• Tidak ada hasil yang ditemukan

KHILDA NUR LAILA-FST

N/A
N/A
Veltasea

Academic year: 2025

Membagikan "KHILDA NUR LAILA-FST"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI KOMPOS SAMPAH ORGANIK DALAM BIOPORI MENGGUNAKAN Effective Microorganism 4 (EM

4

)

SKRIPSI

KHILDA NUR LAILA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

(2)

OPTIMASI KOMPOS SAMPAH ORGANIK DALAM BIOPORI MENGGUNAKAN Effective Microorganism 4 (EM

4

)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

KHILDA NUR LAILA 1112096000035

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Khilda Nur Laila. Optimasi Kompos Sampah Organik dalam Biopori menggunakan Effective Microorganism 4 (EM4). Dibimbing Oleh Ova Candra Dewi dan Hendrawati.

Sampah sudah menjadi permasalahan global yang melanda seluruh dunia dan telah menjadi penyebab terjadinya berbagai bencana, termasuk sampah domestik. Salah satu solusi dalam penanganan sampah domestik dapat dilakukan melalui tindakan pengomposan dengan menggunakan lubang resapan biopori. Pengomposan dalam lubang resapan biopori dapat dioptimalkan dengan penambahan aktivator EM4

(Effective Microorganism 4). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh aktivator EM4 terhadap lama waktu pengomposan sampah organik domestik dan kandungan unsur hara dari kompos yang dihasilkan. Perlakuan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi variasi penambahan EM4, yaitu 0 (kontrol); 0,2; 0,4; 0,6;

0,8; 1; 1,6% dan penambahan gula pasir. Parameter kualitas kompos yang diuji meliputi nilai pH, kadar air, rasio C/N, total C organik, N total, P total, dan kadar K.

Hasil menunjukkan bahwa pembuatan kompos sampah organik domestik dengan penambahan EM4 0,8; 1; dan 1,6% mengalami proses dekomposisi selama 9 hari.

Kualitas kompos sampah organik domestik yang sesuai dengan standar kualitas kompos menurut SNI adalah kompos dengan konsentrasi EM4 1,6% yang memiliki nilai pH 6,80; kadar C-organik 9,86%; kadar N total 0,5059%, kadar C/N 19,49, kadar P total 0,3534% dan kadar K total sebesar 2,3352%.

Kata kunci: Biopori, Kompos, Konsentrasi Effective Microorganism 4, Sampah Domestik

(7)

ABSTRACT

Khilda Nur Laila. Optimization Organic Waste Compost in Biopore Infiltration Hole using Effective Microorganism 4 (EM4). Supervised by Ova Candra Dewi dan Hendrawati.

Solid waste has always been one of the global issues in the world and has been the cause of various disasters due to the environmental damage it caused. One of solution in handling organic household waste is using biopore infiltration hole. Composting process in biopore infiltration hole can be optimalized by adding Effective Microorganism 4 (EM4) activator. The purpose of this research is to know the effect of EM4 additions on the composting time of organic household waste and nutrient content the compost produced. The treatments to be used in this research include variation of EM4 concentration 0 (control); 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,6% with the addition of sugar. The analysis is conducted on the analysis of pH, water content, C/N ratio, carbon content, N-total, levels of total P, and K. The results indicate that composting of organic waste in biopore infiltration hole with addition of EM4 concentration 4, 5, and 8 mL had a decomposition process for 9 days. The quality of compost in accordance with the quality standards according to ISO compost is compost with EM4 concentration 1,6%, which has pH value of 6,80; carbon content 9,86%; total N content 0,5059%; C/N content 19,49; total P content of 0,3534%; and levels of K 2,3352%.

Keywords: Biopore, Compost, Effective Microorganism 4 concentration, Organic waste

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Optimasi Kompos Sampah Organik dalam Biopori menggunakan Effective Microorganism 4 (EM4)”. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pihak-pihak berikut.

1. Dr.Ing. Ova Candra Dewi, S.T., M.Sc selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

2. Dr. Hendrawati, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis.

3. Dr. Siti Nurbayti, M.Si dan Nurhasni, M.Si selaku Penguji I dan II yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, Bapak Tatang Muhsin dan Ibu Hartati serta kakak dan adik Shily Fauziyah, Tiara Fatimah, Burhan, Fajar dan Putri yang telah memberikan motivasi,

(9)

ix

do‟a dan dukungan yang tidak pernah putus agar penulis tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kak Nisa, Kak Arnis dan Kak Liya yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam menjalankan penelitian.

8. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan ilmu hidup yang dengan ikhlas diajarkan kepada penulis.

9. Putri Amanda, Shofwatunnisa, Farah Kamalia, Windi Azizah Fitri dan teman-teman Kimia angkatan 2012 yang senantiasa memberi dukungan, motivasi dan kebahagiaan kepada penulis.

10. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memiliki kontribusi terhadap ilmu pengetahuan.

Jakarta, Maret 2019

Khilda Nur Laila

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Hipotesis ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Sampah ... 7

2.2. Kompos ... 9

2.2.1. Unsur Makro ... 15

2.2.2. Unsur Hara Sekunder (Unsur Pengatur) ... 19

2.2.3. Unsur Mikro ... 20

2.3. Biopori ... 21

2.4. EM4 (Effective Microorganism 4) ... 24

2.5. Spektrofotometer UV-Vis ... 25

2.6. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.2. Alat dan Bahan ... 29

3.3. Prosedur Kerja ... 30

3.3.1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... 30

3.3.2. Preparasi Sampel ... 31

3.3.3. Preparasi aktivator EM4 ... 31

(11)

xi

3.3.4. Pengomposan ... 31

3.3.5. Analisis Kandungan Kompos ... 32

3.3.5.1. Penetapan Kadar Air ... 32

3.3.5.2 Penetapan pH ... 33

3.3.5.2. Penetapan Kadar Karbon Organik ... 33

3.3.5.3. Penetapan Kadar Nitrogen Total ... 34

3.3.5.4. Penetapan Kadar Fosfor ... 36

3.3.5.5. Penetapan Kadar Kalium ... 38

3.3.6. Diagram Alir ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Pengomposan Sampah Organik Domestik...41

4.2. Hasil Analisa Kualitas dan Kandungan Unsur Hara Kompos ...45

4.2.1. Kadar pH ...45

4.2.2. Kandungan C-Organik, N total dan rasio C/N ...46

4.2.3. Kandungan P total ...52

4.2.4. Kadar K total ...54

4.3. Perbandingan Kualitas antar Kompos ...56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...58

5.1. Simpulan ...58

5.2. Saran ...58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lubang Resapan Biopori ...22

Gambar 2. Skema Spektrofotometer UV-Vis...26

Gambar 3. Skema Spektrofotometer Serapan Atom ...27

Gambar 4. Lubang Resapan Biopori ...30

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi EM4 terhadap suhu sampah organik domestik selama proses pengomposan ...42

