MAHASISWA CALON GURU
DISERTASI
Oleh:
Dr. KETANG WIYONO, M.Pd
SEKOLAH PASCASARJANA
program studi pendidikan fisika di Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK). Tujuan mata kuliah adalah agar mahasiswa mampu memahami struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi, serta dapat mengaplikasikannya sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta relevan dengan tuntutan kompetensi dalam standar nasional pendidikan. Secara umum mahasiswa perlu mempelajari fisika zat padat karena fisika zat padat menjadi dasar pengembangan teknologi saat ini. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika zat padat seperti penemuan piranti mikroelektronik yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Penggunaan Physics Education
Technology (PhET) saat ini sangat dibutuhkan dalam pembelajaran fisika (Finkelstein, 2006).
Berbagai produk teknologi berbasis fisika material dan elektronik yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti komputer, laser, GPS (global positioning system), jaringan serat optik pita lebar, tomografi komputer dan lain sebagainya merupakan produk teknologi nyata dari kegiatan riset dasar fisika dalam kurun waktu 40-50 tahun terakhir. Laju lompatan yang spektakuler di bidang teknologi informasi dan komunikasi modern saat ini tidak terlepas dari gencarnya riset dibidang fisika zat padat seperti penemuan metode-metode baru dan pembuatan material semikonduktor, berbagai jenis transistor dengan kinerja tinggi, integrasi komponen menjadi chip tunggal, laser semikonduktor, media penyimpan data dengan densitas tinggi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, teknologi menjadi tenaga penggerak (driving
force) dalam perubahan perilaku manusia dari masyarakat industri menjadi masyarakat
berbasis pengetahuan dan informasi (knowledge and information based society). Tidak dipungkiri bahwa riset dasar fisika khususnya fisika material telah banyak memberikan kontribusi nyata dalam kemajuan teknologi suatu negara yang pada gilirannya akan bermuara pada kemajuan di bidang ekonomi sekaligus menjadi bangsa yang disegani di kancah internasional (Sembiring, 2008).
Selama ini sebagian dosen mengajarkan materi pendahuluan fisika zat padat dengan metode ceramah, diskusi, penugasan dan jarang sekali menggunakan media dalam perkuliahan. Hal ini menyebabkan kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat yang bersifat abstrak dan submikroskopik. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hasil belajar fisika zat padat pada suatu LPTK dalam enam tahun terakhir masih tergolong rendah yaitu sebesar 58 (2005), 56 (2006), 53 (2007), 56 (2008) 55 (2009) dan 61(2010) pada skala 1-100. Rendahnya hasil belajar fisika zat padat tersebut salah satunya disebabkan kecenderungan dosen lebih menekankan pada aspek matematis dalam perkuliahan. Agar konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat mudah dipahami oleh mahasiswa perlu adanya inovasi dalam perkuliahan. Salah satu inovasi dalam perkuliahan dengan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk multimedia interaktif (Wiyono, 2009).
bersifat abstrak dapat dipahami oleh mahasiswa dengan bantuan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif. Berbagai penelitian lain tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran fisika dalam membantu memahami konsep-konsep fisika dapat diringkas dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif
Referensi Fokus Hasil
Finkelstein, N.D. et al. (2005). When learning about the real world is better done virtually: A study of substituting computer simulations for laboratory equipment. Physics Education Research 1, 010103: 1-8
Simulasi komputer peralatan nyata pada rangkaian listrik sederhana
Dancy, M.H. and Robert Beichner
(2006). Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics. Physics
Education Research 2, 010104: 1-7.
Model asesmen animasi untuk pemahaman konsep
Asesmen animasi dapat meningkatkan hasil penilaian
Thaden-Koch, T. C., Robert J. Dufresne and Jose P. Mestre. (2006).
Coordination of knowledge in judging animated motion. Physics Education
Research 2, 020107: 1-11.
Model animasi dan pengaruhnya koordinasi pengetahuan
Terdapat perbedaan penilian mahasiswa fisika dan mahasiswa psikologi dalam mendeskripsikan animasi gerak bola Finkelstein, N.D. et al. (2006). HighTech
Tools for Teaching Physics: The Physics Education Technology Project.
MERLOT Journal of Online Learning and Teaching Vol. 2, No. 3, September 2006. Department of Physics University
of Colorado at Boulder Boulder, Colorado, USA.
Penggunaan PhET dapat
menggantikan peralatan nyata
Pada kondisi yang tepat simulasi PhET lebih produktif
dibandingkan dengan metode tradisional
Damirci, N. (2007). A Study About Student’ Misconceptions In Force And Motion Concept By Incorporating A Web-Assisted Physics Program. The
Turkish Online Journal of Educational Technology-TOJET Vol. 4
Penggunaan fisika yang berbasis web meningkatkan prestasi siswa dalam memahami konsep gaya dan gerak
Sarantos, P. and Fotini Paraskeva. (2007). Enhance Learning Based on Psychological Indexes and Individual Preferences for a Physics Course Using An Adaptive Hypermedia Learning Enviro. The International Journal of
76, (4&5): 431-437. tugas komputasi pemahaman sistem fisika pemecahan masalah numerik Kortemeyer, G. et.al. (2007).
Experiences using the open-source learning content management and assessment system LON-CAPA in introductory physics courses. American
Journal of Physics. 76 (4&5): 438-444.
Pengembangan model PR LON-CAPA
Model pekerjaan rumah dengan LON-CAPA dapat menjadi alat bantu belajar yang efektif.
McKagan, S. B., et. al. (2007). Developing and Researching PhET simulations for Teaching Quantum Mechanics. Physics Education Research 1, 0709 : 4503.
Simulasi PhET untuk mekanika kuantum Zacharia, Z.C. and Constantinos P.
Constantinou. (2008). Comparing the influence of physical and virtual manipulatives in the context of the
Physics by Inquiry curriculum: The case
of undergraduate students’ conceptual understanding of heat and temperature.
American Journal of Physics. 76 (4&5): 425-430.
Perbandingan lab fisik dan virtual lab dalam manipulasi fisik dan virtual manipulasi dalam kurikulum
Physics by Inquiry
dapat memberikan pengalaman yang sama dalam meningkatkan pemahaman konsep yang berkaitan dengan suhu dan perubahan suhu
Kortemeyer, G. (2009). Gender differences in the use of an online homework system in an introductory physics course. Physics Education
Research 5, 010107: 1-8.
Perbedaan gender mempengaruhi hasil PR online (CAPA)
Perbedaan gender efektif pada PR online untuk kelas besar pada kuliah fisika dasar, mahasiswa laki-laki dan perempuan berinteraksi berbeda dengan sistem PR online pada setting yang sama. Hanya ada perbedaan sedikit dalam tes FCI
Penggunaan multimedia interaktif selain dapat meningkatkan penguasaan konsep
Tabel 1. Hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan model
sehingga merupakan salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi (Liliasari, 2002).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian pemanfaatan MMI pada pembelajaran fisika, MMI umumnya memberikan tampilan materi pembelajaran yang sama untuk setiap pengguna, karena mengasumsikan bahwa karakteristik semua pengguna adalah homogen. Dalam kenyataannya, setiap pengguna mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam hal tingkat kemampuan, gaya belajar, latar belakang atau yang lainnya. Oleh karena itu, seorang pengguna multimedia interaktif ini belum tentu mendapatkan materi pembelajaran yang tepat, akibatnya efektivitas pembelajaran tidak optimal. Seharusnya suatu sistem multimedia interaktif dapat memberikan materi pembelajaran yang tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuan pengguna, dan cara mempresentasikan materi pembelajarannya sesuai dengan gaya belajar pengguna. Dengan kata lain sistem multimedia interaktif seharusnya dapat mengadaptasikan tampilannya terhadap berbagai variasi karakteristik pengguna, sehingga mempunyai efektivitas pembelajaran yang tinggi.
Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang, maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengembangan model multimedia interaktif adaptif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru pada mata kuliah pendahuluan fisika zat padat.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah pengembangan model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa calon guru? “
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, pertanyaan penelitian terfokus pada:
1. Bagaimanakah karakter model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat
padat?
2. Bagaimanakah profil gaya belajar mahasiswa dan pola kaitan materi subyek calon
guru yang menempuh mata kuliah fisika zat padat?
3. Bagaimanakah pengaruh model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat
padat terhadap peningkatan penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat?
4. Bagaimanakah pengaruh model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat
padat terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa?
5. Bagaimana tanggapan dosen dan mahasiswa terhadap penggunaan model
multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dalam pembelajaran?
6. Bagaimana keunggulan dan kelemahan model multimedia interaktif adaptif
pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan?
C. Tujuan Penelitian
padat serta keterampilan berpikir mahasiswa calon guru dalam rangka peningkatan
mutu guru fisika di lapangan.
3. Model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat yang
dikembangkan memuat beberapa simulasi yang dapat dilakukan untuk mendukung
pembelajaran yang selama ini jarang dilakukan karena keterbatasan alat dan
bahan.
4. Pengembangan model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat
dilengkapi tes adaptif yang dapat mengungkapkan gaya belajar mahasiswa
sehingga memberikan pilihan kepada mahasiswa dalam mempelajari bahan ajar
sesuai dengan gaya belajar masing-masing.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka dibuat pembatasan permasalahan sebagai berikut:
1. Multimedia interaktif adaptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah multimedia
interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi yang
mampu mengadaptasi perbedaan gaya belajar mahasiswa pada kuliah
pendahuluan fisika zat padat sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang
menyenangkan.
2. Model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan
terdiri dari pada pokok bahasan struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal,
ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi.
3. Penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat adalah kemampuan mahasiswa
dalam memahami konsep-konsep pendahuluan fisika zat padat setelah perkuliahan.
Penguasaan konsep diukur dengan tes pilhan ganda yang dibuat berdasarkan
analisis konsep materi subyek pendahuluan fisika zat padat. Analisis penguasaan
konsep disusun berdasarkan pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah lima pokok bahasan.
Menurut Arsyad (2006) multimedia diartikan sebagai lebih dari satu media. Multimedia dapat berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu. Munir (2008) menyatakan multimedia sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi, suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer. Dengan kata, teknologi multimedia mencakup berbagai media dalam sofware pembelajaran yang interaktif. Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.
Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik, animasi dan simulasi interaktif dapat mengadaptasi perbedaan cara belajar siswa sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan. Visualisasi yang disajikan memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi dengan menggunakan panca indera mereka dengan optimal sehingga informasi yang masuk ke bank memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk dipanggil pada saat informasi tersebut digunakan. Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep akan mudah dipanggil apabila tersimpan dalam memori jangka panjang terutama dalam bentuk gambar (Matlin, 1994).
Berdasarkan berbagai hasil penelitian pemanfaatan MMI pada pembelajaran fisika seperti pada latar belakang, MMI selalu mengasumsikan bahwa mahasiswa sebagai pengguna memiliki kemampuan dan latar belakang yang sama. Pada perkembangannya multimedia interaktif diharapkan mampu mengadaptasi perbedaan individu penggunanya. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem multimedia interaktif yang adaptif. Menurut M. Odritscher (2004), sistem adaptif merupakan sistem yang mengadaptasi pengetahaun (knowledge) dari konten materi pembelajaran kepada mahasiswa secara adaptif. Sedangkan menurut Oxford advanced
learner’s dictionary (2005), adaptif dapat didefinisikan sebagai “adaptive adj: (technical) concerned with changing; able to change when necessary in order to deal with different situations”. Untuk mengembangkan sistem adaptif ada beberapa model yang telah
dikembangkan. Model sistem adaptif merupakan bentuk rancangan arsitektur yang dapat dijadikan pedoman dasar dalam pengembangan sistem multimedia adaptif. Menurut De Bra et.
al., (1999), model sistem adaptif dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu: adaption model, domain model dan user model, seperti Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Model sistem adaptif menurut De Bra et. al., (1999)
Berdasarkan model sistem adaptif Gambar 2.1., model adaptasi (adaptation model) ditempatkan diantara model domain (domain model) dan model pengguna (user model) didalam lapisan penyimpanan data (storage layer). Sedangkan Brusilovsky dan Maybury (2002),
Storage layer Adaptation model
Domain model User
adaptif terdiri atas tiga tahap, yaitu: proses pengumpulan data tentang profil pengguna (user
profile), proses membangun model pengguna (user model) dan proses model adaptasi (adaptation model).
Profil pengguna (user profile) merupakan proses untuk mendapatkan informasi awal tentang pengguna. Informasi yang didapatkan akan disimpan pada model pengguna dengan tidak melakukan perubahan. Keadaan informasi tersebut akan dapat mengalami perubahan seiring dengan perubahan waktu. Informasi profil pengguna yang terdapat pada model pengguna dapat dikategorikan menurut Brusilavsky (2001), sebagai berikut:
1) Student’s behavior, merupakan informasi tentang perilaku mahasiswa, seperti
keadaan motivasi, gaya belajar dan sebagainya.
2) Student’s knowledge, merupakan informasi pengetahuan mahasiswa dalam
memahami suatu materi pembelajaran. Pengetahuan mahasiswa dapat dibagi
menjadi beberapa tingkatan, yaitu: baru (novice), pemula (beginner), sedang
(means), lanjut (advance), dan pakar (expert). Pendekatan yang dapat dilakukan
untuk mengukur tingkatan pengetahuan tersebut adalah dengan cara tes secara
otomatis (auto evaluation) melalui sistem adaptif.
3) Student’s achievement, merupakan informasi hasil pencapaian mahasiswa dalam
proses pembelajaran pada sistem multimedia adaptif. Hasil pencapaian tersebut
dapat dilihat dari indikator perolehan nilai kuis atau latihan yang diberikan oleh
sistem multimedia interaktif adaptif kepada mahasiswa.
4) Student's preferences, merupakan informasi suatu konsep struktur tentang
preferensi mahasiswa dalam sistem multimedia adaptif. Preferensi tersebut
bertujuan untuk mempresentasikan materi pembelajaran (konten, latihan, kuis,)
dengan menggunakan dukungan komponen sistem multimedia interaktif adaptif.
B. Gaya Belajar
mempunyai kebiasaan belajar yang berbeda dengan yang lainnya, (2) beberapa pelajar belajar lebih efektif bila diajar dengan metode yang paling disukai, dan (3) prestasi pelajar berkaitan dengan bagaimana caranya belajar (Riding & Rayner, 1998). Gaya belajar mempengaruhi efektivitas pelatihan, tidak peduli apakah pelatihan tersebut dilakukan secara tatap muka atau secara on-line (Surjono, 2008). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan gaya belajar dalam proses belajar mengajar. Gaya belajar sering diukur dengan menggunakan kuesioner atau tes psikometrik (McLoughlin, 1999).
