• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Reksadana Syariah di Indonesia

N/A
N/A
Khilmi Zuhroni

Academic year: 2024

Membagikan "Kinerja Reksadana Syariah di Indonesia"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA REKSA DANA SYARIAH DI INDONESIA;

KAJIAN TEORI DAN PRAKTIK

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keuangan Syariah Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Umratul Khasanah, M.Si Dr. Nanik Wahyuni, SE., M.Si

Oleh :

KHILMI ZUHRONI NIM. 200504320014

PROGRAM DOKTOR EKONOMI SYARIAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022

(2)

Kinerja Reksa Dana Syariah Di Indonesia; Kajian Teori dan Praktik

Khilmi Zuhroni

E-mail: khilmizuhroni@gmail.com

Program Doktor Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak

Reksa dana Syariah merupakan salah satu instrumen investasi pasar modal yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah. Reksa dana Syariah disebut sesuai dengan prinsip syariah, apabila mekanisme akad, cara pengelolaan, dan portofolionya tidak keluar dari aturan- aturan Syariah. Hal ini sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal, yang menyatakan bahwa manajer investasi selaku pihak yang mewakili pemolik modal (investor) hanya akan mengelola produk reksa dana dengan menginvestasikannya pada efek yang terdafta dalam Daftar Efek Syariah (DES).

Penelitian ini menemukan bahwa selama tahun 2020, jumlah reksa dana syariah dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) mengalami perkembangan yang signifikan yakni tumbuh sebesar 38,40% pada dibanding tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa tren investasi di reksa dana syariah mengalami kenaikan dengan semakin banyaknya investor yang menanamkan modalnya melalaui manajer investasi di pasar modal melalui reksa dana syariah. Dari sisi kinerja industri reksadana syariah sendiri berdasarkan tren 10 tahun terakhir, rata-rata kinerja reksa dana syariah dalam bentuk saham masih sulit mengalahkan IHSG, namun sejak 2020 tren ini mulai berubah, dalam 3 bulan terakhir rata-rata reksadana saham syariah mencatatkan koreksi 9%, lebih baik dari rata-rata kinerja reksadana saham konvensional yang terkoreksi 10%.

Kata Kunci: Reksa dana syariah, Nilai Aktiva Bersih, pasar modal

PENDAHULUAN

Perkambangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup baik, bahkan bisa dikatakan memuaskan. Laporan State of The Global Islamic Economy Report tahun 2020 – 2021, memberikan gambaran bahwa capain rangking perkembangan ekonomi syariah Indonesia menempati urutan keempat dari sepuluh negara terbesar dalam Global Islamic Economy Indicator. Malaysia yang menempati urutan pertama, Saudi Arabia pada posisi kedua, Uni Emirat Arab diurutan ketiga dan urutan keempat Indonesia. Instrumen yang digunakan oleh The Global Islamic Ekonomy Indicator adalah dengan melihat pertumbuhan pada beberapa sektor yang saat ini menjadi trend dalam perkembangan ekonomi syariah, yakni: sektor Indistri Halal (Halal Food), Keuangan Syariah (Islamic Finance), Travel Syariah (Muslim-Frieandly Travel), Industri Fashen

(3)

(Modest Fashion), Industri Farmasi (Pharma & Cosmetics), dan Perkembangan media dan rekreasi. Dimana sektor-sektor tersebut dikembangkan dengan prinsip-prinsip syariah.

Indonesia dalam Global Islamic Indicator dikategorikan sebagai negara dengan peringkat yang terus mengalami kenaikan. Dimana tujuan dan kedasaran dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah pada lintas sektor, menjadikan Indonesi sebagai dengan capaian 10 besar dalam semua sektor. Dalam kurun waktu 5 tahun capain Indonesia dapat dibilang cukup fantastis, yakni dari peringkat 47 pada sektor media dan rekreasi tembus ke peringkat kelima. Demikian halnya yang terjadi perkembangan industri farmasi dan kosmetik, dari peringkat ke 19 pada tahun 2018 menjadi peringkat keenam.

Di dalam industri media dan rekreasi, selama tahun 2019 Indonesia telah mengadakan 20 ivent terkait industri halal, sehingga hal ini cukup mendorong kenaikan skore dalam penilaian global. UU No.13/2014 tentang Jaminan Produk Halal mulai diberlakukan pada bukan Oktober tahun 2019 dan adanya kewajiban sertifikasi halal untuk semua halal produk, berdampak pada pertumbuhan yang signifikan dalam sektor makanan halal, farmasi, dan sektor kosmetik dan jug media dan pariwisata.

Perkembangan keuangan syariah di Indonesia juga terus mengalami kenaikan, yakni dengan adanya peningkatan yang signifikan dalam nilai sukuk dan instrumen keungaan yang lain seperti perbankan dan pasar uang syariah. Hal ini didorong oleh adanya kesadaran masyarakat terhadap produk-produk keuangan yang halal serta adanya kemauan masyarakat muslim di Indonesia untuk mulai bermigrasi kepada lembaga yang berbasis syariah dari dari lembaga keuangan yang dikelola secara. Lembaga keuangan syarian di Indonesia baik perbankan syariah, asuransi syariah, reksa dana syariah dan lembaga keungan syariah yang lain mengalami pertumbuhan yang cukup baik, meskipun secara pasar posisi keuangan syariah masih relatif kecil dibanding negara-negara lain seperti Inggris dan Filipina. Hasil penelitian Apriyanti (2017) menunjukkan bahwa pertumbuhan lembaga keuangan syariah seperti perbankan dan reksa dana syariah di Indonesia ditandai dengan semakin banyaknya lembaga keungan syariah bermunculan. Pertumbuhan tersebut membawa dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Indonesia yang secara populasi merupakan muslim terbesar di dunia.

