• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak dan Kewajiban Pekerja atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Perjanjian Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Hak dan Kewajiban Pekerja atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Perjanjian Kerja"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HAK DAN KEWAJIABAN PEKERJA ATAS JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DALAM PERJANJIAN KERJA

A. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan sosial merupakan salah satu instrumen untuk mencegah dan menanggulangi risiko-risiko. Risiko-risiko yang dicakup oleh jaminan sosial pun terbatas, yaitu hanya di bidang ekonomi saja. Drs. Harun Alrajid mengemukakan bahwa jaminan sosial merupakan suatu perlindungan kesejahteraan masyarakat yang diselenggarakan atau dibina oleh pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan taraf hidup rakyat1.

Menurut Agusmindah, bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan bagi pekerja yang berkaitan dengan penghasilan berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan sesorang tidak dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis2. Pengertian ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di sektor formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja dan pengusaha yang menyetorkan porsi iuran secara berkala.

1 Harun Alrasjid, ,Program Jaminan Sosial Sebagai Salah Satu Usaha Penanggulangan Masalah Kemiskinan di Indonesia, 1978 hlm. 91.

2 Agusmindah. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia Indonesia.

Jakarta, 2010, hlm. xi

(2)

Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial sebagai dasar teknik jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan bahwa jaminan sosial adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak3. Serangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi diri dan keluarga dari suatu risiko ekonomi maupun fisiologi adalah dengan turut serta pada asuransi sosial.

Jaminan sosial ketenagakerjaan adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang di alami oleh tenaga kerja. Kemudian dapat disebut pula sebagai upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada di lingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini ialah tenaga kerja dan pengusaha.

3 Vladimir Rys, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011 hlm. 23

(3)

2. Sejarah Pembentukan Jaminan Sosial

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang JAMSOSTEK. Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT JAMSOSTEK sebagai badan penyelenggara JAMSOSTEK.. Program ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi

(4)

tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011.

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan

(5)

Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program BPJS Ketenagakerjaan, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 20154.

BPJS Ketenagakerjaan merupakan upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja terutama yang berada dilingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak yakni tenaga kerja dan pengusaha.

Program jaminan sosial pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh kondisi penduduk yang mempengaruhi pembangunan kependudukan5.

Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja6 .dengan sendirinya memberikan suatu hak dan kewajiban bagi perusahaan dan tenaga kerja,

Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 Program yakni Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JK).

4 https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/page/profil/Sejarah.html. pada tanggal 3 Okt 2020 02:36:03

5 Sentanoe Kertonegoroe, Jaminan Sosial Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1984, hal. 173.

6 https://id.wikipedia.org › wiki › BPJS_Ketenagakerjaan, di undah 13 Sep 2019

(6)

Sejak ditetapkannya Undang-Undang BPJS, pada tanggal 1 Januari 2014 pemerintah mengubah PT.Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan sesuai perintah dari Undang-Undang BPJS tersebut7

B. Perjanjian Kerja

Berdasarkan pasal 1313 KUHPerdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu oang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”, pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang mengambarkan adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarya tidak begitu lengkap tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri pada pihak lain8.

Pengertian ini seharusnya menerangkan juga tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri tentang suatu hal tertentu, artinya kalau hanya disebutkan bahwa satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain, maka tampak seolah-olah yang di maksud hanyalah pejanjian sepihak,

Para pihak dalam melakukan perjanjian, perlu memperhatikan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian pada pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian dibutuhkan empat syarat9:

7 Asih Eka Putri. Paham BPJS, Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta, 2015, hlm 17

8 Ahmadi Miru, dan Sakka Patti. Hukum Perikatan Penjelasan makna Pasal 1233-1456, Rajawali Press, Depok 2018, Hlm 64

9 Neng Yani Nurhayany. Hukum Perdata,CV Pustaka Setia, ,Bandung 2015, Hlm 214

(7)

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (agreement/consensus) b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity)

c. Suatu hal tertentu (certainty of term) d. Suatu sebab yang halal (consideration)

Jika para pihak melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur pada huruf a dan b, perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan dalam arti, perjanjian tersebut harus dimintakan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang, sedangkan jika para pihak melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur pada huruf c dan d, perjanjian kerja tersebut batal demi hukum. Suatu perjanjian yang batal demi hukum adalah suatu perjanjian yang secara yuridis tidak berlaku bagi para pihak tanpa diperlukan upaya dari salah satu pihak untuk meminta pembatalan perjanjian tersebut.