Gambar 6. Kadar pH Kompos Sampah Organik Domestik ...45

Gambar 7. Kadar C-organik Kompos Sampah Organik Domestik ...47

Gambar 8. Kadar N total Kompos Sampah Organik Domestik ...49

Gambar 9. Nilai C/N Kompos Sampah Organik Domestik ...51

Gambar 10. Kadar P total Kompos Sampah Organik Domestik ...53

Gambar 11. Kadar K total Kompos Sampah Organik Domestik ...55

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Variasi konsentrasi EM4 pada lubang resapan biopori ...31

Tabel 2. Kandungan unsur hara sampah organik domestik ...41

Tabel 3. Massa Sampel Sebelum dan Setelah 15 Hari Pengomposan ...43

Tabel 4. Perbandingan Kualitas antar Kompos Sampah Organik Domestik ...56

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos ...64

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian ...65

Lampiran 3. Contoh Perhitungan ...72

Lampiran 4. Kurva Pengukuran Larutan Standar P ...77

Lampiran 5. Kurva Pengukuran Larutan Standar K ...78

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ...81

Lampiran 7. Uji Statistik SPSS ...83

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah sudah menjadi permasalahan global yang melanda seluruh dunia dan telah menyebabkan berbagai bencana akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Pada dasarnya, sampah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu sampah organik dan anorganik. Kedua jenis sampah tersebut, menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, perlu adanya pengolahan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Sampah organik adalah sampah yang lebih mendapat banyak sorotan.

Sampah organik dapat menimbulkan masalah yang mengganggu lingkungan seperti pencemaran air lindi ke tanah dan sungai, dapat menyebabkan longsor dan banjir. Masalah ini dapat mengganggu kesehatan dan menjadi sumber berbagai penyakit. Selain itu sampah organik juga tidak sedap dipandang mata, lahan pengolahannya terbatas, serta sistem open dumping di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang belum tepat untuk pemrosesan limbah organik (Sejati, 2009).

Berdasarkan laporan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015 tentang Pengolahan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), terdapat 60% sampah organik di Indonesia, dan sumber timbulan sampah terbesar ada pada rumah tangga yaitu sebesar 48%

(Hoston, 2015). Permasalahan sampah organik rumah tangga ini tidak dapat

(16)

2

dipandang sebelah mata karena sebagian besar sampah rumah tangga merupakan sampah organik. Beberapa masyarakat lebih memilih membakar sampah organik yang justru menyebabkan pencemaran udara. Pengolahan sampah organik yang tepat perlu dilakukan agar tidak menyebabkan kerusakan lingkungan dan tidak mengganggu kesehatan masyarakat (Hoston, 2015).

Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam ayat suci Al-Qur‟an surat Al- Baqarah ayat 30:

ًةَفيِلَخ ِضْرألإ ِفِ ٌلِعاَج ِّنِ إ ِةَكِئلاَمْلِن َكُّبَر َلاَق ْذ ِ

ِ إَو اَيهِف ُد ِسْفُي ْنَم اَيهِف ُلَعْ َتََأ إوُماَق

َنوُمَلْعَت لا اَم َُلَْعَأ ِّنِ إ َلاَق َ َلَ ُسِّدَقُهَو َكِدْمَ ِبِ ُحِّب َ سُو ُنْ َنََو َءاَمِّلإ ُكِف ْسَيَو ِ

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:

“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman:

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS: Al Baqarah (30))

Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia diberikan amanah oleh Allah sebagai khalifah mewakili kekuasaan-Nya di bumi. Manusia diberikan berbagai potensi agar dapat mengolah alam semesta ini dengan aktivitasnya. Dalam Fatwa MUI No. 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah, setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan dan mengelolanya, serta mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat hukumnya wajib kifayah.

Salah satu solusi dalam penanganan sampah organik rumah tangga yaitu melalui tindakan pengomposan dengan menggunakan Lubang Resapan Biopori (LRB). Lubang Resapan Biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah

(17)

3

lingkungan untuk mengatasi banjir (Tim Biopori IPB, 2009). Pengomposan dengan lubang resapan biopori sangat tepat untuk penanganan sampah organik rumah tangga karena pembuatannya yang mudah, tidak membutuhkan tempat yang banyak, dan hasilnya pun dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Bukan hanya kompos yang dihasilkan tapi tanah sekitarnya pun subur karena meningkatnya unsur hara pada tanah tersebut.

Berdasarkan Ismael (2013) bahwa waktu yang dibutuhkan sampah rumah tangga untuk terdekomposisi dalam Lubang Resapan Biopori adalah 56-84 hari.

Dalam jangka waktu yang tidak singkat ini kompos sulit dihasilkan akibat wilayah yang mudah sekali terkena aliran air yang menyebabkan sampah organik yang masih dalam proses dekomposisi terbawa aliran air. Proses dekomposisi atau penguraian senyawa organik ini dapat dipercepat dengan penambahan aktivator (Fitria, 2008). Salah satu aktivator yang dapat dipergunakan adalah EM4 (effective microorganism 4). Aktivator EM4 ini telah banyak digunakan dalam bidang pertanian karena dapat membantu perbaikan kualitas lahan. EM4 juga digunakan sebagai starter untuk mempercepat proses penguraian bahan organik sehingga proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat (Diver, 2006).

Penelitian tentang pembuatan kompos dalam lubang resapan biopori sudah dilakukan oleh Widyastuti (2013) dengan membandingkan jenis sampah organik terhadap lama waktu pengomposan. Hasilnya menunjukkan bahwa lubang resapan biopori yang diisi oleh sampah daun membutuhkan proses dekomposisi selama 1 bulan, sampah daun kering dan sampah dapur atau sisa makanan selama 7 hari, dan sampah dapur saja mengalami proses dekomposisi selama 3 hari.

(18)

4

Penelitian lain tentang pembuatan pupuk dari sampah organik dilakukan oleh Fitria (2008), yaitu dengan melakukan pembuatan pupuk organik cair dari limbah industri perikanan dengan penambahan aktivator EM4 (Effective Microorganism 4) dengan penambahan gula dan dedak. Pupuk cair yang dihasilkan memiliki nilai C/N yang mendekati C/N tanah serta kandungan hara N total, P tersedia yang memenuhi standar untuk digunakan sebagai pupuk namun pupuk ini memiliki nilai pH yang masih rendah yaitu 5,3.