Data Otoritas Jasa Keungan (OJK) tahun 2020, menunjukkan sektor keuangan syariah yang berbentuk lembaga perbankan syariah, industri keuangan non-bank (IKNB) syariah maupun industri keuangan syariah dalam investasi pasar modal khususnya yang dikelola secara syariah

(4)

terus mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Secara nasional keuangan syariah secara konsisten tetap menunjukkan pertumbuhan positif hingga tahun 2020. Total aset industri keuangan syariah Indonesia secara nasional mampu tumbuh 22,71% yoy dari tahun 2019 sebesar Rp1.468,07 triliun menjadi Rp1.801,40 triliun.

Dari sisi pasar modal syariah, meskipun mengalami penurunan karena disebabkan oleh Pandemi Covid 19 yang terjadi di seluruh dunia, namun pada akhir tahun 2020 catatan di Jakarta Islamic Index (JII) mencatat adanya penulihan jika dibandingkan dengan titik terendahnya, yakni adanya peningkatan sebesar 67,18% dari penutupan terendah yang terjadi pada bulan Maret 2020.

Sementara itu, total Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana syariah pada tahun 2020 mengalami peningkatan menjadi Rp74,37 triliun atau sebesar 38,40% dibandingkan tahun 2019. Nilai sukuk korporasi outstanding mencapai Rp30,35 triliun, meningkat sebesar 1,76%. Nilai sukuk negara outstanding sebesar Rp971,50 triliun meningkat 31,17% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi syariah baik capaian Indonesia sebagaimana yang dilaporkan oleh The Global Islamic Ekonomy Indicator maupun laporan Otoritas Jasa Keungan (OJK) menunjukkan bahwa ada kesadaran masyarakat muslim untuk mulai menjalankan aktifitas hidup (muamalah) dengan berlandaskan pada nilai-nilai syariah. Termasuk adanya kesadaran untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang berlebel syariah baik investasi pada sektor riil ataupun investasi pada sektor keuangan seperti pasar modal yang dikelola dengan prinsip syariah.

Perkembangan Investasi syariah sebagai bagian dari industri keuangan syariah di pasar modal, berperan penting dalam meningkatkan nilai jual industri keuangan syariah di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan produk keungan syariah yang lain seperti perbankan syariah maupun asuransi syariah, perkembangan reksa dana syariah seiring dengan perkembangan industri pasar modal Indonesia, mengalami perkembangan yang pesat. Pertumbuhan industri keuangan syariah pada beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang signifikan (Alexandri et al., 2017;

Herlambang, 2020). Sesuai data Otoritas Jasa Keungan (OJK) di atas, dilihat dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) salah satu produk keungan di pasar modal syariah seperti reksa dana misalnya, pengalami perkembangan yang signifikan sebesar 38,40% pada tahun 2020 dibanding tahun 2019.

Reksa dana syariah sebagai bagian dari instrumen pasar modal syariah yang akan menjadi fokus pada kajian ini merupakan salah satu bagian pasar modal syariah memiliki perbedaan prinsip dengan reksa dana yang dikelola secara konvensional. Diantaranya adalah tujuan investasi,

(5)

manager investasi sebagai wakil shahib al-maal, bank kustodian dan perjanjian (akad) yang digunakan harus memenuhi standar-standar syariah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Meskipun secara prinsip ada perbedaan yang mendasar antara reksa dana syariah dengan reksa dana konvensional, akan tetapi dilihat dari kinerja melalui rata-rata hasil return dan risiko, beberapa kajian dan penelitian menunjukkan bahwa secara kinerja tidak ada perbedaan yang signifikan antara reksa dana syariah dengan reksa dana konvensional.

Hasi penelitian yang dilakukan Rao et al (2015) menemukan bahwa antara reksa dana syariah bentuk saham dengan reksa dana bentuk saham konvensional tidak ada perbedaan yang signifikan. Shaliza Alwi et al., (2019) menyatakan bahwa kinerja reksa dana syariah dan reksa dana umum (konvensional) tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Nmun jika dilihat dari return dan risikonya antara reksa dana syariah dalam bentuk saham dan reksa dana saham konvensional terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan penelitian Qomariah dkk (2016) menunjukkan bahwa return dan risiko reksa dana sistem konvensional dan reksa dana syariah menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kinerja masing-masing reksa dana.

Adapun fokus kajian ini adalah melakukan kajian terhadap kinerja reksa dana syariah di Indonesia secara teori dan praktik dengan maksud dan tujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang reksa dana syariah secara teoritis serta bagaimana praktik dan kinerja reksa dana syariah di Indonesia. Melalui kajian ini diharapkan mampu memberikan motivasi kepada masyarakat—khususnya masyarakat muslim—untuk berinvestasi di pasar modal syariah melalui reksa dana syariah yang sampai saat ini (akhir tahun 2021) jumlahnya baru sekitar 13% dari total keseluruhan reksa dana di Indonesia.