Salah satu gaya belajar yang dikenal dengan kesederhanaannya adalah visual, auditorial dan kinestetik (VAK). Gaya belajar VAK menggunakan tiga penerima sensori utama, yakni visual, auditory dan kinestetic dalam menentukan gaya belajar seorang peserta didik dilihat dari gaya belajar yang dominan (Rose, 1987). Gaya belajar VAK ini didasarkan atas teori modalitas yaitu meskipun dalam setiap proses pembelajaran peserta didik menerima informasi dari ketiga sensori tersebut, akan tetapi ada salah satu atau dua sensori yang dominan. Beberapa ciri dari masing-masing gaya belajar menurut DePorter (2006):
a. Gaya belajar visual: (1) rapi dan teratur, (2) berbicara dengan tepat, (3) perencana dan
pengatur jangka panjang yang baik, (4) teliti terhadap detail, (5) mementingkan penampilan baik dalam hal pakaian maupun presentasi, (6) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, (7) mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar, (8) mengingat dengan asosiasi visual, (9) biasanya tidak terganggu dengan keributan, (10) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya, (11) pembaca cepat dan tekun, (12) lebih suka membaca daripada dibacakan, (13) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah, (14) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelepon dan dalam rapat, (15) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, (16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak, (17) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato, (18) lebih suka seni daripada musik, (19) sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata, (20) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika ingin diperhatikan.
b. Gaya belajar auditorial: (1) berbicara pada diri sendiri saat bekerja, (2) mudah terganggu oleh
keributan, (3) menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca, (4) senang membaca dengan keras dan mendengarkannya, (5) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, (6) merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita, (7) berbicara dalam irama yang terpola, (8) lebih suka musik daripada seni, (9) belajar dengan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, (10) suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesatu panjang lebar, (11) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesaui satu sama lain, (12) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, (13) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.
c. Gaya belajar kinestetik: (1) berbicara dengan perlahan, (2) menanggapi perhatian fisik, (3)
Menurut Markova (1992) seseorang biasanya cenderung pada salah satu gaya belajar yang dominan. Secara ringkas gaya belajar visual memerlukan akses citra visual seperti belajar dengan cara melihat, mengikuti instruksi, ilustrasi, tertarik dengan warna, animasi dan simulasi. Gaya belajar auditorial memerlukan akses segala jenis audio seperti belajar dengan cara mendengar baik dialog, musik, nada tertentu. Sedangkan gaya belajar kinestetik memerlukan akses berupa gerak seperti belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh, meng-klik navigasi dan lainnya.
Gaya belajar seseorang sangat mempengaruhi keberhasilannya dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Teori gaya belajar berangkat dari teori modalitas belajar VAK. Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ke ketiga modalitas visual, auditorial dan kinestetik, hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas yang berperan sebagai saringan umtuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi (Grinder, 1981). Hal ini sesuai dengan model pemrosesan informasi dari teori belajar kognitif yang menjadi dasar pembelajaran berbasis komputer. Model pemrosesan informasi dapat dilihat seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Model pemrosesan informasi (Rusman,2009)
Berdasarkan model ini data masuk ke sistem memori melalui pencatat sensor (sensory
register), kemudian dikirim ke penyimpanan jangka pendek (short term store) selama sekitar 0,5
sampai 2 menit untuk dianalisis pendahuluan. Dari penyimpanan ini selanjutnya dikirim ke memori jangka pendek atau disebut juga dengan memori kerja (working memory). Data yang sudah dianalisis disimpan selama 20 menit, kemudian ditransformasi dan kodifikasi menjadi bagian dari sistem pengetahuan yang disimpan pada memori jangka panjang (long term
memory). Teori belajar kognitif ini banyak mengalami perkembangan dan sejalan dengan itu
telah berkembang pula model-model pembelajaran yang mengaplikasikan teori ini. Di antara penerapan itu adalah dalam pembelajaran berbasis komputer.
Teori gaya belajar yang mengadaptasi perbedaan individu agar mendapatkan sesuatu sesuai dengan cara dan kemampuannya sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis komputer. Menurut Rusman (2009) sistem multimedia interaktif harus memenuhi prinsip-prinsip yaitu: (1) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (2) berorientasi pada pembelajaran individual, (3) berorientasi pada pembelajaran mandiri dan (4) berorientasi pada pembelajaran tuntas. Dalam pembelajaran berbasis komputer terdapat berbagai model diantaranya model tutorial. Model tutorial merupakan program pembelajaran yang menggunakan sofware yang berisi antara lain: (1) penyajian informasi (presentation of information), (2) pertanyaan dan respon
(question of responses), (3) penilaian respon (judging of responses), (4) pemberian balikan
respon (providing feedback responses), (5) pengulangan (remidiation), (6) pengaturan pelajaran Sensory
register
Short-term store
Short term (Working memory)
Belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan umumnya diawali dengan observasi terhadap kejadian atau obyek berdasarkan konsep yang telah kita miliki. Menurut Liliasari (2002) konsep sebagai gambaran mental dari gejala alam mempunyai lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau obyek yang dinyatakan dengan suatu label. Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Namun secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Amin (1987) mendefinisikan konsep sebagai berikut (1) suatu gagasan yang relatif sempurna dan bermakna; (2) suatu pengertian tentang suatu obyek; (2) produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap obyek-obyek atau benda-benda melalui pengalamannya.
Liliasari (2002) mengemukakan konsep adalah sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non-contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakan satu atau lebih istilah yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan.
Konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh dimensi yang meliputi (1) atribut, yang berupa fisik ataupun fungsional, (2) struktur, yang menunjukkan keterkaitan antara atribut-atribut konsep, keterkaitan ini dapat konjungtif, disjungtif dan relasional; (3) keabstrakan, yang membedakan atas konkrit dan abstrak; (4) keinklusifan, yang menggambarkan luas atau sempitnya ruang lingkup suatu konsep; (5) keumuman, yang menggambarkan banyak (superordinat) atau sedikitnya (subordinat) hubungan suatu konsep dengan konsep lain, (6) ketepatan, yang menggambarkan kejelasan definisi suatu konsep sehingga mudah membedakan dari non-contoh; (7) kekuatan, menggambarkan pentingnya konsep berdasarkan pendapat umum
Dahar (1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya.
sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang paling tinggi atau batu-batu pembangunan (building block) berpikir manusia.Keberhasilan proses pembelajaran fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru dalam konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan dan penuh antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses tersebut dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih mudah. Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan, menghasilkan ingatan lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari sehingga proses recall lebih efisien.