Yuniwati, et al (2012) membuat kompos dengan cara fermentasi anaerob dengan bantuan EM4, serta menentukan kondisi operasi yang optimal agar diperoleh kompos dengan kualitas yang baik. Penelitian dilakukan dengan mengamati penurunan nilai C/N selama 7 hari proses pengomposan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi EM4 terhadap waktu pengomposan, dimana didapatkan kompos dengan konsentrasi 0,5% dan 0,8% mengalami proses pengomposan tercepat yaitu 4 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan pengaruh prosentase penambahan gula dan ukuran bahan terhadap penurunan nilai C/N untuk menentukan kondisi optimal dari setiap parameter. Dari penelitian tersebut didapatkan kondisi optimal yaitu konsentrasi EM4 0,8%, ukuran bahan 0,0356 cm dan konsentrasi gula 0,8% diperoleh waktu pembuatan kompos 4 hari serta kompos yang dihasilkan memenuhi standar SNI 19-7030-2004.

Aktivator selain EM4 digunakan pada penelitian Sigit (2013) yang menggunakan aktivator Biosca pada pembuatan pupuk organik cair rumput laut.

Pupuk organik cair yang dihasilkan memenuhi standar SNI 19-7030-2004 untuk

(19)

5

kadar nitrogen, kalium, dan rasio C/N tetapi tidak untuk kadar karbon, fosfor, dan nilai pH.

Penelitian Dwicaksono et al (2013) melakukan variasi penambahan aktivator EM4 untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas pupuk organik cair dari limbah cair industri perikanan, penelitian ini meliputi enam taraf perlakuan (konsentrasi EM4) yaitu 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 mL L-1. Hasil pupuk menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EM4 menghasilkan nilai rata-rata parameter kadar pH, nitrogen, fosfor dan kalium yang lebih tinggi dan mendekati standar dibandingkan dengan kontrol. Penambahan cairan EM4 berfungsi sebagai aktivator yang mampu merombak senyawa organik dan kandungan NPK di dalam limbah cair industri perikanan.

Peneilitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi aktivator EM4 (effective microorganism 4) terhadap proses dekomposisi sampah organik rumah tangga. Diharapkan penambahan aktivator ini dapat mempercepat proses dekomposisi dengan tetap menghasilkan kompos yang memenuhi standar kandungan NPK sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penambahan aktivator EM4 terhadap waktu proses dekomposisi sampah organik?

2. Bagaimana pengaruh aktivator EM4 terhadap kandungan unsur hara dari kompos yang dihasilkan?

3. Bagaimana kualitas kompos yang diproduksi dibanding standar kualitas kompos dalam SNI?

(20)

6

1.3 Hipotesis

1. Proses dekomposisi sampah organik menjadi lebih cepat dengan penambahan aktivator EM4.

2. Penambahan aktivator EM4 meningkatkan kandungan unsur hara pada kompos yang dihasilkan.

3. Kualitas kompos yang diproduksi setara dengan standar kualitas kompos SNI.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh penambahan aktivator EM4 terhadap proses dekomposisi sampah organik.

2. Mengetahui kandungan unsur hara dari kompos yang dihasilkan.

3. Mengetahui kualitas pupuk kompos yang diproduksi.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan aktivator EM4

terhadap pupuk kompos yang dihasilkan.

2. Mengurangi jumlah sampah organik rumah tangga yang menumpuk.

3. Meningkatkan kualitas kandungan kompos dan kualitas tanah sekitar lubang biopori.

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan rumah tangga, komersial, industri atau aktivitas lain yang dilakukan oleh manusia. Sampah juga merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai Berdasarkan asalnya sampah (padat) dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu sampah organik dan anorganik (Nisandi, 2007).

1. Sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik, diantaranya adalah sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.

2. Sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri.

Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium.

Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama.

Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya: botol kaca, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.

(22)

8

Sistem pengelolaan sampah terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya sistem pengelolaan sampah tradisional, pengelolaan sampah kumpul angkut, pengelolaan sampah mandiri, pengelolaan tabungan sampah di bank sampah, dan gagasan baru yang dikenal dengan metode 3R, yaitu Reduce (mengurangi timbulan sampah), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang).

1. Reduce (mengurangi timbulan sampah)

Reduce (mengurangi timbulan sampah) berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Ini merupakan langkah pertama untuk mencegah timbunan sampah di TPA. Menghancurkan sampah menjadi jumlah yang lebih kecil dan hasilnya diolah, hanya saja biayanya sangat mahal tidak sebanding dengan hasilnya (Azwar, 2002).

2. Reuse (menggunakan kembali)

Reuse (menggunakan kembali) yaitu pemanfaatan kembali sampah secara langsung tanpa melalui proses daur ulang, contohnya seperti kertas dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado, pemanfaatan botol bekas untuk dijadikan wadah cairan misalnya spritus, minyak cat (Suyono &

Budiman, 2010).

3. Recycle (mendaur ulang)

Recycle (mendaur ulang) adalah pemanfaatan kembali sampah-sampah yang masih dapat diolah (Purwendro, 2006). Menurut Suyono dan Budiman (2010), recycling adalah pemanfaatan bahan buangan untuk diproses kembali menjadi barang yang sama atau menjadi bentuk yang lain. Proses daur ulang sampah organik berbeda dengan sampah anorganik. Sampah organik didaur ulang

(23)

9

antara lain menjadi kompos, biogas, dan lainnya. Proses pembuatan kompos memiliki tahap tersendiri dan berbeda dengan daur ulang sampah organik (Indriani, 2009).

2.2 Kompos

Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan air, kimia tanah, dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur dan lain-lain (Rukmana, 2007).

Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman. Penggunaan kompos pada tanah memberikan manfaat diantaranya menambah kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, memperbaiki sifat kimiawi tanah, sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman, memperbaiki tata air dan udara dalam tanah, sehingga dapat menjaga suhu dalam tanah menjadi lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, sehingga mudah larut oleh air dan memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup di dalam tanah. Untuk memperoleh kualitas kompos yang baik perlu diperhatikan pada proses pengomposan dan kematangan kompos, dengan kompos yang matang maka unsur

(24)

10

hara pada kompos akan lebih tinggi dibanding kompos yang belum matang (Rukmana, 2007).

Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses dekomposisi bahan organik dimana dalam proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang membantu proses perombakan bahan organik sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari makhluk hidup baik itu berasal dari tumbuhan maupun hewan. Adapun prinsip dari proses pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Indriani, 2009).