TINJAUAN TEORITIS

Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal dinyatakan bahwa Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Adapun menurut Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2001 reksa dana syariah dikatakan sebagai reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan Prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan perusahaan pengguna investasi.

(6)

Sementara itu, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 19/POJK.04/2015, menyatakan bahwa Reksa dana Syariah yakni Reksa dana sebagaimana disebutkan dalam Undang- Undang tentang Pasar Modal bahwa reksa dana yang peraturan pelaksanaannya dan pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Pengertian reksa dana syariah sebagaimana dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) di atas yang disebut sebagai reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah diperjelas oleh Peraturan Otoritas Jasa Keungan (OJK) nomor 19/POJK.04/2015 sebagaimana terdapat pada pasal 6, menyatakan bahwa Reksa dana Syariah telah memenuhi Prinsip Syariah di Pasar Modal apabila ketentuan akad, tata cara pengelolaan, dan bentuk portofolionya tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang digunakan dalam Pasar Modal.

Muhammad et al., (2021) menyatakan bahwa reksa dana syariah yang dikelola oleh manajer investasi harus memperhatikan cara-cara pengelolaan dengan memenuhi standar syariah, misalnya tidak boleh diinvestasikan pada efek-efek yang dikeluarkan dari perusahaan (emiten) yang tidak memenuhi prinsip syariah seperti adanya praktik riba, perjudian (spekulasi), gharar, produksi barang-barang haram dan sebagainya.

Sedangkan, Hassan & Mollah (2018) menyatakan bahwa reksa dana syariah adalah kumpulan individu modal yang dikelola untuk diinvestasikan oleh investasi tertentu lembaga yang mengikuti Syariah. Oleh karena itu, investasi yang dilakukan secara syariah harus mengikuti lima larangan utama yakni; bebas dari riba (riba), spekulasi (maysir), ketidakpastian yang berlebihan (gharar), penanaman modal pada kegiatan yang dilarang dan pembagian risiko dan pengembalian yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Dasar-dasar ini membimbing manajer investasi reksa dana syariah harus memiliki aturan yang ketat untuk memilih portofolio mengikuti aturan Syariah.

Dalam konteks ini, ulama Islam telah membuat kriteria Syariah untuk menganalisis kepatuhan Syariah, misalnya tidak melibatkan usaha-usaha yang dilarang dalam Islam, seperti: industri alkohol, rokok, bioteknologi untuk manusia kloning, atau perusahaan yang memperoleh modal dari pinjaman yang sesuai syariah.

Selain itu manajer investasi juga harus memperhatikan ketentuan terkait kriteria kuantitas keuangan. Reksa dana syariah tidak melibatkan investasi pada investasi modal tetap, seperti:

perusahaan obligasi, sertifikat deposito, waran dan turunanya. Dana yang diinvestasikan dalam investasi ini juga harus bebas dari pinjaman berbasis bunga, spekulasi atau ketidakpastian yang berlebihan.

(7)

The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) / sebuah organisasi akuntansi dan audit internasional untuk Lembaga Keuangan Islam/

menyarankan beberapa ketentuan dari rasio keuangan. Reksa dana syariah hanya berinvestasi di perusahaan dengan rasio keuangan dalam kisaran yang ditetapkan. Jika rasio tersebut telah melampaui rasio yang ditetapkan oleh para ulama, maka investasi dilarang. Rasio keuangan melibatkan hutang terhadap rasio kapitalisasi pasar, rasio kas dan kas dan sekuritas berbunga terhadap rasio modal, juga kas dan piutang terhadap rasio modal.

Terkait dengan standar investasi, AAOFI menyebutkan total utang perusahaan tidak boleh melebihi 33% dari modal perusahaannya keseluruhan. Batasan ini diterapkan untuk memastikan bahwa perusahaan tidak memiliki tingkat kebangkrutan yang berlebihan, karena Utang berbasis bunga dilarang dalam Islam. Oleh karena itu, Syariah reksa dana tidak melakukan investasi pada saham perusahaan yang meningkatkan utang berbasis bunga lebih tinggi 33% modal perusahaan.

Ketentuan keuangan kedua adalah rasio kas dan sekuritas dengan bunga terhadap kapitalisasi pasar. Menurut aturan investasi syariah, investasi yang dilarang adalah dalam investasi pendapatan tetap seperti: seperti surat berharga, obligasi korporasi, obligasi pemerintah, sertifikat deposito dan saham preferen. AAOIFI menetapkan bahwa total tabungan berbasis bunga tidak boleh melebihi 33% dari modal. Dengan demikian, reksa dana syariah ini tidak dapat diinvestasikan pada perusahaan yang mengambil lebih dari bunga tabungan 33% dari modal atau total aset perusahaan.

Kriteria ketiga adalah rasio kas dan piutang terhadap modal. Aturan syariah menyebutkan bahwa semua aset tunai seperti uang tunai dan kredit harus diperdagangkan dalam nominal tingkat untuk menghindari bunga. AAOIFI juga menetapkan nilai total dari aset berwujud perusahaan tidak boleh melebihi 30% dari total aset. Oleh karena itu, reksa dana syariah hanya diinvestasikan di perusahaan dengan menerima kas dan rasio kredit untuk kapitalisasi pasar(AAOIFI, 2021).