Artinya bahwa syarat syarat perjanjian merupakan suatu kewajiban yang patut di patuhi dari berbagai pihak yang mana setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebuat. Seperti syarat pertama adanya kesepakatan antara pihak, kesepakatan adalah persesuaian peryataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Syarat kedua kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang, seperti kutipan Pasal 1329 dinyatakan “ tiap orang berwenang untuk membuat perikatan kecuali jika dinyatakan tidak cakap untuk

(8)

hal itu”. Kecakapan bertindak adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum sehingga menimbulkan akibat hukum10.

Adanya suatu hal tertentu artinya hal-hal yang diperjanjikan adalah hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Syarat ketiga ini merupakan objek dari perjanjian yang di perjanjikan, objek perjanjian yaitu prestasi, prestasi yang di maksud terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu .sebagaiman terdapat dalam Pasal 1333 KUHPerdata “ suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa barang yang sekurang-kurangnya di tentukan jenisnya. Jumblah barang itu tidak perlupasti, asal saja jumblah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung” dan syarat ke empat adanya causa yang halal11, secara harafia dapat di simpulkan bahwa dalam melakukan perjanjian objek yang di perjanjikan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, kepentingan umum dan undang;undang.

Perjanjian kerja ialah perjanjian yang dilakukan antara majikan /pengusaha/perusahaan dan pekerja, sebagai sumber dari adanya hubungan kerja12. Dengan memperhatikan syarat syarat sahnya perjanjian yang tedapat dalam pasal 1320 KUHPertada

Perjanjian kerja yang dalam Bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut :

10 Ahmadi Miru, dan Sakka Patti, op.cit.,215,218

11 Ahmadi Miru,dan Sakka Patti,op.cit.,220,222

12 A Ridwan Halim, pengantar hukum Indonesia dalam Tanya jawab,Ghalia Indonesia, Bogor 2008, hlm,107

(9)

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu sebagai buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya /bekerja pada pihak lainnya sebagai majikan dengan mendapatkan upah selama waktu tertentu”.

Perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Menurut Pasal 1 angka 14 :

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban para pihak”.

Pengertian normatif tersebut di atas, para Pakar Hukum Perburuhan Indonesia juga memberikan pengertian perjanjian kerja.

Imam Soepomo, menyatakan bahwa 13:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah”.

“Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan” perjanjian mana yang ditandai oleh ciri-ciri, adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya hubungan diperatas (dierstverhanding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain (buruh)”.

13 Imam Soepomo, HukumPerburuhanBagianPertamaHubunganKerja, PPAKRI Bhayangkara, Jakarta, 1968 , hlm. 57

(10)

Perjanjian kerja ada juga pendapat R. Subekti, menyatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah14 :

“Perjanjian kerja itu adalah suatu perjanjian antara orang perorang pada satu pihak dengan pihak lain sebagai majikan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapatkan upah”.

Pengertian-pengertian di atas maka perjanjian kerja adalah suatu perbuatan hukum antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan/pemberi kerja, yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

Perjanjian kerja berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjaian kerja waktu tertentu (PKWT), dan Perjanjian waktu tidak tertentu (PKWTT).

PKWT didasarkan pada jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu, dan hanya untuk jenis pekerjaan yang akan selesai pada waktu tertentu. Jenis pekerjaan PKWT meliputi:

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.

3. Pekerjaan yang bersifat musiman.

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

14 R. Subekti. Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1977 , hlm. 63

(11)

PKWT dibuat untuk karyawan kontrak, PKWTT diperuntukkan bagi karyawan tetap dan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap dan terus-menerus.

PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Jika perjanjiannya tak tertulis, perusahaan wajib membuat surat pengangkatan pekerja.15

Kedua perjanjian tersebut berikut merupakan perbedaan antar PKWT dan PKWTT

Untuk PKWT, Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 59 ayat 4 dijelaskan bahwa paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.

15 https://www.gadjian.com/blog/2018/04/18/4-hal-yang-perlu-diperhatikan-saat-membuat-perjanjian- kerja/ di undah pada tanggal 14 Nov 2020 04:28:53

(12)

Perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara tertulis. Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang mana perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan16.

PKWT Dalam Pasal 57 UU No.13/2003 ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai PKWTT.

Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis PKWTT dengan pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan ini berdasarkan pasal 63 Undang –Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 63

(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan :

a. nama dan alamat pekerja/buruh;

b. tanggal mulai bekerja;

c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah.

16 https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/kontrak-kerja. pada tanggal 10 Nov 2020 02:53

(13)

PKWTT, memang tidak harus dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerjanya.