Tujuan proses pengomposan ini yaitu merubah bahan organik yang menjadi limbah menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan, diaplikasikan ke lahan pertanian dengan aman tanpa menimbulkan efek negatif baik pada tanah maupun pada lingkungan. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Pada dasarnya proses pengomposan secara aerobik lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan secara anaerobik. Pada proses pengomposan dengan adanya oksigen akan menghasilkan CO2, NH3, H2O dan panas, sedangkan pada proses pengomposan tanpa adanya oksigen akan menghasilkan produk akhir berupa CH4, CO2, sejumlah gas dan asam organik. (Harada, et al., 1995).

(25)

11

Proses perombakan bahan organik dapat terjadi secara aerob maupun anaerob. Pengomposan aerob merupakan proses pengomposan bahan organik menggunakan O2. Hasil akhirnya berupa CO2 dan H2O.

Gula (selulosa, hemiselulosa) (CH2O)x + O2 xCO2 + H2O + Energi

N-organik (protein) NH4+

+ NO2-

+ NO3-

+ Energi Sulfur organik (S) + xO2 SO42- + Energi

Fosfor organik (fitin, lesitin) H3PO4 + Ca(HPO4)2

Secara lengkap, reaksi perombakan bahan organik secara aerob adalah sebagai berikut.

Bahan organik Mikroorganisme

CO2 + H2O + hara + humus + E

Perombakan bahan organik secara anaerobik diartikan sebagai proses dekomposisi bahan organik tanpa O2. Hasil akhirnya berupa CH4, CO2, dan sejumlah hasil antara. Perombakan bahan organik dengan cara ini biasanya menimbulkan bau busuk karena adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan (Saraswati, 2006).

(CH2O)x bakteri penghasil asam

xCH3COOH Methanomonas

CH4 + CO2

N-organik NH3

2H2S + CO2 (CH2O)x + S + H2O + E (26 kcal/mol glukosa) Pada proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan, diantaranya nisbah C/N bahan, ukuran bahan, komposisi bahan, kelembaban, suhu, keasaman bahan, dan penggunaan aktivator.

(26)

12

1. Nisbah C/N bahan

Pada proses pengomposan nisbah C/N akan sangat mempengaruhi kecepatan dari pengomposan. Dengan nisbah C/N yang tinggi maka proses pengomposan akan berlangsung lebih lama dan sebaliknya apabila nisbah C/N rendah maka proses pengomposan akan lebih cepat. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk mendegradasi kompos sehingga diperlukan waktu yang lama untuk pengomposan dihasilkan mutu yang lebih rendah (Purnomo et al., 2017).

Adapun nisbah C/N optimum untuk pengomposan yaitu 20-40 (Gaur, 1983).

2. Ukuran bahan

Ukuran bahan ini mempengaruhi pada perkenaan bahan terhadap mikroorganisme maupun bahan pengomposan yang lain. Bahan organik yang memiliki ukuran bahan lebih besar akan memperlambat proses pengomposan sedangkan bahan organik yang memiliki ukuran kecil, proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat (Novien, 2004).

3. Komposisi bahan

Bahan yang memiliki komposisi yang kadar nitrogennya rendah akan memperlambat proses pengomposan. Selain itu komposisi bahan ini juga dilihat dari segi mikroorganisme yang terdapat pada bahan tersebut. Dalam pengelompokan bahan, sisa-sisa tanaman dan hewan dapat dikategorikan menjadi bahan dengan sumber utama yaitu karbohidrat, lignin, tannin, glikosida, asam-asam organik, lemak, resin, komponen nitrogen, pigmen- pigmen dan bahan-bahan mineral. Berdasarkan pengelompokan bahan tersebut

(27)

13

dapat dikategorikan bahan yang dapat cepat mengalami dekomposisi dan bahan yang lambat mengalami dekomposisi. Bagian bahan yang dapat mengalami dekomposisi dengan cepat diantaranya pati, hemisellulosa, selulosa, protein, dan bahan yang mudah larut dalam air, sedangkan bahan yang sukar larut atau lambat mengalami dekomposisi antara lain adalah lignin, lilin atau lemak dan tannin (Indriani, 2009).

4. Kelembaban dan aerasi

Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja secara optimum yaitu pada kelembaban 40-60%. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah maka proses pengomposan akan berlangsung lebih lambat karena mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan tidak bisa berkembang atau mati (Indriani, 2009).

5. Suhu

Suhu atau temperatur ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan mikroorganisme akan mati dan sebaliknya apabila suhu rendah maka aktivitas organisme dalam pengomposan tersebut belum ada atau belum aktif. Suhu optimal yang dikehendaki dalam proses pengomposan yaitu 30- 50oC. Pada awal proses pengomposan akan terjadi kenaikan suhu yaitu sekitar 55-60oC sehingga dalam proses pengomposan perlu adanya pembalikan kompos untuk menghindari suhu yang terlalu tinggi. Setelah proses pengomposan selesai dan kompos mencapai tingkat kematangan maka suhu kompos akan menurun (Indriani, 2009).

(28)

14

6. Keasaman bahan

Tingkat keasaman pada proses awal pengomposan biasanya asam dan apabila proses pengomposan berhasil maka pH dari kompos tersebut akan netral.

Adapun standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses pengomposan yaitu 6,5-7,5 (Indriani, 2009).

7. Penggunaan aktivator

Penggunaan aktivator ini berhubungan dengan organisme yang membantu dalam proses pengomposan. Dengan adanya aktivator dalam proses pengomposan akan mempercepat dekomposisi bahan organik sehingga proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat.

Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu yang sama dengan suhu ruang (Yuniwati et al., 2012).

Menurut Sumekto (2006), kompos memiliki keunggulan dibanding pupuk sintetik, karena memiliki sifat-sifat seperti sebagai berikut.

1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, walaupun dalam jumlah yang sedikit.

2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut, memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak mudah terpencar, memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah, membantu

(29)

15

proses pelapukan bahan mineral, melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi, dan meningkatkan kapasitas tukar ion (KTK).

3. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

2.2.1 Unsur Makro

Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak. Unsur hara makro terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K).

1 Nitrogen (N)

Unsur nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan karena memiliki peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan tumbuhan. Unsur tersebut harus berada dalam lingkungan perairan untuk mendukung rantai makanan (Davis dan Cornwell 1991). Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesis protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Bentuk utama nitrogen di air limbah adalah materi protein dan urea. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat (Saeni 1989).

Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat) dan NH4+ (amonium). Nitrogen yang berasal dari bahan organik tertentu diperoleh melalui amonisasi-nitrifikasi. Amonifikasi berlangsung baik pada tanah yang drainasenya baik dan kaya akan kation basa. Setelah amonifikasi terjadi nitrifikasi yang diambil oleh mikroflora dan difiksasi oleh liat. Proses nitrifikasi ini selain tergantung pada keadaan fisik, aerasi, suhu juga tergantung pada pH dan C/N

(30)

16

ratio. Nitrifikasi berlangsung pada suhu 25oC (suhu optimal 27-32oC), sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi (52oC) maka kegiatan akan terhenti (Mulyani 1994).

Menurut Metcalf dan Eddy (1991), nitrogen organik berhubungan dengan suspended solid dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen organik yang berwujud padat dapat langsung masuk ke tanah yang memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein, dan lignin. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion amonia (NH4+

).

Amonia yang terdapat didalam perairan dapat berasal dari proses penguraian bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen seperti protein. Amonia dapat larut dalam bentuk ion amonia (NH4+

) atau amonia (NH3), yang bergantung pada pH perairan (Metcalf dan Eddy 1991). Menurut Jenie dan Rahayu (1993), menyatakan bahwa bentuk cairan amonia terdapat dalam 2 bentuk yaitu amonia bebas (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH4+

).

Nitrif relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam.

Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan nutrient utama untuk pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dapat dihilangkan oleh tanaman atau denitrifikasi dapat mencemari air bawah tanah (Medcalf dan Eddy, 1991). Nitrat merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut (Kirchman,

(31)

17

2000). Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kisaran nilai nitrat dalam efluen limbah adalah 15-20 mg/l (Medcalf dan Eddy 1991).

2 Fosfor (P)

Fosfor merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel, sebagai bagian dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4-

dan HPO4-2, secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Dapat mempercepat pertumbuhan akar semai

2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya

3. Dapat mempercepat pembuangan dan pemasakan buah, biji atau gabah 4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian, fosfor juga sebagai penyusun

lemak dan protein. Didalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organik Dengan demikian hanya sebagian kecil saja yang yang terdapat dalam bentuk anorganik ion-ion fosfat. Sebagai bahan pembentuk, fosfor terpencar- pencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor dan selanjutnya sebagai senyawa-senyawa fosfat didalam sitoplasma dan membran sel. Bagian- bagian tubuh yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun bunga, tangkai-tangkai sari, kepala sari, butur tepung sari, daun buah serta bakal biji ternyata mengandung P. Fosfor ditanah terdapat dalam bentuk carbonat

(32)

18

apatite 3Ca3(PO4)2CaCO3, hidroksi apatite 3Ca3(PO4)Ca(OH)2, oxida apatite 3Ca3(PO4)2CaO, trikalsium fosfat Ca3(PO4)2, dikalsium fosfat CaH(PO4)2, monokalsium fosfat Ca(H2PO4)2 (Mulyadi 1994). Fosfor tersedia merupakan fosfor dalam bentuk P organik (asam nukleat, fosfolipid dan inositol fosfat), P anorganik (H2PO4-

dan HPO4-2

). Fosfor tidak tersedia adalah fosfor yang terikat dengan unsur Al, Fe, dan Ca (Buckman dan Brady, 1982).

3 Kalium (K)

Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung membentuk bahan organik, kalium berperan dalam:

1. Pembentukan protein dan karbohidrat 2. Pengerasan bagian kayu dari tanaman

3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit 4. Meningkatkan kualitas biji dan buah

Kalium diserap dalam bentuk K+ (terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat dalam jaringan muda, pada sel tanaman zat ini terdapat sebagai ion didalam cairan sel dan keadaan demikian merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis (Mulyani, 1994). Berdasarkan ketersediaan kalium bagi tanaman kalium dibagi menjadi K tidak tersedia (K dalam batuan mineral), K lambat tersedia (K yang tidak dapat dipertukarkan) dan K tersedia (K yang dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah). K yang dapat dipertukarkan adalah K dalam bentuk organik (Buckman dan Brady 1979).

(33)

19

2.2.2 Unsur Hara Sekunder (Unsur Pengatur)

Unsur hara sekunder merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedang. Unsur hara sekunder ini meliputi Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).

a. Kalsium (Ca)

Kalsium berfungsi bagi tanaman untuk mengatur kemasaman tanah, tubuh tanaman, penting bagi pertumbuhan akar tanaman, penting bagi pertumbuhan daun dan dapat menetralisasi akumulasi racun dalam tubuh tanaman (Buckman dan Brady, 1979). Sebagian besar Kalsium tanah berada dalam bentuk mineral.

Bentuk tersebut kurang tahan terhadap pengaruh air terutama air yang mengandung CO2 (Dewi et.al., 2011).

b. Magnesium (Mg)

Ketersediaan Magnesium hampir sama dengan Kalsium, karena peningkatannya juga sama. Seperti halnya Kalsium, maka Magnesium selalu dihubungkan dengan kemasaman tanah, karena ionnya dapat mengurangi efek kemasaman tanah. Dalam hal ini Magnesium berperan dapat menggantikan ion hidrogen dari komplek adsorpsi. Sumber utama Magnesium tanah adalah hancuran mineral-mineral primer yang mengandung Magnesium, misalnya biotit, dolomite, ohlorit, serpentin, olivine, dan lain-lain. Kadar magnesium tanah sangat bervariasi dan sangat tergantung dari kadar mineral primer yang mengandung Magnesium. Kadar rata-rata Magnesium tanah adalah berkisar antara 1,9-2,3%

dari total berat tanah (Dewi et.al, 2011).

(34)

20

2.2.3 Unsur Mikro

Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro terdiri dari Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), dan Tembaga (Cu).

a. Besi (Fe)

Zat besi penting dalam pembentukan hijau daun (klorofil), pembentukan zat karbohidrat, lemak, protein, dan enzim. Tersedianya zat besi dalam tanah secara berlebihan, misalnya karena pemupukan dengan zat ini yang overdosis, dapat membahayakan bagi tanaman yaitu keracunan. Sebagai pupuk zat besi ini dipakai dalam bentuk larutan yang disemprotkan melalui daun atau dalam bentuk bubuk yang diinjeksikan pada tanah.

b. Mangan (Mn)

Mangan diserap tanaman dalam bentuk Mn+. Mangan diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan zat protein dan vitamin terutama vitamin C. Mn juga penting untuk mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua.