Penerbitan saham reksa dana syariah berbentuk perseroan berdasarkan POJK nomor 19/POJK.04/2015 wajib mencantumkan ketentuan-ketentuan dalam operasionalnya, yakni: harus memenuhi ketentuan bahwa: 1) manajer investasi sebagai wakil (wakilin) yang bertindak atas kepentingan Direksi reksa dana syariah sebagai pihak yang diwakili (muwakil) dengan wewenang untuk melakukan pengelolaan reksa dana syariah berbentuk perseroan; 2) Portofolio, Akad, dan cara pengelolaan reksa dana Syariah tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal; 3) Menyampaikan daftar anggota dewan pengawas syariah, beserta penjelasan tentang tugas dan tanggung jawabnya; 4) Tata cara pembersihan kekayaan reksa dana syariah berbentuk perseroan

(8)

dari unsur-unsur yang bertentangan dengan prinsip syariah; 5) menggunakan kata “syariah” pada identitas reksa dana Syariah; dan 6) Pengelolaan reksa dana syariah hanya dapat diinvestasikan pada saham syariah, obligasi syariah, surat berharga, sukuk, dan efek syariah lainnya

Mengenai pengelolaan dana, ketentuan peraturan No 19/POJK.04/2015 mengenai tentang dana kelolaan reksa dana syariah dinyatakan bahwa: 1) Dapat diinvestasikan pada saham yang ditawarkan pada penawaran umum dan diperdagangkan di Bursa Efek di Indonesia serta dimuat dalam Daftar Efek Syariah yang ditetapkan oleh OJK sebagaimana halnya peraturan perundang- undangan sektor pasar modal yang mengatur kriteria dan penerbitan Daftar Efek Syariah (DES);

2) Terkait hak pemesanan efek syariah dan waran syariah yang ditawarkan melalui penawaran umum dan/atau diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 3) Dapat diinvestasikan pada sukuk yang ditawarkan melalui penawaran umum; 4) Pada saham di bursa efek luar negeri yang dimuat dalam daftar efek syariah yang diterbitkan oleh pihak penerbit daftar efek syariah; 5) Diinvestasikan pada sukuk yang ditawarkan melalui penawaran umum dan/atau diperdagangkan di bursa efek luar negeri; 6) Pada efek beragun asset syariah di dalam negeri yang sudah mendapat peringkat; 7) Dapat diinvestasikan pada surat berharga komersial syariah yang sudah mendapat peringkat; 8) Pada efek syariah yang memenuhi standar-standar syariah di pasar modal; dan 9) Dana kelolaan reksa dana syariah dapat dilakukan pada Instrumen pasar uang syariah dalam negeri mempunyai jatuh tempo kurang dari setahun.

METODE PENELITIAN

Metode penelitan dalam artikel ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan dan mengalanisis reksa dana syariah baik dari segi teori maupun praktik kinerjanya di Indonesia. Data dikumpulkan dengan melakukan kajian pustaka (library research) terhadap data-data primer dan data-data skunder. Data primer dianbil dari laporan resmi pemerintah yang memiliki otoritas terhadap materi yang dibutuhkan seprti Otoritas Jasa Keungan (OJK), Desan Syariah Nasional (DSN) MUI, The Global Islamic Indicator Report dan lembaga- lembaga lain yang terkait. Sedangkan data skunder diambil dari hasil penelitian sebelumnya, berupa buku-buku, jurnal penelitian, sumber media baik online maupun offline yang relevan dengan kebutuhan dan tema penelitian. Adapun analisis data dilakukan dengan metode reduksi data, yakni data-data yang diperoleh selenjutnya dipilih sesuai dengan kajian penelitian, lalu

(9)

dianalisis dan dipaparkan dalam bentuk kalimat deskriptif, gambar dan lainnya sesuai dengan kebutuhan penelitian. Langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan.

PEMBAHASAN

Sejarah Reksa Dana Syariah

Terdapat beberapa versi yang mengupas sejarah reksa dana, yakni versi Belanda dan Versi Skotlandia. Pada versi Belanda disebutkan bahwa sejarah reksa dana mulai dikenal pada tahun 1744 dimana saaat seorang pengusaha Belanda Adriaan van Ketwich membuat sebuah bernama Eendragt Maakt Magt yang berarti ”persatuan menciptakan kekuatan”. Langkah van Ketwich ini kemudian diikuti oleh raja Belanda Willian I dengan cara mendirikan perusahaan investasi pada tahun 1822. Sejak saat itulah mulai berkembang perusahaan reksa dana, seperti di Swiis tahun 1849 dan di Skotlandia tahun 1880 (Rahman, 2015).

Versi Skotlandia menyebutkan bahwa reksa dana dikenal sejak abad ke-19 yang sebagai cikal bakal industrinya dapat dirunut pada tahun 1870, ketika seorang tenaga pembukuan pabrik tekstil dari Skotlandia, Robert Fleming (1845-1933), diminta untuk mengelola investasi oleh atasannya di Amerika (Farid, 2015). Sewaktu perang saudara berakhir, Robert Fleming yang kala itu berada di Amerika melihat adanya peluang investasi baru. Sepulang ke negerinya, dia menceritakan peluang tersebut kepada rekan-rekannya sebab untuk memanfaatkan peluang investasi tersebut kala itu dia belum memiliki modal yang cukup. Sehingga peluang yang baik ini dia ceritakan kepada rekanya dengan maksud mengumpulankan modal dari mereka. Setelah modal terkumpul Robert Fleming kemudian mendirikan Scottish American Investment Trust tahun 1873, sebagai perusahaan pertama di Inggris yang berberag dalam manajemen investasi.