No
Konsep Atribut Posisi
Contoh
Non
Contoh
Label Jenis Definisi Kritis Variabel Super
ordinat Koordinat Sub ordinat
1 Kristal Konsep
konkrit
Kristal mempunyai keteraturan letak ruang atom
 Kristal
 Keteraturan letak atom
Zat padat Amorf Cacat kristal Garam dapur, intan, cesium clorida, zinc sulfida
Belerang padat
2 Amorf Konsep
konkrit
Zat padat amorf yang susunan
 Tidak teratur
 Jenis atom
Zat padat Kristal Cacat kristal Belerang padat Garam dapur, intan, cesium clorida, zinc sulfida
3 Cacat kristal Konsep berdasarkan
 Tidak sempurna
 Jenis atom
4 Cacat titik Konsep berdasarkan prinsip
Cacat titik terjadi pada titik kisi tertentu
 Cacat titik
 Titik kisi tertentu
 Posisi titik kisi
Cacat kristal Cacat garis Cacat Schottky
Cacat Frenkel
Kekosongan (vacancy)
Sisipan (interstitial)
5 Cacat garis Konsep berdasarkan prinsip
Cacat garis terjadi pada sederetan titik kisi yang membentuk suatu garis
 Cacat garis
 Sederetan titik kisi
Cacat kristal Cacat titik Dislokasi tepi Dislokasi luar Kristal sempurna
6 Cacat bidang Konsep
berdasarkan prinsip
Cacat bidang
terjadi akibat ketidakteraturan arah atom dalam kristal
Cacat kristal Cacat titik Cacat batas
butir
Cacat batas butir Kristal
sempurna
7 Cacat ruang Konsep berdasarkan
 Ruang berpori
 Salah susunan atom
Cacat kristal Cacat bidang Cacat salah susun
Cacat salah susun Kristal sempurna
8 Kisi Konsep
abstrak
Kisi mempunyai susunan titik yang teratur dan periodik dalam ruang
 Kisi
 Susunan titik
 Teratur
Kisi segi panjang berpusat
9 Basis Konsep
 Disekitar titik kisi
Kisi bravais Sel satuan Vektor basis a, b, c
10 Sel primitif Konsep
abstrak
Sel primitif
merupakan sel satuan dengan hanya satu titik kisi per sel dan volume per sel
Geometri
kristal
Basis Sel satuan Kisi bujur sangkar Intan
11 Indeks millers Konsep abstrak
 Indeks Millers
 Sebuah bilangan
 Menyatakan indeks bidang
 Variasi bilangan
 Indeks bidang
Geometri kristal
Kisi kristal Indeks bidang (h k l)
(1 1 1)
12 Sinar-X Konsep
konkrit
13 Difraksi
sinar- Difraksi sinar-X
 Penyeberan
Sinar-X Interferensi Hukum Bragg
14 Kisi resiprokal Konsep berdasarkan
 Kisi resiprokal
 Vektor basis
15 Ikatan atom dalam kristal
 Dalam kristal
 Menyebabkan
Ikatan kimia Ikatan inti Gaya dan energi ikat
Ikatan ionik
Ikatan kovalen
Ikatan logam
Ikatan van der Waals
16 Gaya antar atom dalam kristal
Konsep abstrak
Gaya antar atom dalam kristal merupakan gaya tarik atau tolak antar atom-atom dalam kristal
 Gaya antar atom dalam kristal
 Gaya tarik
 Gaya tolak
 Antar atom dalam kristal
 Jenis gaya
 Terjadi antar atom dalam kristal
Ikatan kimia Energi ikat Gaya tarik dan gaya tolak
Gaya coulomb Gaya berat
17 Energi ikat atom
Konsep abstrak
Energi ikat atom energi minimum yang diperlukan untuk
memisahkan atom kejarak yang tak terbatas
Ikatan kimia Gaya antar atom
 Interaksi ion logam dan ion
Ikatan kimia Ikatan kovalen
Elektron valensi
Ikatan Na dengan Cl HCl
19 Ikatan
 Ikatan kovalen
 Penggunaan
Ikatan kimia Ikatan ionik Pemakaian atom bersamaan
20 Ikatan logam Konsep
 Terjadi akibat elektron bebas
 Melewati seluruh logam
 Jumlah elektron bebas
Ikatan kimia Ikatan kovalen
Elektron bebas Wolfram CH4
21 Ikatan van der Waals
Konsep berdasarkan prinsip
Ikatan Van Der Waals dihasilkan dari gaya tarik-menarik
coulombik antara ujung positif dari dipol dan ujung negatif dari dipol yang berdekatan
 Terjadi akibat gaya coulomb
 Interaksi ujung dipol yang berdekatan
 Besarnya gaya tarik
Ikatan kimia Ikatan logam Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen Ikatan kimia
22 Model
 Model elektron bebas
 Akibat beda potensial
 Jumlah elektron bebas
 Beda potensial
Elektron bebas
Model elektron bebas
Beda potensial Elektron dalam logam
23 Model
 Model elektron bebas klasik
24 Hantaran
Rapat arus drift merupakan
 Kecepatan arus listrik
 Medan listrik
 Besarnya kecepatan arus listrik
 medan listrik
Elektron
27 Kapasitas panas
Konsep berdasarkan prinsip
Kapasitas panas merupakan energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat sebesar 10 C
 Kapasitas panas
 Energi panas
 Menaikkan temperatur
 Sebesar 10 C
 Jenis energi panas
 Temperatur
Elektron bebas
Resistivitas Naiknya temperatur
28 Konduktivitas panas
Konsep berdasarkan prinsip
Konduktivitas panas merupakan kemampuan untuk
menghantarkan energi termis yang
 Konduktivitas panas
 Kemampuan menhantar-kan energi termis
 Melelui interaksi antar atom-atom
 Ukuran Kemampuan menghambat energi termis
 Interaksi atom-atom
Elektron bebas
Kapasitas panas
Interaksi atom-atom
29 Teori pita energi zat padat
Konsep abstrak
Teori pita energi zat padat merupakan keadaan pita konduksi dan pita valensi pada bahan
 Teori pita energi zat padat
 Pita konduksi
 Pita valensi
Isolator dan semi konduktor lubang pada pita valensi
 Pita konduksi
31 Konduktivitas listrik
Konsep berdasarkan prinsip
Konduktivitas listrik merupakan ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik
 Konduktivitas listrik
 Kemampuan suatu bahan
 Menghantarkan arus listrik
 Ukuran kemampuan bahan
 Arus listrik
Teori pita energi
Rapat keadaan
Pita energi pada
semikonduktor
Isolator
32 Efek Hall Konsep berdasarkan prinsip
Efek Hall
merupaan metode yang digunakan untuk
menentukan jenis pembawa muatan mayoritas
 Efek Hall
 Suatu metode
 Menentukan pembawa muatan
 Mayoritas
 Metode
 Pembawa muatan mayoritas
Teori pita energi
Konduktivitas listrik
dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel, tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah
(problem solving). Menurut Ennis dalam berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir
reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan (Costa. 1985).
Ennis (1994) meyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Berpikir kritis sebagai salah satu proses berpikir tingkat tinggi dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual IPA peserta didik sehingga merupakan salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi (Liliasari, 2002). Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yang vital dalam pedidikan modern sehingga para pendidik tertarik untuk mengembangkan berpikir kritis kepada siswa. Menurut Ennis (1994) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokan dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Indikator keterampilan berpikir kritis Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1. Memberikan penjelasan
sederhana (Elementery
clarification)
1.
memfokuskan pertanyaan 2. menganalisis argumentasi3.
bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang2. Membangun keterampilan dasar (Basic support)
1.
mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber)2.
mengobservasi danmempertimbangkan hasil observasi 3. Menyimpulkan (Inference)
1.
membuat deduksi danmempertimbangkan hasil deduksi 2. membuat induksi dan
mempertimbangkan induksi
3.
membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan4. Membuat pejelasan lebih lanjut (Advanced clarification)
1.
mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi2.
mengidentifikasi asumsi 5. Strategi dan taktik (Strategiesand tactics)
memberikan alasan, kebiasaan berhati-hati; (5) melaporkan berdasarkan pengamatan, melaporkan generalisasi eksperimen, mempertegas pemikiran, mengkondisikan cara yang baik; (6) menginterpretasikan pertanyaan; (7) menggeneralisasi, meneliti; (8) menerapkan prinsip yang dapat diterima, mempertimbangkan alternatif; (9) menentukan strategi terdefinisi, menentukan definisi materi subyek; (10) mengidentifikasi asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan, mengkonstruksi pertanyaan; (11) merumuskan masalah, memilih kriteria untuk mempertimbangkan penyelesaian, merumuskan alternatif penyelesaian, menentukan hal yang dilakukan secara tentatif, merangkum dengan mempertimbangkan situasi lalu memutuskan; (12) menggunakan strategi logis.