Tersedianya Mn bagi tanaman tergantung pada pH tanah, dimana pH rendah Mangan akan banyak tersedia. Kelebihan Mn bisa dikurangi dengan cara menambah zat fosfor dan kapur.

c. Seng (Zn)

Unsur Zn diserap dalam tanaman dalam bentuk Zn++. Dalam keadaan sedikit Zn sudah cukup untuk tanaman dan apabila kelebihan dapat menjadi racun bagi tanaman. Kekurangan Zn terjadi pada tanah-tanah yang asam sampai sedikit

(35)

21

netral. Defisiensi Zn dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat selain itu juga dapat menghambat pertumbuhan biji.

d. Tembaga (Cu)

Unsur tembaga diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu++. Tembaga sangat diperlukan dalam pembentukan enzim-enzim dan juga pembentukan hijau daun (klorofil). Pada umumnya tanah jarang sekali kekurangan Cu, apabila terjadi maka akan berpengaruh pada daun yaitu daun belang, ujung daun memutih, dan juga pada pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal (pelayuan cepat disertai batang-batang tanaman melemah).

2.3 Biopori

Biopori (biopore) merupakan ruang atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif dalam menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah. Biopori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta aktivitas fauna tanah (Brata dan Nelistya, 2008).

Biopori menurut Griya (2008) lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organism dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke lubang pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut.

(36)

22

Gambar 1. Lubang Resapan Biopori

Menurut Tim Biopori IPB (2009) Lubang Resapan Biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara a. Meningkatkan daya resapan air

Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78,5 cm2 setelah dibuat lubang resapan dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm2. Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu, bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.

(37)

23

b. Mengubah sampah organik menjadi kompos

Lubang resapan biopori „diaktifkan‟ dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal sebagai kompos. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai “pabrik” pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya.

c. Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman

Lubang Resapan Biopori (LRB) diaktifkan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan “saluran” air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untuk pemeliharaannya.

Proses pembuatan LRB tergolong mudah dan sederhana sehingga dapat diaplikasikan dalam skala rumah tangga hingga skala lebih luas. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan, konstruksi pembuatan LRB adalah sebagai berikut.

(38)

24

a. Membuat lubang silindris ke dalam tanah menggunakan bor LRB dengan diameter 10 cm, dengan kedalaman 100 cm atau tidak melewati kedalaman muka air tanah (water table);

b. Jarak pembuatan LRB adalah antara 50-100 cm disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada;

c. Memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan paralon dengan diameter 10 cm dan panjang minimal 10 cm serta adukan semen selebar 2-3 cm dan tebal 2 cm disekeliling mulut;

d. Mengisi LRB dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan, pangkasan rumput, dan sampah dapur;

e. Menutup LRB dengan kawat saringan.

2.4 EM4 (Effective Microorganism 4)

EM4 (Effective Microorganism 4) dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari Universitas Ryukyus Jepang. Effective Microorganism (EM) terdiri dari kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian menunjukkan inokulan dari EM kultur pada ekosistem tanah dan tanaman dapat memperbaiki kualitas tanah, keadaan tanah dan meningkatkan hasil panen. EM4 mengandung spesies terpilih dari mikroorganisme utamanya yang bersifat fermentasi, yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes (Higa, et al., 1995). EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan

(39)

25

populasi mikroorganisme di dalam tanah. EM4 mampu mempercepat dekomposisi sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan menekan aktivitas mikroorganisme patogen (Formowitz et al., 2007).

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman.

Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang). Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro lainnya. Streptomyces sp. menghasilkan enzim steptomisin yang berguna bagi tanaman (Wididana, 1996).

Sebelum digunakan EM4 perlu diaktifkan dahulu karena mikroorganisme di dalam larutan EM4 berada dalam keadaan tidur (dorman). Pengaktifan mikroorganisme di dalam EM4 dapat dilakukan dengan cara memberikan air dan makanan (molase) (Yuwono, 2005).

2.5 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Spektrofotometri digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi

(40)

26

dengan cahaya. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visible, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi (Mulja et al., 1995).

Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi dan berbanding lurus dengan konsentrasi sampel. Spektrofotometer UV-Vis tersusun atas spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 1990). Skema spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Spektrofotometer UV-Vis (Khopkar, 1990) Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi:

1. Sumber tenaga radiasi yang stabil, sumber yang biasa digunakan oleh lampu wolfram.

2. Monokromator untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.

(41)

27

3. Sel absorpsi, pada pengukuran di daerah visible menggunakan kuvet kaca atau kuvet kaca corex, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat.

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1990).

2.6 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Keuntungan dari metode spektrofotometri serapan atom adalah waktu pengerjaan yang cepat, alatnya sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis. Metode spektrofotometri serapan atom dapat menentukan kadar logam dengan konsentrasi yang sangat kecil, yaitu sampai part permillion (ppm) (Haris dan Gunawan, 1992).

Gambar 3. Skema spektrofotometer serapan atom

Spektrofotometri serapan atom memiliki lima komponen dasar, yaitu sumber cahaya, sistem atomisasi, monokromator, detektor, dan alat pembacaan

(42)

28

(Welz dan Michael, 2005). Dua sumber cahaya utama pada alat spektrofotometer serapan atom adalah hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless discharge lamp (EDL). HCL terdiri dari katoda yang terbuat dari unsur yang akan dianalisis, sedangkan anoda terbuat dari tungsten, nikel, atau zirconium. Bagian luar dari HCL terbuat dari kaca pyrex atau quartz. Lampu ini diisi dengan neon atau argon dengan tekanan 100-200 Pa. Gas-gas tersebut mengemisikan spektrum garis yang tajam. HCL digunakan dengan mengalirkan listrik yang besarnya bergantung pada unsur yang akan dianalisis. Arus listrik tersebut sangat bervariasi antara 1-50 mA.

Penggunaan arus listrik yang semakin tinggi dapat mengurangi masa kerja dari HCL (Ingle dan Crouch, 1998). EDL lebih kuat dari HCL, memberikan presisi yang baik, dan batas deteksi yang lebih rendah (Welz dan Michael, 2005). EDL berisi halide atau unsur yang mudah menguap, bersama dengan neon atau argon dengan tekanan antara 30-300 Pa di dalam tabung quartz. Sebagian besar EDL memancarkan radiasi 10 kali lebih kuat dibandingkan dengan HCL (Ingle dan Crouch, 1998).

Prinsip dasar dari SSA adalah penyerapan cahaya oleh atom bebas dari suatu unsur pada tingkat energi terendah (groundstate). Keadaan groundstate dari sebuah atom adalah keadaan dimana semua elektron yang dimiliki unsur tersebut memiliki konfigurasi yang stabil. Saat cahaya diserap oleh atom, maka satu atau lebih elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Penyerapan energi cahaya ini berlangsung pada panjang gelombang yang spesifik untuk setiap logam dan mengikuti Lambert-Beer, yakni serapan berbanding lurus dengan konsentrasi uap atom dalam nyala (Vandecasteele dan Block, 1993).