Berdasarkan pasal 51 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perjanjian dapat dilakukan secara tertulis dan lisan. pada dasarnya demi kepastian hukum, kesetaraan hukum, dan kejelasan maksud dari para pihak, perjanjian kerja itu sebaiknya dilakukan secara tertulis,

Namun berhubung situasi dan kondisi hubungan kerja yang demikian bervariasi dimasyarakat,maka dalam keadaan tertentu perjanjian kerja itu boleh didakan secara lisan.

Adapun keadaan tertentu itu misalnya;

- Dalam hal yang mau dipekerjakan itu adalah para pekerja yang buta aksara,atau/dan

- Dalam hal hubungan kerja tersebut berlangsung pada sektor kerja yang informal.

PKWTT diperuntukan bagi Pekerja tetap sedangkan PKWT bagi pekerja kontrak, Perjanjian kerja yang terjadi dalam perusahaan CV. Bahari Aru Permai yaitu perjanjian pekerja kontrak dan perjanjian kerja harian lepas, dengan demikian dalam pemenuhan hak-hak pekerja perusahaan perusahaan tidak dan/atau melaksanakan sepenuhnya, karena jenis perjanjian kerja harian lepas tidak di muat dalam suatu kontrak yang secara tertulis dan memuat hak-hak pekerja, tetapi para pekerja/buruh yang dengan jenis perjanjian kerja harian lepas,

(14)

dalam melakukan pekerjaan telah bertahun-tahun dan dapat dikatakan sebagai pekerja utama dalam perusahaan.

CV. Bahari Aru Permai dalam mempekerjakan pekerja dengan jenis perjanjian kerja harian lepas tidak terlepas dari hak-hak untuk di daftarkan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Karena menurut ketentuan Peraturan perundang- undangan perjanjian kerja harian lepas bagian dari PKWT

Ketentuan mengenai PKWT diatur dalam UUK dari Pasal 56 s.d Pasal 59, yang mana Pasal 59 yaitu pada ayat (8) disebutkan bahwa: “Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri”.

Ketentuan inilah yang kemudian mendasari terbitnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (KEPMEN No. 100 Tahun 2004).

KEPMEN No. 100 Tahun 2004 tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai PKWT, yang di dalamnya mengatur juga mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas. Dengan demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari PKWT yang tercantum Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004. Namun demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas ini mengecualikan beberapa ketentuan umum PKWT, yang mana dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:

(15)

1. Perjanjian kerja harian lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran

2. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan

3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut;turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT

Sehingga itu pekerja pada CV. Bahar Aru Permai yang dengan jenis perjanjian kerja harian lepas dapat beralih menjadi PKWT dan Pekerja pada CV.

Bahari Aru Permai wajib bagi Perusahaan untuk didaftarkan pada pada BPJS Ketenagakerjaan.

Dengan demikian perjanjian kerja adalah suatu perbuatan hukum antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan/pemberi kerja, yang memuat syarat, hak dan kewajiba para pihak

Perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja dimana satu pihak dengan pihak yang lain, dalam hubungan kerja maka pekerja/buruh dan pengusaha/majikan masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus di penuhi, yang mana satu pihak memiliki hak dan pihak yang lain berkewajiban memenuhinya, begitu pun sebaliknya, satu pihak berkewajiban memenuhi hak pihak lainnya.

(16)

C. Hak Dan Kewajiban Pekerja Dan Pengusaha/Perusahaan

Dalam pembangunan nasional peran tenaga kerja sangat penting, sehingga perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh17.

Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti membicarakan hak-hak asasi, maupun hak bukan asasi. Hak bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi18.

Hak adalah sesuatu yang didapatkan atau diterima seseorang jika telah melakukan serangkaian kegiatan. Hak bisa dimiliki setelah melaksanakan kewajiban. Yang artinya hak dan kewajiban merupakan tibal balik dari suatu perstasi yang harus di penuhi, dimana salah satu pihak berkewajiban melakukan suatu prestasi dan pihak lain wajib memenuhi prestasi.

Kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian umumnya disebut dengan prestasi. Prestasi menurut Soebekti sebagaimana dikutip Lalu Husni, yaitu suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban- kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak yang diperolehnya, dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajibankewajiban juga memperoleh hak-hak yang

17 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Cet. 2, Jakarta, Sinar Grafika, 2011 hal. 14

18 Ibid., hal. 15

(17)

dianggap sebagai kebalikannya kewajiban kewajiban yang dibebankan kepadanya19.

Uraian di atas dapat diartikan sebagai mana apa yang menjadi hak buruh akan menjadi kewajiban majikan, dan sebaliknya hak majikan adalah kewajiban buruh.