Perusahaan ini serupa dengan apa yang saat ini dikenal dengan Reksa Dana bentuk tertutup (closed-end fund).

Di Indonesia reksa dana pertama kali muncul saat pemerintah mendirikan PT. Danareksa pada tahun 1976 (Rahman, 2015). Dimana sertifikat Danareksa diterbitkan untuk pertama kalinya oleh PT. Danareksa. Selanjutnya pada hahun 1995 pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pasar modal yang mengatur juga peraturan mengenai reksadana melalui Undang-undang (UU) No.

8 tahun 1995 tentang pasar modal. Undang-undang tersebut menjadi momentum lahirnya reksadana di Indonesia yang diawali dengan penerbitan reksadana tertutup oleh PT. BDNI Reksadana.

(10)

Adapun reksa dana syariah pertama kali diperkenalkan oleh National Commercial Bank di Saudi Arabia pada tahun 1995 dengan nama Global Trade Equity dengan kapitalisasi sebesar U$

150 juta (Ashraf, 2013). Seiring dengan berdirinya Bank dengan label syariah pertama yakni Bank Muamalat, beroperasinya Asuransi Takaful, serta mulai munculnya Pegadaian Syariah dan tumbuhnya lembaga keuangan syariah yang lain, menimbulkan sikap optimistis yang ditandai dengan meningkatnya iklim investasi yang berbasis pada investor muslim. Melihat iklim pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang kian baik, Bapepam pun melakukan langkah strategis untuk mewadahi investor muslim tersebut yang jumlahnya kian meningkat. Maka selanjutnya yakni pada tahun 2000 oleh melalui manajemen investasi, PT. Danareksa mengeluarkan produk reksadana yang dinamakan dengan Dana Reksa Syariah Berimbang yang dikelola secara berjenis reksadana campuran. Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya muncul beberapa produk reksadana dengan berbagai jenisnya.

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan berinvestasi pada reksa dana syariah.

Diantaranya adalah investasi melalui reksa dana syariah dapat dilakukan secara ritel (eceran) sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kemampuan pemilik dana. Keuntungan lainnya adalah hasil yang diperoleh relatif lebih tinggi (dibanding deposito) dan bebas pajak, pelaksanaan transaksinya dapat dilakukan dengan mudah, serta adanya audit dan pengawasan yang rutin dilaksanakan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Jenis-jenis Reksa Dana Syariah

Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nomor 19/POJK.04/2015 jenis-jenis reksa dana berupa: Reksa dana syariah pasar uang, Reksa dana syariah pendapatan tetap, Reksa dana syariah saham, Reksa dana syariah campuran, Reksa dana syariah indeks, Reksa dana syariah terproteksi, Reksa dana syariah berbasis sukuk, Reksa dana syariah berbasis efek syariah luar negeri, Reksa dana syariah berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaan diperdagangkan di bursa, dan Reksa dana syariah berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas

Perbedaan Reksa Dana Syariah dan Konvensional

Pengukuran kinerja reksa dana konvensional dan syariah dapat dilihat melalui rata-rata hasil return dan risiko. Pada dasarnya prinsip reksa dana bentuk saham merupakan high risk high return,

(11)

sehingga tidak menutup kemungkinan para investor menanamkan saham pada reksa dana jenis saham, sebab mereka akan mendapatkan return optimal tetapi dengan konsekuensi risiko yang tinggi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Qomariah dkk (2016) bahwa return dan risiko pada reksa dana konvensional dan reksa dana syariah menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kinerja reksa dana.

Penelitian Djaddang dan Susilawati (2016) menyatakan bahwa tingkat keuntungan dan risiko reksa dana prinsip konvensional lebih tinggi daripada keuntungan reksa dana syariah. Huda dkk (2017) menemukan bahwa pada tahun 2014 dan 2015 sama sekali tidak ada reksa dana syariah yang menduduki 5 besar return. Alwi et al (2019) menemukan bahwa kinerja reksa dana syariah dan konvensional tidak memiliki perbedaan yang signifikan, akan tetapi jika dilihat dari return dan risikonya antara reksa dana saham yang menggunakan prinsip syariah dan prinsip konvensional terdapat perbedaanyang signifikan.

Meskipun dilihat dari kinerja reksa dana dengan sistem konvensional dan sistem syariah melalui rata-rata hasil return dan risiko tidak da perbedaan secara signifikan, akan tetapi ada perbedaan secara prinsip dalam hal pengelolaan baik dari segi kualitas produk reksadana maupun dari segi kuantitas keuangannya. Diantara perbedaan tersebut adalah:

1) Reksa dana syariah dikelola berdasarkan prinsip syariah. Manajer investasi hanya akan mengelola produk reksa dana dengan menginvestasikannya pada efek yang terdafta dalam Daftar Efek Syariah (DES). Dimana syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin mendaftarkan sahamnya masuk ke dalam DES yaitu: 1) Perusahaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, misalnya perusahaan rokok, usaha perjudian, produksi alkohol, perdagangan barang haram, mengandung unsur riba, suap dan sebagainya; 2) Total utang lebih kecil dari aset. Perusahaan yang sahamnya akan diinvestasikan di reksa dana syariah harus memiliki total utang < 45% dari total aset perusahaan; 3) Pendapatan tidak halal lebih kecil dari total aset. Perusahaan hanya diperbolehkan memiliki pendapatan tidak halal < 10 % dari pendapatan usaha.