(43)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Mei sampai November 2018.

Sampling dilakukan di Perumahan Eko Damai Mandiri Cisauk Tangerang. Uji kandungan unsur hara dilakukan di Laboratorium Qlab Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas, buret, labu kjedahl, cawan porselen, pipet tetes, pipet volumetrik, thermometer, neraca analitik (Acculab), pH meter (Pctestr 35), desikator (Sanplatec), vortex (Bohemia), shaker mekanis (Edmund Buhler SM 25), sentrifuge (Hitachi Himac CR 21G II), oven (Memmert), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) (Shimadzu).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah organik domestik dari wilayah Perumahan Eko Damai Mandiri Cisauk Tangerang yang terdiri dari dedaunan dan sampah dapur, aktivator EM4 cair dari Agrotechno, gula pasir, K2Cr4O7 2 N, H2SO4 pa. 98%, kertas saring W-41, katalis selenium, indikator conway, paraffin cair, larutan buffer pH 4 dan 7, devarda alloy, NaOH, H3BO3, HCl pekat 37%, HNO3 pekat 65%, HClO4 pekat 70%, ammonium

(44)

30

molibdat ((NH4)6Mo7O24.4H2O), kalium antimoniltatrat (K(SbO)C4H4O6.0,5H2O) dan akuades.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Lubang Resapan Biopori (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009)

Dibuat lubang silindris ke dalam tanah menggunakan bor LRB dengan diameter 10 cm dan kedalaman 60 cm dengan jarak setiap lubang 30 cm. Mulut atau pangkal lubang diperkuat dengan menggunakan paralon dengan diameter 10 cm dan panjang 60 cm serta sisi-sisi paralonnya diberi lubang.

Gambar 4. Lubang Resapan Biopori

(45)

31

3.3.2 Preparasi Sampel (Yuniwati et al., 2012)

Bahan baku pembuatan pupuk kompos digunakan merupakan sampah organik domestik dari wilayah Perumahan Eko Damai Mandiri Cisauk Tangerang.

Sampah organik berupa dedaunan sekitar halaman rumah dan sisa-sisa sayur.

Sampah organik sebanyak 1 kg ditempatkan pada lubang resapan biopori sebagai komposter.

3.3.3 Preparasi aktivator EM4 (Effective microorganism 4) (Yuniwati, et al., 2012)

Aktivator EM4 cair diencerkan dalam masing-masing 500 ml akuades dengan variasi 1, 2, 3, 4, 5, dan 8 mL. Selanjutnya ditambahkan gula pasir pada masing-masing cairan EM4 sesuai Tabel 1. Penambahan gula bertujuan untuk mengaktifkan mikroorganisme di dalam EM4. EM4 dan gula yang telah dilarutkan kemudian didiamkan selama 3 jam.

Tabel 1. Variasi konsentrasi EM4 pada lubang resapan biopori

Sampel A

(Kontrol) B1 B2 B3 B4 B5 B6

Konsentrasi

EM4 (%) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,6

Gula pasir (g) 0 1 2 3 4 5 8

3.3.4 Pengomposan (Yuniwati, et al., 2012)

Sebanyak 500 ml larutan aktivator EM4 dengan variasi konsentrasi yang berbeda disemprotkan secara merata pada masing-masing sampah dalam 6 lubang resapan biopori, dan pengomposan pada 1 lubang resapan lain dibiarkan tanpa adanya penambahan EM4 sebagai kontrol. Selanjutnya lubang resapan biopori

(46)

32

ditutup rapat dan dibiarkan selama 15 hari agar terjadi proses penguraian. Selama proses penguraian berlangsung, warna, dan suhu setiap sampel diperiksa setiap 3 hari sekali untuk mengetahui kematangan kompos. Setelah 15 hari, sampel diambil dalam masing-masing lubang resapan biopori untuk dianalisis kandungan kadar air, pH, kandungan karbon organik, N-total, kadar P total, dan kadar K.

3.3.5 Analisis Kandungan Kompos

3.3.5.1 Penetapan Kadar Air (Horwitz, 2000)

Cawan porselen dicuci menggunakan akuades lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 hari. Cawan tersebut kemudian diletakkan di desikator selama 30 menit lalu ditimbang (a). Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dan 5 gram sampel yang sudah dihaluskan ke dalam cawan porselen (b). Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan selama 1 hari pada suhu 105oC. Cawan kemudian dimasukkan kembali ke dalam desikator dan dibiarkan selama 30 menit kemudian ditimbang hingga memperoleh bobot yang tetap (c).

Perhitungan kadar air dapat dilakukan menggunakan rumus:

… pers.(1) Keterangan:

W0 = berat cawan kosong (gram)

W1 = berat cawan yang diisi dengan sampel (gram) W2 = berat cawan yang sudah dikeringkan (gram)

(47)

33

3.3.5.2 Penetapan pH (Horwitz, 2000)

Sebanyak 1 gram sampel kompos dimasukkan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan 5 ml akuades dan dikocok dengan shaker mekanis selama 30 menit. Suspensi sampel diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0.

3.3.5.3 Penetapan Kadar Karbon Organik (Horwitz, 2000)

Sebanyak 0,1 gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan berturut-turut 5 ml larutan K2Cr2O7 2 N, dikocok, dan 7 ml H2SO4 pa. 98%, lalu dikocok lagi, dibiarkan selama 30 menit.

Untuk standar yang mengandung 250 ppm C, dipipet 5 ml larutan standar C 5000 ppm ke dalam labu takar volume 100 ml, lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 dan 7 ml larutan K2Cr2O7 2 N. Dikerjakan pula blanko yang digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing-masing diencerkan dengan akuades dan setelah dingin volume ditepatkan hingga tanda tera 100 ml, dikocok hingga homogen dan dibiarkan semalam. Selanjutnya diukur dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 651 nm.