1. Hak dan kewajiban pekerja/buruh a. Hak Tenaga Kerja

Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status seseorang. Hak berarti milik atau kepunyaan. Hak bisa diartikan sebagai kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau dapat juga di sebut hak adalah sesuatu yang didapatkan atau diterima seseorang jika telah melakukan serangkaian kegiatan. Hak bisa dimiliki setelah melaksanakan kewajiban

Hak-hak tenaga kerja dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :

1) Hak atas upah yang layak (pasal 88-98 2) Hak atas tunjangan (pasal 99-101) 3) Hak untuk istirahat dan cuti (pasal 79)

4) Hak untuk menikmati hari libur dan uang lembur (pasal 77)

19 Zainal asikin, agusfian wahab, lalu husni Zaeni Asyhadie, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta PT.raja grafindo persada, 2010, hal 78.

(18)

5) Hak kebebasan berserikat (pasal 104) 6) Hak untuk melaksanakan ibadah (pasal 80) 7) Hak untuk melakukan mogok kerja (pasal 137) 8) Hak atas kesehatan dan keselamatan kerja (pasal 86) 9) Hak atas diperlakuan yang sama (pasal 5)

10) Hak atas pesangon bila di PHK (pasal 156) b. Kewajiban Tenaga Kerja

Kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa, yang seharusnya dilakukan oleh seorang karna kedudukan atau statusnya20. Tenaga kerja pun mempunyai kewajiban dalam menjalankan tugasnya, antara lain;

1) Wajib mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di perusahaan yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang, perjanjian atau kebiasaan yang layak.

2) Wajib melaksanakan tugas dan segala kewajibannya secara layak dalam arti menurut kapatutan dan kepantasan baginya untuk bertindak menurut keperluannya.

3) Wajib menjaga rahasia perusahaan.

4) Wajib melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana telah di perjanjikan sebelumnya menurut kemampuannya.

20 Lulu Husai, pengantar hukum ketenagakerjaan Indonesia,Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2003, hal 64

(19)

2. Hak dan kewajiban pengusaha/perusahaan a. Hak majikan/pengusaha

1) Berhak atas hasil pekerjaan

2) Berhak untuk memerintah/mengatur tenaga kerja

3) Berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh (pasal 150)

b. Kewajiban majikan/pengusaha

1) Memberikan ijin kepada pekerja untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya

2) Dilarang memperkerjakan pekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan

3) Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki-laki/perempuan 4) Bagi perusahaan yang mempekerjakan 25 orang pekerja atau lebih

wajib membuat peraturan perusahaan

5) Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi.

6) Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.

7) Wajib mengikutsertakan pekerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan sebagai jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja.

(20)

Hak pekerja merupakan kewajiban pengusaha, begitu pula sebaliknya, dalam implementasinya CV. Bahari Aru Permai telah memenuhi hak ketenagakerjaan tetapi tidak sepenuhnya seperti yang sudah di bahas sebelumnya bahwa perkeja pada CV. Bahari Aru Permai wajib di daftarkan dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Hak pekerja untuk di ikut sertakan dalam BPJS ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha yang harus di penuhi. BPJS ketenagakerjaan menjalankan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian

D. Berakhirnya Hubungan Kerja

Bersasarkan pasal 61 ayat 1 Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian berakhir apbila :

a. Pekerja meninggal dunia

b. Beakirnya jangka wakt perjanjian kerja

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau,

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat

(21)

berakirnya hubungan kerja. Adanya keaaan atau kejadian tertentu artinya keaaan atau kejadian tertentu seperti bencana alam, kerusuhan sosial/ ganguan keamanan

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan dampak PHK sebagai akibat pelanggaran ketentuan perjanjian kerja bersama antara pengusaha atau majikan dengan pekerja atau buruh tersebut biasanya

Tugas Akhir Penulisan Hukum dengan Judul “Pemenuhan Hak Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Pada Pekerja Atau Buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) (Studi

Apabila perusahaan membayar upah pekerja yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan dan pemberi kerja, maka merugikan pekerja karena upah tersebut

Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, dimana ditandai dengan adanya upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan

Penelitian ini berjudul Pemutusan Hubungan Kerja dan Hak-Hak Pekerja Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, penelitian ini memiliki tiga tujuan Berdasarkan rumusan

Pengertian perjanjian kerja menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerlijke Wetbook) terkesan hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh/pekerja yang mengikatkan diri

Tugas Akhir Penulisan Hukum dengan Judul “Pemenuhan Hak Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Pada Pekerja Atau Buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) (Studi

Hak dan kewajiban pengusaha a Hak pengusaha 1 Mendapatkan tenaga atau jasa keryawan/buruh Pasal 85 ayat 2 dan 3 2 Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja atau buruh untuk bekerja pada