pendahuluan fisika zat padat, keterampilan berpikir kritis, teknologi informasi dan komunikasi, sistem adaptif. Asumsi penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat rendah disebabkan oleh karakteristik materi subyek yang bersifat abstrak dan submikroskopik. Untuk membantu mahasiswa menguasai konsep abstrak dan submikroskopik diperlukan media burupa multimedia interaktif. Multimedia yang ada sekarang cenderung mengasumsikan bahwa semua pengguna sama atau homogen. Kenyataannya mahasiswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Multimedia interaktif yang dikembangkan didasarkan pada perbedaan individu pengguna seperti gaya belajar. Salah satu gaya belajar yang dikenal dengan kesederhanaannya adalah VAK. Gaya belajar VAK menggunakan tiga penerima sensori utama, yakni visual, auditory dan
kinesthetic. Dalam menentukan gaya belajar seorang peserta didik dilihat dari gaya belajar yang
dominan. Gaya belajar VAK ini didasarkan atas teori modaliti, yakni meskipun dalam setiap proses pembelajaran peserta didik menerima informasi dari ketiga sensori tersebut, akan tetapi ada salah satu atau dua sensori yang dominan. Perbedaan gaya belajar ini sejalan dengan prinsip pengembangan permbelajaran berbasis komputer yaitu: (1) berorientasi pada tujuan pembelajaran, (2) berorientasi pada pembelajaran individual, (3) berorientasi pada pembelajaran mandiri dan (4) berorientasi pada pembelajaran tuntas.
Analisis konsep dan konsep
esensial
Program pembelajaran pendahuluan fisika zat padat yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis
Model Multimedia interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat
Penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat dan keterampilan berpikir kritis
mahasiswa calon guru fisika
Prinsip PBK berorientasip pada :
tujuan pembelajaran
pembelajaran individual
Multimedia interaktif adaptif Indikator KBK:
melaporkan berdasarkan pengamatan
menemukan persamaan dan perbedaan
menentukan definisi materi subyek
Gaya belajar mahasiswa
Visual, Auditorial dan Kinestetik
Karekter materi pendahuluan fisika zat padat yang abstrak dan submikroskopik
Pembelajaran berbasis komputer
Perilaku mahasiswa
Mulimedia interaktif
Mulimedia interaktif
Struktur kristal
yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan
(Gall et al, 2003). Secara umum penelitian pengembangan ini dilakukan dalam 3
tahapan yaitu: 1) tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan
deskriptif kualitatif, 2) tahap pengembangan desain model multimedia interaktif adaptif,
dilanjutkan dengan validasi ahli (expert judgement), revisi dan perbaikan, dilanjutkan
dengan ujicoba terbatas serta evaluasi dan perbaikan, 3) tahap evaluasi yang meliputi
implementasi model yang dibuat dengan metode eksperimen kuasi (pretest-posttest
control group design). Tahapan lengkap tahapan penelitian pengembangan seperti
Gambar 3.2.
1. Tahap Studi Pendahuluan
Pada tahap studi pendahuluan ini studi yang dilakukan dibedakan pada fokus kajian yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Studi literatur
Studi literatur dilakukan melalui kegiatan-kegiatan, yaitu: menganalisis kompetensi, materi esensial, analisis konsep dan keterampilan berpikir kritis
b) Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan melalui kegiatan, yaitu pengumpulan dokumen hasil belajar, metode, media, bahan ajar, teknik evaluasi, kegiatan praktikum
c) Deskripsi temuan
Deskripsi temuan dilakukan untuk mendeskrisikan hasil-hasil yang telah diperoleh
pada saat studi lapangan, memetakan hasil temuan dan menganalisis kelemahan
jelas model faktual dari perkuliahan pendahuluan fisika zat padat
2. Tahap Pengembangan Desain
Tahap pengembangan desain didahului dengan temuan draft desain awal multimedia interaktif adaptif meliputi antara lain (1) penyusunan materi zat padat dengan membuat analisis materi dan analisis konsep zat padat (2) penyusunan strategi pembelajaran dengan pemanfaatan multimedia interaktif adaptif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, (3) penyusunan instrumen evaluasi, yakni tes objektif, pedoman observasi, angket untuk dosen dan mahasiswa. Rancangan multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dan dinilai oleh ahli multimedia dan ahli konten fisika zat padat (expert judgement), selanjutnya dilakukan revisi dan perbaikan. Pada pengembangan program pembelajaran, uji coba terbatas dilakukan pada kelompok kecil mahasiswa. Kemudian dilakukan evaluasi dan penyempurnaan kembali sehingga dihasilkan model Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat final yang selanjutnya disebut MIA-PIZA.
3. Tahap Pengujian Model
2) Pelaksanaan tes awal, tes yang digunakan pada tes awal ini adalah tes
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis yang berbentuk pilihan ganda
3) Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model MIA-PIZA.
4) Melakukan observasi pelaksanaan perkuliahan pendahuluan fisika zat padat
5) Melaksanakan tes akhir, tes yang digunakan pada tes akhir ini sama dengan tes
yang digunakan pada tes awal
6) Memberikan angket untuk mengetahui tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap
model MIA-PIZA
7) Melakukan analisis dan evaluasi terhadap efektifitas MIA-PIZA ditinjau dari
ketercapaian tujuan penelitian
Draft desain model multimedia interaktif adaptif fisika zat padat Penyusunan perangkat
model perkuliahan multimedia interaktif
adaptif zat padat Judgement
pakar/ahli
Revisi
Evaluasi dan penyempurnaan
Model Multimedia Interaktif Adaptif
1. Tes awal
2. Implementasi model
3. Tes akhir
Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat
2. Tahap Pengembangan Desain
3. Tahap Pengujian Model
Menganalisis kompetensi, materi esensial, analisis konsep dan keterampilan
berpikir kritis
Hasil belajar, metode, media, bahan ajar,
teknik evaluasi, kegiatan praktikum
Deskripsi hasil, memetakan hasil
temuan, analisis kelemahan
Uji coba
Populasi penelitian seluruh mahasiswa calon guru fisika. Sampel dipilih dengan teknik
purposive sampling. Sampel ujicoba terbatas berjumlah 7 mahasiswa dan sampel implementasi
model berjumlah 73 mahasiswa yang dibagi ke dalam 2 kelas yaitu 37 kelas eksperimen dan 36 kelas kontrol.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:
a) Tes; tes ini digunakan untuk mengevaluasi penguasaan konsep-konsep fisika zat padat, keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran fisika zat padat berbasis mutimedia interaktif adaptif. Tes penguasaan konsep dan tes keterampilan berpikir kritis berbentuk pilihan ganda. Tes dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu diawal (tes awal) dan akhir (tes akhir).
b) Angket; angket digunakan untuk menjaring pendapat mahasiswa dan dosen tentang penggunaan model pembelajaran fisika berbasis mutimedia interaktif adaptif yang diterapkan dalam perkuliahan pendahuluan fisika zat padat.
c) Lembar observasi, untuk mengobservasi efektifitas proses pembelajaran di kelas
sesuai standar pembelajaran sains yang umum.
d) Lembar expert judgement, untuk memperoleh penilaian dan saran dan masukan dari
ahli tentang MIA-PIZA yang dibuat
Untuk mengetahui kualitas soal dilakukan analisis butir soal yang meliputi tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas. Item soal yang tidak memenuhi kriteria soal yang baik (kualitasnya rendah) maka soal tersebut direvisi.