Perhitungan kadar C-organik dapat dilakukan dengan rumus:

( )

… pers.(2) Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva regresi hubungan antar kadar deret

standar dengan pembacaannya setelah dikurangi blanko fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)

(48)

34

3.3.5.4 Penetapan Kadar N-total (Page, et al., 1982)

a. Penetapan N-organik dan N-NH4 (Page, et al., 1982)

Sebanyak 0,25 gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 0,5 gram katalis selenium dan 3 ml H2SO4 pa, dikocok hingga campuran merata dan dibiarkan 2-3 jam. Didekstruksi sampai sempurna dengan suhu bertahap dari 150oC hingga akhirnya suhu maksimal 350oC dan diperoleh cairan jernih (3-3,5 jam). Setelah dingin diencerkan dengan sedikit akuades agar tidak mengkristal. Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250 ml, ditambahkan akuades hingga setengah volume labu didih dan sedikit batu didih. Selanjutnya larutan didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 40%. Disiapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1% dalam erlenmeyer volume 100 ml yang telah ditambah 3 tetes indikator conway. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari merah muda menjadi hijau kebiruan) (A), penetapan blanko dikerjakan (A1).

Perhitungan kadar N-organik dan N-NH4 dapat dilakukan menggunakan rumus:

( ) ( ) pers.(3) Keterangan:

A ml = ml titran untuk contoh (N-organik dan N-NH4) A1 ml = ml titran untuk blanko (N-organik dan N-NH4) fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 − % kadar air)

(49)

35

b. Penetapan N-NH4 (Page, et al., 1982)

Sebanyak 1 gram sampel halus ditimbang ke dalam labu didih destilator, ditambahkan sedikit batu didih, 0,5 ml parafin cair dan 100 ml akuades. Blanko adalah 100 ml akuades ditambah batu didih dan parafin cair. Disiapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1% dalam erlenmeyer 100 ml yang telah ditambah 3 tetes indikator conway. Didestilasikan dengan menambahkan 10 ml NaOH 40%. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari merah muda menjadi hijau kebiruan) (B), penetapan blanko dikerjakan (B1).

Perhitungan kadar N-NH4 dapat dilakukan menggunakan rumus:

( ) ( ) pers.(4) Keterangan:

B ml = ml titran untuk contoh (N-NH4) B1 ml = ml titran untuk blanko (N-NH4)

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 − % kadar air) c. Penetapan N-NO3 (Page, et al., 1982)

Bekas penetapan N-NH4 dibiarkan dingin, lalu ditambahkan dengan akuades (termasuk blanko) hingga volume semula. Disiapkan penampung destilat yaitu 10 ml asam borat 1% dalam erlenmeyer 100 ml yang telah ditambah 3 tetes indikator conway. Didestilasikan dengan menambahkan 2 gram devarda alloy, destilasi dimulai tanpa pemanasan agar buih tidak meluap. Setelah buih hampir habis, pemanasan dimulai dari suhu rendah, setelah mendidih suhu dinaikkan menjadi normal. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah mencapai sekitar 75 ml. Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N, hingga titik akhir

(50)

36

(warna larutan berubah dari merah muda menjadi hijau kebiruan) (C), penetapan blanko dikerjakan (C1).

Perhitungan kadar N-NO3 dapat dilakukan menggunakan rumus:

( ) ( ) pers.(5) Keterangan:

C ml = ml titran untuk contoh (N-NO3) C1 ml = ml titran untuk blanko (N-NO3)

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 − % kadar air) Untuk menentukan kadar N-total digunakan rumus:

Kadar N-organik (%) = (kadar N-organik dan N-NH4) – kadar N-NH4

Kadar N-total (%) = kadar N-organik + N-NH4 + N-NO3 3.3.5.5 Penetapan Kadar Fosfor (Eviati dan Sulaeman, 2009) a. Preparasi Sampel

Sebanyak 0,5 gram contoh ditimbang dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah 5 mL HNO3 dan 0,5 mL HClO4, dikocok-kocok dan dibiarkan semalam. Dipanaskan mulai dengan suhu 100°C, setelah uap kuning habis suhu dinaikkan hingga 200°C. Destruksi diakhiri bila sudah keluar uap putih dan cairan dalam labu tersisa sekitar 0,5 mL didinginkan dan diencerkan dengan aquades dan volume ditepatkan menjadi 50 mL, kocok hingga homogen dan dibiarkan semalam atau disaring dengan kertas saring W-41 agar didapat ekstrak jernih (ekstrak A).

(51)

37

b. Pembuatan Reaksi Penguat Warna

Pereaksi pekat; Sebanyak 12 g ammonium molibdat ditimbang dan ditambah dengan 0,275 g kalium antimoniltatrat ditambah dengan 140 mL H2SO4 pa kemudian diencerkan dengan aquades hingga 1000 mL. Pereaksi encer; 0,53 g asam askorbat ditambah 50 mL pereaksi pekat dijadikan 500 mL dengan penambahan aquades.

c. Pembuatan Larutan Standar P

Larutan standar P dari larutan standar P 50 ppm dibuat variasi 2; 4; 6; 8 dan 10 ppm. Sebanyak 2; 4; 6; 8 dan 10 mL larutan standar 50 ppm dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan ditambah aquades sampai tanda batas.

d. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Sebanyak 1 mL larutan standar P 8 ppm dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambah larutan pereaksi 9 mL hingga tanda batas kemudian didiamkan selama 15 menit. Larutan dimasukkan kedalam kuvet UV-Vis dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang antara 650- 750 nm.

e. Pembuatan Kurva Kalibrasi

7 buah labu ukur 25 mL disiapkan untuk labu nomor 1 diisi blanko sedangkan labu 2 sampai 7 diisi larutan standar fospor 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm masing-masing sebanyak 1 mL kemudian ditambah pereaksi sebanyak 9 mL setelah itu didiamkan selama 15 menit. Larutan dimasukan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis tanah baik secara kimia dan biologi menunjukkan bahwa pengunaan kompos MOL memberikan hasil lebih baik ditinjau dari unsur kesuburan tanah dan usaha dalam

Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain : memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir

Interaksi pemberian legin dengan kompos dapat meningkatkan nitrogen untuk tanaman dan kompos dapat memperbaiki tanah yang keras menjadi gembur sehingga pertumbuhan

Pupuk kandang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, dapat meningkatkan kesuburan tanah, menambah unsur hara dan bahan organik ke dalam tanah, serta

Pupuk organik berperan sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara makro dan unsur mikro terhadap tanaman, menambah kemampuan tanah menahan

Pemberian kompos TKKS, cocopeat dan fly ash dapat memperbaiki sifat kimia, sifat fisik dan sifat biologi tanah sehingga unsur hara tersedia dan serapan hara

Petani juga dapat mengetahui manfaat penggunaan pupuk kompos ke tanaman yaitu kompos dapat memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya

Memperbaiki struktur tanah dengan mengambahkan bahan organik, seperti kompos atau pupuk hijau, dapat membantu mengurangi kemasaman tanah dan meningkatkan kesuburan tanah dan penting