IRT
Permasalahan anak:
ZZ suka menyendiri di jam istirahat, saat pembelajaran berlangsung ZZ cenderung tidak mau sharing alat tulis, ZZ memilih untuk tidak berada di dalam barisan, Saat istirahat ZZ sering berada di dalam kelas, ZZ pasif saat pembelajaran berlangsung.
Kemampuan sesuai usia perkembangan:
- Anak dapat bekerja sama dengan tim - Mampu berbagi
- Anak mampu menuangkan ide dan menyampaikan pendapat - Anak sudah mampu tertarik dengan dengan teman sebaya
Skema Program (Semua target yang ingin dicapai) - Memiliki kemampuan Sharing ke teman - Memiliki ketertarikan bermain bersama
- Memiliki keinginan untuk memulai menyapa duluan - Lebih aktif bertanya dan mengikuti proyek di kelas
- Memiliki ketertarikan berada di kelompok kecil (saat teman-temannya berkumpul)
Identifikasi (target yang sesuai tahapan pencapaian dari yang mudah sampai tersulit) 1. Memiliki ketertarikan berada di kelompok kecil (saat teman-temannya berkumpul) 2. Memiliki keinginan untuk memulai menyapa duluan
3. Memiliki ketertarikan bermain bersama
4. Lebih aktif bertanya dan mengikuti proyek di kelas 5. Memiliki kemampuan Sharing ke teman
Skema Program Memiliki ketertarikan berada di kelompok kecil (saat teman-temannya berkumpul)
Target Capaian 3 Minggu
No Kegiatan Waktu Bahasa
Instruksi
Situasi Hambatan
1 Saat istiahat semua anak diminta untuk berada diluar kelals
15 menit Anak-anak silahkan bermain diluar kelas ya….
Jam istirahat terbatas, ramai
Keterbatasan tempat
2 teman sebaya selalu diminta untuk berada di dekat ZZ
15 menit Ayo kita main di bawah pohon (situasi ZZ berada di bawah pohon tsb)
Teman sebaya yang berkumpul 5 orang, ZZ sedang berdiam diri
- ZZ terlihat tidak nyaman - Kondisi
anak- anak2 lain yang sedang bermain
di
dekatnya
Kesimpulan Program:
Di minggu pertama saat program dimulai anak masih mendapatkan arahan penuh dari guru untuk melibatkan diri dalam program, di minggu kedua anak sudah dengan suka rela anak berada di kelompok kecil tanpa diminta.
DAFTAR PUSTAKA
Arrahman, Rudi, Riadi, Riadi, Abd Gani, Arsyad, & Habiburrahman, Habiburrahman. (2022).
Pelayanan Integratif Dengan Model Readycation Terhadap Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Yayasan LombokCare Senggigi. Jurnal Ilmiah Telaah, 7(2), 303–309 Heni. 2017. Kelalaian Perkembangan pada Anak. Cirebon. LovRinz Publishing.
Al-Faruq, M.S.S., & Sukatin. 2021. Psikologi Perkembangan. Deepublish.
Suwarni S. 2021. Senangnya Belajar Membaca Lancar dengan Model Pembelajaran Make a Match Berbantu Media Kartu Huruf pada Siswa Kelas 1 SD. Unisri Press.