a. Indeks Kesukaran Butir Soal
Uji indeks kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah. Indeks kesukaran butir didefinisikan sebagai persentase dari siswa yang menjawab benar. Indeks kesukaran (p) suatu butir tes ditentukan dengan rumus persamaan 1 (Mehrens & Lehmann, 1984):
% 100
× =
T R
p
...(1)
Keterangan; R = jumlah siswa yang menjawab benar butir tes; T = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran butir disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Kriteria Indeks Kesukaran Butir (Zainul, 1997)
Indeks Kesukaran Butir (%) Kategori 0 - 25 Sukar 26 - 75 Sedang 76 - 100 Mudah
dihitung menggunakan rumus persamaan 2:
………..(2)
Keterangan: D = indeks daya pembeda; pu = proporsi siswa kelompok atas yang menjawab
benar butir tes; pl = proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar butir tes
Kriteria untuk menentukan indeks diskriminasi butir disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Kriteria Indeks Diskriminasi Butir (Crocker & Algina, 1986) Indeks
Diskriminasi Kriteria
D ≥ 0,40 Butir soal berfungsi dengan baik
0,30 ≤ D ≤ 0,39 Sedikit atau tidak perlu ada revisi
0,20 ≤ D ≤ 0,29 Butir soal sedikit membedakan (marginal) dan perlu revisi
D ≤ 0,19 Soal sebaiknya dibuang atau direvisi secara utuh
a. Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas isi suatu instrumen asesmen yang akan digunakan dalam pembelajaran dilakukan validasi oleh dosen yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang yang akan diases. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik yakni korelasi point biserial. Hal ini dilakukan karena data skor soal (prediktor) merupakan data yang dikotomi, sedangkan data skor total tes (kriterium) merupakan data yang kontinum atau non dikotomi. Menurut Kaplan & Saccuzzo (2005), jenis koefisien korelasi yang digunakan menemukan hubungan antara variabel dikotomi dan variabel kontinu adalah korelasi
point biserial. Untuk menghitung korelasi point biserial digunakan rumus:
...(3)
Keterangan:
r
pbis= koefisien korelasi point biserial,
= rerata skor dari subyek yang menjawab benar untuk butir soal yang
akan dicari validitasnya,
= rerata skor total,
s
t= simpangan baku skor total,
p = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dimaksud,
q = proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal yang dimaksud.
Butir soal dikatakan valid jika skor setiap butir soal berkorelasi positif dengan skor totalnya dan hasil hitung rpbis (point biserial correlation) lebih besar dari rtabel pada taraf signifikansi 5%
(rpbis > rt(1-α)). Pada taraf signifikansi 5%, rt(1-α) = rt(1-5%) = rt(95%) dapat dilihat pada daftar Pearson
Product Moment Correlation Coefficient dengan derajat kebebasan df = N-2 (Guilford &
………(4)
Keterangan:
r
11= koefisien reliabilitas naskah tes
n = banyaknya butir soal
p
i= proporsi banyak subyek yang menjawab benar butir soal ke-i
q
i= proporsi banyak subyek yang menjawab salah butir soal ke-i
s
t2= varians skor total.
Untuk reliabilitas, kriteria dalam menginterpretasi derajat reliabilitas sebuah instrumen sebagai berikut:
Tabel 3.3. Kriteria Reliabilitas Instrumen (Ratumanan & Laurens, 2003)
Koefisien Reliabilitas Penafsiran
0,80 ≤ r derajat reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r < 0,80 derajat reliabilitas sedang r < 0,40 derajat reliabilitas rendah
E. Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instrumen penelitian ini dilakukan pada mahasiswa salah satu LPTK di Sumatera Selatan. Analisis hasil uji coba rancangan instrumen penelitian yaitu berupa tes pilihan ganda yang yang berjumlah 40 soal. Analisis yang dilakukan meliputi validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan, daya beda yang dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4. Dari hasil ujicoba instrumen terdapat 2 butir soal yang dibuang yaitu soal nomor 33 dan 35 karena tidak valid, mudah dan daya pembedanya jelek. Secara keseluruhan reliabilitas soal sebesar 0,89 dengan kriteria tinggi. Dengan demikian jumlah butir soal yang digunakan untuk tes awal dan tes akhir berjumlah 38 butir soal.
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan melalui model pembelajaran multimedia interaktif dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al, 2004) seperti persamaan 5:
e Max
e Post
S S
S S gain N
Pr Pr − − =
− ………..(5)
Nilai N-gain yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan Tabel 3.4. Tabel 3.4. Klasifikasi N-gain
Kategori Perolehan N-gain Keterangan N-gain > 0,70 tinggi 0,30 ≤ N −gain≤0,70 sedang
tidak berdistribusi normal.
b. Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif kategori SS (sangat setuju) diberi skor tertinggi, makin menuju ke STS (sangat tidak setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur menurun.
c. Data yang diperoleh dari hasil observasi dibuat persentase keterlaksanaan kegiatan-kegiatan perkuliahan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat.
Secara ringkas dapat disajikan hubungan variabel penelitian, instrumen yang digunakan, sumber data dan teknis analisis data yang dipakai sesuai dengan Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Matrik hubungan antara variabel, instrumen, sumber data dan teknik analisis data penelitian
Variabel Instrumen Sumber data Teknik analisis data
Studi
pendahuluan
Dokumentasi Dokumen Deskriptif kualitatif
Software MMI
Adaptif
Expert judgement Ahli MMI Ahli konten
Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif Ujicoba terbatas Angket Mahasiswa Deskriptif kualitatif Gaya Belajar Tes gaya belajar Mahasiswa Deskriptif kualitatif Penguasaan
konsep
Tes penguasaan konsep pilihan ganda
Mahasiswa Gain yang dinormalisasi Deskriptif kualitatif Kuantitatif
Keterampilan berpikir kritis
Tes keterampilan berpikir kritis pilihan ganda
Mahasiswa Gain yang dinormalisasi Deskriptif kualitatif Kuantitatif
Tanggapan mahasiswa
Angket tertutup Mahasiswa Skala likert
Deskriptif kualitatif Tanggapan dosen Angket tertutup Dosen Skala likert
Deskriptif kualitatif Efektivitas
pembelajaran
Lembar observasi Proses pembelajaran
dalam perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. A. Hasil Studi Pendahuluan
Tahap ini diawali dengan studi literatur yang meliputi analisis kompetensi, materi esensial, analisis konsep dan analisis indikator keterampilan berpikir kritis yang dapat dikembangkan pada model pembelajaran multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat. Kompetensi yang diharapkan dalam mata kuliah ini adalah agar mahasiswa menguasai pengetahuan tentang pendahuluan fisika zat padat yang meliputi struktur kristal, difraksi sinar- x oleh kristal, ikatan kristal, elektron bebas dalam kristal, teori pita energi, serta dapat mengaplikasikannya sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta relevan dengan tuntutan kompetensi dalam standar nasional pendidikan. Dari kompetensi tersebut kemudian dibuat analisis konsep seperti pada Tabel 2.1. Dari hasil analisis konsep dapat diketahui bahwa terdapat 32 label konsep dengan 4 konsep konkrit, 9 konsep abstrak dan 19 konsep yang berdasarkan prinsip. Indikator yang dikembangkan dalam penelitian ini berjumlah 7 dari 12 indikator keterampilan berpikir kritis menurut Liliasari (1997) yaitu: (1) melaporkan berdasarkan pengamatan, (2) menemukan persamaan dan perbedaan, (3) menentukan definisi materi subyek, (4) menerapkan prinsip yang dapat diterima, (5) menggeneralisasi, (6) mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, (7) menjawab pertanyaan tentang fakta.