2) Proses Cleansing, yakni pembersihan pendapatan perusahaan yang tidak halal pada reksa dana syariah. Proses cleansing dilakukan karena kadang tanpa disengaja ada penghasilan yang masuk pada saat dana investor yang dikelola oleh manajer investasi diletakkan pada bank kustodian (bank yang ditunjuk untuk sebagai penempatan dana investasi) belum ditransaksikan sehingga mengendap dan menghasilkan bunga. Hal inilah yang disebut

(12)

dengan pendapatan ribawi, oleh karenanya pendapatan tersebut dibersihkan dengan cara dipisahkan dari pendapatan yang halal. Hasil proses cleansing biasanya disumbangkan untuk kegiatan amal.

3) Diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Sebagaimana pada lembaga keuangan syariah lainnya, setiap proses kegiatan pengelolaan reksa dana syariah harus dalam pengawasan DPS, berbeda dengan reksa dana konvensional yang hanya diawasi oleh OJK. Tugas utama DPS adalah memastikan bahwa setiap proses pengelolaan reksa dana syariah telah memenuhi prinsip-prinsip syariah. DPS melaporankan tugasnya kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia sekurang-kurangnya 6 bulan sekali.

Mekanisme Reksa Dana Syariah

Untuk memahami bagaimana mekanisme operasional yang dilakukan dalam reksa dana syariah, dapat dilihat dalam tahapan berikut.

1. Pemodal dan manajer investasi melakukan akad wakalah, yakni pemodal memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Dalam kesepakatan ini para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil investasi. Resiko investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemodal.

Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan jaminan bahwa seluruh dananya akan disimpan, dijaga dan diawasi oleh Bank Kustodian. Selanjutnya, pemodal mendapat bukti kepemilikan berupa unit penyertaan reksa dana syariah.

2. Manajer investasi dan pengguna dana investasi (perusahaan yang membutuhkan dana) melakukan akad mudharabah (qirad), yakni suatu akad dimana shahib al-mal memberikan dananya kepada pihak lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan. Shahib al-mal hanya menanggung resiko sebesar dana yang disertakan. Manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal tidak menanggung resiko kerugian atas investasi selama bukan karena kelalainnya.

Kinerja Reksa Dana Syariah Di Indonesia

Perkembangan Investasi syariah mempunyai peranan yang cukup penting untuk dapat meningkatkan nilai jual industri keuangan syariah di Indonesia. Meskipun tergolong baru, jika

(13)

dibandingkan dengan produk keungan syariah yang lain seperti perbankan syariah maupun asuransi syariah, perkembangan reksa dana syariah seiring dengan perkembangan industri pasar modal Indonesia, mengalami perkembangan yang pesat. Pertumbuhan industri keuangan syariah pada beberapa terakhir menunjukkan perkembangan yang signifikan (Herlambang, 2020).

Menurut Alexandri et al., (2017) dilihat dari Net Asset Value (NAV) salah satu produk keungan di pasar modal syariah seperti reksa dana misalnya, pada tahun 2012 hingga 2015 mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Otoritas Jasa Keungan (OJK) tahun 2020, total Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana syariah pada tahun 2020 mengalami peningkatan menjadi Rp 74,37 triliun atau sebesar 38,40% dibandingkan tahun 2019.

Pada kurun waktu lima tahun terakhir, yakni sejak tahun 2016 hingga 2021 reksa dana syariah terus mengalami perkembangan yang signifikan. Dimana jumlah reksa dana syariah pada tahun 2016 mencapai 136 naik menjadi 291 per April 2021 dengan nilai aktiva bersih dari Rp.

14,91 triliun naik menjadi Rp. 77.51 triliun.

Gambar 1

Perkembangan Reksa Dana Syariah tahun 2016 – 2021

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2021

(14)

Analisis terhadap data OJK menunjukkan bahwa, dana kelolaan di tahun 2021 reksadana syariah justru mampu tumbuh dari Rp. 64,2 triliun di akhir tahun menjadi Rp 65.6 triliun di akhir maret 20241 atau tumbuh 2.18%, pertumbuhan ini luar biasa karena pada reksadana konvensional justru terjadi penurunan hingga 2.19% pada periode yang sama. Kondisi ini patus menjadi perhatian mengingat ditengah ancaman wabah Covid-19 dimana tercapat hampir semua saham gabungan di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada April 2021 mengalami penurunan, nilai aktiva bersih reksa dana syariah justeru mengalami kenaikan.

Dari sisi kinerja industri reksadana syariah sendiri sesuai dengan tren yang terjadi 10 tahun terakhir, kinerja rata-rata dari reksadana saham syariah masih sulit mengalahkan IHSG, namun sejak 2020 tren ini mulai berubah, dalam 3 bulan terakhir rata-rata reksadana saham syariah mencatatkan koreksi 9%, lebih baik dari rata-rata reksadana saham konvensional yang terkoreksi 10%. Kinerja reksadana syariah yang lebih baik ini disinyalir salah satunya karena saat ini sudah ada saham perbankan syariah dengan kapitalisasi yang cukup besar dan kinerja baik, tidak hanya terjadi pada yang berbasis saham, pada jenis pendapatan tetap dan campuran pun reksadana syariah unggul dengan kinerja yang lebih baik, sementara pada reksadana syariah pasar uang kinerjanya setara dengan yang konvensional.

Gambar 2

Perkembangan Reksa Dana Syariah 2010 - 2021

(15)

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2021

Secara pengelolaan portfolio investasi sebetulnya industri reksadana syariah tantanganya lebih kompleks karena batasan investasinya. Seperti misalnya pada pendapatan tetap hanya boleh membeli instrumen sukuk atau obligasi yang berbasis syariah yang jumlahnya jauh lebih terbatas dari obligasi konvensional, pada saham pun selain harus memastikan bidang usahanya halal juga struktur modalnya dibatasi hutang maksimal hanya boleh 82% dari modalnya. Hal ini membuat emiten yang dapat dibeli oleh reksadana syariah sangat terbatas terutama yang berbasis keuangan seperti bank

Namun situasi wabah Pandemi Covid-19 merubah banyak hal, sebagai gambaran dalam 1 tahun terakhir 3 sektor saham dengan kinerja terbaik saat ini adalah pertanian, pertambangan dan perdagangan diatas sektor keuangan yang selama in menjadi salah satu investasi andalan reksadana konvensional. Hal ini membuat reksadana syariah yang berfokus pada 3 sektor diatas kinerjanya lebih baik.

Atas kinerja reksadana syariah saat ini Manajer investasi patut diapresiasi mampu mengelola portfolio dengan lebih baik. Baik dibanding periode sebelumnya ataupun dibanding reksadana

(16)

konvensional, ditengah kekhawatiran atas perlambatan ekonomi dimana investor umumnya akan mencari imbal hasil yang lebih baik maka reksadana syariah saat ini bisa menjadi alternatif diversifikasi yang menarik.

Namun perlu ditekankan data diatas tentu saja merupakan kinerja historis, hasil dapat berubah bila periode pengamatan dirubah, untuk investor menentukan sektor mana yang dipilih harus juga mempertimbangkan proyeksinya dimasa depan. Sangat penting bagi investor untuk menyesuaikan investasinya dengan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing.

Untuk saat ini walau secara valuasi saham-saham syariah tergolong sangat murah namun ketidakpastian ekonomi tetap menjadi pertimbangan utama investor sehingga reksadana berjenis saham hanya cocok untuk investor dengan jangka waktu hingga 5 tahun, untuk investor yang timeframe investasinya lebih pendek reksadana syariah berbasis sukuk tetap menarik untuk timeframe investasi 3 tahun, terbukti dengan rata-rata kinerja yang mampu bertahan dengan banyak reksadana pendapatan tetap syariah yang masih positif tahun ini. Walau default risk dipandang dapat meningkat jika pandemi terus berlanjut tetapi investor bisa memitigasi hal ini dengan membeli reksadana yang berbasis sukuk negara.

Reksadana pasar uang syariah pun dapat digunakan sebagai tempat parkir dana yang menguntungkan dan relatif aman untuk investor dengan timeframe yang lebih pendek, apalagi saat ini dari Otoritas Jasa Keuangan dan juga manajer investasi terus meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk investasi reksadana sehingga kemudahan berinvestasi reksadana sudah semudah berbelanja pada marketplace melalu web ataupun aplikasi ponsel.

Seiring dengan fluktuatifnya kinerja pasar modal yang masih cenderung tertekan ditengah pandemi, Reksadana syariah dengan fokus tertentu dapat terlihat menarik secara kinerja. Secara historis krisis pasar modal akan berlalu dan sebagai investor dan lebih bijak untuk tetap berinvestasi. Ada baiknya investor memperlakukan reksadana syariah sebagai alat bantu untuk diversifikasi setelah disesuaikan dengan tujuan dan jangka waktu investasinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pengertian reksa dana syariah sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2001 adalah sebagai reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan Prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil

(17)

shahib al-mal dengan pengguna investasi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam reksa dana syariah, pemilik harta (shahib al-mal) mewakilkan hartanya kepada manajer investasi untuk dikelola secara syariah sesuai dengan ketentuan akad yang telah disepakati.

Sesuai data Otoritas Jasa Keungan (OJK) di atas, dilihat dari Nilai Aktiva Bersih (NAB)Net Asset Value (NAV) salah satu produk keungan di pasar modal syariah seperti reksa dana misalnya, pengalami perkembangan yang signifikan sebesar 38,40% pada tahun 2020 dibanding tahun 2019.