Tahap selanjutnya adalah studi lapangan tentang pembelajaran pendahuluan fisika zat padat. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui proses perkuliahan pendahuluan fisika zat padat yang selama ini dilakukan di LPTK Negeri Sumatera Selatan. Dari hasil studi lapangan diketahui bahwa selama ini dosen mengajarkan materi pendahuluan fisika zat padat dengan metode ceramah, diskusi, penugasan dan jarang sekali menggunakan media dalam perkuliahan. Jarangnya media yang digunakan karena sulitnya memperoleh bahan ajar dalam bentuk sofware yang dapat digunakan untuk perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa hasil belajar fisika zat padat dalam enam tahun terakhir masih tergolong rendah seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hasil belajar pendahuluan fisika zat padat enam tahun terakhir
Rendahnya hasil belajar fisika zat padat tersebut salah satunya disebabkan kesulitan mahasiswa dalam memahami konsep-konsep fisika zat padat yang abstrak dan bersifat
58 56
53 56 55 61
0 20 40 60 80 100
2005 2006 2007 2008 2009 2010
H
a
si
l
b
e
la
ja
r
(%
)
pembelajaran pada fisika lanjut akan sangat membantu mahasiswa dalam memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak. Multimedia interaktif yang digunakan di dalam pembelajaran merupakan media yang sangat baik untuk meningkatkan proses belajar dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan, mengidentifikasi masalah, mengorganisasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi.
Sistem multimedia interaktif yang ada sekarang ini umumnya memberikan presentasi materi pembelajaran yang sama untuk setiap pengguna karena mengasumsikan bahwa karakteristik semua pengguna adalah homogen. Dalam kenyataannya, setiap pengguna mempunyai karakteristik yang berbeda-beda baik dalam hal tingkat kemampuan, gaya belajar, latar belakang atau yang lainnya. Oleh karena itu seorang pengguna multimedia interaktif ini belum tentu mendapatkan materi pembelajaran yang tepat dan akibatnya efektivitas pembelajaran tidak optimal. Seharusnya suatu sistem multimedia interaktif dapat memberikan materi pembelajaran yang tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuan pengguna, dan cara mempresentasikan materi pembelajarannya sesuai dengan gaya belajar pengguna. Dengan kata lain sistem multimedia interaktif seharusnya dapat mengadaptasikan berbagai variasi karakteristik pengguna, sehingga mempunyai efektivitas dan fleksibilitas pembelajaran yang tinggi. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan sistem multimedia interaktif adaptif. Penggunaan multimedia interaktif adaptif dalam pembelajaran dapat: (1) menampilkan alternatif halaman yang sesuai dengan karakteristik individu, (2) berorientasi pada kelompok pengguna yang lebih luas, (3) memberikan navigasi untuk mempermudah pengguna dalam mencari informasi.
B. Hasil Pengembangan Desain
Tahap pengembangan desain didahului dengan membuat rancangan awal model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat. Rancangan awal ini sebagai panduan dalam mengembangkan MMI adaptif terutama dalam menyusun storyboard. Secara ringkas rancangan awal model tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rancangan awal model multimedia interaktif pendahuluan fisika zat padat
No Menu Program Penjelasan
1 Petunjuk Berisi tentang panduan penggunaan software yang terdiri dari simbol-simbol untuk mengoperasikan program.
2 Kompetensi Memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah menempuh mata kuliah pendahuluan fisika zat padat
4 Tes Gaya Belajar Terdiri dari kusioner berisi 25 pertanyaan yang harus diisi oleh mahasiswa sebelum masuk ke materi pendahuluan fisika zat padat. Kuisioner ini secara otomatis akan mengelompokkan mahasiswa kedalam 3 kelompok gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik
Visual
Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar, presentasi, simulasi dan animasi yang auto run
Auditorial
Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar, audio, simulasi dan animasi dengan mengurangi teks yang kurang esensial dan menggantinya dengan penjelasan secara audio
Kinestetik
Terdiri dari 5 pokok bahasan pendahuluan fisika zat padat yang disajikan dalam bentuk teks, gambar presentasi, simulasi dan animasi dengan tombol navigasi yang harus dijalankan sendiri oleh mahasiswa
5 Evaluasi Terdiri dari 15 soal pilihan ganda untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa dalam menggunakan MMI adaptif
Selanjutnya dilakukan penyusunan perangkat model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat berupa pembuatan storyboard sebagai panduan dalam mengembangkan
pendahuluan fisika zat padat. Draf model multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat merupakan hasil awal yang belum divalidasi oleh ahli. Beberapa contoh tampilan multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat ditunjukkan pada Gambar 4.3.
(a)
(b)
Gambar 4.3. (a) Menu awal (b) Contoh menu materi 1. Hasil Validasi Ahli Model MIA-PIZA
sudah cukup tinggi dengan rerata 88% dari skor ideal.
Tabel 4.2. Penilaian ahli terhadap draf software multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat
No Aspek Kriteria %A1 %A2 %
Rerata 1 Isi kebenaran konsep 100
100
100
kedalaman konsep 100
100
100
keluasan konsep 100
67
83
pemecahan masalah 67
67
67
struktur penyajian 100
100
100
aliran penyajian 100
100
100
kabahasaan tulis 100
100
100
kebahasaan narasi 100
100
100
2 Teknis tautan menu & sub-menu 67
67
67
navigasi tautan (link) 67
67
67
bantuan 100
100
100
pilihan jawaban pada soal 100
100
100
elemen-elemen media 100
67
83
keinteraktifan 67
67
67
keadaptifan 100
100
100
kemudahan bagi
pengguna
100
67
83
3 Penyajian kejelasan 67
67
67
relevansi 100
100
100
pengorganisasian 100
100
100
kemenarikan 100
67
83
keyakinan 100
67
83
kepuasan 100
67
83
hasil 100
67
83
tindak lanjut 100
100
100
Keterangan : A1 (Ahli 1), A2 (Ahli 2), A3 (Ahli 3 tidak memberikan skor hanya
memberikan saran)
Selain memberikan skor, ahli juga memberikan saran untuk perbaikan software MMI adaptif yang dibuat yaitu sebagai berikut: (1) pada bagian petunjuk harus dapat link kebagian yang lainnya, (2) tambahkan contoh soal penyelesaian masalah, (3) tambahkan tes dalam bentuk essay, (4) perlu ditambahkan rangsangan yang sesuai dengan gaya belajar mahasiswa, (5) perlu diperiksa ulang simulasi-simulasi ada yang masih kosong, kemungkinan terlalu berat atau broken link, (6) musik monoton, hanya satu lagu untuk semua topik. Semua saran dari ahli
2011 dengan diikuti oleh 7 orang mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam ujicoba ini berupa angket tanggapan mahasiswa terhadap MMI Adaptif. Hasil ujicoba MMI Adaptif secara terinci tanggapan mahasiswa terhadap software multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Persentase skor tanggapan mahasiswa terhadap software multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat untuk pokok bahasan
No Aspek
% skor pokok bahasan
A B C D E
1 Petunjuk mudah dipahami 89 79 86 86 89 2 Tes gaya belajarnya mudah
dimengerti 82 86 86 82 86
3 Tampilan MMI Adaptif menarik 86 86 82 89 89 4 Isi MMI Adaptif menarik 89 86 89 86 89 5 Materinya mudah dipahami 86 86 86 79 82 6 Gambar/animasi/video mudah
dipahami 82 82 79 79 79
7 MMI Adaptif mudah dioperasikan 86 86 86 96 86 8 Tautan (link) bekerja dengan baik 93 93 89 86 89 9 Audio dapat didengar dengan jelas 93 93 86 93 93 10 Tombol navigasinya berfungsi
dengan baik 93 93 93 96 96
Rerata 88 87 85 87 88
Keterangan : A(Struktur kristal), B(Difraksi sinar-X, C(Ikatan kristal), D(Elektron bebas, E(Teori pita energi)
Dari Tabel 4.3. terlihat bahwa persentase tanggapan mahasiswa terhadap software yang dikembangkan cukup tinggi yaitu rerata 87% dari skor ideal. Hal ini menunjukkan bahwa
software tersebut sudah dapat dipergunakan, meskipun perlu ada revisi dan perbaikan sesuai
saran dan masukan dari mahasiswa.
Selain memberikan skor terhadap software, mahasiswa juga memberikan saran dan masukan untuk perbaikan software yang dikembangkan. Saran dan masukan mahasiswa adalah sebagai berikut: (1) silabus dan SAP tidak dapat dibuka, (2) terdapat video yang tidak tampil pada komputer, (3) tulisan dan gambar pada beberapa tampilan terlalu kecil, (4) pada materi elektron bebas dalam logam simulasi yang menggunakan program java tidak bisa dijalankan, (5) terdapat beberapa tulisan yang salah ketik. Setelah ujicoba terbatas dilakukan revisi dan penyempurnaan akhir software MMI Adaptif pendahuluan fisika zat padat sesuai dengan saran dan masukan dari pengguna (mahasiswa) sehingga diperoleh Multimedia Interaktif Adaptif Pendahuluan Fisika Zat Padat yang selanjutnya disebut MIA-PIZA seperti Tabel 4.4.
panduan pengisian MMI Adaptif yang berkaitan dengan tes gaya belajar.
2 Kompetensi Memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah menempuh mata kuliah pendahuluan fisika zat padat
3 Silabus dan SAP Memuat silabus yang merupakan garis-garis besar perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. SAP berisi tentang apa yang harus dilakukan dosen dan mahasiswa pada perkuliahan pendahuluan fisika zat padat pada tiap perkuliahan. Silabus dan SAP dibuat dalam file pdf agar dapat didownload dan dapat diprint
4 Tes Gaya Belajar Terdiri dari kusioner berisi 25 pertanyaan yang harus diisi oleh mahasiswa sebelum masuk ke materi pendahuluan fisika zat padat. Kuisioner ini secara otomatis akan mengelompokkan mahasiswa kedalam 3 kelompok gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik. Setelah kita klik gaya belajar hasil tes,
software secara otomatis langsung mengarahkan ke
dalam pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar hasil tes.
Visual
Struktur materi yang dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami kerangka materi perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. Pada bagian kanan program terdapat menu 5 pokok bahasan yang link kepokok bahasan masing-masing. Pokok bahasan disajikan disajikan dalam bentuk teks, gambar, presentasi, simulasi dan animasi yang auto
run. Dilengkapi juga contoh soal dan problem set
pada tiap-tiap pokok bahasan dalam bentuk essay untuk melatih mahasiswa dalam belajar pendahuluan fisika zat padat
perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. Pada bagian kanan program terdapat menu 5 pokok bahasan yang link kepokok bahasan masing-masing. Pokok bahasan disajikan disajikan dalam bentuk teks, gambar, audio, simulasi dan animasi dengan mengurangi teks yang kurang esensial dan menggantinya dengan penjelasan secara audio. Dilengkapi juga contoh soal dan problem set pada tiap-tiap pokok bahasan dalam bentuk essay untuk melatih mahasiswa dalam belajar pendahuluan fisika zat padat
Kinestetik
Struktur materi yang dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami kerangka materi perkuliahan pendahuluan fisika zat padat. Pada bagian kanan program terdapat menu 5 pokok bahasan yang link kepokok bahasan masing-masing. Pokok bahasan disajikan disajikan dalam bentuk teks, gambar presentasi, simulasi dan animasi dengan tombol navigasi yang harus dijalankan sendiri oleh mahasiswa. Dilengkapi juga contoh soal dan problem set pada tiap-tiap pokok bahasan dalam bentuk essay untuk melatih mahasiswa dalam belajar pendahuluan fisika zat padat
5 Evaluasi Terdiri dari 15 soal pilihan ganda untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa dalam menggunakan MMI adaptif. Mahasiswa harus mengerjakan evaluasi yang telah disediakan dengan cara meng-klik tombol pilihan jawaban. Pada akhir evaluasi secara otomatis disajikan skor mahasiswa dengan rekomendasi, jika telah memenuhi ketuntasan minimum yang ditentukan maka mahasiswa mendapatkan rewards berupa dapat secara otomatis mendownload seluruh materi pendahuluan fisika zat padat dalam bentuk file pdf. Sementara bagi mahasiswa yang belum mencapai ketuntasan minimum yang ditentukan secara otomatis mengarahkan mahasiswa pada menu mengulang evaluasi sampai mencapai ketuntasan yang diharapkan
C. Hasil Pengujian Model Multimedia Interaktif Adaptif
akhir untuk mengukur hasil belajar pendahuluan fisika zat padat yang telah dipelajari. Instrumen tes akhir yang digunakan sama dengan instrumen untuk tes awal. Pengujian ini dimaksudkan untuk menguji efektivitas model yang dikembangkan dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa serta untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan model yang dikembangkan.
Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian pengembangan model pembelajaran multimedia interaktif adaptif dan model pembelajaran dengan bahan ajar lain untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada mata kuliah pendahuluan fisika zat padat yang meliputi data (1) profil gaya belajar mahasiswa, (2) hasil belajar pendahuluan fisika zat padat secara umum, (3) hasil tes penguasaan konsep pendahuluan fisika zat padat, (4) hasil tes keterampilan berpikir kritis, (5) hubungan pokok bahasan dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa, (6) hasil observasi keterlaksanaan RPP perkuliahan pendahuluan fisika zat padat (7) tanggapan mahasiswa dan dosen terhadap MMI adaptif yang dikembangkan.
1. Profil Gaya Belajar Mahasiswa
Implementasi perkuliahan didahului dengan menjaring gaya belajar mahasiswa. Multimedia interaktif adaptif pendahuluan fisika zat padat yang dikembangkan berdasarkan gaya belajar mahasiswa yang meliputi gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Instrumen gaya belajar yang dipakai berjumlah 25 pertanyaan yang diadaptasi dari Rose (1987). Hasil tes gaya belajar mahasiswa dapat dilihat seperti Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Profil gaya belajar mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
Berdasarkan Gambar 4.4. persentase gaya belajar terbanyak kelas eksperimen pada gaya belajar visual 43% dan kelas kontrol juga pada gaya belajar visual 50%. Untuk gaya belajar terendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu gaya belajar kinestetik masing-masing 27% dan 19%. Profil gaya belajar tiap gaya belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Kelas Eksperi
men, Auditori
al, …
27%
Kelas Eksperi
men, Visual,
Kelas Eksperimen
Auditorial
Kinestetik
Visual
Kelas Kontrol, Auditori al, 31%,
31%
19%
Kelas Kontrol,
Visual, 50%,
Kelas Kontrol
Auditorial
Kinestetik