Dari sisi kinerja industri reksadana syariah sendiri sesuai dengan tren yang terjadi 10 tahun terakhir, kinerja rata-rata dari reksadana saham syariah masih sulit mengalahkan IHSG, namun sejak 2020 tren ini mulai berubah, dalam 3 bulan terakhir rata-rata reksadana saham syariah mencatatkan koreksi 9%, lebih baik dari rata-rata reksadana saham konvensional yang terkoreksi 10%. Kinerja reksadana syariah yang lebih baik ini disinyalir salah satunya karena saat ini sudah ada saham perbankan syariah dengan kapitalisasi yang cukup besar dan kinerja baik, tidak hanya terjadi pada yang berbasis saham, pada jenis pendapatan tetap dan campuran pun reksadana syariah unggul dengan kinerja yang lebih baik, sementara pada reksadana syariah pasar uang kinerjanya setara dengan yang konvensional.

Seiring dengan fluktuatifnya kinerja pasar modal yang masih cenderung tertekan ditengah pandemi, Reksadana syariah dengan fokus tertentu dapat terlihat menarik secara kinerja. Secara historis krisis pasar modal akan berlalu dan sebagai investor dan lebih bijak untuk tetap berinvestasi. Ada baiknya investor memperlakukan reksadana syariah sebagai alat bantu untuk diversifikasi setelah disesuaikan dengan tujuan dan jangka waktu investasinya.

DAFTAR PUSTAKA

AAOIFI. (2021). The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). http://aaoifi.com/product/shari-a-standards/?lang=en

Alexandri, Moh. B., Pragiwani, M., & Laiela, D. (2017). Performance of Sharia Mutual Fund:

The Analysis of Asset Allocation in Indonesia. Mediterranean Journal of Social Sciences, 8(3), 163–169. https://doi.org/10.5901/mjss.2017.v8n3p163

(18)

Apriyanti, H. W. (2017). PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA : ANALISIS PELUANG DAN TANTANGAN. maaksimum media akuntansi, 8(1), 8.

Ashraf, D. (2013). Performance evaluation of Islamic mutual funds relative to conventional funds: Empirical evidence from Saudi Arabia. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 6(2), 105–121.

https://doi.org/10.1108/17538391311329815

Djaddang, S., & Susilawati, S. (2016). KINERJA REKSA DANA SYARIAH DAN

KONVENSIONAL: APLIKASI MODEL JENSEN. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 12, 149–168. https://doi.org/10.33830/jom.v12i2.59.2016

Farid, M. (2015). MEKANISME DAN PERKEMBANGAN REKSADANA SYARIAH.

Iqtishoduna, IV, 12.

Hassan, A., & Mollah, S. (2018). Islamic Mutual Funds: A Vehicle for Mobilization of Small Savings. In A. Hassan & S. Mollah, Islamic Finance (pp. 111–116). Springer

International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-91295-0_9

Herlambang, A. (2020). The Performace Comparation in Indonesia: Conventional Mutual Funds vs Sharia Mutual Funds. Journal of Business Management Review, 1(5), 295–312.

https://doi.org/10.47153/jbmr15.642020

Muhammad, H., Sari, N. P., & Nafisa, A. (2021). Performances of Sharia Mutual Funds in Indonesia: Empirical Evidence from a Developing Economy. European Journal of Islamic Finance, No 18, 2021. https://doi.org/10.13135/2421-2172/5896

(19)

Rahman, T. (2015). MEMBANGUN BRAND IMAGE REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA. Jurnal Studi Islam MIYAH, 01, 18.

http://dx.doi.org/10.33754/miyah.v11i1.3.g3

Sabila, F. H. (2019). Stock Selection dan Market Timing Ability Reksa Dana Syariah Saham di Indonesia. Journal of Economic, Public, and Accounting (JEPA), 1(2), 68–81.

https://doi.org/10.31605/jepa.v1i2.275

Shaliza Alwi, Rosimah Ahmad, Irma Zura Amir Hashim, & Norbaizura Mohd Naim. (2019).

Investigating the Islamic and Conventional Mutual Fund Performance: Evidence From Malaysia Equity Market. Journal of Modern Accounting and Auditing, 15(7).

https://doi.org/10.17265/1548-6583/2019.07.004

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.10 menunjukkan hasil perhitungan statistik dari rata-rata nilai variabel reksadana syariah menunjukkan angka sebesar -75,648722 dan untuk rata-rata nilai

Berdasarkan tabel 5.1 dapat menunjukkan penelitian kinerja reksadana saham konvensional berdasarkan metode Sharpe dan metode Treynor, 7 produk reksadana saham mampu

Hasil dari pengukuran kinerja reksadana saham syariah menggunakan metode Sharpe, Treynor Jensen rasio informasi, dan sortino menunjukkan ada 4 reksadana saham

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : (1) Berdasarkan metode Sharpe diketahui bahwa nilai kinerja reksadana saham syariah lebih tinggi dibandingkan kinerja reksadana

Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Mawardi (2016), dengan menggunakan sampel 7 reksadana syariah saham, 7 reksadana syariah pendapatan tetap dan 7

Judul: “Perbandingan Kinerja Reksadana saham Konvensional dan Reksadana Syariah di Indonesia dengan Metode Sharpe, Treynor, Jensen, Rasio Informasi dan Roy Safety First Ratio ”.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : (1)Kinerja reksadana saham konvensional lebih rendah dari kinerja IHSG sebagai tolak ukurnya; (2) Kinerja reksadana saham

Journal of Accounting and Finance JAFIN, 2023 | 100 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara menyeluruh berdasarkan hasil penelitian yang membandingkan kinerja reksadana saham syariah